104
bisa membeli sepeda motor baru, dan tidak kalah bersaing dengan tetangganya. Namun, walau begitu ibu Jamal tidak bisa memaksa Jamal terlalu keras agar
mengikuti perintahnya, karena beliau sadar Jamal sangat susah untuk diatur. Bahkan dengan bertindak kasar pun sangat sulit untuk mengatur Jamal agar tidak
bertindak nakal.
4.3.2. Tanggapan Guru Sekolah
Bapak SP 52 tahun merupakan seorang guru elektro yang mengajar di salah satu Sekolah Menengah Kejeuruan di tempat Jamal bersekolah di kelurahan
Tanjung Mulia Hilir. Bapak SP telah mengabdi di sekolah tersebut selama 15 tahun dan sudah mengerti karakter siswa-siswa yang bersekolah di tempatnya
mengajar. Bapak SP melihat bahwa banyak sekali diantara murid-murid yang bersekolah di tempatnya hanya sekedar untuk tamat dan menerima ijazah saja. Hal
ini menurut bapak SP karena pola pikir anak-anak yang menganggap enteng pendidikan di bangku sekolah. Banyak diantara anak-anak tersebut yang tidak
serius belajar karena berfikir bahwa belajar serius ataupun tidak ujung-ujungnya juga akan lulus.
“ . . . kalau saya sih melihat anak-anak yang sekolah di STM ini sama saja semua, karakternya sama. Cuman mau nyari ijazah saja,
jadinya pendidikan atau kualitas pendidikannya enggak terlalu penting buat mereka. Karena mungkin mereka sadar kalau belajar
atau pun enggak sama aja, tetap bakalan lulus mereka . . .”
Memang, menurut bapak SP hal itu sepenuhnya tidak dapat disalahkan kepada pihak murid saja. Pihak sekolah menurutnya juga bertanggung jawab akan
hal tersebut, karena memang terlalu gampang untuk meluluskan para murid. Ketika peneliti menanyakan mengenai alasan dari gampangnya sekolah
Universitas Sumatera Utara
105
meluluskan para murid tadi adalah karena alasan kasihan dan tidak tega. Menurut bapak SP para murid STM yang bersekolah di sekolahnya tersebut juga tidak
memiliki cita-cita yang tinggi, mereka hanya mengidamkan agar dapat bekerja secepatnya setelah lulus dari sekolah tersebut.
Foto 5: Pabrik Minuman Nutrijeruk Yang Jaraknya Hanya 100 Meter Dari Sekolah Jamal
Sumber : Peneliti Hal ini menurutnya terjadi karena lingkungan industri yang ada di
kawasan Kelurahan Tanjung Mulia Hilir yang dikelilingi oleh banyak pabrik. Bahkan sekolah tempat bapak SP mengajar juga dikelilingi oleh banyak pabrik
industri. Itu lah mengapa menurut bapak SP pihak sekolah memudahkan kelulusan para siswa yang ada di sekolahnya.
Universitas Sumatera Utara
106
4.5.Keluarga Wawan
Ayah Wawan saat ini sudah berusia 52 tahun dan sebentar lagi akan pension dari tempatnya bekerja sebagai buruh pabrik pengolahan karet. Ayah
Wawan sudah bekerja di pabrik tersebut selama 15 tahun dan saat ini sudah menjabat sebagai mandor di bagian produksi pabrik. Selama bekerja di pabrik
tersebut ayah Wawan sudah banyak merasakan suka duka dan melihat banyak hal- hal yang mengerikan. Seperti ada buruh yang tewas karena masuk ke tempat
memasak karet, tangan pekerja yang putus karena kurang hari-hati, dan hal-hal buruk lainnya.
Pengalaman melihat hal-hal yang buruk seperti itu, membuat ayah Wawan bertekat untuk tidak membuat anak-anaknya ikut seperti dirinya menjadi buruh
pabrik. Dari segi ekonomi pun dirinya merasa gaji sebagai buruh pabrik tidak akan pernah bisa mensejahterakan buruh tersebut. Apabila ada yang bisa
bersenang-senang dengan gaji yang diterimanya setiap bulan, orang itu pasti belum berumahtangga sehingga tidak perlu memikirkan yang lain, cukup dirinya
sendiri. Namun, bila sudah berumahtangga baru akan terasa bagaimana sakitnya bekerja sebagai buruh dengan gaji yang pas-pasan.
“ . . . juju raja om selama ini kerja di pabrik enggak pernah merasa bangga walaupun udah jadi mandor. Kalau dihitung-hitung gaji om
sebagai mandor sekarang udah Rp.4.500.000, sementara anak om ada tiga, bayar tagihan ini itu lagi tiap bulan, dihitung-hitung
enggak ada sisa akhirnya uangnya. Jadi kalau ada yang senang kali kerja pabrik ini, pasti dia belum bekeluarga . . .”
Bahkan lebih jauh ayah Wawan melihat warga di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir seperti berada dalam pusaran ekonomi yang pas-pasan. Walaupun
Universitas Sumatera Utara
107
sebenarnya sulit mengatakan banyak masyarakat Kelurahan Tanjung Mulia Hilir miskin, namun masyarakatnya hanya memiliki kemampuan ekonomi yang pas-
pasan, sedikit berada diatas garis kemiskinan. Tetapi yang harus digarisbawahi adalah banyak sekali masyarakat yang merasa nyaman dengan keadaannya
sebagai pekerja pabrik. Ayah Wawan sama sekali tidak pernah berfikir untuk menurunkan
pekerjaannya sebagai buruh pabrik kepada anaknya. Menurutnya pengalaman berat selama bekerja di pabrik sudah cukup menjadi alasannya untuk tidak
menurunkan lagi pekerjaan tersebut kepada anaknya. Walaupun dirinya menjabat sebagai mandor dan mudah baginya memasukkan orang untuk bekerja di pabrik
tersebut, namun tetap saja ayah Wawan tidak mau memasukan anaknya. Ayah Wawan berusaha keras agar anak-anaknya dapat mencari jalan hidup lain yang
lebih baik. Anak pertamanya yang perempuan saat ini sudah menjadi seorang guru di
Sekolah Madrasah, sedangkan anak keduanya saat ini sedang kuliah di salah satu Universitas Swasta di Kota Medan, sementara anaknya yang paling kecil masih
SMP. Menurut ayah Wawan hanya pendidikan lah satu-satunya jalan bagi dirinya untuk memperbaiki kehidupan keluarganya. Walaupun banyak sekali tetangganya
yang menyindir usahanya mengkuliahkan anaknya, namun ayah Wawan tidak mau menanggapi hal tersebut dan terus berusaha maju.
“. . . sudah jadi kewajiban om sebagai orangtua untuk ngasih pendidikan yang layak sama anak-anak om. Walaupun om cuman
tamatan SMP, tapi om enggak mau anak om itu cuman tamat SMP atau SMA. Kalau bisa harus jadi sarjana biar bisa banggain
Universitas Sumatera Utara
108
orangtua. Kalau tetangga kan cuman bisa komentar aja, biarin ajalah namanya juga orang iri, males saya tanggapin . . .”
Ayah Wawan bahkan rela untuk bekerja dua kali lipat setiap harinya untuk mencari uang. Walaupun pada malam hari ayah Wawan bekerja di pabrik dan
baru pulang ketika pagi hari, namun siang harinya ayah Wawan sudah kembali lagi bekerja menjual es cendol untuk mencari tambahan pemasukan. Ayah Wawan
sadar dengan pendapatannya sebagai buruh pabrik hanya cukup untuk biaya makan saja, sementara untuk keperluan sekolah dan kuliah anaknya dirinya harus
mencari tambahan penghasilan. “ . . . setiap hari begini lah kerjaan om, male mom kerja di pabrik
sampe pagi. Siangnya om kerja lagi jualan es cendol supaya dapet penghasilan tambahan. Kalau enggak begitu mana lah bisa
nyekolahkan anak sampe tamat, apalagi mengkuliahkan anak . . .”
Sementara itu menyikapi peluang kerja yang kelak didapatkan anaknya setelah tamat kuliah, ayah Wawan mengaku dirinya tidak khawatir dengan hal
tersebut karena kesempatan pasti ada untuk anaknya. Walaupun dirinya mengakui, bahwa tidak ada jaminan bagi anaknya akan mendapatkan pekerjaan yang lebih
baik dari anak-anak lainnya di lingkungannya. Namun, setidaknya anak-anaknya mendapatkan pengetahuan yang lebih baik dari teman-temannya yang tidak
kuliah. Ayah Wawan juga mengatakan bahwa walaupun di lingkungannya ada sarjana yang menjadi buruh pabrik juga, namun bukan berarti anaknya sudah pasti
akan berakhir sama. Anggapan seperti itu menurut ayah Wawan adalah sesat, dan hanya akan memperburuk keadaan.
Universitas Sumatera Utara
109
Kewajiban ayah Wawan hanya sampai selesai mengkuliahkan anaknya saja, setelah itu menurutnya si anak lah yang harus berjuang untuk mencari
pekerjaan yang layak baginya. Lingkungan tempat keluarga Wawan tinggal memang sangat tidak suka apabila ada anak yang kuliah. Menurut ayah Wawan
itu terjadi karena mereka tidak mau mengeluarkan uang mereka untuk menyekolahkan anak mereka. Menurut ayah Wawan banyak sekali orangtua di
lingkungannya yang iri dengan dirinya karena bisa menguliahkan anak. Bahkan terkadang tetangganya tidak ragu untuk menyindir ketika sedang berbincang-
bincang di halaman ruamhnya. “ . . . banyak itu bapak-bapak disini yang kalau ngobrol sama om
selalu nanya kapan si Wawan wisuda, padahal baru aja masuk kuliah dia. Udah gitu orang itu terang-terangan pula itu
ngomongnya bilangin om enggak usahlah nguliahin anak, untuk apa kuliah kalau ujung-ujungnya jadi kerja pabrik. Bagusan masuk
pabrik aja nyari duit, daripada kuliah buang-buang duit. Apa enggak capek lah nyari uang kerja siang malam uangnya habis
tepake untuk anak. Kata-kata kayak gitu lah yang sering keluar dari mulut tetangga om di sini. Tapi om cuek aja, siapa rupanya orang
itu kok ngatur-ngatur keluarga om . . .”
Menurut ayah Wawan, para orangtua yang ada di dekat rumahnya memiliki kebiasaan yang sangat tidak baik. Yaitu menurunkan pekerjaan sebagai
buruh pabrik kepada anak-anaknya. Mereka dengan sengaja menyuruh anak- anaknya untuk bersekolah di STM mengambil jurusan mesin agar dapat mudah
melamar kerja sebagai buruh di pabrik. Padahal menurut ayah Wawan tidak ada hubungan antara tamatan STM lebih diterima daripada tamatan SMA untuk kerja
di pabrik. Sebagai bukti ayah Wawan mengatakan bahwa banyak sekali buruh
Universitas Sumatera Utara
110
yang bekerja di pabriknya yang berasal dari tamatan SMA, dan jumlahnya juga tidak kalah dengan buruh yang tamatan dari STM.
Menurut ayah Wawan tindakan dari orangtua tersebut sangat lah tidak adil dengan mengatur anaknya untuk harus masuk ke STM dan tidak boleh masuk ke
SMA. Seharusnya anak diberikan kesempatan untuk memilih pendidikan yang baik menurutnya, tanpa menghilangkan fungsi orangtua sebagai pemberi masukan
yang baik kepada anak. Menurut ayah Wawan banyak sekali orangtua dilingkungannya yang terlalu memaksakan kehendaknya agar anak bersekolah di
STM dengan tujuan agar bisa bekerja di pabrik. Seharusnya orangtua harus memberikan motivasi kepada anaknya untuk mencari pekerjaan yang lebih baik
dibandingkan dengan bekerja di pabrik.
Universitas Sumatera Utara
111
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan penelitian ini merupakan jawaban dari rumusan penelitian yang terdapat pada bab I penulisan skripsi, adapun kesimpulan merupakan hasil
penelitian lapangan yang didasarkan pada proses observasi dan Wawancara penelitian. Adapun kesimpulan penelitian adalah berdasarkan dari rumusan
masalah sebagai berikut. Proses pemilihan pendidikan pada anak-anak di Kelurahan Tanjung Mulia
Hilir sama sekali tidak melibatkan anak sebagai pihak yang akan melalui proses pendidikan tersebut. Pemilihan pendidikan pada anak-anak buruh ini sepenuhnya
ditentukan oleh orangtua berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang ada seperti ekonomi, pilihan pekerjaan kelak, akomodasi ke sekolah dan lain-lain.
Pada saat anak menginjak masa akhir di SMP maka orangtua di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir sudah akan menyiapkan anaknya untuk masuk ke Sekolah
Menengah Kejuruan dalam hal ini adalah Sekolah Teknik Mesin STM. Hal ini didasari oleh adanya anggapan bahwa anak-anak yang tamat dari STM akan lebih
mudah untuk diterima bekerja di pabrik-pabrik industri yang ada di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir ataupun di Kawasan Industri Medan KIM.
Kehidupan pendidkan yang ada di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir berdasarkan studi kasus empat orang anak menunjukan adanya suatu pemahaman
Universitas Sumatera Utara