91
status sekolah dan biaya yang akan dikeluarkan. Namun, kenyataannya walaupun sekolah negeri relative lebih murah daripada swasta, orangtua Rian lebih memilih
memasukkan anaknya ke sekolah STM yang Swasta daripada harus memasukkan anaknya ke SMA Negeri. Pertimbangannya adalah karena jika Rian masuk ke
STM kemungkinan besar akan lebih mudah melamar kerja sebagai buruh.
4.2.2. Persepsi Orangtua Rian Terhadap Pendidikan Anaknya
Persepsi orangtua terhadap pendidikan formal anak sedikit banyak dipengaruhi oleh kebutuhan, tujuan hidup serta pengalaman mereka di masa
lampau. Pemberian pendidikan pada anak diturunkan di dalam keluarga, dimana keluarga merupakan tempat pertama sebagai sumber sosialisasi bagi anak.
Bentuknya bisa melalui perhatian, karena dengan perhatian yang baik anak akan merasa dibutuhkan dan berharga dalam keluarga. Anak akan menganggap bahwa
keluarga merupakan bagian dari dirinya yang sangat dibutuhkan dalam segala hal. Sebaliknya hubungan yang kurang harmonis antara orangtua dan anak
akan berdampak buruk terhadap perkembangan anak. Tidak jarang anak terjerumus ke hal-hal negatif dengan alasan orangtua kurang memberikan
perhatian kepada anak. Orangtua mempunyai peran yang strategis dalam membentuk keperibadian anak, karena yang berperan besar dalam pengaturan
pendidikan dan sifat anak adalah orangtua. Diharapkan penanaman nilai-nilai kepada anak akan tepat, karena mereka mengetahui apa yang dibutuhkan oleh
anak mereka. Ketika peneliti menanyakan perihal keinginan Rian untuk bisa menjadi
sarjana ibu Rian menanggapinya dengan pesimis. Ibu Rian menganggap bahwa
Universitas Sumatera Utara
92
kuliah hanya untuk orang yang berduit dan juga kuliah tidak memberikan manfaat yang signifikan terhadap peluang kerja anak. Ibu Rian memberikan contoh
bagaimana di lingkungannya terdapat sarjana yang bekerja sebagai buruh pabrik juga. Hal ini lah yang semakin menguatkan pandangan ibu Rian terhadap tidak
begitu pentingnya kuliah. “ . . . untuk apa lah kuliah tinggi-tinggi jadi sarjana nanti juga
ujung-ujungnya jadi kerja pabrik juga. Itu di Jalan Kawat IV ada kenal aku sarjana ekonomi dia, sekarang dia jadi kerja pabrik juga.
Gajinya pun sama cuman Rp.2000.000 bulan. Kalau dihitung- hitung biaya dia selama kuliah bagus ditabung dia, karena ujung-
ujungnya juga dia kerja pabrik juga. Itu lah makannya enggak mau aku nguliahkan anakku. Tamat STM dia nanti aja udah . . .”
Pengalaman menyaksikan langsung ada sarjana yang juga bekerja sebagai buruh pabrik semakin menguatkan pandangan orangtua Rian dalam melihat
pendidikan. Pengalaman tersebut akhirnya mempengaruhi pilihan-pilihan yang dibuat oleh ibu Rian terhadap pendidikan anaknya tersebut. Dalam tahap ini tidak
ada yang dapat disalahkan, apbila ada pihak yang ingin menyalahkan orangtua. Sebab pilihan yang diambil oleh orangtua Rian merupakan pilihan yang diambil
berdasarkan pengelamannya melihat sendiri dampak dari pendidikan terhadap pekerjaan anak.
Pada keluarga Rian ayah dan ibunya memiliki persepsi yang berbeda terhadap pendidikan. Ibu Rian masih menganggap bahwa pendidikan merupakan
hal yang penting untuk masa depan anaknya, walaupun kemudian ada dikotomisasi kembali terhadap tujuan dari penyekolahan anaknya tersebut.
Sementara ayah Rian menganggap bahwa pendidikan anaknya bukanlah
Universitas Sumatera Utara
93
merupakan prioritas paling penting, hal ini terjadi karena kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan. Dari data yang diperoleh dari informan dan data
pendukung lainnya, maka dapat ditarik benang merahnya bahwa persepsi orangtua terhadap pendidikan formal anak di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir adalah positif.
Kondisi ini ditandai dengan keinginan orangtua untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang Sekolah Kejuruan.
Namun, usaha menyekolahkan anak yang dilakukan oleh orangtua Rian ternyata tetap mengharapkan timbal balik dari si anak. Hal ini dimaknai dengan
adanya harapan dari orangtua agar anak bisa bekerja setelah tamat sekolah, dan bisa mengembalikan modal yang telah dikeluarkan orangtuanya. Seperti yang
dikatakan oleh ibu Rian dalam Wawancara dengan peneliti : “ . . . kalau si Rian nanti uda tamat sekolah kan dia bisa masuk
kerja, ngumpulin uang banyak-banyak sama ngebantu orangtua nyari uang. Ya hitung-hitung biar bisa balikin modal yang
dikeluarkan selama dia sekolah dari mulai SD sampe STM . . .”
Walaupun Rian sehari-harinya semenjak SD membantu orangtuanya berjualan kue keliling, namun ibu Rian menganggapnya sebagai kewajiban yang
harus dijalani Rian. Hasil dari pendapatan berjualan kue merupakan uang tambahan bagi keperluan keluarga, sementara biaya untuk sekolah Rian tetap
dianggap pemberian dari orangtua. Sehingga menurut ibu Rian wajar jika kelak sudah bekerja Rian harus bisa mengembalikan modal yang telah diberikan
orangtuanya selama bersekolah. “ . . . kalau jualan kue itu kan memang kewajiban dia membantu
orangtua, kecuali mamak sama bapaknya itu orang kaya jadi dia enggak perlu kerja. Begitu dia tamat sekolah abis itu kerja yaw ajar
Universitas Sumatera Utara
94
lah dia harus bisa nyari gaji yang cukup biar bisa ngembalikan modal yang udah keluar selama dia sekolah . . .”
Usaha menyekolahkan anak tersebut tidak terlepas dari kemauan orangtua untuk memasukkan anaknya kelak sebagai buruh pabrik. Walaupun pada saat
menyekolahkan anaknya faktor biaya sering menjadi penghambat karena mayoritas orangtua di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir bekerja sebagai buruh
pabrik. Selain itu adanya pengalaman dan kondisi sekarang yang berimplikasi kepada sulitnya ketika anak yang sudah menyelesaikan pendidikan tinggi untuk
memperoleh pekerjaan, maka orangtua memiliki keraguan tentang potensi pekerjaan yang didapat oleh anaknya ketika menyelesaikan jenjang pendidikan
yang lebih tinggi. “ . . . kalau di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir ini kan rata-rata anak
laki-laki itu sekolah STM, apalagi sekolah STM dekat rumah kan udah pasti lulus anaknya kalau udah masuk di situ. Jadi nanti kalau
dia tamat dari sekolah itu udah bisa dia ngelamar kerja di pabrik, karena ibu dengar sekarang tamatan SMP udah enggak diterima
lagi di pabrik, harus tamat STM . . .”
Adanya kondisi yang hampir sama pada sudut pandang orangtua yang memandang pendidikan itu hanya sebagai formalitas untuk bisa melamar kerja,
menunjukan bahwa banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola fikir seperti itu. Orangtua yang mayoritas bekerja sebagai buruh pabrik
dengan kondisi perekonomian yang minim, menyebabkan orientasi mereka kepada anaknya setelah menyelesaikan sekolah adalah sebisa mungkin
mendapatkan pekerjaan untuk membantu perekonomian keluarga.
Universitas Sumatera Utara
95
Selain itu, kondisi yang kritis adalah adanya upaya untuk mengembalikan biaya yang dikeluarkan ketika mereka bersekolah. Hal ini tidak bisa dilihat secara
sepihak dengan memberikan stigma negatif kepada orangtua, karena pendidikan bagi keluarga buruh di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir adalah suatu hal yang
tergolong mewah. Sehingga tidak jarang bagi orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya harus berhemat, bahkan sampai mengurangi kebutuhkan pokok termasuk
berkaitan dengan urusan konsumsi dan kebutuhan primer lainnya.
4.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Orangtua Terhadap Pendidikan