38
BAB III KEHIDUPAN PENDIDIKAN ANAK-ANAK DI DAERAH INDUSTRI
3.1. Rian : Kisah Anak SMP Penjual Kue Keliling
Rian merupakan seorang anak yang saat ini duduk di kelas 9 di salah satu SMP Negeri di Kelurahan Metal. Rian tinggal bersama kedua orangtuanya yang
bekerja sebagai buruh pabrik dan juga dengan ketiga saudaranya. Usia Rian saat ini sudah menginjak usia 16 tahun, sedikit lebih tua dibandingkan dengan usia
rata-rata temannya di kelas 9 SMP yang saat ini sekitar 14 - 15 tahun. Hal tersebut terjadi karena orangtuanya harus menunda Rian masuk Sekolah Dasar SD agar
abangnya yang saat itu akan tamat SD bisa melanjutkan sekolah ke jenjang SMP. Hal tersebut memang kerap terjadi di lingkungan masyarakat Kelurahan Tanjung
Mulia Hilir, walaupun kedua orangtua bekerja sebagai buruh pabrik, tetap saja kehidupan masih jauh dalam taraf sejahtera.
Dalam kegiatannya sehari-hari Rian telah terbiasa sejak kecil membantu ekonomi keluarganya dengan menjadi penjual kue keliling. Rian telah bekerja
menjadi penjual kue semenjak usia 9 tahun atau ketika dirinya masih kelas 3 SD. Sebenarnya Rian terpaksa untuk menjual kue, kondisi ekonomi yang serba
kekurangan membuat ibu dan ayahnya memaksa dirinya untuk menjual kue keliling. Rian dan keluarganya tinggal di Jalan Kawat V, Kelurahan Tanjung
Mulia Hilir.
Universitas Sumatera Utara
39
Di Indonesia, masalah pekerja anak mulai dibicarakan sejak awal tahun 1990-an ketika media mulai mengungkap kasus-kasus perlakuan buruk terhadap
pekerja anak, terutama mereka yang dipekerjakan di jermal, Sumatera Utara. Namun di luar kasus-kasus dramatis tersebut masih banyak hal tentang pekerja
anak yang masih belum diketahui oleh masyarakat. Kajian yang dilakukan oleh ILO menyebutkan bahwa 77 anggota masyarakat di 6 kota menganggap bahwa
pekerja anak adalah masalah besar, tetapi tidak banyak yang tahu apa sebenarnya pengertian dari pekerja anak tersebut. Kurangnya pemahaman ini membuat
fenomena pekerja anak disikapi dengan berbagai cara, kebanyakan cenderung diabaikan dan disepelekan.
Jelaslah bahwa upaya menghapuskan pekerja anak harus didahului dengan pemahaman tentang apa yang hendak dihapuskan. Tidak semua anak yang terlibat
dalam pekerjaan adalah pekerja anak. Anak yang mengerjakan tugas kecil di sekitar rumah atau pekerjaan dalam jumlah sedikit sepulang sekolah tidaklah
termasuk pekerja anak. Beberapa tugas yang wajar dilakukan untuk tingkat perkembangan anak seusianya justru memberikan peluang kepada anak untuk
memperoleh keterampilan praktis dan memupuk tanggung jawab. Jadi, bukan itulah yang hendak dihapuskan. Pekerja anak hakekatnya adalah anak-anak yang
harus terjun ke dunia kerja sebelum mencapai usia legal untuk bekerja sehingga hak-hak dasar mereka terampas. Beberapa bentuk hak dasar tersebut antara lain
adalah hak kebebasan untuk memilih dan jaminan untuk tumbuh kembang secara utuh baik fisik maupun mental, termasuk hak untuk bersekolah.
Di Indonesia, batas usia minimum untuk diperbolehkan bekerja di semua sektor adalah 15 tahun. Batas usia, yang tidak boleh kurang dari usia usai wajib
Universitas Sumatera Utara
40
belajar ini, ditetapkan oleh oleh Undang-undang UU No. 20 Tahun 1999 yang meratifikasi Konvensi ILO No. 138 mengenai Usia Minimum untuk
diperbolehkan Bekerja. Konvensi, yang dimaksudkan untuk melindungi hak-hak dasar anak ini, juga mewajibkan Negara menerapkan kebijakan nasional yang
akan secara efektif menghapus pekerja anak. Sementara itu orangtua Rian bisa dikatakan telah melanggar UU dengan
mempekerjakan Rian semenjak usia 9 tahun hingga saat ini. Walaupun dalam konteks penelitian ini tidak ada sedikitpun hak dari peneliti untuk menghakimi
orangtua dari Rian, namun ada semacam rasa ingin meluruskan persoalan ini dalam bentuk hasil penelitian. Tidak berhenti disitu, Rian juga mengalami
kehidupan yang cukup sulit didalam keluarganya. Masyarakat sekitar rumah Rian mengenal ayahnya sebagai sosok yang kasar dan juga suka melakukan kekerasan
kepada anaknya. Terlebih lagi ketika ayah Rian mengetahui jika Rian tidak menjual kue dalam satu hari, maka ayahnya akan memukulnya. Maka mau tidak
mau Rian harus menjual kue setelah pulang sekolah maupun di hari libur. “ . . . aku jual kue tiap hari bang buat bantu orangtua nambah-
nambah penghasilan keluarga. Tapi kalau aku enggak jualan aku dipukulin bapak sama enggak dikasih uang jajan satu hari . . .”
Anwar Sitepu Amalia, 2009 mengatakan bahwa anak merupakan salah satu golongan penduduk yang berada dalam situasi rentan dalam kehidupannya di
tengah masyarakat. Kehidupan anak dipandang rentan karena memiliki ketergantungan tinggi dengan orangtuanya. Jika orangtua lalai menjalankan
tanggung jawabnya, maka anak akan menghadapi masalah. Anak dalam setiap masyarakat adalah anggota baru karena usianya masih muda dan ia merupakan
Universitas Sumatera Utara
41
generasi penerus. Fungsi dari seorang ayah seharusnya adalah melakukan fungsi pengawasan dan pengajaran, bukan menggunakan fungsinya sebagai hakim untuk
mengadili si anak dengan cara-cara kekerasan. Setiap pergi ke sekolah Rian diberikan uang jajan oleh orangtuanya
sebesar Rp.2000, kadang bila Rian tidak berjualan kue maka dia tidak akan diberikan uang jajan oleh orangtuanya. Untuk mensiasatinya Rian menggunakan
sepeda pergi ke sekolah, walaupun kebanyakan temannya pergi ke sekolah dengan sepeda motor ataupun angkot, Rian tidak merasa malu. Hal tersebut semata-mata
Rian lakukan agar bisa terus bersekolah, bahkan dirinya memiliki keinginan untuk bisa menjadi sarjana dan memperbaiki keadaan hidupnya.
“ . . . aku kalau pigi sekolah naik sepeda bang, karena kadang aku enggak dikasih uang jajan sama bapak. Daripada aku jalan kaki ke
Cemara buat sekolah, bisa terlambat lah aku tiap hari bang. Ya semua ini aku kerjain pun biar supaya bisa terus sekolah bang,
mana tau bisa jadi sarjana. Kan kalau uda jadi sarjana bisa aku nyari kerja yang lebih bagus dari bapak mamakku . . .”
Pendidikan merupakan sarana yang paling strategis untuk meningkatkan kualitas manusia. Artinya melalui pendidikan kualitas manusia dapat ditingkatkan.
Dengan kualitas yang meningkat produktivitas individualpun akan meningkat. Selanjutnya jika secara individual produktivitas manusia meningkat, maka secara
komunal produktivitas manusia akan meningkat Amalia, 2009. Selain keterkaitan dengan ekonomi, pandangan pendidikan juga memiliki
keterkaitan dengan sistem nilai budaya pada suatu masyarakat. Suatu sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebagai
besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang mereka anggap amat bernilai
Universitas Sumatera Utara
42
dalam hidup. Karena itu dalam sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertingi bagi kelakuan manusia Koentjaraningrat, 1997.
Dalam lingkungan tempat Rian tinggal memang didominasi oleh pekerja- pekerja pabrik yang setiap harinya bekerja pagi dan pulang petang. Sehingga
membuat anak-anak dari orangtua yang bekerja sebagai buruh seperti orangtua Rian hanya aktif di rumah pada malam hari. Namun, tingkat stress dan kelelahan
yang tinggi yang dialami oleh ayah Rian setelah pulang bekerja, terkadang menjadikan Rian sebagai korban amukan ayahnya sendiri.
Ayah Rian merupakan buruh di salah satu pabrik furniture di KIM. Ayah Rian baru bekerja di pabrik tersebut sekitar 1 tahun yang lalu atau tepatnya pada
akhir tahun 2014. Sebelumnya ayah Rian bekerja di pabrik pengolahan kayu PT. Tjipta Rimba Djaya, namun dirinya di PHK pada tahun 2012 yang lalu karena
kondisi pabrik yang sedang krisis. Ayah Rian berangkat bekerja pukul 08.00 pagi dan akan pulang ke rumah pukul 17.00 sore. Sedangkan ibu Rian yang juga
bekerja sebagai buruh di pabrik minuman di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir bekerja malam yaitu pukul 21.00 hingga pukul 07.30 pagi. Sehingga untuk
mengurus anak-anak dan rumah ayah dan ibu Rian bergantian untuk mengurusnya.
Ketika pagi hari ibu Rian akan membereskan rumah terlebih dahulu, lalu kemudian memasak kue yang akan dijual oleh Rian dan adiknya Yoyo. Rian dan
adiknya Yoyo merupakan penjual kue yang tersisa, setelah sebelumnya ada sekitar 7 orang anak-anak penjual kue lainnya yang ikut berjualan dengan ibu Rian.
Universitas Sumatera Utara
43
Namun, anak-anak tersebut memutuskan untuk keluar dari pekerjaan tersebut sehingga menyisahkan Rian dan adiknya Yoyo sebagai penjual kue.
Harga kue yang dijual oleh Rian juga masih sangat murah yakni Rp.500satu kue. Rian mendapatkan gaji Rp.100 untuk setiap satu kue yang
dijualnya. Rian dan adiknya Yoyo diperlakukan sama seperti penjual kue lainnya yang pernah bekerja dengan ibu Yoyo sebagai penjual kue. Rian dan adiknya
Yoyo mendapatkan jatah 200 kue untuk dijual, jadi jika dihitung Rian akan mendapatkan keuntungan Rp.20.000 jika kue yang dibawanya habis terjual.
Namun, hal yang sangat miris adalah ketika seusai pulang berjualan hasil penjualan akan seluruhnya diambil oleh ibu Rian dengan alasan untuk biaya
sekolahnya. Sementara Rian hanya diberi upah Rp.2000 untuk uang saku. Namun, Rian tidak pernah berkecil hati karena menurutnya dia akan
berusaha mengubah nasibnya. Rian berencana setelah tamat SMP akan melanjutkan sekolah ke tingkat SMA dengan membidik SMA Negeri favorit di
Kota Medan. Rian memang salah seorang siswa yang cukup pintar, bahkan walaupun dirinya memiliki sedikit waktu untuk belajar namun dirinya tetap
mampu masuk ranking sepuluh besar di kelasnya. Rian beralasan dirinya akan berusaha untuk menjadi seorang sarjana agar tidak menjadi buruh pabrik seperti
orang-orang di lingkungannya. “ . . . aku pengen jadi sarjana bang supaya bisa dapet kerja bagus
sama gaji yang bagus. Enggak kayak orang-orang disini yang kerjanya baru jadi buruh pabrik aja udah sombong kali
omongannya . . .”
Universitas Sumatera Utara
44
Kesadaran untuk merubah nasib seperti yang difikirkan dan dilakukan oleh Rian merupakan suatu bentuk nyata dari usaha untuk keluar dari kondisi suram
keluarga. Keluarga yang hanya hidup dalam dunia yang mengenal pekerjaan sebagai buruh pabrik, akhirnya memancing kegelisahan sang anak untuk bisa
mendapatkan yang lebih baik lewat pendidikan. Walaupun hanya dalam tatanan wacana dan tindakan kecil dari seorang anak SMP, namun yang dilakukan oleh
Rian merupakan gambaran nyata dari anak-anak buruh yang mencoba lepas dari pusaran perburuhan.
Bila dilihat dari diagram kekerabatannya, pola pekerjaan sebagai buruh di keluarga Rian sudah terjadi di mulai dari sang ayah dan ibu yang bekerja sebagai
buruh di pabrik. Karena keluarga Rian merupakan keluarga yang berasal dari persilangan antara suku Jawa ayah dan Melayu ibu maka keluarganya
memakai sistem kekerabatan patrilineal atau garis keturunan menurut sang ayah. Selengkapnya dalam gambar berikut ini :
Gambar 2 : Diagram Kekerabatan Keluarga Rian
1 2
3 4
Sumber : Analisis Data Lapangan
Universitas Sumatera Utara
45
Keterangan gambar : 1.
Ayah dari ego. Saat ini bekerja sebagai buruh di pabrik furniture. Hanya tamatan Sekolah Dasar.
2. Ibu dari ego. Saat ini bekerja sebagai buruh di pabrik minuman.
Menamatkan pendidikan di hingga bangku SMP. 3.
Ego. Saat ini masih duduk di kelas IX SMP dan berkeinginan untuk melanjutkan sekolah ke SMA. Bekerja sambilan sebagai penjual kue
keliling. 4.
Adik laki-laki dari ego. Saat ini masih bersekolah di kelas VIII SMP. Dari diagram kekerabatan yang ada di atas terlihat bahwa pekerjaan ayah
yang menjadi buruh pabrik ternyata turut menentukan pendidikan si anak. Rian yang tidak mau menjalani kehidupan yang sulit seperti kedua orangtuanya yang
bekerja sebagai buruh, akhirnya mencoba untuk keluar dari kehidupan tersebut dengan cara berusaha untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Rian
berkeyakinan bahwa pendidikan lah satu-satunya sarana baginya untuk keluar dari kesulitan ekonomi yang dialami oleh keluarganya.
3.2. Jamal : Antara Sekolah Atau Bekerja