parastatal dan BUMN, perencanaan regional dan badan-badan pengembangan wilayah, dan otoritas publik dan multi-tujuan tunggal.
Dekonsentrasi global kegiatan ekonomi tidak hanya diberikan daerah sumber daya baru, tetapi juga membawa tekanan baru pada pemerintah daerah
untuk membentuk tugas-tugas administratif secara lebih efektif. Meskipun banyak negara telah bergerak menuju pemerintahan yang
demokratis, upaya mereka untuk mendesentralisasikan tidak selalu mudah atau sukses. Menurut Rondinelli reformasi telah belajar bahwa desentralisasi bukanlah
obat mujarab untuk semua penyakit dari pemerintahan yang tidak efektif. Percobaan sukses dalam desentralisasi telah menghasilkan banyak manfaat
diklaim oleh para pendukungnya, tetapi skeptis juga menunjukkan keterbatasan.
11
Menurut Guido Bertucci dan Maria Senese dalam Rondinelli melihat dampak dari informasi teknologi komunikasi TIK dalam proses desentralisasi.
Setelah memeriksa tren dalam kepercayaan politik, yang menyoroti kepercayaan diri rendah di pemerintahan, mereka menganalisis bagaimana TIK dapat
memainkan peran kunci dalam mempromosikan dan membantu proses desentralisasi menjadi lebih efektif dan bermakna. Mereka menekankan, dengan
beberapa bukti dari studi kasus, bagaimana TIK dapat mendorong desentralisasi dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dengan
meningkatkan efisiensi, transparansi, partisipasi, dan keterlibatan warga. Di banyak negara berkembang, desentralisasi dapat meningkatkan potensi untuk
“elit” dari pemerintah daerah atau dirusak oleh ketidakmampuan mereka untuk meningkatkan sumber daya keuangan yang cukup untuk menyediakan layanan
secara efisien. Desentralisasi sering gagal karena rendahnya tingkat kapasitas administrasi dan pengelolaan dalam pemerintah daerah dan organisasi masyarakat
sipil. Desentralisasi telah disertai dengan memperluas kesenjangan ekonomi dan sosial antar daerah di beberapa negara dan peningkatan tingkat korupsi lokal dan
nepotisme dalam hal lainnya.
12
1.5.2. Teori pertanggungjawaban keuangan daerah.
11
Ibid
12
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Pertanggungjawaban berarti sesuatu yang dipertanggungjawabkan. Istilah pertanggungjawaban berasal dari kata tanggungjawab. Dalam bahasa Inggris
disebut dengan istilah ”responsibility” dan istilah ”liability”. Kedua istilah ini menurut Pinto mempunyai pengertian yang berbeda,
yaitu: Istilah responsibility ditujukan bagi adanya indikator penentu atas lahirnya suatu tanggungjawab, yakni suatu standard yang telah ditentukan terlebih dahulu
dalam suatu kewajiban yang harus ditaati, serta saat lahirnya tanggungjawab itu. Sedangkan istilah liability lebih menunjuk kepada akibat yang timbul dari
akibat kegagalan untuk memenuhi standard tersebut, dan bentuk tanggungjawab diwujudkan dalam bentuk ganti kerugian dan pemulihan sebagai akibat dari
terjadinya kerusakan atau kerugian. Perbedaan antara istilah responsibility dengan liability juga dapat dilihat: Istilah responsibility menunjukkan suatu standard
perilaku dan kegagalan memenuhi standard itu, sedangkan terminologi liability lebih menunjukkan kepada kerusakan atau kerugian yang timbul sebagai akibat
kegagalan didalam memenuhi standard dimaksud, termasuk pula dalam hal ini untuk pemenuhan ganti rugi dan atau pemulihan.
13
Atas dasar uraian tersebut diatas, maka tanggungjawab mempunyai 2 dua arti. Pertama, yaitu tanggungjawab dalam arti responsibility terhadap
tanggungjawab dalam artian ini maka tanggungjawab dititik beratkan pada pemenuhan kewajiban oleh penerima tanggungjawab untuk memenuhi aturan-
aturan standard yang telah ditentukan. Tanggungjawab dalam arti liability, tanggungjawab dalam artian ini dititik beratkan pada kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan kerugian yang diakibatkan dari tidak terpenuhinya aturan-aturan standard yang telah ditentukan.
14
Tanggungjawab dan pertanggungjawaban dapat dibedakan dalam 3 tiga batasan, yaitu: responsibility, accountability dan liability. Tanggungjawab
dalam arti responsibility adalah tanggungjawab yang berlaku antara bawahan dan atasan. Liability menunjukkan tanggungjawab hukum atau
tanggungjawab gugat, seperti halnya penyelesaian perkara melalui pengadilan hukum, sedangkan tanggungjawab accountability adalah
pertanggungjawaban yang dibuat oleh mereka yang menerima kuasa atau Prajudi Atmosudirjo mengatakan:
13
Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Op.cit, hal. 124.
14
Ibid
Universitas Sumatera Utara
mendapat kewenangan yang diterima digunakan untuk kebaikan kesejahteraan mereka yang memberi kuasa rakyat.
15
1. Berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam arti luas hubungannya
dengan pertanggungjawaban kepala daerah yang menyangkut kriminal kejahatan dan pelanggaran jabatan dalam rangka tugas pembantuan dapat
dipidana, misalnya UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Atas dasar pengertian akuntabilitas di atas, maka istilah akuntabilitas lebih luas pengertiannya dari istilah responsibility dan liability. Hal tersebut
dikarenakan akuntabilitas tidak hanya dititik beratkan pada pemenuhan kewajiban oleh penerima tanggungjawab untuk memenuhi aturan-aturan standard yang telah
ditentukan responsibility, dan juga tidak hanya dititik beratkan pada pertanggungjawaban atas kerugian yang diakibatkan dari tidak terpenuhinya
aturan-aturan standard yang telah ditentukan liability, melainkan suatu bentuk pertanggungjawaban secara keseluruhan yang meliputi responsibility, liability dan
ditambah dengan suatu kewajiban untuk membuktikan manajemen, pengendalian, kinerja yang baik, yang harus dilakukan oleh pengemban tanggungjawab tersebut.
Kemudian apabila dikaitkan dengan pertanggungjawaban kepala daerah dalam melaksanakan tugasnya, maka menurut ketentuan bunyi Pasal 17 ayat 3
Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan, dinyatakan bahwa:”Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dan 2 memuat aspek pembiayaan, sarana dan prasarana, dan sumber daya manusia berdasarkan peraturan perundang-undangan”.
Ketentuan tersebut diatas menurut Yudha Bhakti Ardhiwisastra bahwa pada penafsiran peraturan perundang-undangan selalu harus diingat hubungannya
dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam hal ini dapat dikaji dalam arti luas dan dalam arti sempit, maka ada 3 tiga ketentuan, yaitu:
2. Berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam arti luas hubungannya
dengan pertanggungjawaban kepala daerah yang merugikan masyarakat
15
Prajudi Atmosudirjo, 1987, Beberapa Pandangan Umum Pengambilan Keputusan, Decision making, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987, hal 281.
Universitas Sumatera Utara
onrechtmatige overheidsdaad, maka pemerintah daerah atau pemerintah pusat harus mengganti kerugian tersebut.
3. Berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam arti sempit hanya
menurut ketentuan dalam penyelenggaraan tugas pembantuan, yaitu: pemberhentian tugas pembantuan dapat dilakukan apabila :
a. Dalam pelaksanaannya terdapat perubahan kebijaksanaan baru dari
pemerintah, provinsi dan kabupaten b.
Berdasarkan hasil penilaian, evaluasi dan pembinaan dari pemberi tugas pembantuan bahwa penerima tugas pembantuan tidak mampu
menyelenggarakan tugas pembantuan. c.
Penyelenggaraan tidak sesuai dengan rencanaprogram yang telah ditetapkan oleh pemberi tugas pembantuan.
d. Pelaksanaan tugas pembantuan telah selesai.
16
Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan akuntabilitas publik pengelolaan keuangan daerah yang merupakan sebuah pertanggungjawaban
administrasi dan politik, maka pertanggungjawaban kepala daerah dalam pengelolaan keuangan daerah, dapat dikatakan bahwa tujuan umumnya adalah:
1. Untuk memberikan informasi yang digunakan dalam pembuatan
keputusan ekonomi, sosial dan politik serta sebagai bukti pertanggungjawaban accountability dan pengelolaan stewardship.
2. Untuk memberikan informasi yang digunakan dalam mengevaluasi kinerja
manajerial dan organisasional.
17
Secara khusus, tujuan pertanggungjawaban keuangan daerah oleh kepala daerah adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi keuangan guna menentukan dan memprediksi
aliran kas, saldo neraca, dan kebutuhan sumber daya finansial jangka pendek unit pemerintah.
16
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, 2000, Penafsiran dan Konstruksi Hukum, Bandung: Alumni, hal. 128.
17
Soekarwo, 2005, Hukum Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan Prinsip-Prinsip Good Financial Governance, Surabaya: Airlangga University Press, hal. 243.
Universitas Sumatera Utara
2. Memberikan informasi keuangan untuk menentukan dan memprediksi
kondisi ekonomi suatu unit pemerintahan dan perubahan-perubahan yang terjadi didalamnya.
3. Memberikan informasi keuangan untuk memonitor kinerja, kesesuaiannya
dengan peraturan perundang-undangan, kontrak yang telah disepakati, dan ketentuan lain yang disyaratkan.
4. Memberikan informasi untuk perencanaan dan penganggaran, serta untuk
memprediksi pengaruh pemilikan dan pembelanjaan sumber daya ekonomi terhadap pencapaian tujuan operasional.
5. Memberikan informasi untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan
organisasional.
18
Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat.
APBD dapat diartikan sebagai rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah Pasal 1 angka 14 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Sedangkan yang dimaksud dengan pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Adapun yang menjadi asas-asas dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana dimaksud diatas adalah sebagai berikut:
18
Ibid. hal 44
Universitas Sumatera Utara
1. Asas desentralisasi.
Adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 1 angka 7 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
2. Asas dekonsentrasi.
Adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada instansi vertikal
diwilayah tertentu Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
3. Tugas pembantuan.
Adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah danatau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupatenkota danatau desa serta dari
pemerintah kabupatenkota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah.
1.5.3. Good Governance