kewenangan dari pemerintah pusat khususnya yang menjadi kewenangan Departemen Perdagangan untuk mengeluarkan perijinan lalu lintas keluar masuk
barang. Perijinan tersebut diantaranya Perijinan IP Plastik dan Scrap Plastik, Perijinan IT-PT, Perijinan IT Cakram, Perijinan IT Alat Pertanian, Perijinan IT
Garam Perizinan, Mesin Fotocopy dan printer berwarna, Perijinan Pemasukan Barang Modal Bukan Baru, Perijinan Bongkar Muat, Pelabuhan Khusus, Perijinan
Pelepasan Kapal Laut. Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam berubah menjadi Badan
Pengusahaan Kawasan Batam dengan keberadaannya selama 70 tahun sejak PP 46 ditandatangani.
Hal ini memberikan kepastian hukum kepada para investor baik lokal maupun asing selama itu untuk berinvestasi di Batam. BP Batam mempunyai Visi
dan Misi yang jelas untuk mengembangkan Batam kedepan. Saat ini BP Batam mendapatkan kewenangan dari pemerintah pusat
khususnya yang menjadi kewenangan Departemen Perdagangan untuk mengeluarkan perijinan lalu lintas keluar masuk barang. Perijinan tersebut
diantaranya Perijinan IP Plastik dan Scrap Plastik, Perijinan IT-PT, Perijinan IT Cakram, Perijinan IT Alat Pertanian, Perijinan IT Garam Perijinan, Mesin
Fotocopy dan printer berwarna, Perijinan Pemasukan Barang Modal Bukan Baru, Perijinan Bongkar Muat, Pelabuhan Khusus, Perijinan Pelepasan Kapal Laut.
Adapun perijinan yang sebelumnya berada di Otorita Batam diantaranya Perijinan Fatwa Planologi, Perijinan Cut and Field, Perijinan Alokasi Lahan,
Perijinan titik titik lokasi iklan, SK BKPM tentang registrasi perusahaan di Indonesia, Angka Pengenal Import Terbatas APIT, serta Izin Usaha Tetap
IUT.
47
2.2.1. Visi dan Misi Visi
Menjadi Pengelola Kawasan Tujuan Investasi Terbaik di Asia Pasifik
Misi
47
http:www.bpbatam.go.idiniaboutBidabida_history.jsp , diakses tanggal 28 Desember 2013
Universitas Sumatera Utara
1. Menyediakan Jasa Kepelabuhan Kelas Dunia
2. Menjadikan Kawasan Investasi yang Berdaya Saing Internasional
3. Menyediakan Sumber Daya Organisasi yang Profesional
2.2.2. Landasan Hukum PB Batam dan Pemko Batam
Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kemajuan yang siginifikan ketika kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang investasi dalam
bentuk Penanaman Modal Asing PMA dan Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN setelah pemerintah menerbitkan peraturan yang membebaskan pajak
perseroan untuk masa dua tahun Undang-undang No 11 Tahun 1970. Lahirnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967, Undang-undang No 11
tahun 1970 dan Undang-undang No 6 Tahun 1968 Undang-undang No 12 Tahun 1970 memberi kemudahan bagi pelaksanaan penanaman modal investasi. Sejak
berlakunya Undang-undang PMA tahun 1967, aliran modal asing setiap tahun menunjukkan perkembangan dan peningkatan, baik dari segi kuantitatif maupun
kualitatif, karena letak wilayahnya yang strategis dan berdekatan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura membuat Batam menjadi tempat yang
efisien untuk penanaman investasi. Hal ini ditunjang dengan peraturan tentang pengelolaan Pulau Batam, yang
pada awalnya didasarkan atas Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 1971 tentang “Pengembangan Pembangunan Pulau Batam” yang meliputi wilayah Batu Ampar
saja, diarahkan untuk membangun Pulau Batam sebagai Kawasan Berikat Bonded Warehouse. Peraturan perundangan terakhir yaitu Keputusan Presiden
Nomor 28 Tahun1992 memperluas wilayahnya meliputi Pulau batam, Pulau Rempang dan Pulau Galang serta beberapa pulau kecil yang berada di sekitar
pulau Rempang-Galang. Berdasarkan latarbelakang itulah pembangunan kawasan industri Pulau
Batam yang dimulai sejak 1970-an identik dengan lembaga Otorita Batam yang mengelola kawasan industri. Kehadiran Otorita Batam untuk memperkuat
kedudukan Pemerintah Pusat yang sejak awal dirancang menyaingi Singapura. Untuk mempermudah mendapatkannya, maka dasar hukum pendirian Otorita
Batam tidak perlu disetujui lembaga legislatif DPR RI, tetapi langsung berdasarkan Keputusan Presiden Keppres. Sehingga berdasarkan Keputusan
Universitas Sumatera Utara
Presiden itulah silih berganti diterbitkannya pelbagai kebijakan mulai dari Keputusan Presiden No.65 Tahun 1970 sehingga No.28 Tahun 1992 yang
berjumlah 11 diterbitkan era Orde Baru, kemudian 3 Keputusan Presiden diterbitkan pada era Reformasi Konstitusi.
Selain pelbagai Keputusan Presiden tentang Otorita Batam dan Kawasan Industri, pada era Reformasi secara bersamaan terbit Undang-Undang No.53
Tahun 1999 diubah dengan UU No.13 Tahun 2000 tentang “Pendirian Kota Batam yang otonom”. Dengan kebijakan ini Pulau Batam yang semula hanya
sebagai Kota Administratif tanpa legislatif daerah, statusnya berubah menjadi daerah otonom kota yang mempunyai kewenangan dan anggota legislatif daerah.
Kebijakan ini menyebabkan ‘dualisme’ kekuasaan antara Otorita Batam Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kota Batam tentang lembaga mana yang
berhak mengelola Pulau Batam. Dalam memahami hubungan pembangunan kawasan industri antara Pulau
Batam dan Pulau Pinang terdapat dua perbedaan. Pertama, kawasan industri dan institusi yang mengelola di Pulau Batam tidak didukung berdasarkan undang-
undang dan kepastian hukum, kecuali Keputusan Presiden pada era Orde Baru dan Reformasi sebelum tahun 2007.
Sementara di Pulau Pinang kawasan industri dan pengelolanya berdasarkan undang-undang. Kedua, dalam pengelolaan kawasan industri di Pulau
Pinang, tidak terjadi dualisme kekuasaan, sementara di Pulau Batam terjadi dualisme kekuasaan antara ‘Otorita Batam’ Pemerintah Pusat dengan
Pemerintah Kota Batam. Hal ini sejalan dengan perkembangan pembangunan Kota Batam, serta pertumbuhan penduduk yang secara perlahan meningkat.
Atas pertimbangan ini, Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1983 mengenai “Pembentukan Kota Administratif
Batam” di Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Riau sebagai perangkat dekonsentrasi. Sejak saat itulah pengelolaan kawasan Batam melibatkan dua
lembaga, yaitu Badan Otorita Batam dan Pemerintah Kota Administratif. Perubahan besar terjadi setelah dikeluarkan dan diberlakukannya UU No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Daerah, yang menjadikan Batam
Universitas Sumatera Utara
sebagai daerah Pemerintahan Kota Otonom yang sama kedudukannya dengan kabupaten dan kota-kota lainnya di Indonesia. Kedua peraturan ini selanjutnya
dirubah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemeritahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Tantangan utama yang harus dihadapi oleh Kota Batam saat ini adalah
bagaimana mengharmoniskan pembagian wewenang dua pemerintahan sehingga pengelolaan kotanya dapat berkembang dengan optimal. Perlu dicari terobosan
taktis dan strategis agar hubungan keduanya menjadi sinergi dan bukannya kontroversi.
Dengan adanya sinergi maka tujuan awal pembangunan kota Batam yang secara terencana memang dimaksudkan untuk memberikan kontribusi dalam
kemajuan ekonomi Nasional, pada era otonomi daerah ini tetap dapat dilaksanakan. Bahkan dengan adanya masalah ini maka investor yang telah
menanamkan investasinya di Batam juga hengkang dan mencari Negara lain yang kondusif dan memiliki kepastian hukum yang jelas.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN