Asas-asas Pemerintahan Daerah Teori Otonomi Daerah .1 Pengertian Otonomi Daerah

Di Indonesia, salah satu faktor utama pendorong munculnya kebijakan desentralisasi pasca runtuhnya pemerintahan Orde Baru sebagaimana tertuang di dalam UU No. 22 dan 25 tahun 1999 adalah untuk mempercepat proses demokratisasi dan memperbaiki kualitas demokrasi di daerah. Melalui transfer kekuasaan dan otoritas ke daerah, diharapkan bisa membuat daerah memiliki bargaining position yang lebih besar kepada pemerintah pusat. Dengan demikian daerah tidak hanya berfungsi untuk mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah pusat. Lebih dari itu, daerah memiliki kekuasaan dan otoritas untuk merumuskan kebijakan-kebijakan untuk diri mereka sendiri. Pandanagan seperti ini di dasari oleh pemikiran bahwa para pemegang kekuasaan di daerah lebih tahu selera masyarakat di daerah daripada pemegang kekuasaan di pusat. 30 Uniknya dalam rumusan tentang dekonsentrasi, terdapat pengertian yang sama. Keduanya menyebutkan sebagai pelimpahan wewenang. Mengapa

1.5.4.3 Asas-asas Pemerintahan Daerah

Asas-asas yang dipakai dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah tetapmengacu pada tiga asas umum yang sama seperti yang ada pada UU No. 5 tahun 1974, yaitu: asas pembantuan, asas dekonsentrasi dan asas desentralisasi. Namun karena pengertian dan prinsip otonomi daerah yang dijadikan landasan dalam UU No. 22 tahun 1999 berbeda dengan apa yang dimaksudkan dalam UU No. 5 tahun 1974, asas-asas tersebut mengandung implikasi yang berbeda. Hal ini terlihat misalnya dalam rumusan tentang desentralisasi. Dalam UU No. 5 tahun 1974 yang dimaksudkan dengan desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan, sedangkan dalam UU No. 22 tahun 1999 dikatakan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan. Ini adalah dua hal yang berbeda. Dalam hal yang pertama, tugas daerah adalah melaksanakan urusan yang diserahkan, sementara wewenangnya tetap ada pada pemerintah pusat. Sebab itu asas desentralisasi disini tidak berbeda dengan asas dekonsentrasi. Sekalipun dalam rumusannya diembel-embeli dengan menjadi urusan rumah tangganya 30 Kacung Marijan. 2010. Sistem Politik Indonesia; Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde Baru. Jakarta: Prenada Media Group. hal 170-174. Universitas Sumatera Utara pengertian dekonsentrasi dalam UU No. 5 tahun 1974 mencantumkan istilah wewenang padahal istilah tersebut mengandung muatan yang lebih demokratis dibandingkan dengan istilah urusan? Dalam hal ini maksud dari pelimpahan wewenang tersebut dapat dibaca pada posisi dari organisasi yang dilimpahkan wewenang itu, yakni kepada instansi vertical yang ada di daerah. Berarti bahwa wewenang itu hanyalah untuk melaksanakan tugas, bukan wewenang untuk mengatur. Ini menunjukkan bahwa kedudukan pusat dalam hal dekonsentrasi, secara hirarkis berada diatas daerah. Dengan demikian pelimpahan wewenang itu berbeda halnya dengan wewenang seperti yang ada pada otonomi daerah dalam UU No.22 tahun 1999, dimana otonomi itu bukan karena dilimpahkan tetapi karena memang milik daerah. Ini berarti bahwa otonomi daerah yang disebutkan dalam UU No.22 tahun 1999 itu tidak dapat dicabut oleh pemerintah pusat. Berbeda halnya dengan otonomi yang diatur dalam UU No. 5 tahun 1974. Perbedaan pengertian tentang otonomi daerah dalam kedua UU tersebut terletak pada prinsip otonomi yang dipakai. Dalam UU No. 5 tahun 1974 dipakai prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Sebab itu dalam Penjelasan Umum UU tersebut secara tegas-tegas dinyatakan bahwa urusan yang diserahkan kepada daerah sebagai pelaksanaan asas desentralisasi tetapi tanggung jawab terakhir terhadap urusan-urusan tersebut tetap berada di tangan pemerintah Pusat. Oleh karena itu maka urusan-urusan yang telah diserahkan menjadi urusan rumah tangga daerah itu apabila diperlukan dapat ditarik kembali menjadi urusan pemerintah Pusat. Pada bagian lain dari Penjelasan Umum juga disebutkan, bahwa Sebagai konsekwensi dari prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab, UU ini membuka kemungkinan untuk penghapusan Daerah Otonom. Adapun dalam UU No. 22 tahun 1999 dikatakan bahwa pemberian kewenangan otonomi kepada daerah kabupaten dan daerah kota didasarkan kepada asas desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Pengertian luas disini diartikan sebagai …keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan dibidang politik luar negeri, Universitas Sumatera Utara pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain. Selanjutnya dalam penjelasan tentang otonomi yang bertanggung jawab itu dijelaskan sebagai konsekwensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. Sedangkan dalam hal tugas pembantuan, kedua UU memberikan tekanan pada posisi pemerintah pusat yang secara hirarkis berada diatas pemerintah daerah. Sebab itu terdapat istilah penugasan dan pertanggungjawaban. Ini penting dilihat dari konsekwensi yang dapat timbul dalam hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Bagaimanapun, pemerintah pusat tetap mempunyai kedudukan yang secara hirarkis lebih tinggi dari pemerintah daerah. Sedangkan kedudukan daerah provinsi, kabupaten dan daerah kota dalam Pasal 4 ayat 2 UU No. 22 tahun 1999 disebutkan masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarkis satu sama lain. Ini suatu konsekwensi dari otonomi daerah di tingkat II. Bisa jadi keadaan ini mengandung berbagai akibat dikemudian hari, yang sekarang menjadi pertimbangan untuk melakukan tinjauan terhadap UU tersebut. Aspek lain yang secara langsung berhubungan dengan ketiga asas tersebut, antara lain adalah tentang pengertian otonomi daerah. Dalam UU No.5 tahun 1974 dikatakan bahwa otonomi daerah adalah wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur rumah tangga sendiri dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara dalam UU No.22 tahun 1999 jo UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan sebagai wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan. Ini jelas mencerminkan nuansa yang berbeda dari aplikasi asas-asas tersebut di atas. Definisi-definisi tersebut mengandung pengertian bahwa otonomi yang dimaksudkan oleh UU No.5 tahun 1974 itu tidak lain dari suatu delegasi Universitas Sumatera Utara delegation. Yakni kewajiban untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh yang mendelegasikan, untuk kemudian harus mempertanggungjawabkan kepadanya. Jadi secara teoritis, otonomi tersebut belum sampai pada taraf devolution. Sedangkan pada UU No. 22 tahun 1999 jo UU No. 32 Tahun 2004, daerah telah memperoleh kewenangan penuh untuk menjalankan pemerintahan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat. Pertanggungjawabannya juga dengan demikian kepada masyarakat setempat. Sebab itu dapat dipahami, mengapa UU No.5 tahun 1974 berjudul tentang Pemerintahan di Daerah, sedangkan UU No. 22 tahun 1999 berjudul tentang Pemerintahan Daerah, tanpa ada istilah di. UU No. 5 tahun 1974 mengatur pemerintahan pusat yang ada di daerah, sedangkan No. 22 tahun 1974 mengatur pemerintahan daerah. Dua sisi yang berbeda.

1.5.5. Koordinasi