merupakan keadaan yang dilarang, sehingga kesalahan yang berbentuk kealpaan pada hakekatnya sama dengan kesengajaan hanya berbeda gradasi saja.
31
E. Pembuktian Tindak Pidana
Ruang lingkup hukum pidana, suatu perbuatan dikatakan perbuatan pidana apabila memenuhi semua unsur yang telah ditentukan secara dalam suatu
aturan perundang-undangan pidana. Sesuai pasal 1 ayat 1 KUHP yang menyebutkan bahwa tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas
kekuatan aturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan itu dilakukan. Nullum delictum noela poena sine previa lege
tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu. Pasal 1 ayat 1 KUHP ini dikenal dengan atas legalitas. Kata kecuali dalam pasal 1 ayat 1
KUHP ini mengandung pembatasan terhadap perbuatan pidana. Tidak setiap perbuatan dapat dikriminalkan walaupun secara etik mungkin bertentangan
dengan moral kemasyarakatan atau bertentangan dengan hukum kebiasaan suatu masyarakat.
Criminal malpractice, pembuktian didasarkan pada terpenuhi tidaknya
semua unsure pidana karena tergantung dari jenis criminal merupakan malpractice yang didakwakan. Criminal malpractice delik umum, pembuktiannya pun tunduk
pada hukum acara pidana yang berlaku, yaitu kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. Pasal 184 KUHAP disebutkan sebagai alat bukti yang dapat
digunakan untuk membuktikan peraturan pidana, yaitu keterangan saksi,
31
http:wonkdermayu.wordpress.comartikelmalpraktek-dan-pertanggu ngjawaban- hukumnya, Law, Pertanggungjawaban Malpraktek
Universitas Sumatera Utara
keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Perbuatan dikatakan terbukti sebagai perbuatan pidana apabila berdasarkan minimal dua alat bukti
tersebut hakim memperoleh kenyakinan bahwa perbuatan merupakan perbuatan pidana.
Ilmu hukum pidana, perbuatan dikatakan perbuatan hukum pidana apabila semua unsur pidananya terpenuhi. Malpraktek medic dapat ke ranah
hukum pidana apabila memenuhi syarat – syarat dalam 3 aspek yaitu :
1. Syarat sikap batin dokter. 2. Syarat dalam perlakuan medis.
3. Syarat mengenai hal akibat. Dasar syarat dalam sikap batin adalah syarat sengaja atau culpa, yaitu wujud
perbuatan dalam melakukan tindakan medik, syarat pelakuan medis adalah perlakuan medis yang menyimpang, dan syarat akibat adalah syarat mengenai
timbulnya dalam pelayanan medik dapat mengalami kesalahan sengaja atau lalai yang pada ujungnya menimbulkan malpraktek medik, apabila dilakukan secara
menyimpang. Dapat diartikan bahwa umumnya melakukan malpraktek dan tidak selalu berakibat terjadinya malpraktek kedokteran menurut hukum, selain
perbuatan-perbuatan dalam perlakuan medic tersebut menyimpang masih ada syarat sikap batin akibat yang tidak mudah dipahami dan diterapkan. Kasus
konkret tertentu menunjukan perbuatan yang ternyata salah kadangkala bisa dibenarkan dengan alasan tertentu. Hal itu berarti untuk kasus konkret tertentu
kadang diperlukan Misalnya salah dalam membuat diagnosa tetapi perbuatan itu dapat dibenarkan apabila ada alasan pembenar yaitu fakta-fakta medis yang ada
Universitas Sumatera Utara
hasil pemeriksaan sesuai standart dari sudut kepatutan dibenarkan untuk menarik kesimpulan diagnosis.
32
Indonesia terdapat 2 dua aturan hukum yang mengatur tentang aborsi, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP dan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1992 tentang kesehatan, sebagaimana diatur dalam pasal –pasal sebagai
berikut :
1. Pasal 299 KUHP menyatakan :
a. Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau
menyuruh seorang wanita supaya diobati dengan memberitahu atau menerbitkan pengharapan bahwa oleh karena pengobatan itu dapat
gugur kandungannya, dipidana dengan pidana penjara selama- lamanya empat tahun atau denda sebanyak empat puluh lima ribu
rupiah. b.
Kalau yang bersalah berbuat karena mencari keuntungan , atau melakukan kejahatan itu sebagai mata pencaharian atau kebiasaan
atau kalau ia seorang Dokter, Bidan, atau Juru obat, pidana dapat ditambah sepertiganya.
c. Kalau yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya,
maka dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.
32
Yunanto. Op.Cit., Hal. 47
Universitas Sumatera Utara
2. Pasal 346 KUHP menyatakan :
Seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyeluruh orang lain untuk itu maka diancam
dengan paling lama 6 enam tahun.
3. Pasal 347 KUHP menyatakan :
a. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya diancam
dengan pidana penjara paling lama 12 dua belas tahun. b. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut
maka diancam dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun.
4. Pasal 348 KUHP menyatakan :
a. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya diancam
dengan pidana penjara paling 5 lima tahun 6 enam bulan. b. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka
diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun.
5. Pasal 349 KUHP menyatakan :
Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu
melakukan salah satu kejahatan yang diterapkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambahkan
Universitas Sumatera Utara
dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa yang dapat dihukum , menurut KUHP dalam kasus Tindak Pidana Aborsi ini adalah :
a. Pelaksana Aborsi, yakni tenaga medis atau dukun atau orang lain
dengan hukuman maksimal 4 tahun ditambah sepertiganya dan dicabut hak untuk berpraktik.
b. Wanita yang menggugurkan kandungannya , dengan hukuman
maksimal 4 tahun. c.
Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebab terjadinya aborsi itu dihukum dengan hukuman yang bervariasi.
33
Pada 347 dan 348 KUHP mengatur keterlibatan orang lain tindak pidana aborsi. Apabila seseorang melakukan aborsi tanpa persetujuan dari
perempuan yang kandungannya diaborsi, maka pertanggungjawaban pidana pelaku didasarkan pada Pasal 348 KUHP, adapun Pasal 349 KUHP
mengatur tentang pemberatan dan pemberian pidana tambahan, yaitu dapat ditambah 13 dari ancaman pidana dalam pasal yang dijadikan dasar
tuntutan dan pencabutan hak untuk menjalankan pekerjaan profesi, apabila aborsi dilakukan oleh dokter atau bidan atau apoteker. Tindak
pidana aborsi dalam perpektif Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 diatur dalam pasal 80 ayat 1.
34
33
Rukmini, M, Penelitian tentang aspek hukum pelaksanaan aborsi akibat perkosaan. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan Ham RI, 2004, Hal. 32-33.
34
Yunanto. Op.Cit., Halaman 59.
Universitas Sumatera Utara
F. Kebijakan hukum pidana