F. Kebijakan hukum pidana
Menurut Ilmu hukum pidana bahwa “Modern criminal science” terdiri dari tiga komponen “Criminologi”, “Criminal law”, dan “penal policy”.
Selanjutnya menjelaskan bahwa “penal policy” suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan
hukum positif dirumuskan secara baik dan untuk memberikan pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang dan juga kepada pengadilan yang
menerapkan undang-undang dan juga kepada penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan.
35
. Studi mengenai faktor-faktor kriminologi disatu pihak dan studi
mengenai teknik perundang-undangan di ain pihak, ada tempat bagi suatu ilmu pengetahuan yang mengamati dan menyelidiki fenomena regislatif dan bagi
suatu seni yang rasional, dimana para sarjana dan praktisi, ahli kriminologi dan sarjana hukum dapat bekerjasama tidak sebagai pihak yang berlawanan atau
saling berselisih, tetapi sebagai kawan sekerja yang terikat didalam tugas bersama yaitu terutama untuk menghasilkan suatu kebijakan pidana yang
realities, humanis, dan berpikir maju progresif yang sehat.
36
Menurut A. Mulder ialah kebijakan untuk menentukan : 1.
Seberapa jauh ketentuan-ketentuan hukum pidana yang berlaku ` perlu diubah atau diperbaharui.
2. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak
pidana.
35
Nawawi B. Kebijakan Hukum Pidana, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2008, Halaman 22.
36
Universitas Sumatera Utara
3. Cara
bagaimana penyidikan,
penuntutan, peradilan
dan pelaksanaan pidana harus dilaksanakan.
37
Dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 dan Undang-Undang Nomor 14 tahun
1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang nomor 3 tahun 2009 serta
peraturan perundang-undangan. Aborsi, Indonesia termasuk salah satu negara yang menentang pelegalan
aborsi. Hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin dikategorikan sebagai kejahatan yang dikenal dengan istilah „Abortus
Provocatus Criminalis ‟, dalam KUHP misalnya, larangan aborsi ditegaskan
dengan ancaman pidana bagi ibu yang melakukan aborsi, dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi serta orang-orang yang
mendukung terlaksananya aborsi. Sementara itu, dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 pasal 15 1, ditegaskan bahwa dalam
keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu, namun tidak ada penjelasan
lebih jauh tentang apa yang dimaksud tindakan medis tertentu. Sementara dalam penjelasannya dinyatakan bahwa tindakan medis dalam bentuk
pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan.
Dari sini terlihat bahwa undang-undang ini masih memberi pengertian yang
37
Munder. Kebijakan Hukum Pidana. Bandung. KDT. 2010. Halaman 28.
Universitas Sumatera Utara
membingungkan soal aborsi, tidak ada penjelasan tegas bahwa yang dimaksud tindakan medis tertentu itu adalah aborsi. Kedua Undang-undang ini dapat
disimpulkan bahwa aborsi tak berpeluang diperbolehkan sedikitpun dalam hukum Indonesia.
Perempuan dari segala segi kehidupan di Indonesia kemungkinan besar telah menggunakan pelayanan aborsi, informasi tentang karakteristik
perempuan-perempuan yang melakukan aborsi umumnya didapat dari penelitian penelitian yang dilakukan di klinik-klinik dan rumah sakit.
1. Pencegahan dalam melakukan kebijakan aborsi
a. Berkembangnya penelitian tentang aborsi, aborsi yang tidak aman akan
terus menjadi hal yang mengancam kesehatan perempuan Indonesia dan kesejahteraannya, dan menambah misteri bertambahnya angka kematian
maternal dan perawatan di rumah sakit karena aborsi yang tidak aman tersebut, terkecuali bila langkah-langkah yang sesuai segera diambil untuk
mengatasi masalahini. Saran-saran berikut bertujuan untuk membantu pemerintah Indonesia untuk menghindari terjadinya aborsi yang tidak aman.
b. Menghindari terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan adalah langkah
pertama yang perlu diambil untuk dapat menurunkan angka aborsi yang tidak aman.
c. Tersedianya informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas
untuk para kaum muda dapat membantu memberi pengertian pada mereka tentang resiko yang berkaitan dengan hubungan seksual yang tidak aman,
Universitas Sumatera Utara
dan tersedianya pengetahuan tentang cara-cara untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dapat mengurangi terjadinya aborsi.
d. Perempuan yang memerlukan aborsi karena kehamilannya membahayakan
jiwanya dan hal ini sejalan dengan hukum yang berlaku di Indonesia seharusnya dapat mendapatkan prosedur aborsi yang aman. Badan
Kesehatan Dunia merekomendasikan tersedianya aborsi yang aman yang terjamin ketersediannya dan diperbolehkan oleh hukum yang berlaku, dalam
hal ini termasuk untuk melakukan training bagi pemberi layanan tentang praktek aborsi yang aman dan aborsi yang dilakukan dalam keadaan steril,
menjamin tersedianya alat-alat dan bahan-bahan yang dibutuhkan, dan mempromosikan digunakannya metode metode yang aman untuk aborsi
pada trimester pertama, termasuk aborsi yang dilakukan secara medis dan dengan aspirasi.
e. Ada baiknya untuk mempertimbangkan dirumuskannya kebijakan yang
dapat menurunkan insiden aborsi yang tidak aman. Hal ini termasuk dipertimbangkannya kondisi dimana perempuan dapat mendapatkan aborsi
yang aman dan langkah-langkah yang diperlukan untuk dapat mendapatkan persetujuan untuk melakukan aborsi yang aman tersebut.
f. Perawatan pasca aborsi seharusnya dapat dengan mudah tersedia sehingga
perempuan yang mengalami komplikasi karena aborsi yang tidak aman dapat mendapatkan perawatan yang tepat. Jenis perawatan tersebut
seharusnya komprehensif dan termasuk konseling untuk pemakaian alat kontrasepsi, pelayanan kontrasepsi dan ketersediaan alat kontrasepsi, untuk
Universitas Sumatera Utara
menjamin agar setiap tempat pelayanan kesehatan yang melayani perawatan pasca aborsi memakai teknik yang aman, maka disarankan agar
kurikulum untuk sekolah kedokteran memasukkan training cara pemakainan aspirasi vakum manual, agar semua fasilitas mempunyai akses untuk
mendapatkan kelangsungan bantuan teknis dan penambahan alat yang dibutuhkan untuk dapat melakukan teknik ini.
2. Analisis Resiko Medis
Para saksi ahli dalam putusan audit medik MKEK IDI Majelis Kode Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia banyak faktor penyebabnya,
merupakan resiko medis. Hal ini disimpulkan tindakan dokter terhadap pasien tersebut merupakan resiko medic bukan kelalaian dokter memenuhi
syarat –syarat :
1. Tindakan medik yang dilakukan Dokter telah sesuai dengan standat profesi dan melakukan dengan menghormati hak pasien.
2. Tidak ditemukan adanya kesalahan atau kelalaian sebagaimana ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan MDTK.
Resiko Medik adalah suatu keadaan yang tidak dikehendaki, baik oleh dokter maupun pasien dengan standart pelayanan medis dan standar
operasional prosedur, namun kecelakaan tetap juga terjadi, dengan demikian resiko atau kecelakaan medis ini mengandung unsur yang tidak dapat
Universitas Sumatera Utara
dipersalahkan verwijbaarheid, tidak dapat dicegah vermijbaarheid dan terjadinya tidak dapat diduga sebelumnya verzienbaarheid.
38
G. Kebijakan Non Penal