pada dinding pembuluh darah dan dapat memblok arteri menuju otak sehingga menyebabkan stroke.
Hiperkolesterolemia Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah adalah risiko untuk kejadian
aterosklerosis, yang juga akan meningkatkan risiko kejadian stroke. Asupan makanan yang buruk
Diet yang tingggi lemak jenuh, lemak trans, dan kolesterol dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Kemudian diet tinggi
sodium atau garam juga berperan terhadap peningkatan tekanan darah. Selain itu, kalori berlebih juga berkontribusi terhadap kejadian
obesitas. Jadi, asupan makanan yang buruk akan menghasilkan keadaan dengan risiko tinggi terhadap stroke.
Physical inactivity dan Obesitas Ketidakatifan fisik, obesitas, atau keduanya akan meningkatkan risiko
hipertensi, diabetes, penyakit jantung, dan stroke. Cobalah aktif beraktivitas minimal 30 menit setiap hari.
Faktor yang lainnya : Faktor sosioekonomi
Beberapa bukti menyatakan bahwa stroke lebih sering terjadi pada orang dengan pendapatan rendah.
Penyalahgunaan alkohol Penyalahgunaan alkohol dapat menyebabkan banyak komplikasi medis,
termasuk stroke. Penyalahgunaan obat-obatan
Kecanduan obat-obatan seperti kokain, amphetamin, dan heroin memiliki hubungan dengan meningkatnya kejadian stroke pada populasi yang lebih
muda.
2.1.6 Patofisiologi Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi akibat oklusi vaskular pada otak sehingga menghasilkan daerah iskemik di wilayah vaskular yang terkena. Keadaan iskemik
menyebabkan sel otak menjadi hipoksia dan kehabisan ATP. Tanpa adanya ATP maka tidak ada energi untuk mengatur aktivitas ion di membran sel dan proses
depolarisasi sel dan berujung kepada kematian sel Jauch, Edward C., et al. 2015
2.1.7 Diagnosis Stroke
Penegakan diagnosis stroke dapat dilakukan dengan mengenali gejala stroke, seperti : kelemahan tiba-tiba atau kaku pada wajah, lengan, dan kaki yang
biasanya menyerang satu sisi tubuh. Gejala lain berupa kebingungan, kesulitan bicara atau memahami kata-kata, gangguan penglihatan pada satu atau kedua
mata, kehilangan keseimbangan atau koordinasi, sakit kepala hebat, pingsan atau hilang kesadaran National Institutes of Health, 2014.
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik juga digunakan dalam mengkaji luasnya disfungsi neurologis dan mengidentifikasi faktor risiko aterotrombosis
serta kondisi medis yang menyertai. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan
penyebab stroke mis. sindrom hiperviskositas, koagulopati, komplikasi terkait stroke, untuk menetapkan dasar parameter koagulasi, dan untuk mengidentifikasi
faktor risiko aterosklerosis generalisata mis. dislipidemia. Semua pasien yang diduga stroke harus menjalani pemeriksaan CT Scan
atau MRI untuk menentukan lokasi dan jenis stroke juga untuk menyingkirkan penyebab gejala neurologis nonvaskular. MRI lebih sensitif dibanding CT untuk
mendeteksi infark otak dalam 72 jam pertama, namun CT lebih unggul dalam membedakan perdarahan dan iskemia pada lesi akut.
Pungsi lumbal digunakan untuk mendiagnosis perdarahan subaraknoid bila CTMRI tidak tersedia atau menunjukkan hasil negatif. Tidak adanya darah dalam
cairan pungsi menyingkirkan diagnosis perdarahan subaraknoid atau intraserebral. Ekokardiorgam digunakan untuk menilai jenis dan luasnya penyakit
miokardialvalvular ketika emboli kardiogenik diduga sebagai penyebab stroke Goldszmidt dan Caplan, 2003.
2.1.8 Penatalaksanaan Stroke Iskemik