hipertensi yang semuanya secara sendiri-sendiri atau bersama-sama merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya aterosklerosis dengan manifestasi penyakit
jantung koroner danatau stroke Sugondo, 2009. Penelitian terbaru oleh Victoria L. King dkk menunjukkan bahwa obesitas
dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis dari percobaan dengan model hewan. Dinyatakan bahwa obesitas berhubungan dengan peradangan kronis jaringan
adiposa itu sendiri, yang diduga berkontribusi terhadap peradangan sistemik, yang berperan dalam perkembangan dan progresifitas aterosklerosis King et al, 2010.
2.3 Kebiasaan Merokok
2.3.1 Epidemiologi Konsumsi Rokok
Prevalensi perokok di dunia terus meningkat setiap tahun. Total perokok di dunia mencapai 1,3 milyar orang. Berdasarkan jumlah perokok, Indonesia
adalah negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India WHO, 2008.
Di Indonesia prevalensi perokok usia 15 tahun ke atas tahun 2007 adalah sebesar 34,2 persen lebih dari 50 juta orang dewasa, meningkat dari 31,5 persen
tahun 2001 dan tidak menunjukkan perbedaan dibandingkan tahun 2004 Riskesdas, 2007. Setelah pembaharuan masih belum terjadi penurunan dari 2007
ke 2013, cenderung meningkat dari 34,2 persen tahun 2007 menjadi 36,3 persen tahun 2013. 64,9 persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan masih menghisap
rokok tahun 2013 Riskesdas, 2013.
2.3.2 Tahapan dan Klasifikasi Kebiasaan Merokok
2.3.2.1 Tahapan Kebiasan Merokok Menurut Leventhal dan Clearly untuk menjadi seorang perokok terdapat 4
tahapan dalam perilaku merokok, yaitu : Tahap preparasi adalah tahap dimana seseorang mendapat gambaran yang
menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat, atau dari hasil bacaan. Hal ini menimbulkan minat untuk merokok.
Tahap inisiasi adalah tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.
Tahap menjadi perokok adalah apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang per hari maka ia mempunyai kecenderungan
menjadi perokok. Tahap maintenace of smoking adalah tahap dimana merokok sudah
menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri self-regulating. Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan
Komalasari dan Helmi, 2006. 2.3.2.2 Klasifikasi Kebiasan Merokok
Kebiasaan merokok yang dapat memicu terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan dua hal Marisa, 2014, yaitu dari banyaknya rokok
yang dihisap dan lamanya waktu kebiasaan merokok berlangsung. Kebiasaan merokok dapat diklasifikasikan berat atau ringannya
berdasarkan banyaknya jumlah rokok yang dihisap per harinya. Dalam penelitian yang dilakukan Marisa dinyatakan bahwa perokok ringan jika mengkonsumsi
kurang dari 20 batang per hari, sedangkan perokok berat mengkonsumsi lebih dari 20 batang per hari berdasarkan hasil uji Fisher yang dilakukan. Nilai p yang
didapat dari uji tersebut adalah 0,047 artinya jumlah rokok yang dihisap per hari mempunyai hubungan bermakna terhadap kejadian stroke. Pasien yang merokok
lebih dari 20 batang per hari akan memberi pengaruh yang sangat besar terhadap kejadian aterosklerosis terutama pada pembuluh darah otak sebagai pemicu
stroke. Kebiasaan merokok juga dapat diklasifikasikan berdasarkan singkat atau
lamanya waktu kebiasaan tersebut berlangsung. Dari hasil analisis uji Fisher menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara lama merokok dengan kejadian
stroke dengan nilai p=0,017. Semakin lama seseorag beraktivitas sebagai perokok dapat memberi indikasi banyaknya bahan berbahaya yang telah masuk dalam
tubuh. Orang yang merokok lebih dari 10 tahun memiliki risiko empat kali lebih besar terkena serangan stroke.
2.3.3 Kebiasaan Merokok Sebagai Faktor Risiko Stroke Iskemik