36
BAB III UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN
DI SUMATERA UTARA TAHUN 1969-1997
3.1 Pembangunan Ketahanan Pangan
Telah terjadi sebuah dilema maupun perdebatan yang cukup sengit tentang prioritas utama maju dan berkembangnya suatu negara. Tentunya menjadi cita-cita
memiliki negara kuat, berdaulat, dengan masyarakat yang sejahtera hidup di dalamnya. Jika kita perhatikan terdapat dua bagian kalau tidak mau di sebut dua
belah pihak fokus perhatian pembangun di negara berkembang yaitu Industri dan Pertanian.
Satu bagian menyarankan bahwa industrialisasi memiliki hubungan yang terhadap peningkatan Pendapatan Nasional atau Gross National Product GNP.
Melihat begitu banyaknya negara yang telah mengalami proses ini lebih dulu seperti; Uni Soviet, Asia Timur, dll. keberhasilan mereka membangun bangsanya menjadi
negara industri membenarkan pandang tersebut yakni, bahwa pertumbuhan di bidang pertanian relatif kurang penting. Meskipun pada kenyataan bahwa negara industri
sekalipun yang memiliki pendapatan tinggi membutuhkan permintaan bidang pertanian terutama pangan untuk mencukupi kebutuhan pangan mereka, namun tidak
37
sedikit negara berkembang di dunia tertarik pada gagasan industrialisasi seperti membangun pabrik-pabrik besar dan modern.
50
Di pihak lain yang menganut paham sebaliknya menamakan diri sebagai kelompok pedesaan romantik. Kelompok ini menekankan bahwa unsur utama prestise
nasional dan simbol modernisasi; bahkan sejarah juga telah mencatat negara-negara yang maju semuanya tumbuh secara serentak dibidang pertanian dan industrinya.
Amerika Serikat, Inggris, Eropa Barat dan Jepang, semuanya mengalami perubahan pertanian yang serentak dengan industri.
51
Masalah utama yang akan terus terjadi adalah pertambahan penduduk, bahkan seiring dengan peningkatan daya beli masyarakat tentu harus diimbangi oleh
tersedianya sumber pangan yang cukup karena elastisitas pendapatan berhubungan dengan persentase kebutuhan pangan yang meningkat juga. Idealnya, bahwa rata-rata
negara-negara berkembang memerlukan kenaikan hasil pertanian terutama pangan paling sedikit 5 setiap tahunnya untuk mengimbangi kecepatan pertumbuhan
penduduk, tentu saja tidak berarti bahwa hasil pertanian disetiap negara yang sedang berkembang atau dituntut lebih daripada itu.
52
Melihat keberhasilan negara-negara maju yang tidak hanya sukses dalam bidang industrialisasi, melainkan kesuksesannya membangun ketahanan pangan
50
Pemilihan prioritas yang mengarah kepada industrialisasi mengandung pengandaian adanya pelemahan di sektor pertanian. Lihat, M. Dawam Rahardjo. Transformasi Pertanian, Industrialisasi
dan Kesempatan Kerja. Jakarta: UIPress, 1986, hlm. 3-4
51
Max F. Millikan dan David Hafgood. Tiada Panen yang Gampang: Dilema Pertanian di Negara-negara Terbelakang. terj. Sitanala Arsjad dkk. Jakarta: Dirjend Depdikbud, 1967, hlm. 16
52
Ibid., hlm 19
38
hingga menghasilkan surplus produk pertanian terutama pangan seperti yang dialami oleh Jepang, Amerika Serikat, Taiwan dll.
Komposisi pekerja dalam negara berkembang seperti Indonesia berada di bidang sektor pertanian, dan cenderung mengandalkan kehidupan pertaniannya untuk
dapat bertahan hidup. Melihat arah potensial pembangunan di Indonesia yang cukup bernafsu untuk mengejar ketertinggalan bidang industri dengan negara-negara
tetangga Asia Pasifik khususnya, tidaklah dapat merombak total kearah industrialisasi. Sektor pertanian justru memiliki arah pengembangan potensil yang
menjanjikan melihat kondisi alam dan geografis seperti, sumber daya alam dan sumber daya manusia sebagai komponen utama petani telah di tersedia. Rahardjo
menilai pembangunan pertanian haruslah mendapat prioritas perhatian terlebih dahulu jika industrialisasi dilakukan, karena menciptakan landasan bagi pertumbuhan
ekonomi.
53
Pandangan lain coba mengoreksi paradigma yang menganggap sektor pertanian khusunya pangan sebagai sektor inferior yang berfungsi sebagai stabilisator pada
kebijakan harga pangan murah dan sektor industri sebagai sektor superior yang menjamin kesejahteraan masyarakat perlu dikoreksi. Pangan yang menjadi kebutuhan
53
Dawam, op.cit., hlm.4
39
esensial memiliki peran strategis dan dapat menimbulkan ekses yang negatif bagi pembangunan nasional.
54
Menurut Mocthar Mas`oed untuk memahami analisa ekonomi-politik Orde Baru dalam proses penciptaan dan redistribusi kekuasaan dan kekayaan; oleh karena
kelangkaan sumber daya, maka tidak akan ada kebijakan politik yang dapat memuaskan semua pihak secara optimal. Konflik kepentingan dalam ekonomi-politik
antara kebijakan yang menekankan efisiensi misalnya, untuk percepatan pertumbuhan ekonomi dan menekankan pemerataan misalnya, demi perubahan
tertib sosial-ekonomi untuk memperbaiki nasib lapisan bawah.
55
54
Satia Negara Lubis dkk. Analisis Harga Pokok dan Kebijakan Tataniaga Komoditi Pangan Strategis dalam Rangka Swasembada Pangan di Sumatera Utara. Medan: Laporan Penelitian USU,
2008
55
Mohtar Mas`oed. Ekonomi dan Struktur Politik: Orde Baru 1966-1971. Jakarta:LP3ES,1989, hlm.xvii. Beliau membatasi penjelasannya pada pokok kemunculan struktur
politik Orde Baru dengan mengamati variabel-variabel ketika krisis politik dan ekonomi pada pertengahan tahun 1960-an, serta terbukanya sistem ekonomi kapitalis dan kebijakan-kebijakan awal
pemerintahan Orde Baru. Namun kita tidak dapat melihat korelasi kebijakan ekonomi-politik antara pusat dengan daerah. Daerah merupakan punggung pembangunan nasional yang paling menentukan
bagi sukses tidaknya program pemerintah pusat.
Menariknya sejak runtuhnya rezim Orde Lama, penguasa baru berusaha memperlihatkan sebuah
pengharapan baru atas kekecewaan dari kegagalan krisis ekonomi orde sebelumnya yang mencanangkan slogan “politik sebagai panglima” di gantikan menjadi “ekonomi
sebagai panglima” yang menekankan pada reformasi struktur sosial ekonomi secara radikal sekaligus untuk mencari legitimasi rakyat melalui program pembangunan
ekonomi.
40
Tidaklah mudah bagi pemimpin baru ini untuk mengembalikan kepercayaan rakyat khususnya pengalaman masa kepemimpinan Sukarno yang mengakibatkan
terjadinya ketidakstabilan hampir di seluruh bidang. Pertama sekali pemimpin Orde Baru haruslah menunjukkan komitmen pada pemecahan masalah ekonomi seperti
masalah inflasi yang tinggi, defisit neraca pembayaran, hutang luar negeri, rehabilitasi infrastuktur ekonomi, rasionalitas ekonomi yang rendah, stabilitas jangka pendek dan
rehabilitas ekonomi. Pokok kebijakan ekonomi di bawah pimpinan Dr. Widjojo Nitisastro kemudian di rumuskan dalam sidang MPRS 1966 No.XXIII yang
dirincikan dalam tiga tahap program ekonomi, yaitu:
56
a. Tahap penyelamatan, yakni mencegah kemerosotan ekonomi agar tidak
menjadi lebih buruk lagi; b.
Tahap stabilitas dan rehabilitas ekonomi, yang mengendalikan inflasi dan memperbaiki infrastruktur ekonomi;
c. Tahap pembangunan ekonomi
Pada dekade awal 1970-an para ahli dan perumus kebijakan pembangunan mulai lebih memfokuskan misi dan tujuan pemerataan dalam pembangunan pertanian, agar
mampu berkontribusi pada pengentasan kemiskinan dan ketahanan pangan, disamping tentunya pada pertumbuhan pertanian. Adapun strategi pemerataan dalam
56
Tentang stabilitas dan rehabilitas ekonomi mencatat beberapa prioritas seperti: 1. Pengendalian inflasi; 2. Penyediaan bahan pangan yang cukup; 3. Rehabilitasi infrastruktur ekonomi;
4. Peningkatan kegiatan sektor eksport dan 5. Penyediaan bahan pakaian yang cukup. Untuk program jangka panjang, prioritas program di arahkan pada: a pertanian, b infrastruktur ekonomi dan c
industri, termasuk pertambangan dan minyak. Lihat Mohtar, Ibid., hlm. 68-69, bandingkan dengan Jan Luiten, op.cit., hlm.346-7
41
pembangunan pertanian dicapai dengan melakukan promosi pembangunan pertanian berspektrum luas, melakukan land-reform, melakukan investasi sumber daya manusia
SDM di pedesaan, meningkatkan peranan wanita dalam kegiataan pertanian, meningkatkan partisipasi masyarakat pedesaan dalam pengambilan keputusan, dan
pengembangan secara aktif perekonomian pedesaan.
57
Sesuai dengan dikeluarkannnya surat Keputusan Presiden No. 319 tahun 1968, maka garisnya program pembangunan dengan ruang lingkup nasional yang
meliputi seluruh segi-segi pembangunan di seluruh daerah-daerah di Indonesia dengan berlandaskan kepentingan nasional. Oleh sebab itu landasan pemikiran
penyusunan program pembangunan daerah, selalu di ikat oleh struktur negara. Kemudian daerah dengan kondisi sosial dan ekonomi di arahkan dan dikembangkan
se-maksimal mungkin sesuai dengan kondisi dan potensi lokal, tetapi selalu ber- orientasi dan bertumpu pada manfaat pembangunan ekonomi secara nasional.
58
Sistem ketahanan pangan dikatakan mantap apabila dapat memberikan jaminan semua penduduk memperoleh akses pangan yang cukup sesuai dengan
norma gizi yang cukup. Ketahanan pangan nasional mengisyaratkan adanya ketersediaan swasemada pangan yang tersedia hingga ke daerah dan rumah tangga
sepanjang waktu secara berkelanjutan. Hal ini merupakan syarat yang harus di penuhi untuk membentuk ketahanan pangan nasional yang merupakan prasyarat utama
57
Bustanul Arifin. Pembangunan Pertanian: Paradigma Kebijakan Dan Strategi Revitaslisasi. Jakarta: Grasinda, 2005, hlm.14-15
58
Rencana Pembanguna lima tahun 196970 – 19731974 Daerah Sumatera Utara. hlm.1
42
tejadinya kestabilan sosial dan politik, sebagai bagian dari ketahanan nasional.
59
Indikator ketahanan pangan nasional di atas mencakup sejumlah rangkaian kegiatan yang terintegrasi mulai dari penyediaan, pengolah, pemasaran dan konsumsi rumah
tangga. Berdasarkan Lembaga Pangan Dunia FAO 1996, ketahanan pangan harus memiliki lima karakteristik yaitu
60
1. Kapasitas capacity. Adanya kemampuan untuk menghasilkan, mengimpor
dan menyimpan makanan pokok dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan semua penduduk
:
2. Pemerataan equity. Adanya kemampuan untuk mendistribusikan makanan
pokok sehingga tersedia dalam jangkauan seluruh keluarga 3.
Kemandirian self-reliance. Adanya kemampuan untuk menjamin kecukupan makanan pokok dengan mengandalkan kekuatan sendiri sehingga ancaman
fluktuasi pasar dan tekanan politik internasional dapat ditekan seminimal mungkin
4. Keandalan reliability. Adanya kemampuan untuk meredam dampak variasi
musiman maupun siklus tahunan sehingga kecukupan pangan dapat dijamin setiap saat.
5. Keberlanjutan sustainability. Mampu menjaga keberlanjutan kecukupan
pangan dalam jangka panjang tanpa merusak kualitas lingkungan hidup
59
Chairil A Rasahan. Kebijakan Pembangunan Pertanian Untuk Mencapai Ketahanan Pangan Berkelanjutan. Dalam Buku Tonggak Kemajuan Teknologi Produksi Tanaman Pangan. Bogor: Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2000, hlm. 2-3
60
Ibid.
43
Kelima karakteristik inilah yang menjadi acuan bagi seluruh negara termasuk negara dalam mengevaluasi kondisi ketahanan pangan nasional sekaligus merumuskan
kebijakan serta kompas kinerja pembangunan pertanian dalam mencapai swasembada pangan.
Sumatera Utara memiliki potensi yang besar dalam arah pembangunan nasional. Dengan penduduk sekitar 6 juta jiwa pada tahun 1969, sekitar 85 adalah
hidup dalam usaha pertanian.
61
3.2 Program Bimbingan Massa BIMAS dan Insentifikasi Massa INMAS