43
Kelima karakteristik inilah yang menjadi acuan bagi seluruh negara termasuk negara dalam mengevaluasi kondisi ketahanan pangan nasional sekaligus merumuskan
kebijakan serta kompas kinerja pembangunan pertanian dalam mencapai swasembada pangan.
Sumatera Utara memiliki potensi yang besar dalam arah pembangunan nasional. Dengan penduduk sekitar 6 juta jiwa pada tahun 1969, sekitar 85 adalah
hidup dalam usaha pertanian.
61
3.2 Program Bimbingan Massa BIMAS dan Insentifikasi Massa INMAS
Oleh sebab itu sasaran di bidang pertanian di letakkan pada peningkatan hasil produksi bahan pangan food crops.
3.2.1 Pengenalan Bibit Baru
Sebelum tahun 1969, petani di Sumatera Utara masih menggunakan jenis padi Lokal seperti, Ramos, Jongkok dll. usia tanaman tersebut sejak di tanam hingga di
panen ±180 hari. Keunggulan jenis ini lebih tahan terhadap hama dan rasanya yang
enak. Pola pertanian padi awalnya seperti yang telah di jelaskan di atas baik di dataran tinggi maupun rendah masih sama yaitu sekali panen dalam setahun, sisa waktu
berikutnya mereka menanam palawija seperti: jagung, kacang tanah, kedele dll.
62
Siklus ini menyimpan potensi untuk di kembangkan melalui program intensifikasi terhadap produksi padi. Untuk meningkatkan produktivitas padi, maka
61
Rencana Pebangunan lima Tahun. op.cit., hlm 3
62
Nurhamidah. Sejarah Perkembangan Sistem Pertanian Desa Baja Dolok, Simalungun tahun 1960-1978. Laporan Penelitian Jurusan Sejarah USU: Medan,1997, hlm. 17
44
diperlukan perubahan secara mendasar termasuk penggunaan bibit benih yang produktif.
Benih merupakan simbol dari suatu permulaan; ia merupakan inti dari kehidupan di alam semesta sebagai penyambung kehidupan tanaman. Oleh sebab itu,
benih di tuntut bermutu tinggi, sehingga mampu menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang maju.
63
Penerapan benih unggul sebenarnya telah di mulai sejak didirikannya Departemen Pertanian tahun 1905, usaha pemerintah untuk mempertinggi produksi
tanaman rakyat lebih di intensifkan melalui penyebaran benih unggul khususnya padii, namun orientasi cakupan hanya beberapa wilayah di Jawa saja. Sejak tahun
1969 mulailah dirintis adanya proyek benih oleh direktorat pengembangan Produksi Padi Direktorat Jenderal Pertanian Departemen Pertanian dengan tujuan untuk
meningkatkan benih yang bermutu tinggi secara kontiniu—kemudian tahun 1971 dibentuklah Badan Benih Nasional.
Kualitas benih adalah suatu kebutuhan untuk mencapai target produksi maksimal. Benih yang berkualitas
memiliki kemampuan pada faktor-faktor seperti kebenaran varitas, persentase perkecambahan, persentase biji rumput-rumputan, kekuatan tumbuh, bebas dari hama
dan penyakit serta kontaminan-kontaminan lainnya.
64
63
Sutopo. Teknologi Benih. Jakarta: Rajawali Press, 1993, hlm.1-2
64
Ibid., hlm. 6
45
Pemerintah pun secara bertahap mengadakan berbagai program kegiatan dan sosialisasi produk yang dianggap lebih baik dari segi efisiensi waktu, biaya maupun
tenaga. Dalam tahun pertama 1968 pemerintah menargetkan kenaikan produksi beras 5 yakni 9,3 juta ton. Pemerintah menyadari sekalipun produksi seharusnya jauh
melebihi daripada target tersebut, perlu waktu untuk menerapkannya dalam menggerakan petani secara nasional. Untuk mengejar target produksi tersebut,
pemerintah melakukan usaha intensifikasi pertanian melalui Bimas dan Imnas yang meliputi perbaikan irigasi, prasarana irigasi, termasuk pembuatan bibit unggul PB-5
dan PB-8
65
Namun pada tahun 1968-1969 pemerintah menganjurkan kepada para petani menanam padi jenis unggul seperti PB-5 dan PB-8 sebagai salah upaya untuk
meningkatkan produktivitas tanaman pangan karena memungkinan menanam padi 2 kali setahun. Namun oleh karena kurangnya pengetahuan petani terhadap jenis unggul
ini menimbulkan masalah baru hingga berujung terjadinya gagal panen di sejumlah , penyediaan pupuk dan obat-obatan hama yang cukup serta penyuluhan
penanaman padi secara teknis. Pemerintah menerapkan kebijakan harga beras bagi petani untuk menggairahkan kerja bagi mereka; yaitu sebesar minimal harga 1 kg
pupuk untuk 1 kg beras rumus tani.
65
Awal di perkenalkannya verietas unggul ini merupakan hasil penelitian IRRI yang di sebut dengan IR-5 dan IR-8, namun karena dihasilkan dari keturunan padi PETA asal Indonesia dan demi
identitas bangsa maka verietas tersebut di namakan dengan PB-5 dan PB-8 Peta Baru oleh pemerintah Indonesia. Lihat Triwibowo, op.cit. Hlm. 60
46
daerah.
66
Penyebab utama gagal panen adalah meluasnya hama wereng oleh karena perubahan penanaman menjadi 2 kali setahun. Berdasarkan keterangan penyuluhan,
hama wereng sebenarnya sudah ada sebelumnya, namun oleh karena masa penanaman palawija siklus kehidupan populasi wereng terputus—setelah panen dilakukan 2 kali
dalam tahun perkembangannya sangat cepat.
67
Pada tahun 1972, pemerintah memperkenalkan varietas baru padi C-4 dan Pelita yang di distribusikan ke daerah-
daerah khusus bagi daerah yang dilanda kemarau panjang, sebagai bagian dari skema untuk mempertahankan produksi beras. Hal yang sama juga dilakukan ketika terjadi
kemarau panjang tahun 1977 di mana pemerintah mengintroduksikan varietas padi IR-26 dan IR-36.
68
Pada tahun 1974, hama wereng pernah menyerang padi yang ada di Sumatera Utara dengan hebat. Peristiwa tersebut menjadi musibah petani yang masih dalam
rangka menguji coba sejumlah bibit unggul yang di berikan oleh pemerintah dan menjadi pukulan bagi pemerintah yang sedang berusaha untuk meyakinkan
masyarakat petani untuk menggunakan bibit unggul. Setelah dilakukan penelitian oleh tim ahli, pemerintah akhirnya menarik bibit C-4 dan menggantinya dengan padi
Varietas terakhir ini lebih di sukai oleh masyarakat karena daya tahannya lebih kuat terhadap hama wereng dan cuaca di banding varietas C-4.
66
Kegagalan panen terjadi di Simalungun oleh karena padi di serang hama wereng secara menyeluruh. Ketidaksiapan petani juga terlihat sikap petani tidak mengetahui penggunaan pestisida
dengan baik seperti yang di anjurkan oleh penyuluh. Nurhamidah, op.cit.,hlm. 17
67
Ibid., hlm 23
68
Triwibowo, op.cit. hlm. 62-3
47
unggul IR-26.
69
Pemerintah melalui Dinas Pertanian menyediakan 30 ton bibit padi IR-26 yang di distribusikan ke beberapa daerah Bimas yaitu: Simalungun, Deli Serdang, Langkat,
dan Asahan. Melalui sejumlah eksperimen yang telah dilakukan, pemerintah mencoba meyakinkan kembali para petani untuk tidak ragu menggunakan bibit unggul IR-26
karena di nilai jauh lebih baik dari daya tahan terhadap hama maupun perubahan iklim. Namun tetap saja beberapa wilayah daerah menolaknya.
Awalnya petani enggan untuk menggunakan bibit unggul tersebut karena trauma akan peristiwa sebelumnya.
70
Tujuan utama pemerintah menganjurkan tanaman jenis unggul adalah untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya beras. Berubahnya siklus panen menjadi 2
kali setahun mampu menambah produksi padi melalui program pemerintah. Namun jika kita hitung, peningkatan produksi sebenarnya tidak banyak berarti oleh karena
pola baru ini memerlukan biaya pengeluaran produksi lebih besar jika dibandingkan dengan sebelumnya. Seperti yang di alami petani padi di daerah Simalungun yang
69
Semenjak 1973, kultivar IR yang produksinya tinggi dan memiliki resistensi terhadap wereng yang diperkenalkan secara bertahap yang dimulai dari IR-26, dilanjutkan IR-28, IR-34, IR-36,
IR-38, IR-54, IR-64 dan IMV. Introduksi varietas unggul di atas pertama kali di Kabupaten-kabupaten wilayah Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Lihat, Jan H.M. Oudejans.
Perkembangan Pertanian di Indonesia terj.Edhi Martono Yogyakarta: UGMpress, 2006, hlm. 63
70
Sebagian besar petani di daerah perbaungan dan sekitarnya merasa kecewa terhadap pemerintah karena peristiwa serangan hama menyebabkan kerugian petani hingga ratusan juta Rupiah.
Kekecewaan mereka bertambah ketika masyarakat merasa pemerintah mengabaikan kondisi mereka. Setelah kejadian tersebut petani akhirnya kembali menggunakan budi daya bibit lokal. Harian
Waspada, 25 Juli 1975. Kemudian Direktorat Perlindungan Tanaman pangan mulai membentuk tim sub-Dinas cadang di daerah tingkat Provinsi dan Kabupaten sejak 1975. Namun baru sejak tahun 1979
mereka mulai melakukan penelitian tentang cara-cara pengendalian alternatif terhadap hama wereng yang menyerang tanaman padi. Menariknya tim pemantau Sub Dinas perlindungan Tanaman padi
menemukan untuk pertama kalinya wereng punggung putih sogatella furcifera yang menghabisi padi di Sumatera Utara. Lihat, Jan H.M. Oudejans, Ibid., hlm.59-60
48
berhasil di panen, sekitar 60 dari total di gunakan untuk biaya produksi, sementara 40 yang menjadi pemasukan.
71
3.2.2 Inovasi Teknik
Pertanyaannya, tentu bagaimana jika terjadi gagal panen? Apakah telah di siapkan skema dalam mengantisipasi hal ini jika terjadi?
Adakah jaminan bagi petani untuk menanggung semua beban biaya produksi yang telah dipakai? Seberapa siapkah petani menghadapi perubahan yang terjadi untuk
mengikuti instruksi dari para penyuluh pertanian? Mengingat kurangnya kesiapan dari pemerintah maupun pengetahuan petani terhadap barang baru seperti penggunaan
teknologi ini telah memperdaya petani padi dengan menjerumuskan ke dalam resiko menciptakan kemiskinan struktural bukan menyejahterakan. Sekiranya di sini kita
cukup melihat strategi pemerintah terlebih dahulu, untuk melihat keberhasilan daripada program ini akan di jelaskan di dalam Bab 4.
Perubahan teknik juga dilakukan untuk menunjang proses produksi. Perubahan teknik yang dimaksud adalah teknik menanam dan panen. Teknik panen dengan
memperkenalkan alat panen yang membutuhkan tenaga baru dari ani-ani menjadi sabit bergerigi. Pergeseran ini dikarenakan varietas padi unggul PB dan IR yang
diadopsi memiliki postur batang relatif jauh lebih pendek dari varietas lokal. Inovasi lain yang berubah di bidang perontokan pasca panen, biasanya petani ‘meng-iles’
71
Nurhamidah, op.cit., hlm. 26
49
dengan kaki yang biasa dilakukan perempuan di pedesaan berganti dengan sistem ‘banting’dan alat perontok Thresher baik sistem pedal maupun mesin.
72
3.2.3 Gerakan Supra Insus
Untuk memperoleh produksi maksimal juga di lakukan inovasi bidang penanamam. Petani yang biasa menanam padi lokal memiliki postur tubuh yang
tinggi tidak memerlukan aturan tanam yang kaku antara satu pohon dengan yang lain. Sebelumnya tanaman padi lokal dilakukan dengan jarak dengan cukup dekat karena
memandang semakin banyak batang pohon yang di tanam akan pararel dengan buah yang dihasilkan. Bukan hanya pengetahuan petani yang kurang di bidang penaman
melainkan juga di bidang perawatan. Terlihat bagaimana padi itu tumbuh menurut tingkat kesuburan tanah.
Setelah diperkenalkannya padi varietas unggul, tentu akan berubah pula kebutuhan perawatan dan pola tanam padi. Hal ini menjadi masalah baru bagi petani
untuk menyesuaikan pola teknik baru untuk menghasilkan produksi yang maksimal.
Program Supra Insus pada perinsipnya merupakan program peningkatan produksi padi sawah pada sawah berpengairan dengan pendekatan pengelolaan yang
lebih baik. Dalam pelaksaan program tersebut menerapkan unsur teknologi, sehingga keberhasilannya sangat tergantung pada pemahaman petani sebagai pengguna.
Konsep program Supra Insus adalah rekayasa sosial dan sekaligus dalam
72
Triwibowo Yuwono, op.cit., hlm. 61
50
penyelenggara intensifikasi pertanian yang dilaksanakan atas dasar kerja antar kelompok tani pelaksanaan Insus yang luas wilayahnya sekitar 600-1000 Hektar sejak
awalnya tahun 1987 dan terus di kembangkan antara 15.000- 35.000 Ha.
73
Program Supra Insus merupakan salah satu pembinaan usahatani yang tidak terpisahkan dan program nasional untuk swasembada pangan, peningkatan devisa,
pelestarian lingkungan hidup dan penyerapan kerja. Dalam konsep program Supra Insus, karakteristik utamanya adalah kerja sama kelompok tani dalam melaksanakan
program yang mencakup 1. Penataan tertib pola tanam tahunan, 2pengendalian hama secara terpadu, 3 pergiliran verietas padi antara kelompok tani pada tiap-tiap
WKPP dan antar musim tanam, 4 jalur benih antar lapangan Jabal, 5 tata guna air di tingkat usaha tani, 6 pemilikan, penyewaan dan penggunaan alat pertanian, 7
pinjam-meminjam modal kelompok tani di dalam maupun antar kelompok tani, 8 penerapan 10 unsur paket teknologi produksi Supra Insus menurut rekomendasi
mutakhir, 9 tabungan kelompok tani pada Simpedes dan 10 iuran anggota kelompok tani untuk membiayai kegiatan dan kepentingan bersama pada tiap kelompok.
74
Adapun peserta program Supra Insus adalah petani yang menjadi anggota
kelompok tani dengan kelas tertentu. Adapun Gerakan Supra Insus melaksanakan
beberapa kegiatan, yakni: 1. Penerapan 10 unsur teknologi, 2. Menyelengarakan penyuluhan pertanian dan penerangan terkait 10 unsur tersebut. 3. Pemupukan modal
73
Muhammad Asaad. “Analisis Sosial-Ekonomi Pelaksanaan Program Supra Insus Pada Petani Padi Sawah di Kabupaten Deli Serdang”. Tesis tidak diterbitkan Medan: Pascasarjana USU,
1999, hlm.20
74
Ibid., hlm. 21
51
kelompok tani yakni sikap mental dan perilaku petanikelompok tani yang positif terhadap perkreditan dan meningkatkan kemampuan petani anggota, 4. Pengadaan
dan penyaluran Saprodi sarana produksi merupakan pembagian tanggung-jawab kepada para penyalur KUD, 5. Penyaluran KUT oleh KUD atau BRI dan
pengembalianny, 6. Jaminan pemasaran mencakup penetapa harga dasar gabah, dan kegiatan pemasaran bersama yang dilakukan petani.
Muhammad Asaad dalam penelitiannya pengaruh Program Supra Insus di salah satu lumbung produksi padi terbesar di Sumatera utara yaitu Kabupaten Deli
Serdang, mengatakan bahwa: “penerapan 10 unsur teknologi Supra Insus belum terlaksana dengan baik karena
petani responden tidak menggunakan dan memanfaatkan fasilitas yang disediakan, hal ini di pengaruhi oleh terikatnya petnani pada pola budaya tanam
lama. Demikian pula petani kurang memahami tentang keberadaan program Supra Insus termasuk arti, tujuan dan sasaran programnya”.
Tabel.1 Luas Pengairan Sawah
Perkembangan Luas pengairan sawah Tahun
pengairan terjamin pengairan kurang
terjamin Jumlah
1969 175.820
185.050 360.870
1970 194.298
177.214 371.512
1971 188.421
193.779 382.200
1972 205.614
186.943 392.557
1973 215.624
192.785 408.409
1974 215.624
193.729 409.353
1975 219.922
201.306 421.228
1976 212.063
215.237 427.300
Sumber: Sumatera Utara Membangun
52
3.2.4 Pembangunan Dan Rehabilitasi Sarana Dan Prasarana
Berdasarkan arahan pembangunan dari pemerintah pusat, untuk mencapai target produksi yang telah ditetapkan maka pemerintah mengambil sejumlah langkah
kebijakan termasuk perbaikan-perbaikan dan pembangunan proyek-proyek pengairan yang cukup besar yang dilaksanakan di daerah pertanian, provinsi Sumatera Utara
mendapat sejumlah proyek tersebut. Pembangunan dan rehabilitasi sarana dan pra sarana sangatlah penting sebagai langkah awal mendemonstrasikan megaproyek
secara kolektif. Pemerintah memahami arti pentingnya pembangunan ini sebagai penunjang terlaksananya program Bimas dan Inmas. Bahkan masalah yang kerap
terjadi adalah konektivitas yang terjadi antar-daerah kabupaten maupun provinsi dalam penyaluran beras saat mengalami krisis.
75
Salah satu strategi ekstensifikasi produksi padi adalah dengan melakukan perbaikan irigasi saluran air. Vitalnya kebutuhan air akan padi sawah membuat
pemerintah memberikan program Bantuan Pembangunan Desa Bandes, di harapkan dapat mendorong setiap desa mengatasi masalah irigasi. Arah tujuan dana Bandes di
tujukan kepada perbaikan pra-sarana perhubungan dan fasilitas desa dalam rangka menyukseskan program swasembada beras di Indonesia.
76
75
. Butasnul, op.cit.,hlm. 362-363
76
Untuk beberapa kasus daerah di Siborong-borong, dengan perbaikan irigasi mampu meningkatkan produksi sebesar 4 kali lipat dalam tempo 5 tahun. Lihat, Elisnawati Ginting. “Peranan
irigasi desa Bandes dalam Peningkatan Produksi Petani di kecamatan Siborong-borong Taput”. Skripsi Medan: Fak.Pertanian USU, 1994. Di Simalungun, berdasarkan analisis Anthon Siallagan. “Dampak
rehabilitasi irigasi terhadap penggunaan tenaga kerja dan pendapatan petani kasus Panei, kabupaten Simalungun”. Tesis tidak diterbitkan Medan: Fak.Pertanian USU, 1986 mengatakan bahwa pengaruh
53
Selama Pelita I dan II, pembangunan pra sarana di fokuskan ke daerah yang memiliki akses yang sulit baik berupa pembangunan jalan negara, provinsi maupun
Kabupaten. Pembangunan sarana pertanian seperti pembangunan dan perbaikan saluran irigasi, percetakan sawah baru, dll. Khusus di Sumatera Utara, kabupaten
Tapanuli Utara mendapatkan pagu anggaran terbesar yakni 4,1 Miliar yang terdiri dari 8.824 proyek selama Pelita I- II 1968-1978. Penetapan sejumlah megaproyek
tersebut dikarena kabupaten ini daerah surplus beras setiap tahun, sehingga dinilai perlu dikembangkan melalui program ekstensifikasi sawah dan intensifikasi sawah.
Gubernur Sumatera Utara Marah Halim bersama Dinas Pertanian Sumut, mendatangi sejumlah daerah pengembangan BimasInmas serta mendorong para petani untuk
memanfaatkan fasilitas yang telah disedikan seperti: pupuk subsidi, bibit unggul, dan pembangunan irigasi yang baik.
77
3.2.5 Penyaluran Kredit Petani
Pemberian Kredit Usaha Tani KUT oleh Bank dimaksudkan untuk membantu mengatasi keterbatasan modal kerja petani. Modal merupakan faktor utama
dalam peningkatan produksi. Seperti dijelasakan Hassan basri dikutip dari Sumitro Djojohadikusumo, kredit yang realisasinya dipakai untuk kegiatan produktif akan
meningkatkan kesejahteraan krediturnya. Pertama kali penyaluran kredit ini saat di mulainya program Bimas 1964. Tujuan penyaluran perkreditan adalah mempercepat
irigasi terhadap peningkatan produktivitas padi setelah adanya rehabilitasi sebesar 31,91 atau 15,12 kwha, sementara dalam hal pendapatan terjadi peningkatan pendapatan sebesar 50,28, sementara
untuk keuntungan terjadi peningkatan rata-rata sebesar 15,95.
77
Harian Waspada, 23 Juli 1975
54
laju peningkatan hasil produksi padi melalui penerapan teknologi baru, dengan kredit Bimas, Insus, dan Operasi Khusus serta membuka pasar uang di pedesaan agar suku
bunga dapat terkendali terutama mencegah terjadinya monopoli pasar uang.
78
Untuk menyalurkan kredit tersebut Bank Indonesia menunjuk Bank Rakyat Indonesia BRI untuk menyalurkan yang ditugaskan khusus, berdasarkan UU No.21
tahun 1968 adalah memperhatikan koperasi, usaha tani, dan nelayan serta perusahaan kecil disektor industri perdagangan dan jasa.
Kredit Usaha Tani secara prosedur disalurkan dananya 100 dari Bank Indonesia kepada petani dengan suku bunga rendah. Petani yang dapat memperoleh
kredit tersebut adalah petani yang kegiatannya mengolah tanaman padi, palawija, dan holtikultura.
79
Kegiatan Bank ini dalam rangka peningkatan produksi pangan terutama beras melalui program Bimbingan massal atau BIMAS dan Internsifikasi Massal atau
INMAS. Adapun penyediaan dana melalui BRI sebesar 100 dengan bunga 3 setiap tahun. Program ini di mulai pada tahun 19651966 yang isi paketnya disalurkan
pemerintah secara kredit seperti pupuk dan obat-obatan dan alat-alat produksi lainnya.
80
78
Faisal Kasryno. op.cit., hlm. 307
79
Hasan Basri Serio Lago. “Analisis Keterkaitan Produksi dan Pendapatan petani dengan Koperasi Usaha Tani di Kabupaten Deli Serdang”. Laporan Penelitian. Medan: Pascasarjana USU,
1998, hlm.14
80
Ibid., hlm.29
Besarnya pinjaman berkaitan dengan kebutuhan modal dan kesanggupan membayar kembali pinjaman serta suku bunganya. Sehingga kredit yang diberikan
55
disesuaikan dengan likuiditas dan risiko pengembaliannya, namun tidak melupakan azas pemerataan penyaluran kredit dengan mempertimbangkan debitor dan krditor.
Kesungguhan Bank Indonesia mendukung program ini tercermin dari kesediaan untuk ikut menanggung resiko kegagalan. Apabila terjadi kegagalan, maka
pemerintah akan menanggung sebanyak 50 dengan rincian, Bank penyalur dana menanggung 25, sedangkan Bank Indonesia menanggung 25.
81
Namun dalam pelaksanan dilapangan dihadapi masalah yaitu macetnya saluran kredit melalui Bank seperti yang dirasakan oleh petani di Kabupaten Deli
Serdang yang dengan sendirinya mengganggu proses produksi padi yang dikelola oleh petani tersebut.
Kebijakan ini menjadi solusi atas kekhawatiran petani untuk menggunakan kredit dari pemerintah
jika terjadi kegagalan panen. Dalam perkembangan mendukung pelestarian swasembada pangan khususnya
padi yang telah dicapai pada tahun 1984 dan pengembangan koperasi, pada tahun 1985 skim kredit Bimas yanng telah diberikan kepada masyarakat disempurnakan
oleh KUT disalurkan melalui Koperasi Usaha Desa KUD.
82
81
Ibid., hlm.31.
82
Ibid., hlm.32-3
Masalah lain yang muncul adalah pemberian kredit tidak terawasi dengan baik, baik penyaluran melalui BRI, BulOG, dan PN Pertani sama-sama
menawarkan kredit dalam bentuk tuna maupun sarana produksi. Sementara itu
56
koperasi desa biasanya pengelolaan organisasi, keuangan dan pendidikan rendah, ditugasi menagih pembayaran kredit.
83
Tab el.2 Perluasan Padi Sawah Bimas Di Sumatera Utara
Pengembangan luas tanaman padi sawah di Sumatera Utara Tahun
baku areal Ha luas Panen Ha
Kenaikan 1969
360.870 351.594
+2,6 1970
371.512 383.363
+9.0 1971
382.200 414.584
+9.2 1972
392.557 443.645
+7,0 1973
408.409 447.301
+0,8 1974
409.353 432.130
-3,4 1975
421.228 397.116
-8,28 1976
427.300 430.013
+8,12
Sumber: Sumut Membangun
Kelihatan bahwa panen padi sawah setiap tahun bertambah, walaupun pada tahun 1974-1975 terjadi penurunan. Penurunan luas panenan adalah akibat serangan
hama wereng yang sudah terjadi sejak tahun sebelumnya. Bertambahnya luas areal panenan selain akibat bertambahnya sarana pengairan, juga karena berkembangnya
varitas-varitas unggul yang relatif berumur pendek. Kenaikan yang terjadi menyatakan bahwa keinginan para petani sebagai
peserta bertambah banyak, akibatnya hasil yang diperoleh juga bertambah. Laporan Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara mengklaim jika program BimasInmas
83
Jan Oudejans, loc.cit.
57
tersebut memberatkan kepada masyarakat tani, luas areal tidak akan bertamabah.
84
Selanjutnya, kelihatan penurunan luas areal BimasInmas tanaman padi padi tahun 1974-1975, sebagai pengaruh serangan hama wereng yang menyebabkan merosotnya
produksi. Namun musim tanam tahun 1976-1977 areal BimasInmas kembali bertambah karena serangan hama wereng sudah dapat ditekan terutama dengan
penyebaran bibit padi tahan wereng.
85
3.2.6 Penyuluhan
Penyuluhan adalah suatu usaha atau cara untuk mendidik masyarakat untuk meningkatkan kepribadian, keterampilan, dan pengetahuan agar dapat diserap atau
dipraktikkan oleh masyarakat tersebut. Jadi, penyuluhan pertanian adalah suatu aktivitas pendidikan non-formal bagi petani yang berhubungan dengan masalah
pertanian di pedesaan sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan tertentu, cara atau metode tertentu.
86
Penyuluhan berfungsi sebagai jembatan atas kesenjangan antara praktik yang biasa dijalankan oleh para petani dengan pengetahuan dan teknologi
yang selalu berkembang menjadi kebutuhan para petani.
87
Untuk memperkenalkan program intensifikasi produksi, pemerintah pusat menugaskan pemerintah kabupaten melalui Dinas Pertaniannya untuk membantu para
84
Lihat, Sumatera Utara membangun Medan: Provinsi Sumatera Utara,1984, hlm.58
85
Ibid., hlm.59.
86
Luci Setiana. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bogor: Ghalia Indonesia, 2005, hlm.2
87
Ibid., hlm. 3
58
petani dalam memecahkan masalah mereka. Salah satunya adalah dengan mengirim petugas penyuluhan lapangan PPL ke desa-desa. Seorang PPL di tugaskan di 1-3
desa, dan ia akan mengunjungi setiap desa secara bergantian. Peran para PPL memang cukup membantu memberikan informasi baru mengenai teknik bertani dan
pengolahan padi maupun menanggapi kesulitan di lapangan. Untuk memaksimalkan pelaksanaan penyuluhan ke desa-desa yang sangat sulit terjangkau di tambah
kesulitan tingginya biaya yang dikeluarkan dalam merangkul semua petani desa di seluruh Sumatera Utara, maka pemerintah membuat kerja sama dengan perguruan
tinggi hal ini fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dengan melibatkan mahasiswa senior melakukan Kuliah Kerja Nyata.
88
Sejak di mulainya paket program Bimas, masyarakat secara umum terlibat dalam kredit mulai muncul sejumlah masalah, terkait dengan bimbingan teknis untuk
menggunakan dan memanfaatkan sebaik mungkin fasilitas yang tersedia untuk meningkatkan produksi. Petani Bimas sangat membutuhkan dampingan teknis dari
Tugas utama para mahasiswa KKN adalah memperkenalkan “Proyek Mahasiswa Terpadu” dengan memberikan
contoh nyata untuk mendorong para petani memanfaatkan lahan mereka yang sempit secara efektif sehingga menambah pendapatan selama krisis. Meskipun di lapangan
jumlah mereka tidaklah mencukupi untuk melakukan bimbingan terhadap petani.
88
Awalnya kegiatan ini diinisiasi oleh Institut Pertanian Bogor IPB yang mendorong Mahasiswanya turun langsung ke lapangan yang di mulai pada Januari 1988. Mereka yang telah di
perlengkapi dengan pengetahuan di perguruan tinggi di harapkan mampu mempraktikkannya bersama petani sesuai dengan kebutuhan.
59
penyuluh pertanian. Seiring berjalannya program Bimas, pemerintah juga meluncurkan program Inmas sebagai program pendamping.
3.3 Impelementasi Pemerintah Daerah Dalam Mencapai Target Produksi