77
Presiden, yang dianggap tidak becus mengendalikan harga kebutuhan pokok, dan menyerukan segera turun tangan menindak tegas pelaku penyeleweng tersebut.
Jika dilihat pergerakan aksi massa tersebut merupakan respon dari perkembangan keadaan ekonomi dan politik, karena aksi-aksi yang ada terdiri dari
kelompok-kelompok kecil yang memang menonjolkan reaksi spontanitas atas keadaan buruk yang insidentil. Untuk mencegah kekhawatiran aksi pemuda ini menjadi
gerakan nasional, maka Pemerintah melalui Panglima Daerah Jakarta May.Jend. Poniman memanggil beberapa eksponen “Gerakan Anti Lapar”. Pihaknya hanya ingin
mencegah jangan sampai ekses-ekses yang tidak di inginkan terjadi. Ia pun melanjutkan belum melihat gerakan anti lapar digunakan atau ditunggangi oleh
golongan politik tertentu, dan menyarankan agar aksi-aksi itu sebaiknya disalurkan melalui jalur konstitusional.
116
4.7 Mengatasi Kelangkaan Beras
4.7.1 Mekanisme Pasar Untuk Menjaga Stabilitas Harga Pangan
Sejak Orde lama hingga Orde Baru sekalipun tidak pernah terlepas dengan masalah ketersediaan pangan. Diperlukan berbagai usaha dan strategi untuk dapat
menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan yang cukup bagi masyarakat. Jika kita merujuk pada krisis Orde Lama tahun 1965—indonesia mengalami inflasi yang begitu
116
Ibid. hlm. 29
78
tinggi di mana bahan pangan menjadi penyumbang utamanya. Tentulah kita tidak dapat menyalahkan beras. Kalaulah kita secara seksama memperhatikan gejolak
tersebut, di awali dengan kelangkaan beras di mana-mana, yang berimbas pada harga pangan yang membumbung tinggi, dilanjutkan dengan inflasi tinggi menciptakan
ketidak-stabilan sosial—kondisi ini menjadi krisis ekonomi dan berubah menjadi krisis politik.
Pastinya kelangkaan beras pangan bukanlah satu-satunya menyebabkan terjadinya krisis ekonomi dan politik. Tapi merujuk pada fakta sejarah bahwa krisis
yang terjadi pada masa Orde Lama di mana kelangkaan beras membidani krisis ekonomi dan politik nasional.
Oleh karena rentannya komoditi beras terhadap gejolak-gejolak politik yang mempengaruhi kestabilan nasional, maka pemerintah melakukan intervensi melalui
mekanisme pasar beras, di mana komoditi ini berhubungan langsung dengan kepentingan publik dalam kehidupan sehari-hari serta menguasai hajat hidup orang
banyak. Untuk itu pemerintah diminta untuk berhati-hati membuat kebijakan yang akan menimbulkan konsekuensi terhadap setiap intervensi yang di lakukan.
Kegagalan pemerintah dalam menangani ekonomi beras akan sendirinya menggoncang sendi-sendi politik—dan pemerintah akan dijadikan kambing hitam.
117
117
Fachry, op.cit., hlm. 110-11
Bagaimana tidak, kesalahan maupun ketidak-sigapan lembaga negara mengelola dan menanggapinya membuat struktur ekonomi tidak kondusif lagi karena berdampak
79
langsung terhadap kehidupan daya beli rakyat—hingga menimbulkan kemiskinan secara massif.
Sejak tahun 1966 Orde Baru naik ketampuk tahta pemeritahan negeri ini, memberikan perhatian serius mengenai stabilitas harga beras di pasar. Pastinyalah
rezim yang baru ini telah mempelajari setidaknya memperhatikan situasi gejolak yanng terjadi sebelumnya. Sejak awal mereka masih percaya kepada kebebasan pasar,
namun intervensi dilakukan terhadap ketersediaan beras untuk menurunkan harga di pasar dan secara berangsur-angsur menata kembali pasar dan stabilitas harga beras
secara nasional.
118
Tepat sebulan pasca di keluarkannya Supersemar, tepatnya tanggal 23 Maret 1966 dikeluarkanlah Keputusan Presidium Kabinet Ampera No. 871966, dengan
membentuk Kolognas Komando Logistik Nasional menggantikan BPUP. Meskipun Kolognas telah berhasil menekan laju harga beras, namun kenaikan harga yanng
terjadi tahun 1967 pemerintah mentranformasi Kolognas menjadi Bulog Badan Urusan Logistik pada tanggal 10 Mei 1967 dengan dikeluarkannya Keppres
No.2721967. Adapun tugasnya untuk melakukan pengendalian operasional pengadaan dan pendistribusian kebutuhan pokok, seperti beras.
119
118
Ibid., hlm. 116
119
Pada tahap awal fungsi utama Kolognas adalah mensuplai kebutuhan beras bagi pegawai negeri dan keperluan koprs Militer, di saat itu kita tahu bahwa gaji kaum sipil dan militer sebagian
dibayarkan dalam bentuk beras. Setelah berubah menjadi Bulog, kini tugasnya lebih berat yakni berfungsi secara tunggal mengendalikan kebutuhan pangan nasioanl. Ibid.,hlm.117-20
Badan ini bersifat non-departemen berada di bawah tanggung-jawab Presiden.
80
4.7.2 Distribusi Beras
Untuk memaksimalkan distribusi pangan hingga ke daerah-daerah pedalaman sekalipun maka pemerintah melakukan rehabilitasi atau up-grading sejumlah
infrastruktur vital yang berdampak besar terhadap integrasi ke semua daerah. Soeharto mengintruksikan melalui pidato kenegaraannya yang akan memperbaiki akses ke
setiap daerah di Sumatera Utara.
120
4.7.3 Peranan Bulog Dalam Menjaga Ketahanan Pangan
Pemerintah sadar bahwa tanpa ada infrastuktur yang baik akan menghambat konektivitas setiap barang dan jasa yang akan
berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Ada begitu banyak kelompok yang telibat dalam proses kegiatan pangan baik
semua dinas dan badan swasta yang memiliki peran penting di mulai dari produksi pangan, panen dan pengolahan pangan, penyimpangan dan pengawetan pangan,
distribusi pangan, pemasaran pangan, sanitasi pangan, penyiapan pangan dan konsumsi dan penerimaan pangan
Badan Urusan Logistik Bulog didirikan pada tahun 1967 dengan tugas melakukan pembelian kebutuhan pangan yang di pasok untuk kalangan militer,
instansi pemerintah dan badan negara lainnya saja. Bulog merupakan transformasi dari Komando Logistik Nasional Kolognas berdasarkan Keputusan Presidium
120
Pidato Soeharto, op.cit., hlm. 101
81
Kabinet Ampera No.871966.
121
Namun tahun 1970, fungsinya di perluas meliputi tanggungjawab memelihara stabilitas harga melalui kebijakan pembelian, import,
pemasaran dan penetapan harga.
122
Melalui badan ini pemerintah Indonesia leluasa melakukan pengontrolan terhadap distribusi dan harga barang-barang kebutuhan
pokok, utamanya beras, gula dan terigu. Sejak tahun 19661967 BULOG diberi wewenang untuk berpartisipasi sebagai penyandang dana ke tiga provinsi utama
pengembangan Bimas yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah dn Sumatera Utara.
123
Secara fungsinya Bulog memberikan basis tatanan politik dan sosial dengan menjamin pasokan dan harga kebutuhan pokok. Karena menangani masalah beras
bukanlah perkara mudah, kelihatannya sederhana sebatas memasok beras ke pasar dengan cukup secara rutin. Namun bagaiman untuk menjamin ketersediaan beras
tetap cukup, itu masalah yang paling utama. Beras sebagai “komoditi” politik sangat rentan pada timbulnya sejumlah ramifikasi persoalan. Mengusahakan beras tidak
menjadi sumber inflasi dan mengusahakan supaya beras dapat digunakan sebagai Adapun
dana tunai tersebut disalurkan langsung melalui Bupati-bupati kepada Kepala Desa yang membagikan secara langsung ke petani, sementara faktor-faktor produksi
ditangani oleh PN Pertani.
121
Tugas dan peran Kolognas pada awal pembentukan di fokuskan menangani masalah kestabilan harga pangan tinggi pasca runtuhnya kekuasaan Orde Lama. Catatan khusus Kolognas;
pemerintah pusat memberikan wewenang untuk melakukan impor beras dalam jumlah ratusan ribu ton untuk mencukupi kebutuhan pangan dan gejolak harga pasar. Fachry Ali dkk, op.cit., hlm.117
122
Richard Robinson. Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia. Jakarta: Komunitas Bambu, 2012 hlm. 179
123
Lihat, Jan H.M. Oudejans. Perkembangan Pertanian di Indonesia terj.Edhi Martono. Yogyakarta: UGMpress,2006, hlm.52. Lihat juga, Ann Booth, op.cit., hlm.36
82
senjata untuk menjinakkan inflasi yang mengganas sebagai operasi pemulihan kestabilan. Bulog diharapkan menjadi pintu gerbang penyuplai makanan pokok bagi
masyarakat dituntut peka terhadap kondisi terkini untuk membaca kebutuhan pasar dan mampu membuat kebijakan tetap sasaran melalui mekanisme pasar maupun
mekanisme harga. Perannya yang strategis memaksa Bulog mampu mengendalikan jumlah peredaran beras di lapangan, dengan menguasai sekitar 5-7 dari produksi
beras secara nasional.
124
Akan tetapi, badan ini menjadi pemupukan kapital korporasi domestik dengan wewenang yang dimilikinya dalam membagi alokasi distribusi dan kontrak,
menjadi lahan subur bagi kaum birokrat politik untuk menghasilkan keuntungan pribadi maupun, seperti dikutip dari Kepala Bulog Bustanul Arifin, “setelah
Pertamina, banyak orang percaya disinilah Bulog kalian bisa mendapatkan uang.”
125
Bulog dengan kapasitas dan wewenang yang di milikinya dibebani tugas yang begitu sensitif terhadap gejolak sosial. Tidak hanya sebatas penyedia kebutuhan
pangan, lembaga ini juga harus kreatif memfasilitasi maupun melakukan distribusi ke perusahaan swasta dalam melakukan injeksi pasar. Namun Robinson melihat bahwa
monopoli Bulog dalam import, distribusi dan pembelian manufaktur bahan pangan hanya memberikan pertumbuhan kelas kapitalis domestik swasta.
126
124
Fachry, op.cit., hlm. 364
125
Anne Booth, loc.cit
126
Lihat Richard, op.cit., hlm. 180
83
Terdapat beberapa kejanggalan distribusi beras yang di jalankan oleh Bulog melalui Dolog Sumatera Utara dari beberapa hasil kajian dari tahun 1981-1997. Dari
tabel 3 di bawah setidaknya ada 5 tujuan penyaluran beras oleh Bulog yaitu: Pegawai
Negeri, ABRI, PNPTP, Pegawai Otonom dan terakhir pasar. Sejak tahun 1985-1997 terjadi peningkatan distribusi ke Pegawai negeri, yang sedikit anehnya di tahun 1986
peningkatan cukup signifikan hampir 13 kali lipat dari 1.661 Ton menjadi 21.118 ton. Sementara suplai beras bagi PN, pegawai otonom dan ABRI sangat fluktuatif dan
cenderung peningkatan dan penurunannya tidak terlalui signifikan. Begitu juga dengan distribusi terhadap pasar sebagai bagian dalam intervensi harga pangan di
sesuaikan dengan stok ketersediaan di pasar, sehingga jika sewaktu-waktu terjadi kekosongan, maka Bulog antar menginjeksi sejumlah besar untuk menekan
peningkatan harga pangan.
84
Tab el.3 Harga Eceran Beras Di Pasar Ibukota KabupatenKotaTahun 1978-1999
No. Nama KabupatenKota Rpkg
Nias Padang Sidempuan
Tarutung Rantau Prapat
Kisaran Sidi-
kalang Sibolga
Tj. Balai
P. Siantar
Medan Binjai
1978 134,5 141,7
141,2 187,7
136,6 153,6
162,5 148,2
157,4 142,0
150,3 1979 154,5
158,7 155,2
218,7 173,0
189,6 206,2
221,7 174,4
151,2 147,4
1980 224,5 228,7
190,0 277,5
226,7 209,0
218,1 230,2
226,6 209,3
222,2 1981 261,5
263,7 236,4
310,7 258,5
244,9 237,0
246,7 235,6
203,5 231,0
1982 311,9 247,0
265,9 303,0
255,5 250,8
239,8 235,5
245,2 233,7
241,3 1983 -
- -
- -
- -
- -
- -
1984 - -
- -
- -
- -
- -
- 1985 -
- -
- -
- -
- -
- -
1986 451,7 383,3
396,5 432,2
464,9 398,0
442,2 351,6
394,8 349,1
385,5 1987 539,1
433,2 429,2
474,2 575,9
473,7 514,9
464,2 465,9
396,9 454,9
1988 849,3 499,4
502,2 610,1
608,9 537,5
583,7 488,9
536,3 527,8
625,4 1989 908,3
529,1 634,9
716,2 686,5
615,7 639,0
572,7 638,7
570,9 734,5
1990 916,7 555,0
610,9 757,7
691,7 620,4
640,5 555,6
621,2 559,5
720,8 1991 1045,0 572,2
675,1 728,3
779,1 705,8
761,2 639,4
653,7 589,3
751,0 1992 1110,6 609,4
738,3 774,6
780,0 750,0
713,6 752.0
716,03 610,4
715,5 1993 1234,3 536,1
694,5 821,9
759,6 733,8
691,2 608,7
654,1 582,3
800,0 1994 1250,0 756,8
793,3 943,6
816,5 929,1
835,5 650,0
837,4 680,5
767,0 1995 -
- -
- -
- -
- -
- -
1996 1779,1 943,1 1149,9
950,0 1237,5 1102,8 1040,0 970,8
1017,4 868,4
1075,0 1997 1568,7 1132,6
1189,2 1275,0
1334,3 1217,1 1221,8 1179,1 1246,4 1025,1 1266,6
1998 2181,6 2320,7 1977,2
1751,2 3479,0 3375,4 1600,9 1958,3 2406,3
2741,8 2253,1 1999 3282,7 3181,6
2472,3 1972,6
3567,7 3572,6 2320,7 2427,2 3479,0 2842,7 3270,0
Sumber data: - BPS diolah
85
Namun, melihat data penyaluran beras yang di lakukan oleh Dolog Sumatera Utara, terdapat kejanggalan terdapat besaran distribusi yang dikeluarkan oleh Bulog
dalam tabel di bawah, yakni distribusi kelain-lain maupun susut beras. Bagaimana mungkin terjadi susut beras dalam jumlah lebih dari seribu ton dalam setahun.
Bahkan di tahun 1985 dan 1986 susut beras sebesar
3.124 ton dan 4.271 ton.
Stok beras di tahun tersebut juga dalam kondisi yang aman baik secara regional maupun
nasional. Hal ini butuh penelitian lebih lanjut secara terperinci, bagaimana sebenarnya kondisi beras di saat itu.
Ketika pun terjadi pertambahan perluasan areal BimasInmas, termasuk juga peningkatan penggunaan teknologi, belum mampu mendongkrak produksi secara
signifikan. Defisit beras terjadi hampir setiap tahun. Tahun 1978 saat harga beras mulai tinggi yang diakibatkan oleh kekosongan pasokan—menutupi kekurangan
tersebut Bulog melalui DOLOG-SU harus mengimport beras sebesar 180.000 ton beras dari luar Pulau Sumatera
127
127
Sumatera Membangun, op.cit., hlm.62
.
86
Tab el. 4 Penyaluran Dan Penjualan Beras DOLOGSU Ton
Tahun Pegawai
negeri ABRI
PNPTP Pegawai Otonom
Pasar Lain-
lain Susut Total
1981 1.611
18.168 52.239
20.581 41.330
1.865 683
136.777 1982
2.348 17.233
52.777 58.727
14.872 3.095
1.634 150.683 1983
2.386 16.942
48.826 58.161
29.170 1.009
870 157.334
1984 1.529
16.306 35.741
60.591 4.465
502 220
119.354 1985
1.557 15.622
36.740 58.672
48.754 4.852
3.124 109.321 1986
1.661 15.238
38.738 63.500
52.859 60.160
4.271 236.317 1987
21.118 14.607
36.382 39.685
25.082 50.884
886 180.644
1988 28.756
13.502 46.878
39.296 15.563
1.341 359
145.695 1989
30.588 15.244
41.981 39.546
3.550 902
1.802 133.613 1990
32.480 13.031
37.682 39.786
563 55.660
10 179.212
1991 30.084
13.489 34.156
42.906 12.737
2.622 7
136.001 1992
31.107 12.550
35.263 43.518
150 2.875
9 125.476
1993 31.274
13.702 38.479
44.956 10.701
53.104 12
192.298 1994
31.515 13.622
45.967 45.568
65.822 1.544
- 204.038
1995 33.633
13.606 41.980
45.233 45.693
105.265 13 285.423
1996 31.660
14.706 40.970
45.087 36.244
2.961 -
171.656 1997
31.670 14.703
38.980 45.186
102.382 1.009 -
233.930
Sumber: BPS data di olah
Pada tahun 1982, pemerintah mengambil kebijakan tidak populer yakni menaikkan harga bahan bakar minyak BBM ditengah booming minyak Indonesia.
Bustanul Arifin selaku kepada Badan Urusan Logistik BULOG menyatakan bahwa kondisi pangan daerah maupun secara nasional berada dalam kondisi cukup dalam
beberapa bulan ke depan dan yakin tidak akan terjadi kelangkaan beras di pasar. Untuk mengantisipasi inflasi di daerah akibat kenaikan BBM, beliau mengintruksikan
87
BULOG melalui DOLOG segera melakukan operasi pemasaran pangan beras untuk memastikan harga tetap stabil dan berkoordinasi dengan seluruh daerah
Kabupatenkota mengantisipasi kelangkaan beras.
128
Pada periode Repelita Kedua 1974-1978 pemerintah mengintruksikan untuk melakukan upaya maksimal dalam
meningkatkan produksi beras yang kemudia disertai dengan pembangunan gudang- gudang BULOG baru di setiap Kabupaten.
129
4.8 Pencapaian Swasembada Beras