Industri Radio Komunitas Landasan Teori

commit to user radio juga sudah bergeser ke teknologi digital internet dan satelit. Radio merupakan media massa yang paling menyebar. Kini Indonesia sedang menjalani masa menuju demokratisasi penyiaran. Undang – undang penyiaran no.32 tahun 2002 secara langsung maupun tidak langsung memberikan perubahan terhadap peran radio. Lembaga Penyiaran yang ada saat ini adalah swastakomersial, publik, dan komunitas. Lembaga penyiaran publik merupakan pengganti istilah lembaga penyiaran milik pemerintah, seperti RRI dan TVRI. Sementara itu, selama 35 tahun lebih, wacana komunitas relatif masih asing di Indonesia Masduki, 2003.

4. Industri Radio Komunitas

Secara konseptual “Komunitas” berasal dari kosakata bahasa Inggris Community. Kosakata ini merujuk pada level ikatan hasil interaksi social yang terjadi di masyarakat. Oxford Learner’s Dictionary menyebutkan bahwa community berarti all the people with the same interest sekelompok orang yang memiliki kepentingan yang sama. Ruang lingkup masalah yang kecil dan kesamaan kepentingan merupakan indikator penyiaran komunitas sebagai very low powers transmitter di berbagai Negara di dunia Masduki, 2003. Pengertian radio komunitas menurut Carlos A. Arnaldo diartikan sebagai sebuah proses atau peristiwa sosial dimana para anggota dari sebuah komunitas commit to user bergabung bersama – sama untuk merancang berbagai program, memproduksi dan menyiarkannya Colin Fraser dan Sonia Restrepo Estrada, 2001. Sedangkan Louie N. Tobing, Vice President for Asia French Acronym for World Association of Community Radio Broadcaster AMARC memberikan batasan tentang radio komunitas. Menurut Louie radio Komunitas adalah suatu stasiun penyiaran yang di operasikan di suatu lingkungan atau wilayah tertentu yang diperuntukkan khusus bagi warga setempat yang berisikan acara dengan ciri utama informasi daerah atau local content Sulaiman, 2003. Selain itu, radio komunitas atau radio swadaya masyarakat juga dimengerti sebagai suatu kumpulan dari orang-orang yang berpartisipasi secara aktif dalam mengatur dan membuat program acara. Anggotanya terdiri dari komunitas individu dan badan-badan lokal lainnya sebagai sumber daya manusia yang utama didalam mendukung pengoperasian radio swadaya masyarakat. Radio komunitas biasanya menggunakan transmiter bertenaga rendah antara 20-100 watts, yang digabung dengan beberapa alat yang sesuai dengan kebutuhan untuk itu. Menurut Hinca I. Panjaitan, beberapa berbedaan antara radio komunitas dengan radio komersil adalah sebagai berikut : TABEL 2 Perbedaan radio Komunitas dengan Radio Komersial commit to user Radio Komunitas Radio Komersial Daerah Kawasan khusus, terpencil, populasi kecil Kota utama, jumlah populasi besar Tujuan Pengembangan Pendidikan terbaik bagi komunitas Keuntungan terbaik bagi pemilik Pemilikan Komunitas Pengusaha Manajemen Badan Komunitas Media Direktur Utama Duari Siaran Pendenk terbatas Ekstensif penuh Staf Penyiar Sukarelawan Profesional dibayar Transmitter Kekuatan rendah 20-100 watt Kekuatan besar 1KW- 5KW Fasilitas Sederhana Canggih, lengkap Sumber dana Bantuan komunitas, subsidi Iklan Komersial Pertisipasi Tinggi Rendah Bentuk Demokratis, terbuka Ikut aturan ekonomi politik Sumber : Hinca I. Panjaitan, Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah Radio komunitas menjadi penting karena bisa memberikan akses informasi bagi masyarakat sebagaimana juga memberikan mereka akses bagi pengetahuan tentang bagaimana cara berkomunikasi. Informasi terkini dan terperecaya dan memang relevan untuk disebarluaskan, dipertukarkan dan dilakukan secara kontinyu. Masyarakat pendengar diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri mereka sendiri, baik dari sisi sosial, politik, budaya dan sebagainya. Dalam tataran yang demikian, maka sesungguhnya radio komunitas membantu menempatkan masyarakat untuk secara proaktif dan cerdas bertanggung jawab dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi secara mandiri Colin Fraser commit to user dan Sonia Restrepo Estrada, 2001. Karakteristik radio komunitas dicirikan oleh kepemilikan dan penyusunan programnya serta komunitas yang menjadi kewenangannya. Radio komunitas bisa dimiliki dan dikontrol oleh sebuah organisasi nirlaba yang strukturnya memungkinkan keanggotaan, manajemen, dan penyusunan program dilakukan oleh seluruh anggota komunitas. Susanto, 1982. Dalam menjalankan peran dan fungsinya, radio komunitas sebagai lembaga penyiaran komunitas memiliki stuktur organisasi yang berbeda dengan jenis media lainnya seperti media pemerintah maupun swasta. Perbedaan ini terutama merujuk pada adanya partisipasi warga atau komunitas dalam pendirian dan pengelolaannya Andriana, 2010. Radio komunitas di Indonesia mulai berkembang pada tahun 2000. Radio komunitas merupakan buah dari reformasi politik tahun 1998 yang ditandai dengan dibubarkannya Departemen Penerangan RI. Departemen Penerangan sebagai otoritas tunggal pengendali media di tangan pemerintah. Akhirnya pada tahun 2002, atas bantuan banyak pihak, inisiatif masyarakat, terutama dalam suatu komunitas yang dibatasi geografis, radio komunitas disahkan dalam undang – undang Nomor 32 tentang Penyiaran. Hak tersebut tertuang dalam pasal 21, yaitu partisipasi masyarakat, yang disebut sebagai penyiaran komunitas. Sejak Undang – undang penyiaran disahkan, hingga saat ini telah tumbuh ratusan radio komunitas diseluruh Indonesia, dengan konsentrasi tebesar di Jawa Barat dan Jawa Timur Basuki Suhardiman dan Wirayanti dan Yerry commit to user Niko Borang, 2009. Menengok peristiwa demi peristiwa yang melibatkan radio sebagai alat komunikasi, maka tidak dapat dipungkiri kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh kemajuan metode komunikasi dan alat komunikasi yang digunakannya. Radio Siaran atau Radio broadcasting, terutama penyiaran komunitas telah mengalami fase perubahan yang cukup signifikan secara legalitas, terlebih sejak ditetapkannya UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Radio komunitas di Indonesia, sifatnya mirip dengan Radio komunitas di negara lain, khususnya di Amerika Serikat. Di Amerika sendiri, radio komunitas dikenal sebagai Low Power FM LPFM. Sesuai dengan namanya, sifat LPFM adalah siaran untuk komuntitas di area tertentu, menggunakan pemancar jenis modulasi FM dengan daya pancar maksimal 100 watt ERP effective radiated power , dan daya jangkau sekitar 6 km dari titik pancar Basuki Suhardiman dan Wirayanti dan Yerry Niko Borang, 2009. Radio komunitas di Indonesia rata – rata memiliki spesifikasi mirip LPFM. Kemiripan dapat terjadi disebabkan faktor goegrafis – kultural dan faktor teknis. Secara geografis – kultural, penduduk Pulau Jawa, terutama di pedesaan adalah petani, dengan tingkat kepadatan dan kekerabatan yang cukup tinggi. Maka terciptalah pemancar radio dengan power rendah yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Salah satu alasan memilih power rendah adalah rendahnya biaya untuk membuat pemancar power rendah dibawah 100 Watt, sehingga pemancar dapat dibuat sendiri atau secara kolektif Basuki Suhardiman dan Wirayanti dan commit to user Yerry Niko Borang, 2009. Radio Komunitas tidak banyak dikenal oleh orang ketimbang radio komersil pada umumnya. Hal ini disebabkan oleh pendiriannya yang memang diperuntukkan hanya bagi komunitas tertentu. Dalam Pasal 21 UU Penyiaran, lembaga penyiaran komunitas diatur sebagai berikut : 1. Berbentuk badan hukum Indonesia 2. Didirikan oleh komunitas tertentu 3. Bersifat Independen 4. Tidak bertujuan komersil atau bagian dari suatu perusahaan 5. Memiliki daya pancar rendah, jangkauan wilayah terbatas 6. Untuk melayani kepentingan komunitas, yakni mendidik dan memajukan komunitasnya Secara umum layanan siaran radio komunitas dibagi dalam tiga hal : 1. Budaya, meliputi siaran hiburan seperti musik, sandiwara, komedi dan sebagainya. 2. Pendidikan, seperti konseling, konsultasi, kewirausahaan, penyuluhan, dan sebagainya. 3. Informasi, meliputi berita, feature, dokumenter, diskusi interaktif, dan sebagainya. Saat ini jumlah stasiun radio komunitas di Indonesia diperkirakan telah mencapai 500 stasiun. Meskipun keberadaan radio komunitas di Indonesia telah diakui dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, tetapi masih banyak commit to user kendala yang ditemui dalam upaya untuk mengembangkannya. Salah satunya adalah alokasi frekuensi. Sementara ini aturan dalam hal penggunaan frekuensi, pemerintah berpedoman pada SK Menteri perhubungan Nomor 15 dan 15a, bahwasannya radio komunitas diberikan 3 kanal 202, 203, 204, atau menempati frekuensi 107.7, 107.8, 107.9 dengan jangkauan siaran 2,5 km dan ERP power maksimal 50 watt. Apabila aturan tersebut digunakan di daerah perkotaan yang padat maka yang terjadi rakom sulit memetakan siapa audiensinya dan secara teknispun sulit. Hal tersebut terjadi di beberapa daerah di Indonesia,misalnya radio komunitas kampus yang jaraknya sangat berdekatan berakibat terjadinya kesalah pahaman atau konflik-konflik baru karena dengan 3 frekuensi yang sama saling berdekatan, dan saling bertabrakan. Lalu jika aturan tersebut dilaksanakan di daerah yang luas seperti Kalimantan dengan jarak jangkauan siaran 2,5 km, yang akan mendengarkan radio tersebut hanya beberapa kepala keluarga saja, padahal dalam proses perijinan rakom harus memperoleh dukungan minimmal 51 atau 250 orang komunitasnya Widarto, 2009 Dalam hal pendanaan, layanan radio komunitas dibuat dan dioperasikan sebagai lembaga nirlaba. Dana yang didapat oleh layanan radio komunitas berasal dari berbagai sumber. Gabungan dari sumber – sumber tersebut diharapkan dapat membuat layanan radio komunitas bisa mandiri Colin Fraser dan Sonia Restrepo Estrada, 2001. Mengenai sumber pembiayaan radio komunitas diatur melalui Pasal 22 UU Penyiaran, yakni : commit to user a. Kontribusi komunitas b. Sumbangan c. Hibah d. Sponsor e. Sumber lain yang tidak mengikat Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dipahami radio komunitas memiliki keleluasaan memperoleh sumber dana non komersial dari mana saja, selama tidak mengikat. Namun, sumber dana utama radio komunitas tetaplah harus dari sumbangan komunitas. Sementara sumber dana yang tidak diperbolehkan untuk radio komunitas adalah : a. Dana bantuan awal dari pihak asing b. Dana bantuan operasional dari pihak asing c. Iklan komersial selain iklan layanan masyarakat Mengelola sebuah radio komunitas membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Masalah pembiayaan ini seringkali menjadi halangan bagi keberadaan sebuah radio komunitas. Saat ini banyak radio komunitas yang menggantungkan sumber pendapatannya dari hibah dan sponsor. Kadang pada akhirnya berakibat pada masalah keuangan yang rawan isu dan dugaan yang tidak bertanggungjawab. Pengelolaan keuangan yang baik sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan radio komunitas. Dalam masalah perizinan, radio komunitas di Indonesia masih mengalami kendala. Setelah mendapat pengakuan dari UU Penyiaran tahun 2002, regulasi commit to user yang berada di bawahnya seperti Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih detail soal perizinan atau frekuensi dianggap masih belum mendukung perkembangan radio komunitas sepenuhnya. Prosedur perijinan yang disusun oleh Komisi Penyiaran Indonesia KPI meskipun telah melalui proses konsultasi kepada beberapa radio komunitas juga masih terlalu berbelit-belit dan panjang. Radio komunitas harus mengajukan surat permohonan kepada kepada KPI-D, lalu KPI-D akan verifikasi dan evaluasi. Apabila tidak memenuhi syarat maka surat permohonan akan dikembalikan, apabila disetujui permohonan akan di lanjutkan ke KPI Pusat. Di KPI Pusat prosesnya hampir sama, yaitu di kompilasikan melalui forum bersama antara Pemerintah inter-departemen departemen yang berkaitan dengan penyiaran seperti Perhubungan, Depkominfo dan KPI Pusat. Bayangkan jika masyarakat di Papua mau membuat radio komunitas, mereka harus urus perijinan sampai ke Jakarta. Oleh karena itu telah diusulkan agar perijinan bisa keluar di tingkat KIP-D Widarto, 2009. Kegiatan radio komunitas adalah soal pelibatan engagement. Dalam praktik keseharian siaran selalu ada upaya melibatkan partisipasi khalayak. Bahkan saat ini keterlibatan pendengar adalah salah satu syarat operasi radio komunitas. Kegiatan radio secara luas adalah siaran lewat udara dan pertemuan langsung. Sedangkan mengenai program siaran yang dibuat, sebaiknya dilandaskan pada apa yang menjadi kebutuhan komunitas Masduki, 2004. Warga anggota commit to user komunitas memiliki peranan tehadap maju dan mundurnya radio komunitasnya. Di saat persaingan radio makin ketat, setiap radio dituntut untuk kreatif merancang program semenarik mungkin untuk memenuhi kebutuhan pendengar, serta membuat variasi – variasi baru sajian hiburan yang disuguhkan agar pendengar juga tidak jenuh. Menurut Robert McLeish ada beberapa prinsip yang harus dipegang pengelola radio dalam menyusun program siaran. Pertama mampu memaparkan semua ide, baik yang radikal, tradisional maupun pro kemapanan. Prinsip berikutnya, membantu individu dan kelompok dalam masyarakat untuk bisa saling berbicara mengembangkan sikap peduli sebagai anggota masyarakat majemuk. Ketiga mampu memobilisasi sumber daya publik dan pribadi baik dalam situasi darurat maupun normal sehingga terjadi distribusi kekayaan, kesejahteraan dan keamanan secara merata. Keempat membantu pendengar mengembangkan persetujuan objektif dan menentukan piihan politik, membantu terjadinya debat sosial politik, mengekspos isu – isu dan pilihan – pilihan rasional bagi publik dalam melakukan aksi. Dan prinsip yang terakhir, mampu menjadi alat kontrol kekuasaan dan menjalin kontak dengan publik dalam proses komunikasi yang demokratis Masduki, 2004. Dengan demikian, radio tidak sekedar menghibur dan menjauhkan pendengar dari realitas sosial yang harus mereka pecahkan secepatnya. Oleh karena itu, media auditif ini di anjurkan tidak mengakses wacana antisosial, tidak commit to user membentuk sikap hedonis, tidak membentuk arena baru bagi konflik sosial yang tidak perlu, tidak membentuk masyarakat yang permisif, acuh tak acuh terhadap problem social, dan tidak membentuk figur penghayal, tetapi membentuk figur yang kreatif dan optimis Masduki, 2004.

5. Studi Delphi

Dokumen yang terkait

jurnal RADIO KOMUNITAS

0 8 10

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TARIF IKLAN PADA RADIO SWASTA DI KOTA JOGJA DAN SOLO (Studi Kasus pada Berbagai Radio Siaran Swasta Nasional di Kota Jogja dan Solo)

1 33 157

TINJAUAN STASIUN TV DAN RADIO KOMUNITAS LANDASAN KONSEPTUAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN STASIUN TV DAN RADIO KOMUNITAS JOGJA BERKEBUN DI YOGYAKARTA.

64 403 39

RADIO KOMUNITAS SEBAGAI RADIO DAKWAH Radio Komunitas Sebagai Radio Dakwah (Analisis Deskriptif Kualitatif Radio Bani Adam FM sebagai Radio Komunitas Dakwah di Boyolali).

0 1 14

PENDAHULUAN Radio Komunitas Sebagai Radio Dakwah (Analisis Deskriptif Kualitatif Radio Bani Adam FM sebagai Radio Komunitas Dakwah di Boyolali).

0 2 25

VARIASI PERKEMBANGAN WILAYAH DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN WILAYAH DI KECAMATAN Variasi Perkembangan Wilayah dan Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Wilayah di Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar Pada Tahun 2006 dan

0 0 17

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN INDUSTRI BATIK DI KAWASAN SENTRA BATIK LAWEYAN SOLO.

1 8 123

Pemanfaatan Radio Komunitas di Lingkunga

0 0 5

"RADIO KOMUNITAS MERAPI FM" Studi tentang keterlibatan Komunitas dalam pengelolaan Radio Merapi FM Edi Panutra Priyandono W. Atmojo Abstract - Radio Komunitas Merapi FM Studi Tentang Keterlibatan Komunitas dalam Pengelolaan Radio Merapi FM

0 0 8

UNIVERSITAS NEGERI MANADO FAKULTAS TEKNIK P T I K 2010 KATA PENGANTAR - MAKALAH Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan anak

0 1 10