PREDIKSI PERKEMBANGAN RADIO KOMUNITAS (Studi Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Radio Komunitas di Yogyakarta dan Solo)

(1)

commit to user i

PREDIKSI PERKEMBANGAN RADIO KOMUNITAS

(Studi Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

Radio Komunitas di Yogyakarta dan Solo)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Ilmu Komunikasi

Oleh:

Ifa Rizty Fauzia

D 0206118

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

commit to user ii


(3)

commit to user iii


(4)

commit to user iv

HALAMAN MOTTO

Jika kita sungguh – sungguh menginginkan kesuksesan,

Maka kesuksesanlah yang pada akhirnya menunggu kita.

(aku)

always do your best today, because today will not be repeated


(5)

commit to user v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Untuk cinta dan kasih sayang yang tak pernah padam...

Bpk. Eko Indawan (alm.) & Ibu. Siti Fajaroh (almh.)

Alhamdulillah...

Pak..Bu.. Anakmu lulus

J


(6)

commit to user vi

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT atas segala anugerah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Prediksi Perkembangan Radio Komunitas (Studi Faktor - faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Radio Komunitas di Yogyakarta dan Solo). Penyusunan skripsi ini merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban penulis sebagai mahasiswa guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari semua pihak yang telah mendukung serta membantu penulis selama ini. Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Prahastiwi Utari, M.Si, Ph.D, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UNS, terima kasih atas bantuan dan ilmu yang diberikan.

2. Bapak Drs. Hamid Arifin, M.Si, sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UNS, terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan.

3. Bapak Mahfud Anshori, S.Sos, M.Si, terimakasih atas segala kesabaran, masukan dan ilmu – ilmu yang sebelumnya tidak penulis pahami, serta untuk motivasi yang begitu besar selama proses penyusunan skripsi. Maturnuwun pak…


(7)

commit to user vii

4. Ibu Nora Nailul Amal, S.Sos, MLMEd.Hons, atas pinjaman bukunya, masukan,

nasehat dan semangatnya kepada penulis, terimakasih banyak bu…

5. Mas Budi jurusan yang selalu bersedia direpotkan oleh segala keperluan administrasi yang diperlukan terkait penelitian ini.

6. Pakdhe dan Budhe Syaukani, ucapan terima kasih tak akan pernah cukup untuk

menggambarkan segala kasih sayang dan perhatiannya selama ini, serta doa yang selalu di panjatkan untuk penulis. Kalian sungguh luaaaarrrr biasa…

7. Mbak Asti, Mbak Nunik, Mas Oji, Mbak Ririn dan adikku Adrian, terimakasih atas perhatian, kasih sayang,doa dan motivasinya agar penulis cepat lulus. Juga “trio ucilku” Aya, Yona dan icha, yang selalu menghibur aunty saat stress mikir skripsi J Sungguh sebuah anugrah mempunyai keluarga seperti kalian..

8. Pak Mardi, Pak Kun, Pak Hendro, Pak Kis, Pak Haribawa, Mas Agung, Pak Heri, Mbak Lucy dan Mas Gianto. Terimakasih atas waktu, bantuan serta ceritanya. 9. “Adhe” desi dan “Nana” Krisna.. Kalian sahabat terhebat dan tergila dihidupku.

15 tahun tidak akan pernah cukup untuk kita saling berbagi… I love uuu darl… 10. Sahabat terbaikku Senja dan Vian, makasih dorongannya untuk cepet lulus, mari

kita taklukkan dunia! Dan Ari “cung” Uhhuy… makasih semangatnya juga McFlurry-nya saat sesi curhat J I’ll miss this moments...

11. Temen2 terbaikku: Laras, makasih untuk penampungan sementara di jogja dan icun makasih banyak sudah mau menemaniku keliling jogja mencari narasumber


(8)

commit to user viii

Juga temanku yang lucu – lucu Faka dan duo Supra-dika, kicauan – kicauan kalian selalu menjadi motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

12. Forever Love-ku, Dian dan mbak Pipit untuk segala kebersamaan dan keceriaan selama ini, sehari tak bersama, hidup terasa hampa. Salam Marissa!! Juga semua penghuni PA Kost : Ima, Intan, ida, destia, cintya,diah, septi, dian.. U rock gals!!

13. KelompokSatu Adv. dan Victory Adv. Untuk semua pengalaman, kegalauan dan

kebersamaan yang telah kita lewati bersama. Nuwun yaks!

14. Fiesta FM yang pernah menjadi rumah kedua saya di Solo.. banyak pengalaman kudapat darimu. Dan buat temen seperjuangan yang sangat saya cintai : Lopi, Nunung, Yudo, mba Citra, Agung, Wendy, Nikky, Nino, Mas Don, mba Ronar, mba Rea, Okky, Dimas.. dan generasi muda sekarang. Dari Fiesta Dengan Cinta Kita Bangun Keluarga J

15. Pasukan Komunikasi 2006. Aaahh,,,pokoknya aku cinta kalian. Titik.

16. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan serta motivasi kepada penulis hingga terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih banyak.

Surakarta, 24 Maret 2011


(9)

commit to user ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PERSETUJUAN ………. ii

HALAMAN PENGESAHAN………... iii

HALAMAN MOTTO ………... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……….... v

KATA PENGANTAR ……….. vi

DAFTAR ISI ……….. ix

DAFTAR TABEL ………. xii

ABSTRAK……… xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………. 1

B. Rumusan Masalah ……… 8

C. Tujuan Penelitian ………. 8

D. Manfaat Penelitian……… 8

E. Landasan Teoritis 1. Komunikasi ………. 9

2. Komunikasi Massa ……….. 12


(10)

commit to user x

4. Industri Radio Komunitas ……….. 22

5. Studi Delphi ……… 32

F. Definisi Konseptual 1. Prediksi ………... 41

2. Perkembangan Radio Komunitas ……… 42

G. Kerangka Pemikiran ……… 44

H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian ………... 45

2. Metode Penelitian ……….. 45

3. Lokasi Penelitian ... 47

4. Populasi dan Sampel ………... 47

5. Sumber Data ……… 48

6. Cara Pengumpulan Data ……….. 48

7. Validitas Data ……….. 50

8. Analisis Data ……… 51

BAB II . DESKRIPSI LOKASI A. Radio Komunitas di Yogyakarta ……… 54

B. Radio Komunitas di Solo……… ……… 59

BAB III . PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum Radio Komunitas di Yogyakarta dan Solo ……….. 64


(11)

commit to user xi

B. Hasil dan Analisis Prediksi Perkembangan Radio

Komunitas Putaran 1 dan 2 ………. 68 C. Peringkat Prediksi Perkembangan Radio Komunitas

Berdasarkan Nilai Rata – rata dalam Dua Putaran ………. 97

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……… 105

B. Saran……… 109

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

commit to user xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pergeseran Paradigma Penyiaran Pasca Reformasi 1998 ………….. 20

Tabel 2. Perbedaan Radio Komunitas dan Radio Komersil ……… 23

Tabel 3. Data Responden ……… 62

Tabel 4. Pernyataan Kuisioner ……… 67

Tabel 5. Nilai Rata – rata Prediksi Perkembanga RadioKomunitas

pada Putaran 1 dan 2……… … 69

Tabel 6. Peringkat Prediksi Perkembangan Radio Komunitas


(13)

commit to user xiii ABSTRAK

IFA RIZTY FAUZIA, D0206118, PREDIKSI PERKEMBANGAN RADIO KOMUNITAS (Studi Faktor - faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Radio Komunitas di Yogyakarta dan Solo), Skripsi, Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta, 2011.

Perkembangan jaman dan perubahan masyarakat mempengaruhi peran radio, dari media propaganda menjadi institusi sosial yang berada didalam komunitas yang heterogen dengan segala macam permasalahan. Kini radio memiliki tiga peran sosial, yaitu radio sebagai media sosialisasi, radio sebagai media aktualisasi, dan radio sebagai media advokasi. Dari perubahan itupun kemudian muncul berbagai jenis radio. Mulai dari radio nasional milik pemerintah hingga radio – radio swasta komersil yang biasanya memiliki segmen tertentu, seperti pendidikan, hiburan maupun berita.

Di tengah maraknya radio komersil yang berusaha meraup keuntungan besar, justru muncul radio komunitas non komersil sebagai wadah untuk menyampaikan aspirasi dan apresiasi dari anggota komunitasnya. Keberadaan radio komunitas ini membawa angin segar bagi masyarakat untuk mengapresiasikan ide maupun pendapatnya. Namun radio komunitas ini masih memiliki banyak permasalahan yang harus diselesaikan.

Permasalahan tersebut antara lain adalah masalah dana yang terbatas, kemudian masalah perizinan yang dianggap masih belum mendukung perkembangan radio komunitas sepenuhnya. Selain itu adanya masalah keterbatasan sumber daya manusia dan masalah teknologi yang selalu berkembang. Hal tersebutlah yang membuat peneliti ingin mengetahui bagaimana masa depan radio komunitas dalam kurun waktu -5, -10 dan 15 tahun kedepan.

Dengan menggunakan metode studi Delphi yaitu metodologi untuk meramalkan dengan menggunakan panel para pakar, peneliti melakukan penelitian terhadap sembilan pakar radio untuk mengetahui prediksi mereka mengenai perkembangan radio komunitas di Yogyakarta dan Solo. Penelitian ini dilakukan selama bulan Desember 2010 hingga Februari 2011 dengan melakukan wawancara, yang dilanjutkan dengan tahap kuisioner. Kuisioner tersebut berisi 14 item pertanyaan kepada responden dalam dua kali putaran untuk mendapatkan jawaban yang dapat dipercaya.

Hasil akhir dari penelitian dengan studi Delphi ini didapatkan beberapa kesimpulan tentang radio komunitas di Yogyakarta dan Solo, yaitu: (1) Pertumbuhan radio komunitas yang masih belum stabil dan sulit terkendali; (2) Materi siar radio komunitas akan didominasi konten lokal; (3) Masih minimnya ketertarikan dari sponsor terhadap radio komunitas; (4) Akan terjadi migrasi ke teknologi era digital; (5) Sumber daya manusia akan semakin maju dan mampu menghadapi perubahan zaman.


(14)

commit to user xiv ABSTRACT

IFA RIZTY FAUZIA, D0206118, PREDICTION OF COMMUNITY RADIO DEVELOPMENT ( Study of Factors Affecting Growth Community Radio in Yogyakarta and Solo ) Thesis, Program of Communication Studies, Social and Political Sciences Faculty, Sebelas Maret University (FISIP UNS) Surakarta, 2011.

Transformation era and societal change affect the role of radio, from media propaganda into the social institutions which resides in a heterogeneous community with all sorts of problems. Now the radio has three social roles, namely the radio as a medium of socialization, the radio as a medium-actualization, and the radio as advocacy media. From the change then came the various types of radio. Start from the national radio of Indonesia into - commercial private radio station that usually has a particular segment, such as education, entertainment or news.

Among the crowd of commercial radio which is trying to reap huge profits, it appears non-commercial community radio as a forum to convey the aspirations and appreciation from members of the community. The existence of this community radio to bring fresh air for people to appreciate ideas and opinions. However, this community radio still has many problems to be solved.

These problems include the problem of limited funding, and licensing issues that were deemed to be not fully support the development of community radio. In addition, the lack of human resources and technology issues are always evolving. This is exactly what makes researcher want to know how the future of community radio in the period -5, -10 and 15 years ahead.

By using the Delphi method study, the methodology to predict by using the panel of experts, researchers conducted a study of nine specialist radio to find out their predictions about the development of community radio in Yogyakarta and Solo. This research have been conducted during December 2010 to February 2011 with an interview, which was continued by phase questionnaire. Its containing 14 items of questions to respondents in two rounds to get reliable answers.

The result of this research with the Delphi study obtained some conclusions about community radio in Yogyakarta and Solo, namely: (1) The growth of community radio is still not stable and difficult to control, (2) Content of community radio broadcasting will be dominated by local content, (3) Still the lack of interest from sponsors of community radio, (4) There will be a migration to the digital technology era, (5) Human resources will be more advanced and able to deal with the changing times.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Berita dan informasi saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok manusia. Informasi dapat diperoleh melalui berbagai media yaitu media cetak yang berupa koran, majalah dan tabloid, serta media elektronik seperti radio, televisi, hingga internet. Saat manusia mulai menyadari pentingnya informasi dalam kehidupannya, maka peran media massa baik cetak maupun elektronik menjadi semakin besar.

Onong Uchjana dalam buku Siaran Radio: Teori dan Praktek mengatakan salah satu media massa yang masih terus bertahan sampai saat ini adalah radio. Sebagai unsur dari proses komunikasi, dalam hal ini sebagai media massa, radio siaran mempunyai sifat dan ciri yang berbeda dengan media massa lainnya Radio memberi keleluasaan pada pendengarnya untuk berimajinasi, karakteristik lain yang dimiliki oleh radio adalah kemampuan radio untuk membuat para pendengarnya merasa diperhatikan secara personal. Selain itu, radio merupakan media dengan biaya yang relatif lebih murah dan mudah di akses oleh masyarakat. Bahkan, munculnya berbagai media elektronik lain, termasuk maraknya internet pun, tidak menenggelamkan radio sebagai salah satu media pilihan konsumen (Effendi, 1990).

Perkembangan jaman dan perubahan masyarakat mempengaruhi peran radio, dari media propaganda menjadi institusi sosial yang berada didalam komunitas yang


(16)

heterogen dengan segala macam kompleksitas permasalahan. Kini radio memiliki tiga peran sosial, yaitu radio sebagai media sosialisasi, radio sebagai media aktualisasi, dan radio sebagai media advokasi (Masduki, 2004).

Dari perubahan itupun kemudian muncul berbagai jenis radio. Mulai dari radio nasional milik pemerintah hingga radio – radio swasta komersil yang biasanya memiliki segmen tertentu, seperti pendidikan, hiburan maupun berita. Namun di tengah maraknya radio komersil yang berusaha meraup keuntungan yang besar, justru muncul radio komunitas non komersil sebagai wadah untuk menyampaikan aspirasi dan apresiasi dari anggota komunitasnya. Radio komunitas adalah stasiun siaran radio yang dimiliki, dikelola, diperuntukkan, diinisiatifkan dan didirikan oleh sebuah komunitas. Intinya, radio komunitas adalah radio yang dibangun dari, oleh, untuk dan tentang komunitasnya (Masduki, 2004)

Radio komunitas sebagai bentuk lembaga penyiaran telah diakui keberadaannya, sebagaimana telah diatur dalam UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. Dalam UU penyiaran, radio komunitas adalah termasuk kedalam lembaga penyiaran komunitas, dimana dalam penjelasannya pada Pasal 21 ayat 1, lembaga penyiaran komunitas merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia. Didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersil, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya (Andriana, 2010).


(17)

Deni Andriana dalam sebuah artikel berjudul Radio Komunitas menyatakan bahwa dalam menjalankan peran dan fungsinya radio komunitas sebagai lembaga penyiaran komunitas, memiliki stuktur organisasi yang berbeda dengan jenis media lainnya seperti media pemerintah maupun swasta. Perbedaan ini terutama merujuk pada adanya partisipasi warga atau komunitas dalam pendirian dan pengelolaannya. Selain itu radio komunitas ini biasanya bercirikan tiga aspek yaitu, non-profit, adanya kepemilikan dan kontrol dari komunitas serta partisipasi komunitas (Andriana, 2010).

Radio komunitas sebagai salah satu bagian dari sistem penyiaran Indonesia secara praktek ikut berpartisipasi dalam penyampaian informasi yang dibutuhkan komunitasnya, baik menyangkut aspirasi warga masyarakat maupun program-program yang dilakukan pemerintah untuk bersama-sama menggali masalah dan mengembangkan potensi yang ada di lingkungannya (Ricky Riadi Iskandar, dkk, 2008)

Radio komunitas di Indonesia mulai berkembang pada tahun 2000, yaitu undang – undang Nomor 32 tentang Penyiaran. Hak tersebut tertuang dalam pasal 21, yaitu partisipasi masyarakat, yang disebut sebagai penyiaran komunitas. Sejak Undang – undang penyiaran disahkan, hingga saat ini telah tumbuh ribuan radio komunitas diseluruh Indonesia dengan karakteristik masing – masing. Segala macam bidang bisa diangkat melalui radio mulai dari ekonomi, bisnis, budaya, sosial, seni, agama, politik, bahkan olahraga pun tidak habis dikupas seiring pembangunan


(18)

disegala bidang tersebut. Hal tersebut juga dipicu dengan semakin terbukanya akses informasi, kemajuan teknologi, kesempatan dan keinginan masyarakat untuk menggunakan media dalam penyelesaian persoalan-persoalan komunitasnya ( Basuki Suhardiman dan Wirayanti dan Yerry Niko Borang, 2009)

Sekarang ini perkembangan radio komunitas kian pesat, seiring semakin terbukanya akses informasi, kemajuan teknologi, kesempatan dan keinginan masyarakat untuk menggunakan media dalam penyelesaian persoalan-persoalan komunitasnya, karena memang masih banyak permasalahan yang dialami oleh radio

komunitas yang harus segera diselesaikan sehingga tidak mengancam

keberadaannya.

Saat ini jumlah stasiun radio komunitas di Indonesia diperkirakan telah mencapai 500 stasiun. Meskipun keberadaan radio komunitas di Indonesia telah diakui dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, tetapi masih banyak kendala yang ditemui dalam upaya untuk mengembangkannya. Salah satunya adalah alokasi frekuensi. Sementara ini aturan dalam hal penggunaan frekuensi, pemerintah berpedoman pada SK Menteri perhubungan Nomor 15 dan 15a, bahwasannya radio komunitas diberikan 3 kanal 202, 203, 204, atau menempati frekuensi 107.7, 107.8, 107.9 dengan jangkauan siaran 2,5 km dan ERP (power) maksimal 50 watt. Apabila aturan tersebut digunakan di daerah perkotaan yang padat maka yang terjadi rakom sulit memetakan siapa audiensinya dan secara teknispun sulit. Hal tersebut terjadi di beberapa daerah di Indonesia,misalnya radio komunitas kampus yang jaraknya


(19)

sangat berdekatan berakibat terjadinya kesalah pahaman atau konflik-konflik baru karena dengan 3 frekuensi yang sama saling berdekatan, dan saling bertabrakan. Lalu jika aturan tersebut dilaksanakan di daerah yang luas seperti Kalimantan dengan jarak jangkauan siaran 2,5 km, yang akan mendengarkan radio tersebut hanya beberapa kepala keluarga saja, padahal dalam proses perijinan rakom harus memperoleh dukungan minimmal 51% atau 250 orang komunitasnya (Widarto, 2009).

Selain masalah pertumbuhan dan frekuensi tersebut, sampai saat ini masalah dana juga masih dialami oleh radio komunitas. Cara kerja dan format siaran radio komunitas tidak bisa disamakan dengan radio komersial. Mereka hanya butuh biaya untuk sekadar bertahan sebagai media informasi sesama anggota komunitasnya. Dana radio komunitas merupakan dana dari swadaya masyarakat. Radio komunitas tidak diperbolehkan menyiarkan iklan komersil atau mengiklankan suatu produk, kecuali iklan layanan masyarakat. Karena, tidak diperbolehkannya iklan masuk tersebut maka dana radio komunitas terbatas.

Terbatasnya dana juga sangat berkaitan dengan masalah teknis. Perbaikan untuk peralatan yang rusak dan perawatanya memerlukan dana, sedangkan dana yang dimiliki radio komunitas merupakan dana secara swadaya. Apabila ada salah satu alat siaran rusak untuk perbaikannya pasti harus menunggu iuran dari masyarakat untuk memberikan dana secara sukarela. (Widarto, 2009).


(20)

Setelah 8 tahun disahkan dalam undang – undang, ternyata sampai saat ini radio komunitas juga masih mengalami masalah dalam perizinan. Setelah mendapat pengakuan dari UU Penyiaran tahun 2002, regulasi yang berada di bawahnya seperti Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih detail soal perizinan atau frekuensi dianggap masih belum mendukung perkembangan radio komunitas sepenuhnya. Prosedur perijinan yang disusun oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meskipun telah melalui proses konsultasi kepada beberapa radio komunitas juga masih terlalu berbelit-belit dan panjang. Radio komunitas harus mengajukan surat permohonan kepada kepada KPI-D, lalu KPI-D akan verifikasi dan evaluasi. Apabila tidak memenuhi syarat maka surat permohonan akan dikembalikan, apabila disetujui permohonan akan di lanjutkan ke KPI Pusat. Di KPI Pusat prosesnya hampir sama, yaitu di kompilasikan melalui forum bersama antara Pemerintah inter-departemen (departemen yang berkaitan dengan penyiaran seperti Perhubungan, Depkominfo) dan KPI Pusat. Bayangkan jika masyarakat di Papua mau membuat radio komunitas, mereka harus urus perijinan sampai ke Jakarta. Oleh karena itu telah diusulkan agar perijinan bisa keluar di tingkat KIP-D (Widarto, 2009).

Persoalan lain yang masih harus dihadapi radio komunitas adalah masalah keterbatasan sumber daya manusia beserta manajemen pengelolaannya dimana stuktur kelengkapan organisasi pada radio komunitas ini didasari oleh prinsip-prinsip radio komunitas itu sendiri yakni dari warga oleh warga dan untuk warga. Karena pada awalnya radio komunitas merupakan sarana untuk menyalurkan hobi saja, maka


(21)

sumber daya manusianya pun terbatas. Biasanya mereka yang melakukan siaran adalah masyarakat yang mempunyai waktu luang saja. Maka dari itu, warga (anggota komunitas) memiliki peranan tehadap maju dan mundurnya radio komunitasnya. Di saat persaingan radio makin ketat, setiap radio dituntut untuk kreatif merancang program semenarik mungkin untuk memenuhi kebutuhan pendengar, serta membuat variasi – variasi baru sajian hiburan yang disuguhkan agar pendengar juga tidak jenuh.

Radio komunitas merupakan radio yang batas wilayah siarannya terbatas pada wilayah dimana komunitas itu berada. Informasi yang ditemukan tentu saja hanya informasi yang ada dalam wilayah itu juga. Pada suatu waktu ketika tidak ada fenomena atau isu yang beredar di wilayah tersebut maka tidak ada materi berita yang bisa diinformasikan kepada masyarakat, karena radio komunitas tidak bisa mengambil informasi diluar wilayah komunitasnya. Namun kenyataannya masih banyak radio komunitas yang konten siarannya menyerupai radio komersil (Ricky Riadi Iskandar, dkk, 2008)

Masalah lain yang masih dialami radio komunitas adalah masalah teknologi. Di Indonesia masih banyak radio komunitas yang beroprasi dengan peralatan dan teknologi seadanya, bahkan jauh dari standar. Sementara kedepan, teknologi akan selalu mengalami perkembangan bahkan perubahan. Dengan dana dan sumber daya manusia yang minim, dapatkah radio komunitas bertahan atau justru menambah panjang daftar radio komunitas yang tutup? Karena tidak dapat dipungiri, melalui


(22)

informasi dan hiburan yang diberikan radio komunitas telah membawa dampak yang cukup besar bagi masyarakat dan dapat menjadi tempat apresiasi serta aktualisasi diri bagi komunitasnya.

Berangkat dari fenomena menarik yang telah diuraikan diatas, jelas penting bagi kita untuk mengetahui keberlanjutan media yang sudah membantu masyarakat Indonesia, terutama yang berada di daerah pedalaman untuk menyalurkan ide serta apresiasi mereka. Melalui sebuah penelitian dengan menggunakan studi Delphi, yang merupakan sebuah metodologi untuk meramalkan atau memprediksi masa depan dengan menggunakan panel para pakar, peneliti ingin mencari tahu bagaimana prediksi masa depan radio komunitas di Yogyakarta dan Solo, terutama dalam hal pertumbuhan, dana, perizinan, sumber daya manusia serta teknologinya.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian singkat yang disampaikan dalam latar belakang masalah, maka dapat diciptakan rumusan masalah sebagai berikut :

“ Bagaimana prediksi pakar radio tentang perkembangan Radio Komunitas di Yogyakarta dan Solo dalam kurun waktu -5, -10 dan 15 tahun kedepan ? “

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana prediksi pakar radio tentang perkembangan Radio Komunitas di Yogyakarta dan Solo dalam kurun waktu -5, -10 dan 15 tahun kedepan.


(23)

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis

Sebagai alat untuk mempraktekkan teori-teori yang dipelajari selama bangku kuliah sehingga penulis dapat mendapatkan pengetahuan yang belum didapat sebelumnya yang berguna untuk pembelajaran terutama dalam bidang keradioan.

2. Bagi Radio Komunitas

Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai evaluasi serta motivasi dalam proses mengembangkan radio komunitas.

E. Landasan Teori

Kerangka pemikiran dalam sebuah penelitian sebagai petunjuk jalan pikiran dengan berdasarkan teori yang relevan. Kerangka pemikiran dapat diibaratkan sebagai penuntun dalam membantu memecahkan masalah dan mengarahkan langkah yang akan dilakukan oleh peneliti.

1. Komunikasi

Manusia dalam usahanya menjalin interaksi dengan orang lain menciptakan berbagai lambang dan bahasa yang disepakati dan dipahami bersama sehingga terjadi komunikasi. Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari bahasa latin communicatio yang berasal dari kata communis yang berarti sama. Sama disini adalah makna (Effendi, 1990).


(24)

komunikasi antar individu, komunikasi suatu group dengan individu, komunikasi antar group, maupun komunikasi dalam organisasi. Pada prinsipnya ada dua jenis komunikasi, yaitu komunikasi satu arah (one way communication), dan komunikasi dua arah (two way communication) ( Basuki Suhardiman dan Wirayanti dan Yerry Niko Borang, 2009).

Dengan berkomunikasi, manusia dapat memperoleh sesuatu dari orang lain dan dapat menyalurkan ide, berbagi informasi, serta dapat menyampaikan usul dan kritikan kepada orang lain, dan tidak menutup kemungkinan dari satu orang ke lembaga lain. Judi C. Pearson dan Paul E. Nelson mengatakan komunikasi adalah bagian dari kelangsungan hidup sehari-hari dan kelangsungan hidup bermasyarakat untuk dapat memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan mereka (Mulyana, 2003). Merujuk dari pengertian tersebut maka komunikasi memiliki nilai estetika sosial sebagai salah satu fungsinya. Melalui komunikasi kita bekerjasama dengan anggota masyarakat untuk mencapai tujuan bersama.

Sementara dalam buku Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek, Carl I. Hovland menyebutkan, Ilmu Komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap ( Effendi, 1990 ). Definisi Hovland tersebut menunjukkan bahwa apa yang dijadikan obyek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, tetapi juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik


(25)

memainkan peranan yang amat penting. Bahkan dalam definisinya secara khusus mengenai pengertian komunikasinya sendiri Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses merubah perilaku orang lain dan bukan sekedar menyampaikan.

“ The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (ussualy verbal symbol) to modify the behavioral of other individuals (communicates)” (Effendi, 1990).

Salah satu model awal untuk menggambarkan komunikasi adalah model yang digunakan oleh Harold Lasswell. Dalam artikel klasik tahun 1948, Lasswell menghadirkan model komunikasi yang sederhana dan sering digunakan, yaitu Who (siapa), Sa ys what (mengatakan apa), In which channel (di saluran mana), To whom (untuk siapa), with what effect (dengan pengaruh apa) (Stephen W. Littlejohn dan Karen A.Foss, 2009).

Sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut, Lasswel menjawabnya dengan unsur-unsur proses komunikasi, yaitu ;

· Komunikator (communicator, source, sender)

· Pesan (message)

· Media (channel)

· Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient)


(26)

Jadi berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Salah satu cara yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya, terutama kebutuhan akan informasi adalah media massa. Organisasi media menyebarkan pesan yang mempengaruhi dan menggambarkan budaya masyarakat, dan media memberikan informasi kepada audiens yang heterogen, menjadikan media sebagai bagian dari kekuatan institusi masyarakat (Stephen W. Littlejohn dan Karen A.Foss, 2009).

Dalam sebuah bidang teori, media berhubungan dengan tiga area tematik yang besar, yaitu isi dan susunan media, masyarakat dan budaya, serta audiens. Tema isi dan susunan media mencakup pengaruh media dan isinya. Tema ini memberi perhatian khusus pada tanda – tanda dan simbol – simbol yang digunakan dalam pesan – pesan media. Tema yang kedua yaitu masyarakat dan budaya, mencakup fungsi komunikasi massa dalam masyarakat, penyebaran informasi dan pengaruh, opini masyarakat dan kekuasaan. Terakhir yaitu tema audiens melihat pada pengaruh individu, komunitas audiens dan penggunaan audiens oleh media (Stephen W. Littlejohn dan Karen A.Foss, 2009).

2. Komunikasi Massa

Komunikasi dalam perkembangannya terbagi menjadi enam tingkatan (konteks) yaitu : Komunikasi interpribadi (interpersonal communication), Komunikasi


(27)

Komunikasi publik, Komunikasi organisasi, Komunikasi massa (Mulyana, 2001).

Dari sekian banyak bentuk komunikasi, komunikasi massa merupakan salah satu yang sering digunakan untuk objek penelitian. Mengutip dari Djuarsa Sendjaja

dkk, Morissan M.A dalam buku Manajemen Media Penyiaran menyatakan

bahwa studi komunikasi secara umum membatasi dua hal pokok, yaitu pertama studi komunikasi yang melihat peran media massa terhadap masyarakat luas beserta institusi – institusinya. Pendangan ini menggambarkan keterkaitan antara media dengan berbagai institusi lain seperti institusi politik, ekonomi, pendidikan, agama dan sebagainya. Teori – teori yang berkenaan dengan hal ini berupaya menjelaskan posisi atau kedudukan media massa dalam masyarakat dan terjadinya saling mempengaruhi antara berbagai struktur kemasyarakatan dengan media. Kedua adalah studi komunikasi massa melihat hubungan antara media dengan audiensnya, baik secara kelompok maupun individual. Teori ini menekankan pada efek individu dan kelompok sebagai hasil interaksi dengan media. (M.A, Morissan, 2008)

Dalam buku Teori Komunikasi, komunikasi massa merupakan proses organisasi media menciptakan dan menyebarkan pesan – pesan pada masyarakat luas dan proses pesan tersebut dicari, digunakan, dipahami dan dipengaruhi oleh audiens (Stephen W. Littlejohn dan Karen A.Foss, 2009).


(28)

Salah satu bentuk konkret dari komunikasi massa adalah proses penyampaian pesan melalui media massa seperti media cetak (surat kabar dan majalah) dan media elektronik (televisi, radio, film). Buku Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek menyebutkan fungsi lain komunikasi massa yang terdapat dalam buku Aneka Suara, Satu Dunia (Many Voices One World). Fungsi komunikasi tersebut adalah :

- Informasi: Pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran

berita, data, gambar, fakta, pesan dan opini dan komentar yang dibutuhkan agar orang dapat mengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi internasional, lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

- Sosialisasi (pemasyarakatan) : Penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif di masyarakat.

- Motivasi: Menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek

maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar.

- Perdebatan dan diskusi: Menyediakan dan saling menukar fakta yang


(29)

pendapat masalah publik, menyediakan bukti-bukti relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum agar masyarakat lebih melibatkan diri dalam masalah yang menyangkut kegiatan bersama di tingkat internasional, nasional, dan lokal.

- Pendidikan: Pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong

perkembangan intelektual, pembentukan watak dan pendidikan keterampilan serta kemahiran yang diperlukan di semua bidang kehidupan.

- Memajukan kebudayaan: Penyebarluasan hasil kebudayaan dan seni

dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, perkembangan kebudayaan dengan memperluas horizon seseorang, membangunkan imajinasi dan mendorong kreatifitas serta kebutuhan estetikanya.

- Hiburan: Penyebarluasan sinyal, simbol, suara dan citra (image) dari drama, tari, kesenian, kesusastraan, musik, komedi, olahraga, permainan dan sebagainya untuk kesenangan dan rekreasi kelompok atupun individu.

- Intergrasi: Menyediakan bagi bangsa, kelompok dan individu

kesempatan memperoleh berbagai pesan yang diperlukan mereka agar mereka dapat saling kenal dan mengerti, menghargai pandangan orang lain. (Effendi, 1992)

Dari fungsi-fungsi tersebut di atas maka fungsi-fungsi komunikasi dan komunikasi massa yang begitu banyak itu dapat disederhanakan menjadi empat fungsi saja, yakni:


(30)

- Mendidik (to educate) - Menghibur (to entertain)

- Mempengaruhi (to influence) (Effendi, 1992).

3. Radio sebagai Media Massa

Unsur penting dalam komunikasi massa adalah media massa, yang terdiri dari media cetak (surat kabar, tabloid, majalah) dan media elektronik (televisi, radio) dan media online (internet). Media mendistribusikan pesan – pesan yang mempengaruhi dan merefleksikan kebudayaan dan masyarakat. Selain itu, ia juga menyediakan informasi secara simultan kepada khalayak luas dan heterogen, sehingga membuatnya menjadi bagian dari kekuatan institusi masyarakat. Media massa ini mampu memberikan informasi, pengetahuan, sugesti dan hiburan (Satriawan, 2004).

Produksi media merespon terhadap perkembangan sosial dan budaya dan selanjutnya mempengaruhi perkembangan tersebut. Menurut McLuhan dan Innis, media merupakan perpanjangan dari pikiran manusia, jadi media yang menonjol dalam penggunaan membiaskan masa historis apapun. Sedangkan Donald Ellis memberikan satu tatanan preposisi yang mewakili sebuah sudut pandang kontemporer pada gagasan dasar Innis dan McLuhan. Menurutnya, media yang terbesar pada suatu waktu akan membentuk perilaku dan pemikiran. Ketika media berubah, demikian juga dengan cara pikir kita, cara kita mengatur


(31)

informasi dan berhubungan dengan orang lain (Stephen W. Littlejohn dan Karen A.Foss, 2009).

Media massa secara teoritis memiliki fungsi sebagai saluran informasi, saluran pendidikan dan saluran hiburan, namun kenyataannya media massa memberikan efek lain dari luar fungsinya itu. Efek media massa tidak saja mempengaruhi sikap seseorang namun juga dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Efek media dapat pula mempengaruhi seseorang dalam waktu yang pendek sehingga dengan cepat mempengaruhi mereka, namun juga member efek dalam jangka waktu yang lama, sehingga member dampak pada perubahan – perubahan dalam waktu yang lama (Bungin, 2006).

Dari sekian banyak bentuk media massa, salah satunya adalah radio. Dari dahulu hingga sekarang, media auditif (hanya bisa di dengar) ini tetap menjadi media yang merakyat, murah dan popular. Sejarah membuktikan bahwa radio telah memegang peranan penting pada masa lampau. Awal perang dunia II, radio mengemban satu fungsi khusus sebagai sarana propaganda. Bahkan tokoh dunia seperti Hittler menggunakan media ini untuk propagandanya (Masduki, 2004).

Sebagai unsur dari proses komunikasi, dalam hal ini sebagai media massa, radio siaran mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dengan media massa lainnya. Jelas berbeda dengan surat kabar yang merupakan media cetak, juga dengan film yang


(32)

bersifat mekanik optik. Dengan televisi, kalau pun ada persamaannya dalam sifatnya yang elektronik, terdapat perbedaan, yakni radio sifatnya audial, sedangkan televisi audiovisual.

Sejalan dengan perkembangan jaman dan perubahan masyarakat, hal tersebut juga mempengaruhi peran radio, dari media propaganda menjadi institusi sosial yang berada didalam komunitas yang heterogen dengan segala macam kompleksitas permasalahan. Kini radio memiliki tiga peran sosial. Pertama, radio menjadi media sosialisasi. Dalam peran ini, radio menyebarluaskan informasi dan hiburan yang membuat optimisme serta menjalin interaksi dialogis antar pendengar. Selain itu, radio juga menjalin komunikasi untuk saling berkarya mengubah berbagai persepsi dan kecurigaan yang tidak perlu.

Kedua, sebagai media aktualisasi. Radio mampu menyegarkan memori pendengar terhadap peristiwa aktual dan momentum yang penting bagi kehidupan mereka. Melalui peran ini, radio juga mengagendakan masalah – masalah sosial agar menjadi isu dan keprihatinan bersama daripada masalah personal. Mendesak makin terbukanya kebijakan politik – ekonomi bagi partisipasi seluruh lapisan pendengar dan menjadi mediasi antar berbagai pihak yang sedang berkonflik sehingga muncul solusi damai dan saling menguntungkan. Hal ini menjadi peran radio yang ketiga yaitu sebagai media advokasi (Masduki, 2004).


(33)

Radio memiliki beberapa kekuatan yang tidak dimiliki oleh media lain, sehingga membuat radio tidak ditinggalkan oleh pendengar, antara lain :

1. Bersifat langsung, pendengar bisa langsung mendengarkan informasi

yang disiarkan. Detik itu kita bicara detik itu juga pendengar bisa mendengarkan apa yang kita bicarakan.

2. Cepat, radio punya sifat cepat karena menggunakan ranah publik yakni frekuensi sebagai alat antar informasinya tidak seperti media cetak yang menggunakan kertas.

3. Tanpa batas, radio punya karakter kekuatan seperti ini karena yang menjadi alat antar informasinya gelombang elektromagnetik yang bisa diakses atau didengarkan di mana saja dan kapan saja.

4. Murah, radio media komunikasi yang murah dibandingkan dengan media komunikasi-informasi lainnya. Radio cukup dengan sekali membangun stasiun yang bermodal rendah bisa dipakai bertahun-tahun, media yang lain butuh ongkos produksi yang besar setiap menyampaikan informasi.

5. Radio juga sangat pribadi yakni bisa membuat pendengar merasa akrab dengan penyampai informasi.

Penyampaian pesan melalui radio siaran dilakukan dengan menggunakan bahasa lisan. Kalaupun ada lambang-lambang nirverbal yang dipergunakan jumlahnya


(34)

sangat minim, umpamanya tanda waktu pada saat akan memulai warta berita dalam bentuk bunyi telegrafi atau bunyi salah satu musik (Effendi, 1990).

Rentang waktu 1998 – 2001 merupakan proses historis terpenting bagi kebangkitan media penyiaran. Selama rentang waktu tersebut terjadi lima perubahan mendasar yang mempengaruhi peta industri penyiaran. Pertama, pergeseran orientasi penyiaran, dari medium artikulasi kepentingan Negara menjadi medium aktualisasi dinamika pasar. Kedua, pergeseran substansi kepemilikan dari private-state-nonprofit ke community-public-profit. Ketiga, pergeseran materi siaran dari hiburan ke informasi jurnalistik. Berikutnya kemasan siaran dari monolog reaktif ke dialog interaktif. Dan kelima, pergeseran teknologi dari era analog (AM/FM) ke era digital (internet dan satelit).

TABEL 1

Pergeseran Paradigma Penyiaran Pasca Reformasi 1998

Kepemilikan Dari Sw

Materi Siaran Dari Hib

Kemasan Dari mo

Teknologi Dari ana


(35)

Masduki dalam buku Menjadi Broadcaster Profesional (2004) mengungkapkan beberapa kelemahan media radio diantaranya adalah output yang dihasilkan berupa suara, tidak ada visualisai yang tampak nyata. Kualitas suara yang diterima juga tergantung pada kondisi dan stabilitas udara di suatu lokasi. Informasi dan pesan yang diberikan tidak bisa mendetail, hanya selintas dengar, sulit diingat dan sulit didokumentasikan.

Radio dapat menyarankan banyak hal pada pendengarnya, sebagai tujuan dalam proses komunikasi massa ini. Karena pada dasarnya media memang merupakan cermin dan refleksi dari kondisi sosial dari kondisi sosial budaya masyarakat. Media massa termasuk radio memberi penonjolan (blow up) terhadap realitas sosial melalui kemampuan exposure-nya, yang bisa mengilhami dan menyemangati perasaan, pemikiran maupun tindakan masyarakat (Panuju, 1997 ).

Dibidang teknologi usaha untuk menyempurnakan radio siaran telah mencapai kemajuan. Prof. E.H. Amstrong dari Universitas Columbia pada tahun 1944

telah memperkenalkan sistem Frequency Modulation (FM) sebagai

penyempurnaan Amplitude Modulation (AM). Keuntungan yang diperoleh

diantanranya, pertama dapat menghilangkan interfence (gangguan,

pencampuran) yang disebabkan cuaca bintik – bintik matahari atau alat listrik. Kedua menghilangkan interference yang disebabkan dua stasiun yang bekerja pada gelombnag yang sama. Ketiga, dapat menyiarkan suara sebaik – baiknya bagai telinga manusia yang sensitif (Effendi 1991). Bahkan sekarang sejumlah


(36)

radio juga sudah bergeser ke teknologi digital (internet dan satelit). Radio merupakan media massa yang paling menyebar.

Kini Indonesia sedang menjalani masa menuju demokratisasi penyiaran. Undang – undang penyiaran no.32 tahun 2002 secara langsung maupun tidak langsung memberikan perubahan terhadap peran radio. Lembaga Penyiaran yang ada saat ini adalah swasta/komersial, publik, dan komunitas. Lembaga penyiaran publik merupakan pengganti istilah lembaga penyiaran milik pemerintah, seperti RRI dan TVRI. Sementara itu, selama 35 tahun lebih, wacana komunitas relatif masih asing di Indonesia (Masduki, 2003).

4. Industri Radio Komunitas

Secara konseptual “Komunitas” berasal dari kosakata bahasa Inggris Community. Kosakata ini merujuk pada level ikatan hasil interaksi social yang terjadi di masyarakat. Oxford Learner’s Dictionary menyebutkan bahwa community berarti all the people with the same interest (sekelompok orang yang memiliki kepentingan yang sama). Ruang lingkup masalah yang kecil dan kesamaan kepentingan merupakan indikator penyiaran komunitas sebagai very low powers transmitter di berbagai Negara di dunia (Masduki, 2003).

Pengertian radio komunitas menurut Carlos A. Arnaldo diartikan sebagai sebuah proses atau peristiwa sosial dimana para anggota dari sebuah komunitas


(37)

bergabung bersama – sama untuk merancang berbagai program, memproduksi dan menyiarkannya (Colin Fraser dan Sonia Restrepo Estrada, 2001).

Sedangkan Louie N. Tobing, Vice President for Asia French Acronym for World Association of Community Radio Broadcaster (AMARC) memberikan batasan tentang radio komunitas. Menurut Louie radio Komunitas adalah suatu stasiun penyiaran yang di operasikan di suatu lingkungan atau wilayah tertentu yang diperuntukkan khusus bagi warga setempat yang berisikan acara dengan ciri utama informasi daerah atau local content (Sulaiman, 2003).

Selain itu, radio komunitas atau radio swadaya masyarakat juga dimengerti sebagai suatu kumpulan dari orang-orang yang berpartisipasi secara aktif dalam mengatur dan membuat program acara. Anggotanya terdiri dari komunitas individu dan badan-badan lokal lainnya sebagai sumber daya manusia yang utama didalam mendukung pengoperasian radio swadaya masyarakat. Radio komunitas biasanya menggunakan transmiter bertenaga rendah antara 20-100 watts, yang digabung dengan beberapa alat yang sesuai dengan kebutuhan untuk itu.

Menurut Hinca I. Panjaitan, beberapa berbedaan antara radio komunitas dengan radio komersil adalah sebagai berikut :

TABEL 2


(38)

Radio Komunitas Radio Komersial

Daerah Kawasan khusus, terpencil,

populasi kecil

Kota utama, jumlah populasi besar

Tujuan Pengembangan Pendidikan

(terbaik bagi komunitas)

Keuntungan (terbaik bagi pemilik)

Pemilikan Komunitas Pengusaha

Manajemen Badan Komunitas Media Direktur Utama

Duari Siaran Pendenk / terbatas Ekstensif / penuh

Staf Penyiar Sukarelawan Profesional (dibayar)

Transmitter Kekuatan rendah (20-100

watt)

Kekuatan besar (1KW-5KW)

Fasilitas Sederhana Canggih, lengkap

Sumber dana Bantuan komunitas, subsidi Iklan Komersial

Pertisipasi Tinggi Rendah

Bentuk Demokratis, terbuka Ikut aturan ekonomi politik

Sumber : Hinca I. Panjaitan, Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah

Radio komunitas menjadi penting karena bisa memberikan akses informasi bagi masyarakat sebagaimana juga memberikan mereka akses bagi pengetahuan tentang bagaimana cara berkomunikasi. Informasi terkini dan terperecaya dan memang relevan untuk disebarluaskan, dipertukarkan dan dilakukan secara kontinyu. Masyarakat pendengar diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri mereka sendiri, baik dari sisi sosial, politik, budaya dan sebagainya. Dalam tataran yang demikian, maka sesungguhnya radio komunitas membantu menempatkan masyarakat untuk secara proaktif dan cerdas bertanggung jawab dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi secara mandiri (Colin Fraser


(39)

dan Sonia Restrepo Estrada, 2001).

Karakteristik radio komunitas dicirikan oleh kepemilikan dan penyusunan programnya serta komunitas yang menjadi kewenangannya. Radio komunitas bisa dimiliki dan dikontrol oleh sebuah organisasi nirlaba yang strukturnya memungkinkan keanggotaan, manajemen, dan penyusunan program dilakukan oleh seluruh anggota komunitas. (Susanto, 1982).

Dalam menjalankan peran dan fungsinya, radio komunitas sebagai lembaga penyiaran komunitas memiliki stuktur organisasi yang berbeda dengan jenis media lainnya seperti media pemerintah maupun swasta. Perbedaan ini terutama merujuk pada adanya partisipasi warga atau komunitas dalam pendirian dan pengelolaannya (Andriana, 2010).

Radio komunitas di Indonesia mulai berkembang pada tahun 2000. Radio komunitas merupakan buah dari reformasi politik tahun 1998 yang ditandai dengan dibubarkannya Departemen Penerangan RI. Departemen Penerangan sebagai otoritas tunggal pengendali media di tangan pemerintah. Akhirnya pada tahun 2002, atas bantuan banyak pihak, inisiatif masyarakat, terutama dalam suatu komunitas yang dibatasi geografis, radio komunitas disahkan dalam undang – undang Nomor 32 tentang Penyiaran. Hak tersebut tertuang dalam pasal 21, yaitu partisipasi masyarakat, yang disebut sebagai penyiaran komunitas. Sejak Undang – undang penyiaran disahkan, hingga saat ini telah tumbuh ratusan radio komunitas diseluruh Indonesia, dengan konsentrasi tebesar di Jawa Barat dan Jawa Timur ( Basuki Suhardiman dan Wirayanti dan Yerry


(40)

Niko Borang, 2009).

Menengok peristiwa demi peristiwa yang melibatkan radio sebagai alat komunikasi, maka tidak dapat dipungkiri kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh kemajuan metode komunikasi dan alat komunikasi yang digunakannya. Radio Siaran atau Radio broadcasting, terutama penyiaran komunitas telah mengalami fase perubahan yang cukup signifikan secara legalitas, terlebih sejak ditetapkannya UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Radio komunitas di Indonesia, sifatnya mirip dengan Radio komunitas di negara lain, khususnya di Amerika Serikat. Di Amerika sendiri, radio komunitas dikenal sebagai Low Power FM (LPFM). Sesuai dengan namanya, sifat LPFM adalah siaran untuk komuntitas di area tertentu, menggunakan pemancar jenis modulasi FM dengan daya pancar maksimal 100 watt ERP (effective radiated power), dan daya jangkau sekitar 6 km dari titik pancar ( Basuki Suhardiman dan Wirayanti dan Yerry Niko Borang, 2009).

Radio komunitas di Indonesia rata – rata memiliki spesifikasi mirip LPFM. Kemiripan dapat terjadi disebabkan faktor goegrafis – kultural dan faktor teknis. Secara geografis – kultural, penduduk Pulau Jawa, terutama di pedesaan adalah petani, dengan tingkat kepadatan dan kekerabatan yang cukup tinggi. Maka terciptalah pemancar radio dengan power rendah yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Salah satu alasan memilih power rendah adalah rendahnya biaya untuk membuat pemancar power rendah (dibawah 100 Watt), sehingga pemancar dapat dibuat sendiri atau secara kolektif ( Basuki Suhardiman dan Wirayanti dan


(41)

Yerry Niko Borang, 2009).

Radio Komunitas tidak banyak dikenal oleh orang ketimbang radio komersil pada umumnya. Hal ini disebabkan oleh pendiriannya yang memang diperuntukkan hanya bagi komunitas tertentu. Dalam Pasal 21 UU Penyiaran, lembaga penyiaran komunitas diatur sebagai berikut :

1. Berbentuk badan hukum Indonesia

2. Didirikan oleh komunitas tertentu

3. Bersifat Independen

4. Tidak bertujuan komersil atau bagian dari suatu perusahaan 5. Memiliki daya pancar rendah, jangkauan wilayah terbatas

6. Untuk melayani kepentingan komunitas, yakni mendidik dan

memajukan komunitasnya

Secara umum layanan siaran radio komunitas dibagi dalam tiga hal :

1. Budaya, meliputi siaran hiburan seperti musik, sandiwara, komedi dan sebagainya.

2. Pendidikan, seperti konseling, konsultasi, kewirausahaan, penyuluhan, dan sebagainya.

3. Informasi, meliputi berita, feature, dokumenter, diskusi interaktif, dan sebagainya.

Saat ini jumlah stasiun radio komunitas di Indonesia diperkirakan telah mencapai 500 stasiun. Meskipun keberadaan radio komunitas di Indonesia telah diakui dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, tetapi masih banyak


(42)

kendala yang ditemui dalam upaya untuk mengembangkannya. Salah satunya adalah alokasi frekuensi. Sementara ini aturan dalam hal penggunaan frekuensi, pemerintah berpedoman pada SK Menteri perhubungan Nomor 15 dan 15a, bahwasannya radio komunitas diberikan 3 kanal 202, 203, 204, atau menempati frekuensi 107.7, 107.8, 107.9 dengan jangkauan siaran 2,5 km dan ERP (power) maksimal 50 watt. Apabila aturan tersebut digunakan di daerah perkotaan yang padat maka yang terjadi rakom sulit memetakan siapa audiensinya dan secara teknispun sulit. Hal tersebut terjadi di beberapa daerah di Indonesia,misalnya radio komunitas kampus yang jaraknya sangat berdekatan berakibat terjadinya kesalah pahaman atau konflik-konflik baru karena dengan 3 frekuensi yang sama saling berdekatan, dan saling bertabrakan. Lalu jika aturan tersebut dilaksanakan di daerah yang luas seperti Kalimantan dengan jarak jangkauan siaran 2,5 km, yang akan mendengarkan radio tersebut hanya beberapa kepala keluarga saja, padahal dalam proses perijinan rakom harus memperoleh dukungan minimmal 51% atau 250 orang komunitasnya (Widarto, 2009)

Dalam hal pendanaan, layanan radio komunitas dibuat dan dioperasikan sebagai lembaga nirlaba. Dana yang didapat oleh layanan radio komunitas berasal dari berbagai sumber. Gabungan dari sumber – sumber tersebut diharapkan dapat membuat layanan radio komunitas bisa mandiri (Colin Fraser dan Sonia Restrepo Estrada, 2001).

Mengenai sumber pembiayaan radio komunitas diatur melalui Pasal 22 UU Penyiaran, yakni :


(43)

a. Kontribusi komunitas

b. Sumbangan

c. Hibah

d. Sponsor

e. Sumber lain yang tidak mengikat

Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dipahami radio komunitas memiliki keleluasaan memperoleh sumber dana non komersial dari mana saja, selama tidak mengikat. Namun, sumber dana utama radio komunitas tetaplah harus dari sumbangan komunitas. Sementara sumber dana yang tidak diperbolehkan untuk radio komunitas adalah :

a. Dana bantuan awal dari pihak asing b. Dana bantuan operasional dari pihak asing c. Iklan komersial (selain iklan layanan masyarakat)

Mengelola sebuah radio komunitas membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Masalah pembiayaan ini seringkali menjadi halangan bagi keberadaan sebuah radio komunitas. Saat ini banyak radio komunitas yang menggantungkan sumber pendapatannya dari hibah dan sponsor. Kadang pada akhirnya berakibat pada masalah keuangan yang rawan isu dan dugaan yang tidak bertanggungjawab. Pengelolaan keuangan yang baik sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan radio komunitas.

Dalam masalah perizinan, radio komunitas di Indonesia masih mengalami kendala. Setelah mendapat pengakuan dari UU Penyiaran tahun 2002, regulasi


(44)

yang berada di bawahnya seperti Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih detail soal perizinan atau frekuensi dianggap masih belum mendukung perkembangan radio komunitas sepenuhnya. Prosedur perijinan yang disusun oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meskipun telah melalui proses konsultasi kepada beberapa radio komunitas juga masih terlalu berbelit-belit dan panjang. Radio komunitas harus mengajukan surat permohonan kepada kepada KPI-D, lalu KPI-D akan verifikasi dan evaluasi. Apabila tidak memenuhi syarat maka surat permohonan akan dikembalikan, apabila disetujui permohonan akan di lanjutkan ke KPI Pusat. Di KPI Pusat prosesnya hampir sama, yaitu di kompilasikan melalui forum bersama antara Pemerintah inter-departemen (departemen yang berkaitan dengan penyiaran seperti Perhubungan, Depkominfo) dan KPI Pusat. Bayangkan jika masyarakat di Papua mau membuat radio komunitas, mereka harus urus perijinan sampai ke Jakarta. Oleh karena itu telah diusulkan agar perijinan bisa keluar di tingkat KIP-D (Widarto, 2009).

Kegiatan radio komunitas adalah soal pelibatan (engagement). Dalam praktik keseharian siaran selalu ada upaya melibatkan partisipasi khalayak. Bahkan saat ini keterlibatan pendengar adalah salah satu syarat operasi radio komunitas. Kegiatan radio secara luas adalah siaran lewat udara dan pertemuan langsung. Sedangkan mengenai program siaran yang dibuat, sebaiknya dilandaskan pada apa yang menjadi kebutuhan komunitas (Masduki, 2004). Warga (anggota


(45)

komunitas) memiliki peranan tehadap maju dan mundurnya radio komunitasnya. Di saat persaingan radio makin ketat, setiap radio dituntut untuk kreatif merancang program semenarik mungkin untuk memenuhi kebutuhan pendengar, serta membuat variasi – variasi baru sajian hiburan yang disuguhkan agar pendengar juga tidak jenuh.

Menurut Robert McLeish ada beberapa prinsip yang harus dipegang pengelola radio dalam menyusun program siaran. Pertama mampu memaparkan semua ide, baik yang radikal, tradisional maupun pro kemapanan. Prinsip berikutnya, membantu individu dan kelompok dalam masyarakat untuk bisa saling berbicara mengembangkan sikap peduli sebagai anggota masyarakat majemuk. Ketiga mampu memobilisasi sumber daya publik dan pribadi baik dalam situasi darurat maupun normal sehingga terjadi distribusi kekayaan, kesejahteraan dan keamanan secara merata. Keempat membantu pendengar mengembangkan persetujuan objektif dan menentukan piihan politik, membantu terjadinya debat sosial politik, mengekspos isu – isu dan pilihan – pilihan rasional bagi publik dalam melakukan aksi. Dan prinsip yang terakhir, mampu menjadi alat kontrol kekuasaan dan menjalin kontak dengan publik dalam proses komunikasi yang demokratis (Masduki, 2004).

Dengan demikian, radio tidak sekedar menghibur dan menjauhkan pendengar dari realitas sosial yang harus mereka pecahkan secepatnya. Oleh karena itu, media auditif ini di anjurkan tidak mengakses wacana antisosial, tidak


(46)

membentuk sikap hedonis, tidak membentuk arena baru bagi konflik sosial yang tidak perlu, tidak membentuk masyarakat yang permisif, acuh tak acuh terhadap problem social, dan tidak membentuk figur penghayal, tetapi membentuk figur yang kreatif dan optimis (Masduki, 2004).

5. Studi Delphi

Metode Delphi adalah sistematis metode peramalan interaktif yang menggunakan panel para expert atau pakar dibidang tertentu. Dalam buku The Delphi Method Techniques and Application, Delphi dapat dikarakteristikkan sebagai metode untuk menstrukturisasi sekelompok proses komunikasi sehingga proses tersebut menjadi efektif bagi sekelompok individu, sebagai kesatuan, untuk mengatasi problema yang kompleks (Harold A. Listone, Murray Turrof, 2002).

Menurut Dennis Viehland dan Aaron Wong, metode Delphi adalah proses survei terstruktur untuk mengkonsolidasikan pendapat dari kelompok ahli ke dalam penilaian pada suatu masalah, yang biasanya berhubungan dengan masa depan. Pertanyaan diminta dari para ahli dan informasi tersebut kemudian dianalisis dan dikembalikan ke masing-masing ahli. Setiap putaran memberikan peserta kesempatan untuk merevisi pandangan mereka. Hal ini dilakukan berulang kali sampai konsensus dicapai pada pertanyaan tertentu. Untuk memastikan keabsahan hasil, panelis tidak secara langsung berinteraksi satu sama lain,


(47)

sehingga menghindari proses sosial dan kontaminasi yang dapat terjadi dalam situasi kelompok. (Dennis Viehland dan Aaron Wong, 2007)

Sedangkan Aprisa Chrysantina dalam sebuah artikel yang berjudul 9 Langkah metode Delphi mengungkapkan bahwa metode Delphi adalah cara mendapatkan informasi, membuat keputusan, menentukan indikator, parameter dan lain-lain yang reliabel dengan mengeksplorasi ide dan informasi dari orang-orang yang ahli di bidangnya, caranya dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh praktisi yang kompeten di bidang yang akan diteliti, kemudian hasil kuesioner ini direview oleh pihak fasilitator atau peneliti untuk dibuat kesimpulan, dikelompokkan, diklasifikasikan dan kemudian dikembalikan pada praktisi yang sama untuk direvisi dan begitu seterusnya dalam beberapa tahap yang berulang. Dengan metode seperti ini, partisipan yang meliputi para ahli dapat memberikan pendapat dan opini dengan bebas dan objektif, tanpa takut disalahkan, bahkan dapat merevisi pendapat mereka yang sebelumnya. Sehingga hasil diskusi yang diperoleh dapat bersifat sereliabel mungkin. Ia meringkas langkah-langkah metode Delphi dalam 9 langkah mudah, yaitu :

1. Menentukan periode waktu

2. Menetukan jumlah putaran pengambilan pendapat

3. Menentukan apa saja yang akan ditentukan / dicari

4. Menentukan ahlinya


(48)

6. Me-review literatur oleh para ahli tersebut (kriteria dan tujuan) 7. Melaksanakan sesi diskusi dan feedback interaktif bersama ekspertis

8. Merumuskan hasil dari sesi diskusi dengan pengelompokan,

pengkategorian, ataupun pemeringkatan

9. Menyepakati hasil diskusi dan feedback (Chrysantina, 2009)

Proses teknik Delphi di masa sekarang ini terbagi menjadi dua jenis. Yang paling sering ditemukan adalah “Delphi Exercise”. Situasi yang diciptakan dalam versi ini adalah satu tim monitor yang beranggotakan sedikit orang merancang sebuah kuesioner yang dikirim ke sekelompok responden yang jumlahnya lebih banyak daripada tim monitor tersebut. Setelah kuesioner tersebut dikembalikan, tim monitor meringkas hasilnya, dan berdasarkan hasil yang diperoleh, mengembangkan sebuah kuesioner baru bagi kelompok responden. Kelompok responden biasanya diberi, setidaknya satu peluang untuk mengevaluasi ulang jawaban-jawaban awalnya berdasarkan pada pemeriksaan respon dari kelompok tersebut. Pada satu titik, jenis teknik Delphi ini merupakan kombinasi dari prosedur polling (atau pemungutan suara) dan prosedur konferensi (musyawarah) yang berupaya untuk mengganti porsi signifikan dari upaya yang diperlukan bagi individu untuk menjalin komunikasi dari kelompok responden yang lebih banyak kepada tim monitor yang jumlahnya lebih sedikit. Teknik ini disebut dengan bentuk Conventional Delphi atau teknik Delphi konvensional (Harold A. Listone, Murray Turrof, 2002).


(49)

Lebih lanjut, jenis teknik Delphi lainnya disebut dengan “Delphi Conference”, menggantikan tim monitor dengan hal yang lebih luas tingkatnya melalui komputer yang telah diprogram untuk melaksanakan kompilasi hasil kelompok. Pendekatan ini memiliki keuntungan untuk mengeliminasi penundaan yang disebabkan oleh kegiatan meringkas tiap-tiap babak dalam teknik Delphi, sehingga dapat mengubah prosesnya menjadi sistem komunikasi yang nyata. Namun, pendekatan Delphi ini membutuhkan karakteristik komunikasi yang ditetapkan sebelum teknik Delphi dikerjakan, sementara dalam praktik Delphi Exercise, tim monitor dapat menyesuaikan diri dengan karakteristik tersebut sebagai fungsi dari respon kelompok (Harold A. Listone, Murray Turrof, 2002).

R. Wilfred Tremblay dalam penelitiannya yang berjudul The Delphi Study on The Future of College Radio menggunakan teknik Delphi dalam melakukan penelitian kepada para penasihat/pembimbing radio kampus di Amerika Serikat. Para panelis memberikan respon pada 24 objek kuesioner mengenai industri radio kampus selama periode 5, 10, dan 15 tahun. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi perubahan yang diproyeksikan akan menentukan masa depan radio kampus selama jangka waktu pendek (5-10 tahun) dan jangka waktu menengah (10-15 tahun). (Tremblay, 2003)

Mengacu pada Linstone & Turrof, penelitian ini mempergunakan metode Delphi, dengan teknik normatif yaitu untuk menstrukturisasi sekelompok proses komunikasi sehingga proses tersebut bisa menjadi efektif bagi sekelompok


(50)

individu, secara keseluruhan, untuk mengatasi permasalahan yang rumit. Penelitian menggunakan metode Delphi secara tradisional menggunakan empat fase atau babak/putaran, yaitu : (1) eksplorasi subjek di mana masing-masing individu memberikan kontribusi informasi tambahan yang berkaitan dengan isu yang diangkat; (2) konsensus mengenai bagaimana kelompok memandang isu tersebut; (3) eksplorasi pertidaksetujuan; dan (4) evaluasi akhir (Tremblay, 2003).

Untuk menghemat waktu dan fokus permasalahan, beberapa proyek Delphi, termasuk penelitian yang dilakukan Wilfred Tremblay ini diperingkas menjadi tiga babak dengan membuat para partisipan memberikan respon terhadap pertanyaan-pertanyaan di babak pertama yang close-ended (tertutup). Dengan pendekatan menggunakan pertanyaan babak pertama yang open-ended (terbuka) untuk menghasilkan pertanyaan close-ended yang berikutnya untuk pengukuran, panelis/narasumber mungkin terbentur pada permasalahan yang terjadi pada saat ini daripada mengidentifikasi kesulitan dan peluang secara luas dan menyeluruh di lingkup masa depan. Oleh karena itu, metodologi tiga babak Delphi mungkin lebih cocok dengan fokus permasalahan dalam penelitian ini, daripada mengkaji topik secara acak. (Tremblay, 2003)

Banyak orang yang menganggap teknik Delphi sebagai prosedur dengan prediksi untuk bidang komunikasi karena teknik Delphi memang dapat digunakan secara


(51)

signifikan untuk hal tersebut. Namun terdapat pula jenis bidang lain yang dapat menggunakan teknik Delphi, di antaranya adalah:

1. Mengumpulkan data sekarang dan data lama yang sudah tidak

diketahui atau tidak tersedia lagi

2. Menelaah peristiwa-peristiwa sejarah yang signifikan

3. Mengevaluasi alokasi anggaran yang memungkinkan

4. Mengeksplorasi opsi-opsi perencanaan urban dan regional

5. Merencanakan kampus universitas dan pengembangan kurikulum

6. Menyatukan struktur suatu model

7. Menguraikan pro dan kontra yang berhubungan dengan opsi-opsi kebijakan yang potensial

8. Mengembangkan hubungan kausatif dalam fenomena perekonomian

atau sosial yang kompleks

9. Membedakan dan memperjelas motivasi manusia yang alamiah

dengan motivasi yang dibuat sendiri olehnya

10. Mengekspos prioritas dari nilai-nilai pribadi dan tujuan-tujuan sosial (Harold A. Listone, Murray Turrof, 2002).

Dalam sebuah jurnal berjudul The Delphi Method for Gaduate Research terdapat beberapa contoh penelitian yang menggunakan studi Delphi. Salah satunya adalah penelitian yang berjudul Identify and Rank The Critical Elements of IS Infrastructure Flexibility yang dilakukan oleh Duncan pada tahun 1995.


(52)

Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik dan metrik dari suatu infrastruktur teknologi informasi Dalam penelitiannya, Duncan menggunakan dua putaran Delphi yaitu survey dan diskusi untuk menjawab pertanyaan. Penelitian ini diikuti oleh 21 orang peserta. Dalam babak pertama, peserta dinilai karakteristik fleksibilitasnya (misalnya peraturan kompatibilitas untuk jaringan komunikasi, data dan aplikasi, kepemimpinan manajemen dalam perencanaan jangka panjang untuk aplikasi, dan standarisasi antarmuka) yang diidentifikasi dalam sebuah tinjauan pustaka. Peserta juga diberikan kesempatan untuk menambahkan karakteristik lain yang tidak ada dalam daftar. Di babak kedua, mereka mendiskusikan hasil dari putaran pertama. Dalam penelitian ini, studi Delphi dilanjutkan dengan wawancara kepada sampel yang berbeda untuk proses verifikasi dan generalisasi (Skulmoski, Hartman dan Jennifer Kahn, 2007).

Studi Delphi juga dapat digunakan untuk penelitian dalam bidang kesehatan, seperti yang telah dilakukan oleh Natasha Browne, Lorraine Robinson dan Alison Richardson dalam penelitian yang berjudul A Delphi Study on The Research Priorities of European Oncology Nurses. Penelitian ini dilakukan

untuk meneliti perawatan kanker pada orang Eropa, serta untuk

mendokumentasikan isu yang dianggap penting untuk anggota European

Oncology Nursing Society (EONS). Survei ini terdiri dari tiga tahap, dimulai dari EONS Spring Convention yang kedua pada tahun 2000, para perawat kanker di Eropa diminta untuk menyelesaikan kuesioner pada fase 1 . Pada tahap 2,


(53)

kategori prioritas penelitian yang dihasilkan dari kuesioner fase 1 selanjutnya ditinjau oleh sekelompok perawat kanker di Eropa. Tahap terakhir meliputi pembagian kuesioner kedua. Sebanyak 223 perawat merespon kuesioner pertama dan sebanyak 117 perawat merespon kuesioner kedua. Dari penelitian ini menunjukkan prioritas tinggi di seluruh Eropa yaitu kebutuhan pasien yang berhubungan dengan komunikasi, informasi dan pendidikan, ilmu tentang penyakit dan pengobatannya dan pendidikan keperawatan untuk kanker ( Browne, Robinson dan Richardson, 2002)

Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Van der Beek AJ, dkk dalam sebuah penelitian dibidang kesehatan dan keselamatan yang berjudul Priorities in Occupational Health Research: A Delphi Study in The Netherlands. Tahap pertama, penelitian ini diikuti oleh 33 orang yang di anggap sebagai informan kunci melalui fase wawancara. Tahap selanjutnya adalah dengan kuisioner yang diikuti oleh 150 expert, termasuk informan kunci yang sudah terlibat pada tahap pertama. Ada empat kelompok yang direkrut menjadi narasumber yang berasal dari pelayanan kesehatan dan keselamatan, lembaga penelitian ilmiah, badan administrasi pemerintahan dan perusahaan. Dengan menggunakan teknik Delphi, para ahli diminta untuk memprioritaskan beberapa topik dengan judul yang berbeda. Respon yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 86% untuk kuisioner tahap pertama dan 81% untuk kuisioner pada tahap kedua. Pada tahap kedua telah tercapai konsensus yang memuaskan sehingga proses Delphi dihentikan. Hasil dari penelitian ini diperoleh beberapa hal penting, antara lain desain /


(54)

pelaksanaan / evaluasi tindakan, dimana topik tentang tentang analisis biaya memiliki nilai tertinggi. Hasil yang kedua adalah adanya penilaian hubungan antara eksposur dan efek, dalam hal ini masalah stres yang menimpa pekerja lebih penting daripada hanya keselamatan fisik saja (Van der Beek AJ, dkk, 1997).

Dalam pelaksanaanya, penelitian dengan menggunakan studi Delphi harus distrukturisasi untuk menghindari permasalahan yang terjadi dalam komunikasi tatap muka secara langsung, seperti misalnya pengaruh berlebihan dari individu yang dominan, bunyi semantik, dan tekanan terhadap kesesuaian/konformitas. (Harold A. Listone, Murray Turrof, 2002)

Dalam penelitian ini studi Delphi akan digunakan untuk mengetahui prediksi para pakar radio mengenai perkembangan yang akan terjadi pada radio komunitas di Yogyakarta dan Solo dalam hal pertumbuhan, pendanaan, perizinan, SDM dan teknologi dalam kurun waktu 5, 10 dan 15 tahun kedepan.


(55)

F. Definisi Konsepsional

Konsep merupakan abstraksi suatu fenomena yang dirumuskan dari sejumlah karakteristik kejadian. Keadaan, kelompok, individu tertentu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995). Untuk menjelaskan menjelaskan penelitian ini dibutuhkan batasan mengenai konsep-konsep yang ada. Fungsi dari definisi konsepsional ini adalah untuk menghindari perbedaan pengertian tentang variabel-variabel penelitian yang akan diuji antara konsep peneliti dan pembaca. Definisi konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Prediksi

Prediksi adalah suatu proses memperkirakan secara sistematik tentang sesuatu yang paling mungkin terjadi dimasa depan berdasarkan informasi masa lalu dan sekarang yang dimiliki, agar kesalahannya (selisih antar sesuatu yang terjadi dengan hasil perkiraan) dapat diperkecil. Prediksi tidak memberikan jawaban pasti tentang apa yang akan terjadi, melainkan berusaha untuk mencari jawaban sedekat mungkin dengan yang akan terjadi.

Terdapat banyak teknik atau metode ilmiah untuk proses prediksi. Metode – metode prediksi tersebut dibedakan dalam dua kelompok, yaitu kualitatif dan kuantitatif.


(56)

Metode kualitatif digunakan jika data historis atau data empiris dari variable yang akan diprediksi tidak ada, tidak cukup atau kurang dapat dipercaya. Metode ini juga disarankan jika lingkungan atau teknologi sedang atau diperkirakan akan mengalami perubahan drastis. Sebagai gantinya, input utama metode ini adalah judgement, opini dan pengalaman. Karena alasan tersebut, metode ini juga dinamakan judgemental, subjective, intuitive, or technological forecasting method.

b. Metode Kuantitatif

Metode kuantitatif memerlukan data historis atau empiris dan menuntut variable yang digunakan mempunyai satuan ukuran atau dapat diukur. Metode ini umumnya beranggapan bahwa pola masa lalu akan berulang.

(http://digilib.petra.ac.id/viewer )

2. Perkembangan Radio Komunitas

Radio Komunitas adalah radio yang berasal dari warga, dikelola oleh warga dan untuk warga dimana radio itu berada. Radio komunitas adalah suatu media yang dibentuk oleh sekelompok komunitas sebagai suatu ruang partisipasi yang bersifat independen, terbuka dan lebih mengedepankan kepentingan masyarakat komunitasnya. Sebagai suatu media informasi yang independen, radio komunitas salah satu ruang partisipasi serta ruang demokrasi bagi masyarakat komunitasnya


(57)

sebagai suatu kumpulan dari orang-orang yang berpartisipasi secara aktif dalam mengatur dan membuat program acara. Anggotanya terdiri dari komunitas individu dan badan-badan lokal lainnya sebagai sumber daya manusia yang utama didalam mendukung pengoperasian radio swadaya masyarakat.

Karakteristik radio komunitas dicirikan oleh kepemilikan dan penyusunan programnya serta komunitas yang menjadi kewenangannya. Radio komunitas bisa dimiliki dan dikontrol oleh sebuah organisasi nirlaba yang strukturnya memungkinkan keanggotaan, manajemen, dan penyusunan program dilakukan oleh seluruh anggota komunitas. (Susanto, 1982).

Dalam menjalankan peran dan fungsinya, radio komunitas sebagai lembaga penyiaran komunitas memiliki stuktur organisasi yang berbeda dengan jenis media lainnya seperti media pemerintah maupun swasta. Perbedaan ini terutama merujuk pada adanya partisipasi warga atau komunitas dalam pendirian dan pengelolaannya (Andriana, 2010).

Radio komunitas di Indonesia mulai berkembang pada tahun 2000, dan akhirnya pada tahun 2002, atas bantuan banyak pihak, inisiatif masyarakat, terutama dalam suatu komunitas yang dibatasi geografis, radio komunitas disahkan dalam undang – undang Nomor 32 tentang Penyiaran. Hak tersebut tertuang dalam pasal 21, yaitu partisipasi masyarakat, yang disebut sebagai penyiaran komunitas. Sejak Undang – undang penyiaran disahkan, hingga saat ini telah tumbuh ratusan radio komunitas diseluruh Indonesia, dengan konsentrasi tebesar di Jawa Barat dan Jawa Timur ( Basuki Suhardiman dan Wirayanti dan Yerry


(58)

Niko Borang, 2009).

G.Kerangka Pemikiran

Masalah pertumbuhan, dana, perizinan, SDM serta teknologi yang dialami radio

komunitas

Prediksi perkembangan radio komunitas dengan menggunakan Studi Delphi

Wawancara pakar mengenai gambaran

umum Radio Komunitas

Review hasil wawancara diubah menjadi beberapa item pernyataan disertai dengan jenjang skala likert

Kuisioner putaran 1 dan kuisioner putaran 2

Temuan prediksi mengenai pertumbuhan, dana, perizinan, SDM dan teknologi yang mungkin terjadi dan yang

tidak mungkin terjadi pada Radio Komunitas di Yogyakarta dan Solo


(59)

H.Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui prediksi para pakar atau pengamat tentang masa depan radio kampus dengan melihat fenomena – fenomena yang sedang terjadi saat ini, dan berbagai permasalahan meliputi pertumbuahan dan pendanaan radio komunitas, perizinan, SDM dan teknologi pada radio komunitas. Prediksi yang diberikan oleh pakar didasarkan pada kenyataan yang terjadi pada saat ini. Penelitian dapat dikategorisasikan dalam jenis studi evaluasi.

2. Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan Studi Delphi. Studi Delphi ini didasari pada prinsip meramalkan atau peramalan dari sebuah pembentukan kelompok para ahli. Studi Delphi dilakukan dengan metode interaktif yang melibatkan beberapa ahli. Informasi – informasi di dapatkan dari para ahli. Para ahli akan dituntun untuk menjawab serangkaian pertanyaan dari peneliti atau fasilitator. Penelitian dapat dilakukan dengan secara langsung (face to face) maupun tidak langsung, baik saat kuisioner

maupun saat interview atau wawancara


(60)

Metode Delphi adalah cara mendapatkan informasi, membuat keputusan, menentukan indikator, parameter dan lain-lain yang reliabel dengan mengeksplorasi ide dan informasi dari orang-orang yang ahli di bidangnya, yaitu dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh praktisi yang kompeten di bidang yang akan diteliti, kemudian hasil kuesioner ini direview oleh pihak

fasilitator atau peneliti untuk dibuat kesimpulan, dikelompokkan,

diklasifikasikan dan kemudian dikembalikan pada praktisi yang sama untuk direvisi dan begitu seterusnya dalam beberapa tahap yang berulang. Dengan metode seperti ini, partisipan yang meliputi para ahli dapat memberikan pendapat dan opini dengan bebas dan objektif, tanpa takut disalahkan, bahkan dapat merevisi pendapat mereka yang sebelumnya. Sehingga hasil diskusi yang diperoleh dapat bersifat sereliabel mungkin (Chrysantina, 2009).

Hal ini juga sependapat dengan Dennis Viehland dan Aaron Wong yang mengatakan bahwa metode Delphi adalah proses survei terstruktur untuk mengkonsolidasikan pendapat dari kelompok ahli ke dalam penilaian pada suatu masalah, biasanya berhubungan dengan masa depan. Pertanyaan diminta dari para ahli dan informasi tersebut kemudian dianalisis dan dikembalikan ke masing-masig ahli. Setiap putaran memberikan peserta kesempatan untuk merevisi pandangan mereka. Hal ini dilakukan berulang kali sampai konsensus dicapai pada pertanyaan tertentu. Untuk memastikan keabsahan hasil, panelis tidak secara langsung berinteraksi satu sama lain, sehingga menghindari proses


(1)

Masih sama dengan prediksi di tahun – tahun sebelumnya, para pakar semakin

yakin bahwa 15 tahun kedepan sumber daya manusia di dalam radio komunitas akan

mampu mengikuti perkembangan dan perubahan teknologi yang selalu terjadi.

Dengan pelatihan yang sudah mulai banyak dilakukana kemampuan yang dimiliki

sumber daya manusia didalam radio komunitas akan semakin membaik.

a.

Tiga Besar Prediksi yang Paling Tidak Mungkin Terjadi

Para pakar memprediksi bahwa radio komunitas tidak akan menggunakan penyiar luar

untuk mengisi jam siar yang kosong. Radio komunitas akan tetap konsisten sebagai

radio yang memang dibangun dari, oleh dan untuk komunitasnya. Selanjutnya adalah

permasalahan sponsor. Para pakar memprediksi bahwa untuk 5 tahun kedepan, sponsor

tidak lebih tertarik pada radio komunitas. Mereka masih condong pada radio komersil

yang mempunyai jumlah audiens lebih besar Prediksi lain yang dimungkinkan tidak

akan terjadi pada waktu 5 tahun mendatang adalah masalah perijianan sampai pada

tahap IPP.

Untuk 10 tahun mendatang, prediksi para pakar mengenai sponsor masih

sama. Sponsor tidak akan lebih tertarik pada radio komunitas bila dibandingkan

dengan radio komersil. Tidak jauh berbeda dari 5 tahun sebelumnya, para pakar

masih memprediksi bahwa radio komunitas tidak akan menggunakan penyiar luar

untuk mengisi jam siar yang kosong..


(2)

diperoleh, radio komunitas akan mampu menangani masalahnya sendiri. Selanjtnya,

hingga waktu 15 tahun mendatang, untuk masalah sponsor belum nampak adanya

perubahan, mereka masih akan lebih tertarik pada radio komersil yang jumlah

audiensnya lebih besar. Nilai rata – rata untuk ketidakmungkinan ini adalah 3.56 pada

kedua putaran.

Prediksi selanjutnya adalah, bahwa radio komunitas tetap tidak akan menggunakan

penyiar dari luar untuk mengisi jam siar yang kosong, dengan semakin majunya

teknologi para pakar yakin mereka akan dapat mensiasati kekosongan ini tanpa harus

memakaipenyiar dari luar. Selain itu, tenaga profesional dari luar juga tidak akan

digunakan sampai waktu 15 tahun kedepan. Para pakar berpendapat semakin lama

belajar maka mereka akan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa harus

memakai tenaga teknis dari luar.


(3)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan

Penelitian dengan studi delphi ini dimaksudkan untuk mengetahui prediksi para

pakar radio mengenai perkembangan radio komunitas di Yogyakarta dan Solo. Hasil

penelitian ini diperoleh melalui dua tahap. Tahap pertama adalah wawancara dengan

narasumber, sedangkan tahap kedua adalah kuisioner yang dilakukan sebanyak dua

kali putaran. Dari penelitian yang dilakukan selama bulan Desember 2010 hingga

Februari 2011, didapatkan beberapa prediksi pakar radio mengenai masa depan radio

komunitas, yaitu sebagai berikut :

1.

Pertumbuhan dan Pendanaan Radio Komunitas

Perkembangan radio komunitas di Yogyakarta dan Solo dapat dikatakan belum

stabil. Banyak radio komunitas yang muncul namun banyak pula yang tutup. Beberapa

penyebabnya adalah minimnya dana yang dimiliki dan masalah regulasi. Masalah dana

yang minim ini memang seringkali menjadi isu penyebab tutupnya sebuah radio

komunitas.

Iuran anggota memang sebaiknya menjadi penyumbang dana terbesar bagi

sebuah radio komunitas. Namun, untuk mendapatkan iuran anggota bukanlah hal yang

mudah, biasanya iuran tersebut dapat berjalan pada tahun – tahun pertama saja. Untuk

menutup kekurangan dana operasional radio, sebenarnya bisa saja diperoleh dari


(4)

sponsor. Namun yang menjadi masalahnya, pihak sponsor masih cenderung lebih

tertarik pada radio komersil, salah satu penyebabnya adalah jumlah audiens atau

pendengar radio komunitas yang terbatas. Ini menjadi sebuah tantangan dan

pembelajaran bagi radio komunitas untuk lebih berusaha menambah jumlah

pendengarnya.

2.

Perizinan Radio Komunitas

Perizinan pada radio komunitas masih akan menjadi suatu masalah bagi radio

komunitas. Masalah ini juga dianggap menjadi salah satu penyebab tutupnya sebuah

radio komunitas. Saat ini, radio komunitas di Yogyakarta dan Solo masih terkendala

dengan masalah tersebut. Masih banyak yang menganggap bahwa persyaratan yang

diajukan oleh KPI maupun KPID terasa memberatkan bagi mereka, belum lagi

birokrasi di dalamnya yang berbelit – belit. Selain itu peraturan yang seringkali

berubah – ubah yang menyebabkan banyak radio komunitas akhirnya berhenti dalam

mengurus perizinan.

Masih berkaitan dengan masalah perizinan, para pakar memperkirakan bahwa

untuk waktu lima tahun kedepan akan semakin banyak radio komunitas yang bisa

melalui tahap EDP atau Evaluasi Dengar Pendapat dalam pengurusan izinnya. Tentu

saja hal ini dapat menjadi motivasi bagi radio komunitas yang hingga saat ini belum

mengurus perizinan. Namun untuk sampai tahap IPP atau Izin Prinsip Penyiaran, para

pakar pesimis belum bisa terjadi karena kebanyakan rakom masih terkendala masalah


(5)

dana dan masalah birokrasi yang seringkali menyulitkan. Mungkin hal ini dapat

menjadi sebuah pembelajaran bagi KPI dan KPID untuk lebih memperbaiki tatanan

didalamnya serta mendekatkan diri pada radio komunitas, sehingga bisa tercapai suatu

kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak.

3.

Sumber Daya Manusia dalam Radio Komunitas

Para pakar beranggapan bahwa sumber daya manusia yang dimiliki radio

komunitas saat ini jauh lebih baik. Mereka mempunyai semangat belajar yang cukup

tinggi. Selain itu, saat ini banyak diadakan pelatihan untuk radio komunitas. Sudah

barang tentu dengan berbagai pelatihan yang dilakukan, manajemen sebuah radio akan

semakin membaik. Sumber daya di dalamnya akan semakin profesional. Sebagai

contoh, dalam masalah teknis maupun manajemen penyiaran, para pakar melihat

mereka tidak akan menggunakan bantuan tenaga luar dan mencari cara sendiri untuk

menyelesaikan permasalahan tersebut.

Radio komunitas kedepan harus semakin mengerti bagaimana komunitasnya,

apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh komunitasnya, salah satunya dalam hal

materi siar yang diberikan. Materi siar hendaknya didominasi dengan berita lokal dan

informasi – informasi yang berkaitan erat dengan komunitas tersebut, sehingga

pendengar merasa menjadi bagian dari radio komunitas tersebut. Hal tersebut bisa

menjadi salah satu cara untuk mendapat pendengar setia.


(6)

4.

Teknologi

Pada beberapa tahun kedepan, diprediksi zaman akan beralih ke teknologi era digital.

Banyak sekali perubahan yang akan terjadi, dan tentu hal tersebut membawa pengaruh

yang cukup besar pada radio komunitas. Untuk menghadapi perubahan tersebut, radio

komunitas harus mulai melakukan persiapan dan pelatihan, sehingga kedepan sumber

daya manusia dalam radio komunitas akan mampu menggunakan bahkan menguasai

perubahan teknologi era digital.

Selain itu, saat ini radio komunitas sudah mulai menggunakan

streaming

internet

untuk siaran, yang tentu saja sangat membantu dalam memperluas jangkauan dan

menambah pendengar.

Dari penjabaran diatas dapat kita tarik beberapa kesimpulan tentang radio komunitas

di Yogyakarta dan Solo, yaitu: (1) Pertumbuhan radio komunitas yang masih belum

stabil dan sulit terkendali; (2) Materi siar radio komunitas akan didominasi konten

lokal; (3) Masih minimnya ketertarikan dari sponsor terhadap radio komunitas; (4)

Akan terjadi migrasi ke teknologi era digital; (5) SDM akan semakin maju dan mampu

menghadapi perubahan zaman.


Dokumen yang terkait

jurnal RADIO KOMUNITAS

0 8 10

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TARIF IKLAN PADA RADIO SWASTA DI KOTA JOGJA DAN SOLO (Studi Kasus pada Berbagai Radio Siaran Swasta Nasional di Kota Jogja dan Solo)

1 33 157

TINJAUAN STASIUN TV DAN RADIO KOMUNITAS LANDASAN KONSEPTUAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN STASIUN TV DAN RADIO KOMUNITAS JOGJA BERKEBUN DI YOGYAKARTA.

64 403 39

RADIO KOMUNITAS SEBAGAI RADIO DAKWAH Radio Komunitas Sebagai Radio Dakwah (Analisis Deskriptif Kualitatif Radio Bani Adam FM sebagai Radio Komunitas Dakwah di Boyolali).

0 1 14

PENDAHULUAN Radio Komunitas Sebagai Radio Dakwah (Analisis Deskriptif Kualitatif Radio Bani Adam FM sebagai Radio Komunitas Dakwah di Boyolali).

0 2 25

VARIASI PERKEMBANGAN WILAYAH DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN WILAYAH DI KECAMATAN Variasi Perkembangan Wilayah dan Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Wilayah di Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar Pada Tahun 2006 dan

0 0 17

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN INDUSTRI BATIK DI KAWASAN SENTRA BATIK LAWEYAN SOLO.

1 8 123

Pemanfaatan Radio Komunitas di Lingkunga

0 0 5

"RADIO KOMUNITAS MERAPI FM" Studi tentang keterlibatan Komunitas dalam pengelolaan Radio Merapi FM Edi Panutra Priyandono W. Atmojo Abstract - Radio Komunitas Merapi FM Studi Tentang Keterlibatan Komunitas dalam Pengelolaan Radio Merapi FM

0 0 8

UNIVERSITAS NEGERI MANADO FAKULTAS TEKNIK P T I K 2010 KATA PENGANTAR - MAKALAH Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan anak

0 1 10