Pemanfaatan jerami padi sebagai sorben minyak mentah dengan aktivasi kimia

(1)

PEMANFAATAN JERAMI PADI SEBAGAI SORBEN

MINYAK MENTAH DENGAN AKTIVASI KIMIA

UMMU HANIFAH

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PEMANFAATAN JERAMI PADI SEBAGAI SORBEN

MINYAK MENTAH DENGAN AKTIVASI KIMIA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

UMMU HANIFAH 1110096000036

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

(4)

(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Jakarta, November 2014

Ummu Hanifah NIM: 1110096000036


(6)

ABSTRAK

UMMU HANIFAH. Pemanfaatan Jerami Padi Sebagai Sorben Minyak Mentah Dengan Aktivasi Kimia. Dibimbing oleh R NIDA SOPIAH dan NURHASNI.

Pemanfaatan jerami padi di Indonesia saat ini belum dikelola secara maksimal. Pada jerami padi terdapat selulosa yang mengandung gugus hidroksil yang dapat diaktivasi kimia sehingga akan terbentuk ikatan antara sorben dan bahan pengaktivasi. Bahan pengaktivasi yang digunakan adalah asam sitrat, asam asetat, urea, gliserol, dan natrium dodesil sulfat. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kapasitas sorpsi jerami padi dalam menyerap minyak mentah yang diaktivasi kimia dengan parameter jenis bahan pengaktivasi dan ukuran partikel (250; 355; 500 µm). Dilakukan variasi konsentrasi bahan pengaktivasi terseleksi (asam sitrat, asam asetat dan natrium dodesil sulfat): 0,25; 0,50; 0,75; 1,00; 1,25; 1,50; 1,75; 2,00; 2,25; 2,50; 2,75 dan 3,00 N. Aktivasi dilakukan pada suhu 1200C selama 30 menit, dioven pada suhu 500C selama 24 jam, dan dilakukan pengukuran kapasitas sorpsi dan karakterisasi dengan FTIR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas sorpsi minyak mentah oleh jerami padi yang diaktivasi asam sitrat optimum pada konsentrasi 1,75 N dengan kapasitas sorpsi 11,18 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan11,38 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm). Sedangkan jerami padi yang diaktivasi asam asetat optimum pada konsentrasi 1,25 N dengan kapasitas sorpsi 11,06 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 11,14 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm). Dan jerami padi yang diaktivasi natrium dodesil sulfat optimum pada konsentrasi 1,00 N dengan kapasitas sorpsi 8,85 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 9,3 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm). Karakterisasi dengan FTIR menunjukkan adanya penambahan gugus fungsi karbonil (C=O) pada jerami padi yang diaktivasi asam sitrat, asam asetat dan natrium dodesil sulfat dengan bilangan gelombang masing-masing 1672, 1652 dan 1664 cm-1 .


(7)

ABSTRACT

UMMU HANIFAH. The Utilization of Rice Straw as The Sorbent for Crude Oil Using Chemical Activation. Advised by R NIDA SOPIAH and NURHASNI.

The utilization of rice straw in Indonesia, at the moment, is not managed optimum. In the rice straw contained cellulosic material of which hydroxyl groups are attached and can be chemically activated that would found a bond between the sorbent and activator. Activator using citric acid, acetic acid, urea, glycerol, natrium dodecyl sulphate. The purpose of this research was to increase the sorption capacity of rice straw to crude oil by chemically activated with parameters activator and size of particle (250; 355 and 500 µm) and then will be variations selected concentration activator of (citric acid, acetic acid and natrium dodecyl sulphate): 0,25; 0,50; 0,75; 1,00; 1,25; 1,50; 1,75; 2,00; 2,25; 2,50; 2,75 and 3,00 N. The activations were carried out at temperature of 120 0C for 30 minutes followed by roasting at temperature of 50 0C for 24 hours, and then subsequent measurement of the sorption capacity and characterization by FTIR. The results showed that the optimum sorption capacity of crude oil at a concentration of citric acid 1.75 N was 11,18 g oil / g sorbent. (size of particles 355 µm) and 11,38 g oil/g sorbent (size of particles 500 µm). The optimum sorption capacity of crude oil at a concentration of acetic acid 1.25 N was 11,06 g oil / g sorbent. (size of particles 355 µm) and 11,14 g oil/g sorbent (size of particles 500 µm). The optimum sorption capacity of crude oil at a concentration of natrium dodecyl sulphate 1,00 N was 8,85 g oil / g sorbent. (size of particles 355 µm) and 9,3 g oil/g sorbent (size of particles 500 µm). Characterization using FTIR showed the additional carbonyl functional group ( C=O ) in rice straw by chemically activated with citric acid, acetic acid and natrium dodecyl sulphate at wave number 1672, 1652 and 1664 cm-1.


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kasih sayang yang tak terhingga, serta tak lupa shalawat untuk Nabi Muhammad SAW yang merupakan suri tauladan bagi kehidupan manusia.

Skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Sorben Minyak Mentah dengan Aktivasi Kimia”. Penelitian ini sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana sains.

Penulisan skripsi ini juga tak luput dari bantuan berbagai pihak. Atas kerja sama dan bantuan dari pihak-pihak terkait, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. R. Nida Sopiah, M.Si selaku Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing, memberikan saran dan perhatian dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Nurhasni, M.Si selaku Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing, serta banyak memberikan saran, perhatian, dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. Thamzil Las selaku Penguji I yang telah memberikan pengarahan dan saran

dalam penyusunan skripsi.

4. Isalmi Aziz, MT selaku Penguji II yang telah memberikan pengarahan dan saran dalam penyusunan skripsi.


(9)

viii 5. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan untuk melaksakan penelitian.

6. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan izin penulis untuk melaksanakan penelitian.

7. Dr. Ir. Arie Herlambang selaku ketua Balai Teknologi dan Lingkungan (BTL) Puspitek Serpong dan staff yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

8. Seluruh Dosen Program Studi Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama perkuliahan.

9. Kedua orangtua penulis (H. Fahrurozi dan Hj. Muawanah), kakak dan adik yang telah banyak membantu dan mendoakan selama kuliah hingga pelaksanaan penelitian.

10. Teman-teman Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2010.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi perbaikan dan penyempurnaan di kemudian hari.

Jakarta, November 2014


(10)

ix DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Hipotesis Penelitian ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Jerami Padi ... 4

2.2. Sorpsi ... 7

2.2.1. Sorpsi secara Fisik ... 8

2.2.2. Sorpsi secara Kimia ... 9

2.3.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sorpsi ... 10

2.4.Sorben ... 11

2.5.Aktivasi ... 12

2.6.Minyak Mentah ... 13

2.7.Spektroskopi Inframerah ... 14

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1.Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

3.2.Alat dan Bahan ... 19

3.2.1. Alat ... 19

3.2.2 . Bahan ... 19

3.3.Metode Penelitian ... 20


(11)

x

3.4.1. Preparasi Jerami Padi ... 20

3.4.2. Uji Pendahuluan ... 20

3.4.2.1. Pengaruh Ukuran Partikel Jerami Padi terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah ... 20

3.4.2.2. Pengaruh Jenis Bahan Pengaktivasi dalam Jerami Padi terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah ... 21

3. 4.3. Pengaruh Variasi Konsentrasi Bahan Pengaktivasi Terseleksi terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah ... 22

3.4.4. Pengujian Komposisi Jerami Padi setelah Diaktivasi ... 22

3.4.4.1. Pengujian Kadar Air ... 22

3.4.4.2. Pengujian Kadar Abu ... 23

3.4.4.3. Pengujian Kadar Lignin ... 23

3.4.4.4. Pengujian Kadar Hemiselulosa ... 24

3.4.4.5. Perhitungan Kadar Selulosa ... 25

3.4.5. Karakterisasi dengan Forrier Transform Infrared (FTIR) .. 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1. Pengaruh Ukuran Partikel Jerami Padi terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah ... 27

4.2.Pengaruh Jenis Bahan Pengaktivasi dalam Jerami Padi terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah ... 28

4.3.Pengaruh Variasi Konsentrasi Bahan Pengaktivasi Terseleksi terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah ... 32

4.4.Karakterisasi dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR) ... 39

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1. Simpulan ... 46

5.2. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Jerami Padi ... 4

Gambar 2. Struktur Selulosa ... 5

Gambar 3. Struktur Hemiselulosa ... 6

Gambar 4. Struktur Lignin ... 7

Gambar 5. Proses Sorpsi ... 7

Gambar 6. Pengaruh Ukuran Partikel Jerami Padi terhadap Kapasitas Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah ... 27

Gambar 7. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang Diaktivasi Asam Sitrat dan Asam Asetat 1 N ... 28

Gambar 8. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang Diaktivasi Urea dan Gliserol 1 N ... 30

Gambar 9. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang Diaktivasi Natrium Dodesil Sulfat 1 N ... 31

Gambar 10. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang Diaktivasi 5 Bahan Pengaktivasi ... 32

Gambar 11. Perbandingan Konsentrasi Asam Sitrat terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi ... 33

Gambar 12. Reaksi Selulosa dengan Asam Sitrat ... 35

Gambar 13. Perbandingan Konsentrasi Asam Asetat terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi ... 35

Gambar 14. Reaksi selulosa dengan Asam Asetat ... 36

Gambar 15. Perbandingan Konsentrasi Natrium Dodesil Sulfat terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Oleh Jerami Padi ... 37

Gambar 16. Reaksi selulosa dengan Natrium Dodesil Sulfat ... 38

Gambar 17. Spektrum FTIR Jerami Padi Tanpa Aktivasi ... 40

Gambar 18. Spektrum FTIR Jerami Padi yang Diaktivasi Asam Sitrat 1,75 N ... 41

Gambar 19. Spektrum FTIR Jerami Padi yang Diaktivasi Asam Asetat 1,25 N ... 42

Gambar 20. Spektrum FTIR Jerami Padi yang Diaktivasi Natrium Dodesil Sulfat 1 N ... 44


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Komposisi Jerami Padi ... 5 Tabel 2. Daerah Serapan Gelombang Beberapa Gugus Fungsi ... 18 Tabel 3. Prediksi Gugus Fungsi FTIR ... 45


(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Uji Pendahuluan ... 51

Lampiran 2. Variasi Konsentrasi Bahan Pengaktivasi Terseleksi ... 54

Lampiran 3. Pengujian Komposisi Jerami Padi ... 59

Lampiran 4. Persen Transmittan Gugus Fungsi pada Jerami Padi ... 62

Lampiran 5. Foto Alat dan Bahan ... 63

Lampiran 6. Cara Kerja ... 65


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Limbah minyak diakibatkan oleh pengeboran minyak ataupun tumpahan minyak sehingga menyebabkan dampak bagi lingkungan, diantaranya merusak estetika pantai, kerusakan biologis, pertumbuhan fitoplankton terhambat dan penurunan populasi alga. Cara penanggulangan tumpahan minyak dengan penyisihan menggunakan booms dan skimmer pada kondisi air laut yang tenang, sorben bisa untuk mengatasi tumpahan minyak di daratan maupun perairan, dispersan untuk kondisi air laut yang memiliki ombak tinggi dan bioremediasi.

Penggunaan sorben dalam menanggulangi tumpahan minyak di daratan maupun perairan diharapkan dapat efektif dan bertindak cepat dalam menahan tumpahan minyak tersebut. Sorben dibagi menjadi adsoprsi (penempelan pada permukaan sorben) dan absorpsi (penyerapan minyak ke dalam sorben).

Jenis sorben dibagi menjadi 3 macam, yaitu organik alami seperti ampas tebu (Apriliani, 2010; Sudibandriyo dan Lydia, 2011), sekam padi (Nurhasni et al., 2010; Yuliati dan Susanto, 2011 dan Amaria, 2012), jerami padi (Safrianti et al., 2012; Fatoni et al.,2010dan Pakpahan et al., 2013), genjer (Nurhasni, 2007), tongkol jagung (Alfiany et al., 2013; Suhendra dan Gunawan, 2010), anorganik alami seperti lempung (Bahri et al., 2010), pasir (Nurhasni et al., 2012), dan sintesis seperti busa, polietilen, serat nilon, dan polipropilen.

Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup besar jumlahnya. Menurut Kim dan Dale (2004), nisbah jerami padi terhadap padi yang


(16)

2 dipanen adalah 1,4 yang berarti untuk menghasilkan 1 ton padi akan menghasilkan 1,4 ton jerami padi.

Komposisi utama jerami padi terdiri atas selulosa 37,71%, hemiselulosa 21,99% dan lignin 16,62% (Dewi, 2002). Selulosa yang mengandung gugus hidroksil (-OH) dimanfaatkan sebagai sorben. Saat ini, penggunakan jerami padi digunakan untuk proses penjernihan air, sorpsi logam, serta pengurangan Free Fatty Acid (FFA) dan warna pada minyak jelantah. Namun, penelitian mengenai jerami padi sebagai sorben minyak mentah belum ditemukan. Atas dasar inilah, peneliti ingin memanfaatkan jerami padi sebagai sorben minyak mentah. Bahan pengaktivasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah senyawa organik seperti asam sitrat, asam asetat, urea, gliserol, dan natrium dodesil sulfat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis bahan pengaktivasi terbaik untuk meningkatkan kapasitas sorpsi minyak mentah dan mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat pada jerami padi tanpa aktivasi dan setelah diaktivasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah nilai guna jerami padi dan memberi informasi bahwa jerami padi dapat digunakan sebagai salah satu sorben minyak yang ekonomis.

1.2. Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah bahan pengaktivasi (asam sitrat, asam asetat, urea, gliserol dan

natrium dodesil sulfat) yang terbaik untuk meningkatkan kapasitas sorpsi minyak mentah oleh jerami padi?


(17)

3 2. Apakah terdapat penambahan gugus fungsi pada jerami padi yang

telah diaktivasi kimia?

1.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Bahan pengaktivasi yang terbaik untuk meningkatkan kapasitas sorpsi minyak mentah oleh jerami padi adalah asam sitrat.

2. Terdapat penambahan gugus fungsi pada jerami padi yang telah diaktivasi kimia.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui jenis bahan pengaktivasi terbaik untuk meningkatkan kapasitas sorpsi minyak mentah oleh jerami padi.

2. Mengetahui adanya penambahan gugus fungsi jerami padi yang telah diaktivasi kimia.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah nilai guna jerami padi dan memberi informasi bahwa jerami padi dapat digunakan sebagai salah satu sorben minyak yang ekonomis.


(18)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jerami Padi

Jerami padi merupakan hasil usaha pertanian berupa tangkai dan batang tanaman serealia yang telah kering, setelah biji-bijiannya dipisahkan. Jerami memiliki fungsi, diantaranya sebagai pakan ternak, alas atau lantai kandang, pengemas bahan pertanian (misal telur), bahan bangunan (atap, dinding, lantai), dan kerajian tangan (Makarim et al., 2007). Jerami padi ditunjukkan pada Gambar 1. komposisi jerami padi dapat dilihat pada Tabel 1 (Dewi, 2002; Dobermann dan Fairhurst, 2002).


(19)

5 Tabel 1. Komposisi Jerami Padi

Komposisi Konsentrasi (%) (Dewi, 2002)

Kandungan nutrisi dalam basis kering (%) (Dobermann dan Fairhurst, 2002) Selulosa 37,71

Hemiselulosa 21,99

Lignin 16,62

N 0,5 – 0,8

P2O5 0,16 – 0,27

K2O 1,4 – 2,0

S 0,05 – 0,1

Si 4,0 – 7,0

Komposisi utama jerami padi dijelaskan sebagai berikut: 1. Selulosa

Selulosa tidak larut dalam air dan alkali. Selulosa merupakan komponen penyusun dinding sel tanaman bersama-sama dengan hemiselulosa, pektin dan protein. Selulosa merupakan polimer dari glukosa berantai lurus dengan ikatan β (1-4) glikosidik dengan jumlah glukosa sampai 10.000 unit. Ikatan β (1-4) glikosidik ini menghasilkan konformasi seperti pita yang panjang. Setiap dua residu terjadi rotasi 1800C yang dapat membentuk ikatan hidrogen antar molekul pada rantai yang paralel. Struktur selulosa ditunjukkan pada Gambar 2.


(20)

6 2. Hemiselulosa

Hemiselulosa adalah polisakarida heteropolimer yang menyusun dinding sel tanaman tingkat tinggi dan sering terikat dengan selulosa dan lignin. Struktur hemiselulosa dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan komposisi rantai utamanya yaitu (1) D-xylan yaitu 1-4 β xylosa; (2) D-manan yaitu (1 – 4) β D- mannosa; (3) D-xyloglucan dan (4) D-galactans yaitu 1-3 β Dgalaktosa. Hampir semua hemiselulosa disubtitusi dengan berbagai karbohidrat lain atau residu non karbohidrat. Karena berbagai rantai cabang yang tidak seragam menyebabkan senyawa ini secara parsial larut air.

Perbedaan selulosa dengan hemiselulosa yaitu hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi rendah (50 – 200 unit) dan mudah larut dalam alkali, tetapi sukar larut dalam asam, sedangkan selulosa sebaliknya. Struktur Hemiselulosa ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Hemiselulosa 3. Lignin

Lignin merupakan polimer non karbohidrat yang bersifat tidak larut dalam air. Lignin merupakan senyawa turunan alkohol kompleks yang menyebabkan dinding sel tanaman menjadi keras. Lignin merupakan heteropolimer yang sebagian besar monomernya p-hidroksifenilpropana dan semua lignin mengandung koniferil alkohol. Struktur lignin ditunjukkan pada Gambar 4.


(21)

7 OCH3

HO

H3CO O

OH

O

HO CH3

OCH3

OCH3

CH2OH

O

OCH3

O

OH C O

CH3

Gambar 4. Struktur lignin

2.2. Sorpsi

Sorpsi secara umum diartikan sebagai akumulasi sejumlah molekul, ion, atau atom yang terjadi pada batas dua fasa. Fenomena permukaan ini dapat terjadi karena gaya-gaya yang tidak seimbang pada batas antara dua fasa yang menyebabkan perubahan konsentrasi molekul (ion atau atom) pada antar fasa tersebut. Sorpsi juga merupakan proses pengikatan suatu molekul dari fasa gas atau larutan ke dalam suatu lapisan terkondensasi dari suatu permukaan padatan atau cairan. Molekul yang terkondensasi disebut sorbat, sedangkan substrat (permukaan padatan atau cairan) disebut sorben. Penghilangan kembali molekul yang telah terikat disebut desorpsi (Khasanah, 2009). Proses sorpsi dapat dilihat pada Gambar 5.


(22)

8 Pada umumnya proses sorpsi diklasifikasikan menjadi dua proses yaitu secara fisik yang disebabkan oleh gaya van der waals, dan secara kimia yang disebabkan melalui reaksi kimia antara molekul-molekul sorbat dengan atom-atom penyusun permukaan sorben (Wang et al., 2003). Sorpsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik menarik atom atau molekul pada permukaan zat padat. Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair mempunyai gaya sorpsi. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Pada absorpsi terjadi penyerapan zat ke dalam sorben sedangkan adsorpsi zat yang diserap hanya terdapat pada permukaan sorben (Sukardjo, 1990).

2.2.1. Sorpsi secara Fisik

Proses sorpsi atau penyerapan adalah fenomena fisik yang terjadi saat molekul gas atau cair dikontakkan dengan suatu padatan dan sebagian dari molekul-molekul tadi mengembun pada permukaan padatan tersebut. Apabila interaksi antara padatan dan molekul yang mengembun tadi relatif lemah, maka proses ini disebut sorpsi fisik yang terjadi hanya karena gaya van der waals.

Molekul-molekul sorbat terikat secara lemah karena adanya gaya van der waals. Sorpsi ini relatif berlangsung cepat dan bersifat reversibel (reversible). Karena dapat berlangsung di bawah temperatur kritis sorbat yang relatif rendah maka panas sorpsi yang dilepaskan juga rendah. Sorbat yang terikat secara lemah pada permukaan sorben, dapat bergerak dari suatu bagian permukaan ke bagian permukaan lain. Peristiwa sorpsi fisik menyebabkan molekul-molekul gas yang


(23)

9 terserap mengalami kondensasi. Besarnya panas yang dilepaskan dalam proses sorpsi fisik adalah kalor kondensasinya.

Proses sorpsi fisik terjadi tanpa memerlukan energi aktivasi, sehingga proses tersebut membentuk lapisan jamak (multilayers) pada permukaan sorben. Ikatan yang terbentuk dalam sorpsi fisik dapat diputuskan dengan mudah, yaitu dengan cara degassing atau pemanasan pada temperatur 150-2000C.

2.2.2. Sorpsi secara Kimia

Sorpsi terjadi karena adanya reaksi kimia antara molekul-molekul sorbat dengan permukaan sorben, sehingga terjadi pemutusan dan pembentukan ikatan (Reza, 2002). Sorpsi ini bersifat tidak reversibel hanya membentuk satu lapisan tunggal (monolayer). Sorben yang menyerap secara kimia pada umumnya sulit diregenerasi.

Secara kualitatif perilaku sorpsi dapat juga dipandang dari sifat polar ataupun nonpolar antara zat padat (sorben) dengan komponen larutan (sorbat). Sorben polar akan cenderung mennyerap kuat sorbat polar dan lemah terhadap sorbat nonpolar, dan sebaliknya.


(24)

10 2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sorpsi

Kemampuan sorpsi dipengaruhi oleh lima faktor (Bahl et al, 1997 dan Suryawan, 2004), yaitu:

1. Jenis sorbat

a. Ukuran molekul sorbat

Ukuran molekul yang sesuai merupakan hal penting agar proses sorpsi dapat terjadi, karena molekul-molekul yang dapat di sorpsi adalah molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau sama dengan diameter pori sorben.

b. Kepolaran zat

Apabila berdiameter sama, molekul-molekul polar lebih kuat diserap daripada molekul-molekul tidak polar. Molekul-molekul yang lebih polar dapat menggantikan molekul-molekul yang kurang polar yang terlebih dahulu terserap.

c. Konsentrasi zat terlarut

Senyawa terlarut memiliki gaya tarik menarik yang kuat terhadap pelarutnya sehingga lebih sulit diserap dibandingkan senyawa tidak larut. 2. Karakteristik sorben

a. Kemurnian sorben

Sebagai zat untuk menyerap, maka sorben yang lebih murni lebih diinginkan karena kemampuan penyerapan yang lebih baik.

b. Luas permukaan sorben

Semakin luas permukaan sorben, maka jumlah sorbat yang terserap akan semakin banyak pula.


(25)

11 3. Tekanan (P)

Tekanan, untuk sorpsi fisika, kenaikan tekanan sorbat dapat menaikan jumlah yang diserap.

4. Temperatur (T)

Temperatur yang dimaksud adalah temperatur sorbat. Pada saat molekul sorbat melekat pada permukaan sorben akan terjadi pembebasan sejumlah energi yang dinamakan peristiwa exothermic. Sorpsi fisika yang substansial biasa terjadi pada suhu dibawah titik didih soprsi, terutama di bawah 500C. Sebaliknya, pada sorpsi kimia, jumlah yang diserap berkurang dengan naiknya suhu sorbat.

2.4. Sorben

Luas permukaannya sangat mempengaruhi besarnya kapasitas penyerapan dari sorben. Volume sorben membatasi jumlah dan ukuran pori-pori pembentuk permukaan dalam (internal surface) yang menentukan besar atau kecilnya permukaan penyerapan. Karakteristik sorben yang dibutuhkan untuk sorpsi:

1. Luas permukaannya besar, sehingga kapasitas penyerapannya tinggi. 2. Memiliki afinitas terhadap komponen yang diserap.

3. Memiliki daya tahan guncang yang baik.

4. Tidak ada perubahan volume yang berarti selama proses sorpsi dan desorpsi.


(26)

12 2.5. Aktivasi

Aktivasi adalah perlakuan terhadap sorben yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul permukaan sehingga sorben mengalami perubahan sifat, baik fisik atau kimia. Aktivasi dibagi menjadi dua yaitu aktivasi fisika dan kimia. Aktivasi fisik dapat didefinisikan sebagai proses memperluas pori dari adsorben dengan bantuan panas, uap dan gas CO2. Sedangkan aktivasi kimia merupakan aktivasi dengan pemakaian bahan kimia yang dinamakan aktivator.

Berbagai keunggulan cara aktivasi kimia dibandingkan dengan aktivasi fisik diantaranya adalah (1) pada proses aktivasi kimia, di dalam penyiapannya sudah terdapat zat kimia pengaktif sehingga proses karbonisasi sekaligus proses aktivasi karbon yang terbentuk sehingga metode ini sering disebut juga metode aktivasi satu langkah (one-step activation), (2) aktivasi kimia biasanya terjadi pada suhu lebih rendah dari pada metode aktivasi fisik, (3) efek dehydrating agent

dapat memperbaiki pengembangan pori di dalam struktur karbon, dan (4) produk dengan menggunakan metode ini lebih banyak jika dibandingkan dengan aktivasi secara fisik.

Bahan pengaktivasi yang sering digunakan adalah asam klorida, asam sulfat, asam fosfat, kalium hidroksida, natrium hidroksida, dan seng klorida. Beberapa penelitian sebelumnya mengenai aktivasi kimia, diantaranya: ampas tebu dengan aktivasi kimia (Sudibandriyo dan Lydia, 2011), tempurung kelapa dengan menggunakan asam fosfat (Rahayu, 2010), arang aktif dari batang jagung menggunakan asam sulfat (Suhendra dan Gunawan, 2010), jerami padi menggunakan HNO3 (Safrianti et al., 2012).


(27)

13 2.6. Minyak Mentah

Secara kimiawi, minyak mentah merupakan campuran dari banyak jenis hidrokarbon yang molekulnya mengandung banyak atom karbon. Sebagian ahli geologi beranggapan minyak mentah terbentuk dari pengendapan sisa-sisa tumbuhan dan binatang laut yang mati berjuta-juta tahun yang lalu. Minyak mentah terbentuk dari tumbuhan dan hewan yang tertimbun bersama endapan lumpur, pasir dan zat lainnya. Selama jutaan tahun timbunan ini mendapat tekanan dan panas secara alami.

Kelompok utama hidrokarbon dalam minyak mentah adalah parafin, naftena, dan hidrokarbon aromatik (Kardjono, 1976). Parafin merupakan salah satu kelompok hidrokarbon alifatik yang mempunyai rumus umum CnH2n+2, dimana n adalah jumlah atom karbon. Senyawa parafin yang mempunyai berat molekul rendah berwujud gas dan cair, sedangkan parafin yang mempunyai berat molekul tinggi berwujud padat. Naftalena merupakan hidrokarbon jenuh yang mempunyai rantai siklik, terdiri atas atom karbon yang tersusun dalam satu Iingkaran atau lebih, sehingga disebut sikloparafin dengan rumus umum CnH2n.

Hidrokarbon aromatik adalah kelompok hidrokarbon yang mempunyai rantai melingkar dengan 6 atom C, yaitu benzena (C6H6) dan derivatnya, antara lain Toluena, Xylena, Cumena, Cymena, dan lain-lain. Hidrokarbon aromatik didapatkan pada semua minyak mentah dalam jumlah sedikit, yang berperanan penting dalam meningkatkan angka oktana pada bensin dan minyak penerbangan. Olefin (disebut juga alkena) merupakan hidrokarbon yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap dua karbon-karbon yang bersifat non polar dan tidak larut dalam air. Di dalam minyak mentah, olefin tidak selalu ditemukan. Asetilena atau


(28)

14 alkuna merupakan hidrokarbon tak jenuh yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap tiga karbon-karbon. Asetilena merupakan senyawa yang sangat kecil berada di dalam minyak mentah.

Jenis senyawa lain yang terkandung di dalam minyak mentah dan produknya adalah sulfur (belerang), oksigen, nitrogen, dan beberapa unsur logam berat. Minyak mentah (crude petroleum) umumnya cair, dan berwarna hijau,coklat atau hitam. Specific gravity berkisar antara 0,73 sampai 1,02 dan viskositas bervariasi antara 0,007 sampai 13 Stokes pada 100°F.

2.7. Spektroskopi Inframerah

Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran (vibrasi) yang berlainan. Inti – inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen mengalami getaran (vibrasi) atau osilasi, yang serupa dengan dua bola yang terikat oleh suatu pegas (Supratman, 2010).

Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo gerakan atom-atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi, yaitu dimana energi yang diserap ini dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang dari penyerapan oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berlainan. Dengan demikian spektrometri inframerah dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul (Supratman, 2010).


(29)

15 Suatu ikatan dalam sebuah molekul dapat mengalami berbagai vibrasi molekul. Secara umum terdapat dua tipe vibrasi molekul:

1. Streching (Vibrasi regang/ulur): vibrasi sepanjang ikatan sehingga terjadi perpanjangan atau pemendekan ikatan.

2. Bending (Vibrasi lentur/tekuk): vibrasi yang disebabkan oleh sudut ikatan sehingga terjadi pembesaran atau pengecilan sudut ikatan.

Bending juga ada dua macam yaitu in plane bending (tekuk pada bidang) dan out of plane bending (tekuk tidak pada bidang). In plane bending dibagi menjadi dua yaitu scissoring (gerakan gunting) dan rocking (seperti kursi goyang). Menurut Panji (2011) Out of plane bending juga dibagi menjadi dua yaitu wagging (bergoyang ke depan dan ke belakang) dan twisting (memuntir).

Spektrometer inframerah umumnya merupakan spektrometer double-beam

(berkas ganda) dan terdiri dari lima bagian utama: sumber radiasi, daerah cuplikan, fotometer, kisi difraksi(monokromator), dan detektor.

1. Sumber radiasi

Biasanya dihasilkan oleh pemijar Nerst dan Goblar. Pemijar Nerst merupakan batang cekungan dari Zirkonium dan Itrium Oksida yang dipanasi hingga 15000C dengan arus listrik. Pemijar Globar merupakan batang silikon karbida yang dipanasi hingga 12000C, sehingga memancarkan radiasi kontinu pada daerah 1 - 40µm.

2. Monokromator

Terdiri dari celah masuk dan celah keluar, alat pendispersi yang berupa kisi difraksi atau prisma, dan cermin untuk memantulkan dan memfokuskan sinar. Bahan prisma adalah natrium klorida, kalium bromida, sesium bromida dan litium


(30)

16 fluorida. Prisma natrium klorida paling banyak digunakan, karena dispersinya tinggi untuk daerah 5,0 – 16 µm, tetapi kurang baik untuk daerah antara 1,0 – 5,0 µm.

3. Detektor

Sebagian besar alat modern menggunakan detektor panas. Detektor fotolistrik tidak dapat digunakan untuk mendeteksi sinar inframerah, karena energi foton inframerah tidak cukup besar untuk membebaskan elektron dari permukaan katoda (Supratman, 2010).

Beberapa cara pengolahan sampel, tergantung dari jenis sampelnya (padat, cair, dan gas). Spektrum inframerah biasanya menunjukkan pengaruh dari perbedaan pengolahan ini dalam bentuk pergeseran frekuensi atau pita serapan.

a) Gas

Dalam fasa uap, perubahan rotasi dalam molekul dapat bebas terjadi dan proses energi rendah ini dapat mengatur pita vibrasi dengan energi yang lebih tinggi. Dalam fasa uap, sampel dimasukkan dalam sel khusus. Biasanya panjang sel 10 cm, yang ditempatkan langsung dalam bagian yang terkena sinar inframerah pada spektrofotometer. Sel biasanya terbuat dari natrium klorida yang transparan terhadap sinar inframerah.

b) Cairan Murni

Jika jumlah sampel sedikit sekali atau tidak ada pelarut yang cocok, maka setetes cairan murni diapit dan ditekan antara dua lempeng natrium klorida. Ketebalan dapat diatur antara 0,1 – 0,3 mm.

c) Padatan


(31)

17 i Mull atau pasta, 1 mg dari zat padat digerus hingga halus dalam

mortir dengan meneteskan hidrokarbon cair (Nujol, Kaydol), atau

ii Jika vibrasi C – H akan diidentifikasi ditambahkan heksaklorobutadiena. Mull selanjutnya ditekan antara dua plat natrium klorida.

iii Lempeng kalium bromida, dibuat dengan menggerus sampel (0,1 – 0,2%) dengan KBr dalam mortir dan kemudian ditekan sehingga memperoleh sebuah lempeng transparan.

d) Larutan

Sampel dilarutkan dalam pelarut CCl4, CS2, CHCl3 (1-5%), selanjutnya larutan dimasukkan ke dalam sel larutan yang mempunyai jendela transparan dengan alat pengatur ketebalan (0,1 – 1,0 mm), sel kedua (pelarut murni) diletakkan pada berkas baku, sehingga serapan dari pelarut ditiadakan dan diperoleh spektrum serapan dari sampel (Panji, 2011).

Spektrum inframerah suatu senyawa adalah grafik dari panjang gelombang yang secara berkesinambungan berubah sepanjang daerah sempit dari spektrum elektromagnetik versus persen transmittan atau adsorben. Menurut Supratman (2010) Tabel 2 menunjukkan daerah serapan gelombang beberapa gugus fungsi dipaparkan ringkasan informasi ini.


(32)

18 Tabel 2. Daerah Serapan Gelombang Beberapa Gugus Fungsi

Daerah Serapan (cm-1) Gugus Fungsi Nama gugus fungsi 2850 – 2960

1350 - 1470

C – H Alkana

3020 – 3080 675 – 870

C – H Alkena

3000 – 3100 675 -870

C – H Aromatik

3300 C – H Alkuna

1640 – 1680 C = C Alkena

1500 – 1600 C = C Aromatik (cincin)

1690 – 1760 C = O Alkohol, eter, asam karboksilat, ester 3610 - 3640 O – H Alkohol, fenol (monomer)

2400 - 3600 O – H Alkohol fenol (ikatan hidrogen) 3000 – 3600 O – H Asam karboksilat

3310 – 3350 N – H Amina 1180 – 1360 C –N Amina 1515 – 1560

1345 - 1385

-NO2 Nitro

Pada dasarnya spektrometer FTIR sama dengan spektrofotometer IR yang membedakannya adalah pengembangan pada sistem optiknya sebelum berkas sinar inframerah melewati sampel. Sistem optik spektrofotometer IR dilengkapi dengan cermin diam. Dengan demikian radiasi inframerah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin bergerak dan cermin yang diam. Pada sistem optik Fourier Transform Infa Red digunakan radiasi laser yang berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi inframerah agar sinyal radiasi inframerah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik (Day dan Underwood, 2002). Kelebihan FTIR yaitu dapat membedakan konformasi cis dan trans, serta dapat membedakan senyawa yang terisolasi.


(33)

19 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertempat di Laboratorium Teknologi Proses dan Laboratorium Analitik Balai Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Gedung 820 Geostech Puspiptek Serpong, Tangerang. Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari - Juli 2014.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayakan Retsch 250 dan 355 µm, ayakan 500 µm , kertas saring, pH meter WTW pH 720 InoLab, timbangan analitik Sartorius CP2245, penangas, kain nilon dan tali, oven Memmert UN55, Furnace Thermolyne Type 47900, Fourier Transform Infrared

(FTIR) Shimadzu IR 21 dan peralatan gelas lainnya. 3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jerami padi yang berasal dari Desa Dangdang Cisauk Tangerang, akuades, buffer asetat pH 4 dan 7, minyak mentah (light oil) yang berasal dari PT Pertamina (Persero) Unit Pengolahan IV Cilacap, asam sitrat, asam asetat, urea, gliserol, natrium dodesil sulfat, asam sulfat, etanol, benzena, dan kalium hidroksida.


(34)

20 3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tahap: 1). Preparasi jerami padi 2).Uji pendahuluan dilakukan dengan penentuan kondisi optimum terhadap parameter ukuran partikel (250 µm, 355 µm dan 500 µm) dan bahan pengaktivasi (asam sitrat, asam asetat, urea, gliserol, dan natrium dodesil sulfat). 3). Variasi konsentrasi bahan pengaktivasi terseleksi 4). Pengujian kapasitas sorpsi minyak mentah 5). Pengujian komposisi pada jerami padi yang telah diaktivasi terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar lignin, kadar hemiselulosa dan kadar selulosa 6).Karakterisasi dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR).

3.4. Prosedur Kerja

3.4.1. Preparasi Jerami Padi (Yanuar et al., 2009)

Jerami padi dikeringkan kemudian dilakukan penggilingan lalu diayak dengan ayakan 250 µm, 355 µm dan ayakan 500 µm. Selanjutnya dimasukkan dalam oven pada suhu 1050C selama 24 jam dan dimasukkan dalam desikator selama 30 menit.

3.4.2. Uji Pendahuluan

3.4.2.1. Pengaruh Ukuran Partikel Jerami Padi terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah

Jerami padi dengan ukuran partikel 250 µm , 355 µm dan 500 µm dilakukan pengujian kapasitas sorpsi minyak mentah dengan cara ditimbang 1,00±0,005 g bahan uji lalu dimasukkan dalam selonsong kain nilon yang telah ditimbang dan diikat dengan tali. Kemudian selonsong tersebut dimasukkan dalam minyak 300 ml selama 15 menit, dan ditiriskan 15 menit. Setelah itu ditimbang berat akhir dan dihitung nilai kapasitas sorpsi menggunakan persamaan:


(35)

21 Persamaan Kapasitas Sorpsi

………(1)

Persamaan Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi

………..(2)

Keterangan:

q = Kapasitas sorpsi minyak (g minyak/g adsorben) Wtotal = Berat kain + sorben + minyak (g)

Wsorben+minyak = Berat sorben + minyak(g)

Wkain+minyak = Berat selongsong kain + minyak (g) Wsorben = Berat sorben awal (g)

3.4.2.2. Pengaruh Jenis Bahan Pengaktivasi dalam Jerami Padi terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah

Ditimbang 10 g jerami padi dan masing-masing diaktivasi menggunakan 5 bahan pengaktivasi (asam sitrat, asam asetat, urea, gliserol dan natrium dodesil sulfat) dengan volume 40 ml. Perlakuan juga dilakukan dengan menambahkan pada masing-masing 0,1 ml asam sulfat pekat. Masing-masing aktivasi jerami padi dilakukan dengan cara dipanaskan pada suhu 1200C selama 30 menit dan dimasukkan dalam oven dengan suhu 500C selama 24 jam. Selanjutnya, dilakukan pencucian dengan akuades hingga netral. Kemudian dimasukan dalam oven dengan suhu 500C selama 24 jam. Dan dilakukan pengujian kapasitas sorpsi minyak mentah dengan dihitung menggunakan persamaan 2.

q = Wsorben+minyak – Wsorben Wsorben

q = Wtotal – Wkain+minyak - Wsorben Wsorben


(36)

22 3.4.3. Pengaruh Variasi Konsentrasi Bahan Pengaktivasi Terseleksi

terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah

Berdasarkan hasil uji pendahuluan, diperoleh ukuran partikel optimum (3.4.2.1), tahap selanjutnya dilakukan variasi konsentrasi bahan pengaktivasi dengan ukuran partikel tersebut. Ditimbang 10 g jerami padi dan masing-masing diaktivasi menggunakan bahan pengaktivasi terseleksi (asam sitrat, asam asetat, dan natrium natrium dodesil sulfat) dengan variasi konsentrasi 0,25; 0,50; 0,75; 1,00; 1,25; 1,50; 1,75 dan 2,00 N, sedangkan aktivasi menggunakan asam sitrat dilakukan sampai konsentrasi 3,00 N dengan volume 40 ml. Masing-masing aktivasi jerami padi dilakukan dengan cara dipanaskan pada suhu 1200C selama 30 menit dan dimasukkan dalam oven dengan suhu 500C. Dilakukan pencucian dengan akuades hingga netral. Kemudian dimasukan dalam oven dengan suhu 500C selama 24 jam. Dan dilakukan pengujian kapasitas sorpsi minyak mentah dengan dihitung menggunakan persamaan 2.

3.4.4. Pengujian Komposisi Jerami Padi setelah diaktivasi (Abdel dan Halim, 2014)

3.4.4.1. Pengujian Kadar Air

Ditimbang cawan porselen kosong (Wa). Kemudian ditimbang sebanyak 1,00±0,005 g bahan uji yang telah diaktivasi ke dalam cawan porselen (Wb). Dimasukkan dalam oven dengan suhu 1050C selama 3 jam. Selanjutnya dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Prosedur diulang hingga diperoleh berat konstan (Wc). Dihitung kadar air dengan menggunakan persamaan 3.


(37)

23 ...……....(3)

Keterangan:

Wa = berat cawan kosong (g)

Wb = berat cawan dan jerami padi (g)

Wc = berat cawan dan jerami padi setelah dipanaskan 1050C (g)

3.4.4.2. Pengujian Kadar Abu

Ditimbang cawan porselen kosong (Wa). Kemudian ditimbang sebanyak 1,00±0,005 g bahan uji ke dalam cawan porselen tersebut (Wb). Selanjutnya dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 6000C selama 2 jam. Kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit dan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang berat cawan dan abu tersebut (Wd). Dan dihitung kadar abu dengan menggunakan persamaan 4.

...……....(4)

Keterangan:

Wa = berat cawan porselen kosong (g) Wb = berat cawan dan jerami padi (g) Wd = berat cawan dan abu (g)

3.4.4.3. Pengujian Kadar Lignin

Jerami padi diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol:benzena (1:1) selama 6 jam dan dikeringkan pada suhu kamar. Selanjutnya ditimbang sebanyak 0,75±0,005 g (Wo) dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer kemudian ditambahkan 15 ml asam sulfat 72%, penambahan asam dilakukan sedikit demi sedikit dengan pengadukan konstan. Selanjutnya, bahan uji tersebut ditutup dengan kaca arloji dan dibiarkan semalaman pada suhu kamar.

Kadar Air (%) = (Wb– Wa)-(Wc-Wa) X 100%

(Wb-Wa)

Kadar Abu (%) = (Wd–Wa) X 100%


(38)

24 Setelah itu, bahan uji dipindahkan ke labu destilasi 250 ml dan ditambahkan asam sulfat 3% selanjutnya di refluks selama 4 jam. Lignin yang terbentuk selanjutnya disaring dengan kertas saring dan dilakukan pencucian dengan akuades panas hingga netral. Lignin yang terbentuk tersebut dikeringkan dalam oven dengan suhu 1050C selama 6 jam. Dimasukkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (Wt). Dan dihitung kadar lignin dengan menggunakan persamaan 5.

...……....(5)

Keterangan:

Wt = berat lignin yang terbentuk (g) Wo = berat bahan uji awal (g)

3.4.4.4. Pengujian Kadar Hemiselulosa

Ditimbang 1,00±0,005 g bahan uji (Wo) dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml . Selanjutnya diekstraksi dengan 20 ml KOH 10% selama 10 jam dengan suhu 500C. Setelah proses ekstraksi selesai, sampel tersebut didinginkan pada suhu ruang dan disaring. Filtrat yang terbentuk diasamkan dengan asam asetat glasial hingga pH 6. Kemudian filtrat tersebut ditambahkan sebanyak 2x volume etanol sedikit demi sedikit dengan pengadukan konstan hingga terbentuk endapan. Endapan tersebut disaring dalam kondisi dingin dan dilakukan penimbangan hemiselulosa yang terbentuk(Wt). Dan dihitung kadar hemiselulosa dengan menggunakan persamaan 6.

...……....(6)

Keterangan:

Wt = berat hemiselulosa yang terbentuk (g) Wo = berat bahan uji awal (g)

Kadar Lignin (%) = Wt X 100%

Wo

Kadar Hemiselulosa (%) = Wt X 100%


(39)

25 3.4.4.5. Perhitungan Kadar Selulosa

Kadar selulosa dalam berat kering dapat dihitung secara matematis dengan menggunakan persamaan 7.

Kadar Selulosa (%) = 100- (% abu + % lignin + % hemiselulosa) ... (7)

3.4.5. Karakterisasi dengan Fourier Transform Infrared (FTIR)

Bahan uji dan senyawa KBr (1:100) dicampurkan dalam mortar, selanjutnya digerus sampai homogen. Kemudian dibuat pellet dengan memasukkan ke dalam alat press. Pellet yang sudah jadi diletakkan dalam sampel holder. Selanjutnya dilakukan pengukuran dengan FTIR dan diamati spektrum yang terbentuk.


(40)

26 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada uji pendahuluan dilakukan pengujian jerami padi menggunakan asam sitrat, asam asetat, asam askorbat, urea, gliserol, natrium natrium dodesil sulfat dengan konsentrasi 1 N dan asam sulfat pekat sebanyak 0,1 ml. Jerami padi mengandung bahan organik sehingga pemilihan bahan pengaktivasi dalam penelitian ini menggunakan senyawa organik yang didasarkan teori like dissolve like yang dapat menyebabkan pembentukan ikatan antara komponen dalam jerami padi dengan aktivator tersebut.

Menurut Taherzadeh dan Kartini (2007) menyatakan bahwa bahan yang mengandung selulosa dapat menggunakan asam sulfat. Penggunaan asam sulfat diharapkan dapat sebagai katalis dalam reaksi antara jerami padi dengan bahan pengaktivasi (Suhendra dan Gunawan, 2010).

Pemanasan pada suhu 1200C dilakukan agar terjadi ikatan antara jerami padi dengan aktivator, selanjutnya dimasukkan dalam oven dengan suhu 500C agar ikatan yang terbentuk menjadi kuat. Pencucian dengan akuades hingga netral untuk menghilangkan pengotor, dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 500C.


(41)

27 4.1. Pegaruh Ukuran Partikel Jerami Padi terhadap Kapasitas Sorpsi

Minyak Mentah

Ukuran partikel jerami padi berpengaruh terhadap kapasitas sorpsi minyak mentah. Berdasarkan hasil uji pendahuluan diperoleh kapasitas sorpsi minyak mentah optimum pada ukuran partikel 355 µm sebesar 4,65 g minyak/g sorben dan ukuran partikel 500 µm sebesar 4,62 g minyak/g sorben, sedangkan kapasitas sorpsi minyak yang terkecil pada ukuran partikel 250 µm sebesar 3,54 g minyak/g sorben. Pengaruh ukuran partikel jerami padi terhadap kapasitas sorpsi minyak mentah disajikan pada Gambar 6 dibawah ini.

Gambar 6. Pengaruh Ukuran Partikel Jerami Padi terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah

Kapasitas soprsi minyak mentah dengan ukuran partikel 250 µm lebih kecil, hal ini disebabkan karena minyak tidak dapat diikat oleh sorben yang permukaannya halus sehingga minyak akan keluar dengan mudahnya menyebabkan kapasitas sorpsi menjadi lebih kecil. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya yang menyatakan bahwa semakin besar ukuran partikel maka daya serap sorben juga semakin tinggi. Dengan

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

250 355 500

K a p a sita s a d so rp si m in y a k (g m in y a k /g so rb en )


(42)

28 memanfaatkan eceng gondok sebagai sorben minyak diperoleh bahwa ukuran partikel optimum 1000 µm dengan efisiensi 85,66 %, sedangkan pada ukuran partikel 500 µm diperoleh efisiensi 85,19 % (Asip et al., 2008).

4.2. Pengaruh Jenis Bahan Pengaktivasi dalam Jerami Padi terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah

Bahan pengaktivasi dalam jerami padi mempengaruhi kapasitas sorpsi minyak mentah. Variasi bahan pengaktivasi yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui bahan pengaktivasi terbaik yang dapat digunakan dalam jerami padi sehingga dapat meningkatkan kapasitas sorpsi minyak mentah.

Kapasitas sorpsi minyak mentah oleh jerami padi yang telah diaktivasi asam sitrat dan asam asetat 1N ditunjukkan pada Gambar 7:

Gambar 7. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang Diaktivasi Asam Sitrat dan Asam Asetat 1 N

Kapasitas sorpsi minyak mentah dengan bahan pengaktivasi asam sitrat 1 N sebesar 3,91 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 4,09 g minyak/g

0 1.5 3 4.5

250 355 500

K a p a sita s S o rp si M in y a k (g m in y a k /g so rb en )

Ukuran Partikel (µm)

Asam Sitrat 1N+Asam Sulfat

Asam Asetat 1N+Asam Sulfat

Asam Sitrat 1N


(43)

29 sorben (ukuran partikel 500 µm). Sedangkan kapasitas sorpsi minyak mentah dengan bahan pengaktivasi asam sitrat 1 N yang ditambahkan dengan 0,1 ml asam sulfat pekat sebesar 2,64 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 2,65 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm).

Kapasitas sorpsi minyak mentah dengan bahan pengaktivasi asam asetat 1 N sebesar 3,76 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 3,11 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm). Sedangkan kapasitas sorpsi minyak mentah dengan bahan pengaktivasi asam asetat 1 N yang ditambahkan dengan 0,1 ml asam sulfat pekat sebesar 3,32 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 3,41 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm).

Berdasarkan gambar 7, dapat diketahui bahwa nilai kapasitas sorpsi minyak mentah yang diaktivasi dengan bahan pengaktivasi yang bersifat asam seperti asam sitrat dan asam asetat lebih besar dengan tanpa penambahan asam sulfat. Hal ini dikarenakan jerami padi memiliki pH 6, penambahan asam sulfat dengan konsentrasi yang tinggi akan menyebabkan struktur selulosa di dalam jerami padi mengalami hidrolisis (Indriany, 2013). Derajat keasaman (pH) pada jerami padi yang diaktivasi asam sitrat 3,00±0,05. Sedangkan jerami padi yang diaktivasi asam sitrat dengan penambahan asam sulfat pH menjadi 1,50±0,05. Derajat keasaman (pH) pada jerami padi yang diaktivasi asam asetat 3,20±0,05. Sedangkan jerami padi yang diaktivasi asam asetat dengan penambahan asam sulfat pH menjadi 1,60±0,05.


(44)

30 Kapasitas sorpsi minyak mentah oleh jerami padi yang telah diaktivasi urea dan gliserol 1N ditunjukkan pada Gambar 8 dibawah ini:

Gambar 8. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang Diaktivasi Urea dan Gliserol 1 N

Kapasitas sorpsi minyak mentah dengan bahan pengaktivasi urea 1 N sebesar 3,47 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 2,97 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm). Sedangkan kapasitas sorpsi minyak mentah dengan bahan pengaktivasi urea 1 N yang ditambahkan dengan 0,1 ml asam sulfat pekat sebesar 3,3 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 2,85 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm).

Kapasitas sorpsi minyak mentah dengan bahan pengaktivasi gliserol 1 N sebesar 3,51 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 3,27 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm). Sedangkan kapasitas sorpsi minyak mentah dengan bahan pengaktivasi gliserol 1 N yang ditambahkan dengan 0,1 ml asam sulfat pekat sebesar 3,16 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 3,47 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm).

0 1.5 3 4.5

250 355 500

K a p a sita s S o rp si M in y a k (g m in y a k /g so rb en )

Ukuran Partikel (µm)

Urea 1N+Asam Sulfat Gliserol 1N+Asam Sufat Urea 1N


(45)

31 Kapasitas sorpsi minyak mentah oleh jerami padi yang telah diaktivasi natrium dodesil sulfat 1N ditunjukkan pada Gambar 9 dibawah ini:

Gambar 9. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang Diaktivasi Natrium Dodesil Sulfat 1N

Kapasitas sorpsi minyak mentah dengan bahan pengaktivasi natrium dodesil sulfat 1 N sebesar 8,56 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 9,51 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm). Sedangkan kapasitas sorpsi minyak mentah dengan bahan pengaktivasi natrium dodesil sulfat 1 N yang ditambahkan dengan 0,1 ml asam sulfat pekat sebesar 8,45 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 9,09 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm).

Sedangkan nilai kapasitas sorpsi minyak mentah oleh bahan pengaktivasi yang bersifat basa dan garam seperti urea, gliserol dan natrium dodesil sulfat 1 N dengan atau tanpa penambahan asam sulfat tidak jauh berbeda (Gambar 8 dan 9). Hal ini dikarenakan bahwa, jerami padi yang memiliki pH 6, penambahan asam sulfat pekat tidak menyebabkan perubahan pH yang jauh berbeda. Derajat keasaman (pH) pada jerami padi yang diaktivasi urea, gliserol dan natrium dodesil sulfat yaitu 5,50-6,00. Sedangkan pada jerami padi yang diaktivasi bahan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

250 355 500

K a p a sita s S o rp si M in y a k (g m in y a k /g so rb en )

Ukuran Partikel (µm)

natrium dodesil sulfat 1N+asam sulfat natrium dodesil sulfat 1N


(46)

32 urea, gliserol dan natrium dodesil sulfat dan ditambahkan asam sulfat pH menjadi 5,00.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari uji pendahuluan, dengan pertimbangan nilai kapasitas sorpsi minyak, biaya yang diperlukan dan waktu, maka dipilih 3 bahan pengaktivasi yaitu asam sitrat, asam asetat, dan natrium dodesil sulfat dengan ukuran partikel 355 µm dan ukuran partikel 500 µm yang selanjutnya akan dilakukan variasi konsentrasi bahan pengaktivasi terseleksi.

4.3. Pengaruh Variasi Konsentrasi Bahan Pengaktivasi Terseleksi terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah

Konsentrasi bahan pengaktivasi berpengaruh terhadap kapasitas sorpsi minyak mentah. Variasi konsentrasi yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui konsentrasi optimum bahan pengaktivasi yang terseleksi untuk meningkatkan kapasitas sorpsi minyak mentah. Gambar 10 menunjukkan kapasitas sorpsi minyak mentah yang diaktivasi 5 bahan pengaktivasi.

Gambar 10. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi yang Diaktivasi 5 Bahan Pengaktivasi 0 1.5 3 4.5 6 7.5 9

250 355 500

K a p a sita s So rp si M in y a k (g m in y a k /g so rb en )

Ukuran Partikel (µm)

Asam Sitrat 1N Asam Asetat 1N Urea 1N Gliserol 1N

natrium dodesil sulfat 1N


(47)

33 Bahan pengaktivasi terseleksi yang digunakan yaitu asam sitrat dilakukan variasi konsentrasi: 0,25; 0,50; 0,75; 1,00; 1,25; 1,50; 1,75; 2,00; 2,25; 2,50; 2,75 dan 3,00 N. Selain asam sitrat, dilakukan variasi konsentrasi asam asetat dan natrium dodesil sulfat untuk dilakukan variasi konsentrasi: 0,25; 0,50; 0,75; 1,00; 1,25; 1,50; 1,75; 2,00 N.

Perbandingan konsentrasi asam sitrat terhadap kapasitas sorpsi minyak mentah disajikan pada Gambar 11. Berdasarkan penelitian ini diperoleh bahwa konsentrasi optimum asam sitrat 1,75 N dengan kapasitas sorpsi minyak sebesar 11,18 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 11,38 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm).

Gambar 11. Perbandingan Konsentrasi Asam Sitrat terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi

Jerami padi yang telah diaktivasi asam sitrat 1,75 N memiliki kadar air 5,17%, kadar abu 12,86 %, kadar lignin 8,8 %, kadar hemiselulosa 26,44 %, dan kadar selulosa 51,89 %. Tingginya kadar selulosa yang mengandung gugus –OH

0 2 4 6 8 10 12

0.00 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 1.75 2.00 2.25 2.50 2.75 3.00

K a p a sita s so rp si M in y a k (g m in y a k /g s o rb en ) Konsentrasi (N) 355 µm 500 µm


(48)

34 dalam jerami padi yang telah diaktivasi asam sitrat 1,75 N akan berinteraksi dengan minyak sehingga kapasitas sorpsi minyak mentah mengalami peningkatan. Namun setelah dicapai konsentrasi optimum, asam sitrat 2,00 N mengalami penurunan kapasitas sorpsi minyak mentah menjadi 7,03 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 6,4 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm). Dengan pengujian komposisi jerami padi yang telah diaktivasi asam sitrat 2,00 N yaitu kadar air 5,64 %, kadar abu 13,5 %, kadar lignin 5,57 %, kadar hemiselulosa 40,06 % dan kadar selulosa 40,86 %.

Penurunan kapasitas sorpsi minyak mentah oleh jerami padi yang diaktivasi asam sitrat 2,00 N diduga disebabkan oleh konsentrasi asam sitrat yang berlebih maka asam sitrat akan menyebabkan hidrolisis pada sebagian selulosa sehingga selulosa yang bereaksi menjadi lebih sedikit. Asam dan basa mampu

melabilkan ikatan antar rantai selulosa, sedangkan hidrolisis ikatan glikosidik β

-1,4 akan terjadi jika dilakukan pemanasan dengan asam kuat dan konsentrasi tinggi (Belitz dan Grosch, 1987).

Reaksi kimia akan terjadi dimana gugus OH pada selulosa akan tersubstitusi oleh gugus OH pada asam sitrat sehingga menghasilkan rantai karbon yang lebih panjang yang menyebabkan peningkatan kapasitas sorpsi. Reaksi antara selulosa dengan asam sitrat disajikan pada Gambar 12 (Garcia et al., 2014).


(49)

35 Gambar 12. Reaksi Selulosa dengan Asam Sitrat

Perbandingan konsentrasi asam asetat terhadap kapasitas sorpsi minyak mentah disajikan pada Gambar 13. Konsentrasi optimum asam asetat yaitu 1,25 N dengan kapasitas sorpsi sebesar 11,06 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 11,14 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm).

Gambar 13. Perbandingan Konsentrasi Asam Asetat terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi

0 2 4 6 8 10 12

0.00 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 1.75 2.00

K a p a sita s S o rp si M in y a k (g m in y a k /g so rb en ) Konsentrasi (N) 355 µm 500 µm


(50)

36 Jerami padi yang telah diaktivasi asam asetat 1,25 N memiliki kadar air 6,73 %, kadar abu 13,59 %, kadar lignin 7,54 %, kadar hemiselulosa 35,99 % dan kadar selulosa 42,86 %. Setelah dicapai konsentrasi optimum, asam asetat 1,50 N mengalami penurunan kapasitas sorpsi menjadi 8,54 g minyak/g sorben (ukuran 355 µm) dan 9,15 (ukuran partikel 500 µm).

Penurunan kapasitas sorpsi minyak mentah oleh jerami padi yang diaktivasi asam asetat 1,50 N diduga disebabkan oleh konsentrasi asam asetat yang berlebih maka asam asetat akan menyebabkan hidrolisis pada sebagian selulosa sehingga selulosa yang bereaksi menjadi lebih sedikit. Asam dan basa mampu melabilkan ikatan antar rantai selulosa, sedangkan hidrolisis ikatan

glikosidik β-1,4 akan terjadi jika dilakukan pemanasan dengan asam kuat dan

konsentrasi tinggi (Belitz dan Grosch, 1987).

O H HO H HO H O OH H H OH O H H HO H HO OH H H OH O H HO H HO H O OH H H O O H H HO H HO OH H H OH O OH O

Gambar 14. Reaksi Selulosa dan Asam Asetat

Reaksi kimia akan terjadi dimana gugus OH pada selulosa akan tersubstitusi oleh gugus OH pada asam asetat sehingga menghasilkan rantai


(51)

37 karbon yang lebih panjang yang menyebabkan peningkatan kapasitas sorpsi. Reaksi antara selulosa dengan asam asetat disajikan pada Gambar 14.

Perbandingan konsentrasi natrium dodesil sulfat terhadap kapasitas sorpsi minyak mentah disajikan pada Gambar 15. Konsentrasi optimum natrium dodesil sulfat 1,00 N dengan kapasitas sorpsi sebesar 8,85 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 9,3 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm).

Gambar 15. Perbandingan Konsentrasi Natrium Dodesil Sulfat terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak oleh Jerami Padi

Jerami padi yang telah diaktivasi natrium dodesil sulfat 1 N memiliki kadar air 4,41 %, kadar abu 19,34 %, kadar lignin 2,96 %, kadar hemiselulosa 32,81 %, dan kadar selulosa 44,88 %. Setelah dicapai konsentrasi optimum, natrium dodesil sulfat 1,25 N mengalami penurunan kapasitas sorpsi menjadi 6,64 g minyak/g sorben (ukuran partikel 355 µm) dan 7,28 g minyak/g sorben (ukuran partikel 500 µm).

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0.00 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 1.75 2.00

K ap asi tas S o rp si M in y ak (g m in y ak/ g sor b e n ) Konsentrasi (N) 355 µm 500 µm


(52)

38 Reaksi kimia akan terjadi dimana gugus OH pada selulosa akan tersubstitusi oleh gugus O Na pada natrium dodesil sulfat sehingga menghasilkan dodesil sulfat yang memiliki rantai hidrokarbon panjang. Reaksi antara selulosa dengan natrium dodesil sulfat disajikan pada Gambar 16 (Buana, 2013).

O H HO H HO H O OH H H OH O H H HO H HO OH H H OH O H HO H HO H O OH H H O O H H HO H HO OH H H OH O S O- Na+ O O O S O O

Gambar 16. Reaksi Selulosa dengan Natrium Dodesil Sulfat

Terjadi penurunan nilai kapasitas sorpsi minyak setelah konsentrasi optimum yang berarti bahwa jerami padi yang teraktivasi asam sitrat, asam asetat, dan natrium dodesil sulfat mengalami penyerapan optimum pada konsentrasi masing-masing 1,75; 1,25 dan 1,00 N, setelah itu mengalami desorpsi yang disebabkan oleh terhalangnya pori-pori jerami padi oleh keberadaan faktor sterik dari bahan pengaktivasi sehingga minyak yang dapat menempati pori tersebut hanya sedikit dan hanya melekat pada permukaan pori yang bersifat lipofil saja (Barlianti dan Wiloso, 2008).


(53)

39 Menurut Langmuir, molekul yang terserap ditahan pada permukaan oleh gaya valensi yang tipenya sama dengan yang terjadi antara atom-atom dalam molekul. Adanya ikatan kimia pada permukaan sorben menyebabkan terbentuknya suatu lapisan atau layer, dimana akan menghambat proses sorpsi selanjutnya oleh sorben sehingga kapasitas sorpsi berkurang.

4.4. Karakterisasi dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Karakterisasi dengan FTIRbertujuan untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat pada jerami padi tanpa aktivasi dan setelah diaktivasi dengan penambahan bahan pengaktivasi pada konsentrasi optimum yaitu asam sitrat 1,75 N, asam asetat 1,25 N dan natrium dodesil sulfat 1,00 N. Selain itu juga untuk membandingkan apakah terdapat perubahan gugus fungsi yang terdapat pada jerami padi tanpa aktivasi dan setelah diaktivasi dengan penambahan bahan pengaktivasi tersebut.

Hasil identifikasi gugus fungsi pada jerami padi tanpa aktivasi terdapat serapan lebar pada bilangan gelombang 3317 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi ulur gugus fungsi –OH untuk alkohol primer (3100-3500 cm-1) (Lambert, 1987). Prediksi ini diperkuat dengan adanya serapan pada bilangan gelombang 1443; 1250 dan 1030 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus fungsi – OH untuk alkohol primer (1400-1450; 1250-1350 dan 1000-1100 cm-1) (Lambert, 1987).

Serapan pada bilangan gelombang 2957 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi ulur gugus –OH untuk alkohol, fenol (2400-3600 cm-1

) (Supratman, 2010). Prediksi ini yang diperkuat dengan adanya serapan pada bilangan gelombang


(54)

40 1357; 1253 dan 1124 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus –OH untuk alkohol sekunder ( 1350-1450; 1250-1350 dan 1050-1150 cm-1) (Lambert, 1987). Serapan pada bilangan gelombang sekitar 1465 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus C-H (1405-1465 cm-1) dan serapan pada bilangan gelombang 1090 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur gugus C-O (1080-1300 cm-1). Gambar 17 dibawah ini menunjukkan spektrum FTIRjerami padi tanpa aktivasi.

Gambar 17. Spektrum FTIR Jerami Padi Tanpa Aktivasi

Hasil identifikasi gugus fungsi pada jerami padi yang telah diaktivasi asam sitrat 1,75 N terdapat serapan lebar pada bilangan gelombang 3321 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi ulur gugus fungsi –OH untuk alkohol primer (3100-3500 cm-1) (Lambert, 1987). Prediksi ini diperkuat dengan adanya serapan pada bilangan gelombang 1440; 1261 dan 1089 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus fungsi –OH untuk alkohol primer (1400-1450; 1250-1350 dan 1000-1100 cm-1) (Lambert, 1987). Serapan pada bilangan gelombang 2954 cm-1 yang


(55)

41 menunjukkan adanya vibrasi ulur gugus –OH untuk alkohol, fenol (2400-3600 cm-1) (Supratman, 2010). Prediksi ini yang diperkuat dengan adanya serapan pada bilangan gelombang 1376; 1258 dan 1120 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus –OH untuk alkohol sekunder ( 1350-1450; 1250-1350 dan 1050-1150 cm-1) (Lambert, 1987).

Serapan pada bilangan gelombang 1672 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur gugus C=O (1635-1750) (Lambert, 1987). Serapan pada bilangan gelombang sekitar 1465 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus C-H (1405-1465 cm-1) dan serapan pada bilangan gelombang 1136 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur gugus C-O (1080-1300 cm-1). Gambar 18 dibawah ini menunjukkan spektrum FTIR jerami padi yang telah diaktivasi asam sitrat 1,75 N.

Gambar 18. Spektrum FTIRJerami Padi yang Diaktivasi Asam Sitrat 1,75 N

Hasil identifikasi gugus fungsi pada jerami padi yang telah diaktivasi asam asetat 1,25 N terdapat serapan lebar pada bilangan gelombang 3312 cm-1 yang


(56)

42 menunjukkan adanya vibrasi ulur gugus fungsi –OH untuk alkohol primer (3100-3500 cm-1) (Lambert, 1987). Prediksi ini diperkuat dengan adanya serapan pada bilangan gelombang 1401; 1301 dan 1034 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus fungsi –OH untuk alkohol primer (1400-1450; 1250-1350 dan 1000-1100 cm-1) (Lambert, 1987). Serapan pada bilangan gelombang 2888 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi ulur gugus –OH untuk alkohol, fenol (2400-3600 cm-1) (Supratman, 2010). Prediksi ini yang diperkuat dengan adanya serapan pada bilangan gelombang 1417; 1227 dan 1121 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus –OH untuk alkohol sekunder ( 1350-1450; 1250-1350 dan 1050-1150 cm-1) (Lambert, 1987).

Serapan pada bilangan gelombang 1652 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur gugus C=O (1635-1750) (Lambert, 1987). Serapan pada bilangan gelombang sekitar 1438 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus C-H (1405-1465 cm-1) dan serapan pada bilangan gelombang 1110 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur gugus C-O (1080-1300 cm-1). Gambar 19 dibawah ini menunjukkan spektrum FTIR jerami padi yang telah diaktivasi asam asetat 1,25 N.


(57)

43 Hasil identifikasi gugus fungsi pada jerami padi yang telah diaktivasi natrium dodesil sulfat 1,00 N terdapat serapan lebar pada bilangan gelombang 3445 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi ulur gugus fungsi –OH untuk alkohol primer (3100-3500 cm-1) (Lambert, 1987). Prediksi ini diperkuat dengan adanya serapan pada bilangan gelombang 1410; 13255 dan 1097 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus fungsi –OH untuk alkohol primer (1400-1450; 1250-1350 dan 1000-1100 cm-1) (Lambert, 1987). Serapan pada bilangan gelombang 2934 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi ulur gugus –OH untuk alkohol, fenol (2400-3600 cm-1) (Supratman, 2010). Prediksi ini yang diperkuat dengan adanya serapan pada bilangan gelombang 1437; 1257 dan 1127 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus –OH untuk alkohol sekunder ( 1350-1450; 1250-1350 dan 1050-1150 cm-1) (Lambert, 1987).

Serapan pada bilangan gelombang 1664 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur gugus C=O (1635-1750) (Lambert, 1987). Serapan pada bilangan gelombang sekitar 1463 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus C-H (1405-1465 cm-1) dan serapan pada bilangan gelombang 1115 cm-1menunjukkan vibrasi ulur gugus C-O (1080-1300 cm-1). Gambar 20 dibawah ini menunjukkan spektrum FTIR jerami padi yang telah diaktivasi natrium dodesil sulfat 1,00 N.


(58)

44 Gambar 20. SpektrumFTIR Jerami Padi yang Diaktivasi Natrium Dodesil Sulfat 1,00 N

Safrianti et al., (2012) melakukan modifikasi jerami padi yang diaktivasi asam nitrat sebagai sorben logam Pb(II) dan mengidentifikasi adanya serapan pada bilangan gelombang 3749,62 cm-1 yang merupakan serapan vibrasi regangan gugus N-H. Pita serapan pada bilangan gelombang 3425,58-3448,72 cm-1 adalah vibrasi regangan gugus –OH (Sastrohamidjojo, 1991). Pita serapan pada bilangan gelombang 1635,64 cm-1 yang menunkukkan adanya gugus fungsi karbonil (C=O). Dan pita serapan pada bilangan gelombang 1049,28-1056,99 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-O.

Spektrum FTIR jerami padi yang diaktivasi memperlihatkan kemiripan dengan jerami padi tanpa aktivasi, namun perbedaan yang jelas terlihat yakni munculnya serapan pada bilangan gelombang 1635 – 1750 cm -1

(Lambert, 1987) yaitu regangan gugus fungsi karbonil (C=O) pada jerami padi yang diaktivasi. Tabel 3 dibawah ini menunjukkan prediksi gugus fungsi yang diperoleh dari hasil analisa spektrum FTIR.


(59)

45 Tabel 3. Prediksi Gugus Fungsi FTIR

No. Bilangan Gelombang (cm

-1

)

Pustaka (cm-1) Prediksi gugus fungsi Kontrol JPAS JPASE JPNDS

1 3317 3421 3312 3445 3100-3400 vibrasi ulur -OH primer 2 2957 2954 2888 2934 2400-3600 vibrasi ulur -OH sekunder 3 1672 1652 1664 1630-1750 vibrasi ulur C=O

4 1465 1465 1438 1463 1405-1465 vibrasi tekuk C-H 5 1443 1440 1401 1410 1400-1450 vibrasi tekuk -OH primer 6 1357 1376 1417 1437 1350-1450 vibrasi tekuk -OH

sekunder

7 1250 1261 1301 1255 1250-1350 vibrasi tekuk -OH primer 8 1253 1258 1227 1257 1250-1350 vibrasi tekuk -OH

sekunder

9 1030 1089 1034 1097 1000-1100 vibrasi tekuk -OH primer 10 1124 1120 1121 1127 1050-1150 vibrasi tekuk -OH

sekunder

11 1090 1136 1110 1115 1080-1300 vibrasi ulur gugus C-O

Keterangan

Kontrol = jerami padi tanpa diaktivasi

JPAS = jerami padi yang telah diaktivasi asam sitrat 1,75 N JPASE = jerami padi yang telah diktivasi asam asetat 1,25 N

JPDS = jerami padi yang telah diaktivasi natrium dodesil sulfat 1,00 N Pengukuran kadar abu, lignin hemiselulosa dan selulosa dilakukan untuk mengetahui yang komponen berperan penting dalam terjadinya sorpsi oleh jerami padi. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dewi (2002) diperoleh kadar selulosa dalam jerami padi yaitu 37,71 %, kadar hemiselulosa 21,99 % dan kadar lignin 16,62 %. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa dalam jerami padi, komponen yang berperan sebagai sorben adalah selulosa.

Kadar selulosa (Lampiran 3) yang diperoleh setelah jerami padi diaktivasi dengan asam sitrat 1,75 N sebesar 51,89 %, asam asetat 1,25 N sebesar 42,86 % dan natrium dodesil sulfat 1,00 N adalah 44,88 %. Sedangkan kadar selulosa jerami padi tanpa aktivasi pada penelitian ini adalah 38,55 %. Setelah diaktivasi kadar selulosa mengalami peningkatan sehingga dapat meningkatkan nilai kapasitas sorpsi minyak.


(60)

46 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Bahan pengaktivasi yang terbaik adalah asam sitrat dengan konsentrasi optimum 1,75 N. Kapasitas sorpsi minyak mentah oleh jerami padi sebesar 11,18 g minyak/g sorben.

2. Terdapat penambahan gugus fungsi pada jerami padi yang diaktivasi asam sitrat, asam asetat dan natrium dodesil sulfat dengan bilangan gelombang masing-masing 1672, 1652 dan 1664 cm-1 .

5.2. Saran

Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, penggunaan jerami padi dapat dijadikan alternatif sebagai penyerap minyak. Pada penelitian selanjutnya, perlu diuji coba aplikasi pemanfaatan jerami padi untuk reklamasi tanah dan pada perairan. Dan dilakukan karakterisasi dengan FTIR pada jerami padi setelah menyerap minyak.


(61)

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdel, E.S dan Halim. 2014. Chemical modification of cellulose extracted from sugarcane bagasse: Preparation of hydroxyethyl cellulose. Arabian Journal of Chemistry. Saudi Arabia. King Saud University

Alfiany, H., Bahri, S., Nurakhirawati. 2013. Kajian Penggunaan Arang Aktif Tongkol Jagung Sebagai Adsorben Logam Pb Dengan Beberapa Aktivator Asam. Jurnal Natural Science Vol.2 No.3 Hal: 75-86. Palu. Jurusan Kimia Universitas Tadulako

Amaria. 2012. Adsorpsi Ion Sianida Dalam Larutan Menggunakan Adsorben Hibrida Aminopropil Silika Gel Dari Sekam Padi Terimpregnasi Aluminium. J. Manusia Dan Lingkungan, Vol. 19, No.1: 56 – 65. Surabaya. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya

Apriliani, Ade. 2010. Pemanfaatan Arang Ampas Tebu Sebagai Adsorben Ion Logam Cd,Cr,Cu dan Pb Dalam Air Limbah. Skirpsi. Tangerang. Program Studi Kimia FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Asip, F., Afrizal, R., Rosa, S.S. 2008. Pembuatan Oil Adsorbant dari Eceng Gondok. Jurnal Teknik Kimia Vol. 15 No.4. Palembang. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Bahl, B.S., Tuli, G.D., Bahl, A. 1997. Essential of Physical Chemistry. New Delhi. S.Chand and Company Ltd.

Bahri, S., Muhdarina., Fitrah, A. 2010. Lempung Alam Termodifikasi Sebagai Adsorben Larutan Anorganik: Kesetimbangan Adsorpsi Lempung Terhadap Ion Cu2+. Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 9 No.1: 9-13. Riau. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau

Barlianti, V dan Wiloso, E.I. 2008. Potensi Pemanfaatan Lignoselulosa pada Coir Dust sebagai Penyerap Tumpahan Minyak pada Air. Majalah Ilmiah No. 18 Vol. 43(2) Hal. 101-106. Serpong. AKRED-LIPI/B2MBI

Belitz HD & Grosch W. 1987. Food Chemistry. Heidelberg. Springer-Verlag Berlin

Buana, E. S. 2013. Pengaruh Penambahan Surfaktan Anionik Sodium Dodesil Sulfat Terhadap Karakteristik Membran Selulosa Asetat. Skripsi. Jember. Jurusan Kimia Fmipa Universitas Jember


(62)

48 Day, R.A dan Underwood, A.L . 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta.

Erlangga

Dewi. 2002. Hidrolisis Limbah Hasil Pertanian Secara Enzimatik. Jurnal Akta Agrosia Vol.5 No. 2 Hal: 67-71

Dobermann, A., T.H. Fairhurst. 2002. Rice Straw Management. Better Crops International, Vol.16. Special Supplement

Fatoni, A., H., Hindryawati, N., Sari, N. 2010. Pengaruh pH Terhadap Adsorpsi Ion Logam Kadmium (II) Oleh Adsorben Jerami Padi. Jurnal Kimia Mulawarman Vol.7 No.5: 59-61. Samarinda. Program Studi Kimia Universitas Mulawarman

Garcia, P.S., Maria, V.E.G.,Marianne, A.S., Marcela, M.L., Fabio, Y, Carmen M.O., Mullera, Suzana,M. 2014. Improving action of citric acid as compatibiliser in starch/polyesterblown films. Journal Industrial Crops and Products 52: 305– 312. Brazil. State University of Londrina

Indriany. 2013. Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung (Zea Mays) untuk Produksi Bioetanol Menggunakan Sel Ragi Amobil Secara Berulang. Online Jurnal Of Natural Science: Vol 2 (3) :54-65

Kardjono, S.A. 1976. Petrokimia. PPT MigasCepu Hal. 2.1-2.7, Hal: 121

Khasanah. 2009. Adsorpsi Logam Berat. Oseana

Kim, S dan Dale, B.E. 2004. Global Potential Bioethanol Production From Wasted Crops and Crop Residues. Biomass and Bioenergy 26:361-375

Lambert, J.B. 1987. Introduction to Organic Spectroscopy. New York. Macmillan Publ

Makarim, A.K., Sunarno dan Suyamto. 2007. Jerami Padi: Pengelolaan dan Pemanfaatan. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Nurhasni. 2007. Penyerapan Ion Logam Kadmium Dan Tembaga Oleh Genjer

(Limnocharis flava). Jurnal Valensi, Vol. 1, No. 1: 24-29. Jakarta. Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah

Nurhasni., Firdiyono, F., Sya’ban, Q. 2012. Penyerapan Ion Aluminium dan Besi dalam Larutan Sodium Silikat Menggunakan Karbon Aktif. Jurnal Valensi Vol. 2 No. 4: 516-525. Jakarta. Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah


(63)

49 Nurhasni., Hendrawati dan Saniyah, N. 2010. Penyerapan Ion Logam Cd dan Dr

Dalam Limbah Air Limbah Menggunakan Sekam Padi. Jurnal Valensi, Vol. 1, No. 6: 310-318. Jakarta. Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah

Pakpahan, J.P., Tambunan, T., Harimby, A., Ritonga, M.Y. 2013. Pengurangan FFA dan Warna dari Minyak Jelantah Dengan Adsorben Serabut Kelapa dan Jerami. Jurnal Teknik Kimia USU Vol.2 No.1: 31-36. Medan. Departemen Teknik Kimia USU

Panji, T. 2011. Teknik Spektroskopi Untuk Eludasi Struktur Molekul. Bogor. Graha Ilmu

Rahayu, R.M. 2010. Pembuatan Karbon Aktif Dari Tempurung Kelapa Dengan Aktivator Asam Fosfat. Skripsi. Semarang. Program Studi Teknik Kimia Universitas Diponegoro

Reza, E. 2002. Studi Literatur Perancangan Awal Alat Adsorpsi Regenerasi Karbon Aktif. Seminar. Depok. FTUI

Safrianti, I., Wahyuni, N dan Zaharah, T.A. 2012. Adsorpsi Timbal (II) Oleh Selulosa Limbah Jerami Padi Teraktivasi Asam Nitrat: Pengaruh pH dan Waktu Kontak. Jurnal JKK Vol.1 No.1: 1-7. Pontianak. Program Studi Kimia Universitas Tajungpura

Sastrohamidjodjo, H. 1991. Spektroskopi Edisi ke-2. Yogyakarta. Liberty

Sudibandriyo, M dan Lydia. 2011. Karakteristik Luas Permukaan Karbon Aktif Dari Ampas Tebu Dengan Aktivasi Kimia. Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vo.10 No.3: 149-156. Depok. Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Suhendra, D dan Gunawan, E.R. 2010. Pembuatan Arang Aktif Dari Batang Jagung Menggunakan Aktivator Asam Sulfat Dan Penggunaannya Pada Penjerapan Ion Tembaga (II). Jurnal Makara, Sains, Vol. 14, No. 1: 22-26. Mataram. Program Studi Kimia FMIPA Universitas Mataram

Sukardjo. 1990. Kimia Anorganik. Jakarta. Rineka Cipta

Supratman, U. 2010. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Bandung. Widya Padjajaran

Suryawan, Bambang. 2004. Karakteristik Zeolit Indonesi sebagai Adsorben Uap Air. Disertasi. Depok. Fakultas Teknik Kimia Universitas Indonesia


(64)

50 Taherzadeh, M.J. dan Karimi, K. 2007.Acid-Based Hydrolysis Processes For

Ethanol From Lignosellulosic Materials. A Review, BioResource. 2, 707-738.

Wang, L.W., Wu, J.Y., Wang, R.Z., Xu, Y.X., Wang, S.G., Li, X.R. 2003. Study of the performance of activated carbon-methanol adsorption systems concerning heat and mass transfer. Applied Thermal Engineering Vol.23: 1605-1617

Yanuar, H.M., Sandi, D., Manalu, J.V. 2009. Adsorpsi ion Pb2+ dalam Air dengan Jerami Padi. JurnalPercikan Vol.100, 67-74

Yuliati, F dan Susanto, H. 2011. Kajian Pemanfaatan Arang Sekam Padi Aktif Sebagai Pengolah Air Limbag Gasifikasi. Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol.10 No.1: 9-17. Bandung. Program Studi Teknik Kimia ITB


(65)

51 Lampiran 1. Uji Pendahuluan

Tabel 1. Perhitungan Kapasitas Sorpsi Kain

W kk W km q kain

0,4026 1,0217 1,537755

0,447 1,0737 1,402013

Rata-rata 1,469884

Keterangan:

W kk = berat kain kosong (g)

W km = berat kain yang menyerap minyak (g)

q = W km-W kk W kk

Tabel 2. Perhitungan Kapasitas Sorpsi Jerami Padi Tanpa Aktivasi Ukuran

Partikel (µm) W s W kk W t q Rata-rata q 250 (1) 1,0043 1,1809 6,1586 3,40

3,54 250 (2) 1,0100 1,1060 6,3441 3,67

355 (1) 0,9186 0,697 5,719 4,64

4,65 355 (2) 0,9954 0,6766 6,1616 4,66

500 (1) 0,9945 0,7562 6,4784 4,93

4,62 500 (2) 1,0202 0,7314 5,9854 4,31

Keterangan:

W s = berat sorben awal (g)

W kk = berat kain kosong (g)

W t = berat sorben+kain+minyak (g)

Wkain+minyak = berat kain kosong x Q kain (g) q =


(66)

52

Tabel 3. Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah oleh Jerami Padi dengan Konsentrasi Jenis Bahan Pengaktivasi 1,00 N dan Tanpa Penambahan Asam Sulfat

Bahan Pengaktivasi

Ukuran partikel (µm)

W s W kk W t q

Asam Sitrat

250 1,0782 0,6900 5,1908 3,3216

355 1,2304 0,6753 6,5651 3,9131

500 1,2235 0,6764 6,7522 4,0931

Asam Asetat

250 1,1928 0,6707 5,6098 3,2701

355 1,1437 0,6504 5,9489 3,7636

500 1,1968 0,6949 5,4618 3,5068

Urea

250 1,0597 0,6562 5,0348 3,2743

355 1,1045 0,6266 5,4182 3,4687

500 1,2524 0,6429 5,4751 2,9764

Gliserol

250 1,1129 0,6939 5,0255 3,0356

355 1,0150 0,7169 5,1314 3,5117

500 1,1456 0,6531 5,3984 3,2733

Natrium Dodesil Sulfat

250 1,1115 0,6938 5,0215 3,0371

355 1,0143 0,7647 10,291 8,5656

500 1,0240 0,7665 11,361 9,5183

Keterangan:

Ws = berat sorben awal (g)

W kk = berat kain kosong (g)

W t = berat sorben+kain+minyak (g)

Wkain+minyak = berat kain kosong x q kain (g) q =


(1)

Lampiran 4. Persen Transmittan Gugus Fungsi pada Jerami padi

Jerami Padi Diaktivasi Asam Sitrat 1,75N Jerami Padi Diraktivasi Asam Asetat 1,25 N Bilangan

Gelombang (cm-1)

% T A= 2-log%T Bilangan Gelombang (cm-1)

% T A= 2-log%T

1136 49,85 0,302 1110 45,39 0,343

1465 69,45 0,158 1438 68,81 0,162

1672 67,82 0,168 1652 68,66 0,163

2954 71,24 0,147 2888 72,37 0,14

3321 58,86 0,23 3312 61,24 0,212

Jerami Padi Diaktivasi Natriun Dodesil Sulfat 1,00 N

Jerami Padi Tanpa Aktivasi

Bilangan Gelombang (cm-1)

% T A= 2-log%T Bilangan Gelombang (cm-1)

% T A= 2-log%T

1115 45,31 0,343 1090 52,02 0,283

1463 68,01 0,167 1465 73,30 0,134

1664 67,14 0,173

2934 64,14 0,192 2957 75,11 0,124


(2)

63 Lampiran 5. Foto alat dan bahan

Penangas listrik Erlenmeyer Beaker glass

Labu ukur Cawan Corong

Gelas Ukur Oven Desikator


(3)


(4)

65 Lampiran 6. Cara Kerja

Gambar 1. Preparasi Jerami Padi

Gambar 2. Pengujian Variasi Ukuran Partikel terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah

Gambar 3. Pengujian Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah

Jerami Padi Penggilingan Pengayakan Pengeringan

Pengayakan

Pengujian Kapasitas

sorpsi

Preparasi

selongsong Penimbangan

Preparasi sorben

Penimbangan

Pengujian pada minyak


(5)

Gambar 4. Pengujian Jenis Bahan Pengaktivasi terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah

Gambar 5. Pengujian Kadar Air

Gambar 6. Pengujian Kadar Abu 10 gram

bahan uji Pemanasan Penyaringan

Pencucian Pengeringan

Pengujian kapasitas sorpsi Penimbangan Cawan kosong Penimbangan cawan dan bahan uji

Pengeringan Desikator Penimbangan

Penimbangan Cawan kosong

Penimbangan cawan dan bahan

uji Furnace


(6)

67 Gambar 7. Pengujian Kadar Lignin

Gambar 8. Pengujian Kadar Hemiselulosa

Ekstraksi Penimbangan Refluks Pencucian

Pengeringan Desikator Penimbangan

Penimbangan Ekstraksi Pengasaman Penyaringan