Pemanfaatan serbuk gergaji kayu sengon (albizia chinensis) sebagai sorben minyak mentah dengan aktivasi kombinasi fisik

(1)

PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON

(Albizia chinensis) SEBAGAI SORBEN MINYAK MENTAH

DENGAN AKTIVASI KOMBINASI FISIK

WIDYA KOOSKURNIASARI

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON

(Albizia chinensis) SEBAGAI SORBEN MINYAK MENTAH

DENGAN AKTIVASI KOMBINASI FISIK

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

WIDYA KOOSKURNIASARI

1110096000039

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

(4)

(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI

ADALAH HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Ciputat, November 2014

Widya Kooskurniasari

NIM: 1110096000039


(6)

ABSTRAK

WIDYA KOOSKURNIASARI. Pemanfaatan Serbuk Gergaji Kayu Sengon (Albizia chinensis) Sebagai Sorben Minyak Mentah dengan Kombinasi Aktivasi Fisik. Di bawah bimbingan Nida Sopiah danNurhasni

Salah satu cara untuk mengatasi tumpahan minyak mentah adalah dengan menggunakan sorben minyak mentah. Agar daya serap sorben semakin meningkat maka diperlukan suatu metode aktivasi yang tepat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi operasi yang terbaik dari sorben dalam menyerap minyak mentah dan pengaruh dari aktivasi fisik dengan proses pendinginan terhadap kapasitas sorpsi dari sorben. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengolah minyak mentah melalui proses sorpsi oleh sorben minyak mentah yang diaktivasi dengan variasi suhu yaitu 105, 200, 250 dan 300oC, waktu pemanasan yaitu 30 dan 60 menit, waktu pendinginan yaitu 15, 30, 45 dan 60 menit dan jenis bahan pendingin yaitu es dan dry ice. Kemudian dihitung kapasitas sorpsinya dan dianalisa menggunakan FTIR. Hasil penelitian menunjukkan kondisi operasi terbaik dari suhu, waktu pemanasan, waktu pendinginan dan jenis bahan pendingin terhadap penyerapan minyak mentah yaitu 300oC, 60 menit, 30 menit dan dry ice, dengan kapasitas sorpsi sorben pada kondisi operasi terbaik adalah 11,3442 g minyak/g sorben, lebih besar dari kapasitas sorpsi sorben yang dipanaskan saja pada suhu yang sama dengan kapasitas sorpsinya adalah 9,1756 g minyak/g sorben. Hasil analisa FTIR menunjukkan bahwa pada sorben terdapat gugus O-H, C-H, C=O aldehid, C-C=C dan C-O eter.


(7)

ABSTRACT

WIDYA KOOSKURNIASARI. The Utilization Of Sawdust Sengon (Albizia Chinensis) As Oil Sorbent With Combination Of Activation With Physical.Di bawah bimbingan Nida Sopiah danNurhasni

One way to cope with spills of crude oil is to use oil sorbent. In order for oil sorbent sorbance increases then needed a proper activation method. The purpose of this research is to know the the best of operation conditions oil sorbent in sorbing the crude oil and the influence of physical activation with the cooling process of sorption capacity of oil sorbent. This research was conducted by means of processing crude oil through oil sorbent sorption process by which are activated by temperature variations, i.e. 200, 250 and 300oC, long warm-up that is 30 and 60 minutes, cooling time: 15, 30, 45 and 60 minutes and cooling materials namely type of ice and dry ice. Results are then analyzed to quantify the ability of sorbing oil sorbent. The results showed the temperature, long cooling and warming, the type of material optimal cooling of the sorption of crude oil that is 300°C, 60 seconds, 30 minutes and dry ice with oil sorbent sorption capacity of the best operation conditions is 11,3442 g crude oil/g oil sorbent, larger than the capacity of oil sorbent sorption are heated only at a temperature equal to the capacity of the sorption is 9,1756 g crude oil/g oil sorbent. The result analysis of FTIR showed functional groups of oil sorbent is O-H, C-H, C=O aldehid, C-C=C dan C-O eter.


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbilalamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat, ridho dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Serbuk Gergaji Kayu Sengon (Albizia chinensis) Sebagai Sorben Minyak Mentah dengan Aktivasi Kombinasi Fisik”. Shalawat serta salam tetap tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW, kepada para keluarga dan para sahabatnya serta termasuk kita pula selaku umatnya. Amin.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan, petunjuk, bantuan serta nasihat-nasihat yang sangat berguna bagi penulis. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Nida Sopiah, M.Si selaku Pembimbing I yang memberikan perhatian, bimbingan dan saran kepada penulis.

2. Nurhasni, M.Si selaku Pembimbing II yang memberikan perhatian, bimbingan dan saran kepada penulis.

3. Dr. Thamzil Las selaku Penguji I yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi.

4. Isalmi Azis, M.T selaku Penguji II yang telah memberikan pengarahan selama penyusunan skripsi.

5. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

viii 6. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Dr. Ir. Arie Herlambang selaku kepala Balai Teknologi Lingkungan BPPT dan staff yang telah membantu penulis dalam melaksanakan Tugas Akhir.

8. Seluruh Dosen Program Studi Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

9. Bapak (Meddy Kooshartoyo), Ibu (Alm. Dewi Farida), Kakek (H. Ali Nasiran), adik (Nadia Kooskusumawardani) dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan doa dan dukungannya baik moril maupun materil. 10.Herdiansyah yang telah memberikan doa, motivasi, semangat dan dukungan

kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

11.Ummu, Dwi, Ana dan Liyana sebagai teman seperjuangan selama penelitian, telah memberikan banyak bantuan, dorongan dan semangatnya.

12.Hifziah, Susi, Mae, Zaitun, Wihda dan teman-teman Kimia 2010 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan perhatian dan semangatnya kepada penulis.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, November 2014


(10)

ix DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Rumusan Masalah Penelitian ... 4

1.3. Hipotesis Penelitian ... 4

1.4.Tujuan Penelitian ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Sorben ... 6

2.1.1. Proses Aktivasi ... 7

2.1.2. Sorpsi ... 8

2.1.3. Kapasitas Adsorpsi ... 9

2.2. Serbuk Gergaji Kayu Sengon (Albizia chinensis) ... 10

2.3. Selulosa ... 12

2.4. Hemiselulosa ... 14

2.5. Lignin ... 15

2.6. Zat Ekstraktif ... 15

2.7. Minyak Mentah ... 16

2.8. CO2 Padat (Dry Ice) ... 17

2.9. Es ... 18

3.0. Kadar Air ... 18


(11)

x

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

3.2. Alat dan Bahan ... 21

3.2.1. Alat ... 21

3.2.2. Bahan ... 21

3.3. Prosedur Kerja ... 22

3.3.1. Preparasi Serbuk Gergaji Kayu Sengon ... 22

3.3.2. Penentuan Kondisi Operasi ... 22

3.3.2.1. Pengaruh Variasi Waktu Pendinginan ... 24

3.3.2.2. Pengaruh Variasi Suhu Pemanasan ... 24

3.3.2.3. Pengaruh Variasi Waktu Pemanasan ... 25

3.3.2.4. Pengaruh Variasi Jenis Bahan Pendingin ... 25

3.3.3. Kadar Air Oil Sorbent (SNI 1995) ... 26

3.3.4. Analisa FTIR ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1. Variasi Ukuran Partikel Serbuk Gergaji ... 29

4.2. Variasi Waktu Pendinginan Serbuk Gergaji ... 31

4.3. Variasi Suhu Pemanasan Serbuk Gergaji ... 33

4.4. Variasi Waktu Pemanasan Serbuk Gergaji ... 38

4.5. Variasi Jenis Bahan Pendingin Serbuk Gergaji ... 39

4.6. Kadar Air Oil Sorbent ... 42

4.7. Analisa FTIR ... 43

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 48

5.1. Simpulan ... 48

5.2. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49


(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman Sengon ... 11

Gambar 2. Alat FTIR ... 19

Gambar 3. Pengaruh Ukuran Partikel Serbuk Gergaji yang Dipanaskan pada Suhu 105oC terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah ... 30

Gambar 4. Pengaruh Waktu Pendinginan Serbuk Gergaji yang Berukuran Lebih Besar dari 355 µm dengan Es Setelah Dipanaskan pada 200oC selama 60 menit terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah .. 32

Gambar 5. Pengaruh Pemanasan Serbuk Gergaji yang Berukuran Lebih Besar dari 355 µm Selama 30 Menit dan Didinginkan dengan Es Selama 30 Menit terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah ... 33

Gambar 6. Struktur dari glukosa dan phenyl propane ... 36

Gambar 7. Reaksi Penguraian Hemiselulosa ... 37

Gambar 8. Reaksi penguraian Selulosa ... 37

Gambar 9. Pengaruh Waktu Pemanasan Serbuk Gergaji yang Berukuran Lebih Besar dari 355 µm yang Dipanaskan pada Suhu 300oC dan Didinginkan dengan Es Selama 30 Menit terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah ... 38

Gambar 10. Pengaruh Jenis Bahan Pendingin Serbuk Gergaji yang Berukuran Lebih Besar dari 355 µm yang Didinginkan Selama 30 Menit Setelah Dipanaskan pada Suhu 300oC Selama 60 Menit terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah ... 40

Gambar 11. Struktur Selulosa, Hemiselulosa dan Lignin ... 44

Gambar 12. Spektra FTIR Sorben yang Dipanaskan 105oC ... 45


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan Kimia Kayu Sengon ... 11

Tabel 2. Klasifikasi Ilmiah Kayu Sengon... 12

Tabel 3. Energi Ikatan Rata-rata ... 35

Tabel 4. Perubahan Berat Serbuk Gergaji (I) ... 36

Tabel 5. Perubahan Berat Serbuk Gergaji (II) ... 39

Tabel 6. Kadar Air Sorben... 42

Tabel 7. Bilangan Gelombang Sorbenyang Dipanaskan pada Suhu 105, 200, 250 dan 300oC ... 47


(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian ... 53

Lampiran 2. Data Penentuan Kondisi Optimum ... 54

Lampiran 3. Contoh Perhitungan Kapasitas Adsorpsi ... 57

Lampiran 4. Contoh Perhitungan Kadar Air Oil Sorbent ... 59

Lampiran 5. Alat, Bahan dan Hasil Penelitian ... 60


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Berbagai kegiatan eksplorasi, eksploitasi, transportasi, penyimpanan, pengolahan dan distribusi minyak mentah maupun minyak olahan masih sering menghasilkan kejadian kebocoran dan tumpahan minyak ke lingkungan (Asip et al., 2008). Tumpahan minyak pada permukaan tanah berpotensi mencemari lingkungan. Ketika suatu tumpahan minyak telah mencemari permukaan tanah, maka tumpahan tersebut dapat menguap, tersapu air hujan atau masuk kedalam tanah. Pencemaran yang masuk kedalam tanah kemudian terakumulasi sebagai zat kimia beracun di tanah, yang dapat terpapar langsung kepada manusia atau secara tidak langsung melalui pencemaran air dan tanah. Selain itu tumpahan minyak dapat menurunkan kestabilan tanah dan mendegradasi fungsi tanah hingga dapat menyebabkan lahan kritis (Sulistyono, 2012).

Penanganan kondisi lingkungan yang tercemar minyak dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan biologi. Penanganan secara fisika biasanya dilakukan sebagai langkah awal yaitu dengan mengisolasi secara cepat sebelum tumpahan minyak menyebar kemana-mana dengan metode boom. Metode fisika lain yang dapat digunakan ialah dengan mengambil kembali minyak bumi yang tumpah dengan metode oil skimmer. Penanganan secara kimia dilakukan dengan menggunakan bahan kimia seperti surfaktan sintetis seperti Alkil-Benzene Sulfonat (ABS) dan dispersan, dengan konsentrasi yang sesuai untuk mendegradasi kandungan minyak mentah.


(16)

2 Namun.ini akan membawa dampak buruk terhadap lingkungan karena dapat mencemari tanah dan air serta tidak dapat didegradasi secara biologis. Penanganan secara biologi merupakan salah satu alternatif dalam upaya mendegradasi kandungan minyak mentah di lingkungan, yaitu menggunakan surfaktan. Surfaktan ramah lingkungan yang dapat dihasilkan dari mikroorgansime, yang biasa disebut biosurfaktan. Akan tetapi penggunaan biosurfaktan ini cukup mahal dan membutuhkan waktu yang cukup lama (Prince et al., 2003). Oleh karena itu dibutuhkan suatu metode yang murah, tidak membutuhkan waktu yang lama dan ramah lingkungan. Dan ketiga kriteria tersebut sangat cocok dengan sorben.

Sorben adalah bahan penyerap, yang dapat digunakan untuk menyerap minyak. Sorben dapat berupa adsorben maupun absorben. Sorben dapat berasal dari bahan-bahan organik alami, seperti kapas, jerami, rumput kering, serbuk gergaji (Asip et al., 2008). Bahan-bahan organik alami sudah banyak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sorben pada penelitian terdahulu, seperti jerami padi (Safrianti

et al., 2012), serbuk gergaji (Pari et al., 2006), serat sabut kelapa hijau (Sudiarta dan Sulihingtyas, 2012), ampas tebu (Nurhasni, 2009), zeolit alam (Las et al., 2011), biomassa potamogeton (rumput naga) (Fatmawati, 2006) dan tempurung kelapa (Nurhasni et al., 2012). Sedangkan bahan-bahan organik alami yang telah digunakan sebagai bahan baku sorben minyak mentah pada penelitian terdahulu, seperti eceng gondok (Asip et al., 2008) dan kayu kapuk (Wang et al., 2012).

Kayu sengon (Albizia chinensis) banyak digunakan sebagai bahan baku perumahan (papan, balok dan tiang), pembuatan peti, pulp dan korek api (Martawijaya et al., 1989). Banyaknya kegunaan kayu sengon menyebabkan limbah


(17)

3 kayu sengon seperti serbuk gergaji menjadi meningkat. Pemanfaatan serbuk gergaji kayu sengon sebagai bahan baku sorben merupakan upaya strategis dalam peningkatan dan pengelolaan hasil hutan secara maksimal, karena tidak akan ada bagian dari kayu yang akan terbuang sia-sia (Gusmaelina et al., 2003). Serbuk gergaji kayu sengon dapat dijadikan sorben karena mengandung 49,40% selulosa, 24,10% hemiselulosa dan 26,50% lignin (Martawijaya et al., 1989). Terdapatnya selulosa, hemiselulosa dan lignin menjadikan serbuk gergaji berpotensi untuk digunakan sebagai bahan penyerap. Serbuk gergaji juga ramah lingkungan karena bisa terdegradasi secara biologis. Jumlah serbuk gergaji melimpah, mudah didapatkan serta murah karena merupakan hasil samping dari industri pengolahan kayu (Gusmaelina et al., 2003).

Proses aktivasi sorben ada dua, yaitu aktivasi secara kimia dan aktivasi secara fisik. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan cara merendam serbuk gergaji dengan bahan kimia tertentu yang disebut sebagai bahan pengaktivasi agar bahan kimia tersebut terikat pada serbuk gergaji (Sembiring dan Sinaga, 2003). Sedangkan aktivasi secara fisik berupa pemanasan/kalsinasi bertujuan untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori pori sorben sehingga luas permukaan pori-pori bertambah (Sutarti, 1994). Sorben yang diaktivasi, pori-porinya akan terbuka dan luas permukaannya akan bertambah (Kirana, 1985). Dengan luas permukaan pori-pori yang semakin besar maka kemampuan sorpsinya juga semakin besar (Sutarti, 1994).

Proses aktivasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah kombinasi aktivasi fisik menggunakan proses pemanasan dan pendinginan, yang bertujuan dengan adanya perubahan suhu yang ekstrem pada sorben ketika proses aktivasi berlangsung


(18)

4 dapat meningkatkan kapasitas sorpsi dari sorben serbuk gergaji terhadap minyak mentah jika dibandingkan dengan sorben serbuk gergaji yang diaktivasi dengan proses pemanasan/kalsinasi saja.

1.2. Rumusan Masalah Penelitian

1. Apakah kombinasi aktivasi fisik menggunakan proses pemanasan dan pendinginan yang menggunakan es dan dry ice mempengaruhi kapasitas sorpsi sorben serbuk gergaji?

2. Manakah yang lebih efektif proses pendinginan menggunakan es atau dry ice

dalam kombinasi aktivasi fisik tersebut?

3. Apakah kombinasi aktivasi fisik menggunakan proses pemanasan dan pendinginan tersebut mempengaruhi gugus fungsi pada sorben serbuk gergaji?

1.3. Hipotesis Penelitian

1. Aktivasi fisik menggunakan proses pemanasan dan pendinginan yang menggunakan es dan dry ice mempengaruhi kapasitas sorpsi sorben serbuk gergaji

2. Proses pendinginan menggunakan dry ice lebih efektif karena mempunyai suhu pendinginan yang lebih rendah.

3. Adanya pemanasan pada kombinasi aktivasi fisik menggunakan proses pemanasan dan pendinginan dapat memutus ikatan hidroksil pada serbuk gergaji.


(19)

5 1.4. Tujuan Penelitian

1. Meningkatkan kemampuan kapasitas sorpsi sorben serbuk gergaji dengan kombinasi aktivasi fisik menggunakan proses pemanasan dan pendinginan. 2. Mengetahui pengaruh pendinginan menggunakan es dan dry ice terhadap

kapasitas sorpsi sorben serbuk gergaji.

3. Mengetahui pengaruh kombinasi aktivasi fisik menggunakan proses pemanasan dan pendinginan terhadap perubahan gugus fungsi pada sorben serbuk gergaji.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi bahwa serbuk gergaji kayu sengon dapat digunakan sebagai alternatif sorben sehingga dapat diaplikasikan penggunaannya dalam upaya mengurangi pencemaran lingkungan. Serta dapat meningkatkan nilai tambah serbuk gergaji kayu sengon.


(20)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sorben

Sorben dapat berupa adsorben ataupun absorben. Sorben merupakan zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari suatu fase fluida (Saragih, 2008). Sedangkan sorbat adalah substansi dalam bentuk cair atau gas yang terkonsentrasi pada permukaan sorben (Suzuki, 1990 dalam Saragih, 2008). Kebanyakan sorben adalah bahan-bahan yang sangat berpori dan sorpsi berlangsung pada dinding pori- pori atau pada letak-letak tertentu di dalam bahan tersebut, tergantung cara penyerapannya, secara adsorpsi atau secara absorpsi. Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul atau karena perbedaan polaritas yang menyebabkan sebagian molekul melekat pada sorben lebih erat daripada molekul lainnya. Sorben yang digunakan secara komersial dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok polar dan non polar (Saragih, 2008). a. Sorben Polar

Sorben polar disebut juga hidrofilik. Jenis sorben yang termasuk kedalam kelompok ini adalah silika gel, alumina aktif, dan zeolit.

b. Sorben Non polar

Sorben non polar disebut juga hidrofobik. Jenis sorben yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah polimer sorben dan karbon aktif.

Karakteristik yang harus dimiliki oleh suatu sorben minyak adalah memiliki gugus hidrofobik atau oleofilik, kapasitas sorpsi minyak yang besar, memiliki kemampuan mengapung, daya tahan dalam media air, dapat digunakan


(21)

7 kembali, mudah terdegradasi secara alami, dan dapat me-recovery minyak (Karan

et al., 2011). Sorben dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu organik alami (kapas, jerami, rumput kering, serbuk gergaji), anorganik alami (lempung, vermiculite, pasir) dan sintetis (busa poliuretan, polietilen, polipropilen dan serat nilon) (Asip et al., 2008).

2.1.1. Proses Aktivasi

Proses aktivasi adalah perlakuan terhadap suatu bahan atau material sehingga bahan atau material tersebut mengalami perubahan sifat, baik fisika atau kimia, yang dapat berpengaruh terhadap kapasitas sorpsinya (Sembiring dan Sinaga, 2003). Proses aktivasi dibagi menjadi dua yaitu aktivasi fisik dan aktivasi kimia. Aktivasi fisik dapat didefinisikan sebagai proses memperluas pori dengan bantuan panas, uap air dan gas CO2. Aktivasi fisik dilakukan dengan pemanasan

(kalsinasi) (Affandi dan Hadisi, 2011). Pemanasan ini bertujuan untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori sehingga jumlah pori dan luas permukaan spesifiknya bertambah (Agus, 2010). Sedangkan aktivasi kimia merupakan aktivasi dengan pemakaian bahan kimia yang dinamakan bahan pengaktivasi untuk membersihkan permukaan pori, membuang senyawa pengotor, mengatur kembali letak atom yang dipertukarkan. Prinsip aktivasi secara kimiawi ini adalah penambahan pereaksi tertentu sehingga didapatkan pori-pori yang bersih (aktif). (Sembiring dan Sinaga, 2003).


(22)

8 2.1.2. Sorpsi

Sorpsi dapat berupa adsorpsi maupun absorpsi. Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap ke dalam (Atkins, 1999). Sedangkan absorpsi merupakan suatu proses penyerapan yang menyebabkan suatu partikel terperangkap kedalam struktur suatu media dan seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut. Dengan kata lain, pada proses adsorpsi, proses penyerapan terjadi pada permukaan adsorben, sedangkan pada proses absorpsi, proses penyerapan terjadi hingga masuk ke dalam pori-pori absorben. Menurut Giles dalam Osipow (1962), yang bertanggungjawab terhadap adsorpsi adalah gaya tarik van der waals, pembentukan ikatan hidrogen, pertukaran ion dan pembentukan ikatan kovalen. Faktor-faktor yang mempengaruhi sorpsi menurut Gaol (2001), yaitu :

1. Jenis sorbat, dapat ditinjau dari :

a. Ukuran molekul sorbat, rongga tempat terjadinya sorpsi dapat dicapai melalui ukuran yang sesuai, sehingga molekul-molekul yang bisa diserap adalah molekul-molekul yang berdiameter sama atau lebih kecil dari diameter pori sorben.

b. Polaritas molekul sorbat, apabila diameter sama, molekul-molekul sorbat yang kepolarannya sama dengan sorben dapat lebih mudah diserap daripada molekul-molekul yang kepolarannya berbeda, sehingga molekul-molekul sorbat yang jenis kepolarannya lebih mirip atau lebih kuat terhadap sorben bisa menggantikan molekul-molekul sorbat yang telah diserap, yang memiliki kepolaran yang kurang kuat terhadap sorben.


(23)

9 2. Sifat sorben, dapat ditinjau dari :

a. Kemurnian sorben, aorben yang lebih murni memiliki daya serap yang lebih baik.

b. Luas permukaan, semakin luas permukaan sorben maka jumlah sorbat yang terserap akan semakin banyak pula.

c. Suhu, sorpsi merupakan proses eksotermis sehingga jumlah sorbat akan bertambah dengan berkurangnya suhu sorbat. Sorpsi fisika yang substansial biasa terjadi pada suhu di bawah titik didih sorpsi, terutama di bawah 50oC. Sebaliknya, pada sorpsi kimia, jumlah yang diserap berkurang dengan naiknya suhu sorbat.

d. Tekanan, untuk sorpsi fisika, kenaikan tekanan sorbat mengakibatkan kenaikan jumlah zat yang diserap.

2.1.3. Kapasitas Sorpsi

Kapasitas sorpsi adalah kemampuan suatu sorben dalam menyerap sorbat. Kapasitas sorpsi dipengaruhi beberapa faktor (Adriany, 2011), seperti ukuran pori, polaritas dan ukuran molekul yang diadsorpsi, tekanan dan suhu.

Kekuatan interaksi sorbat dengan sorbendipengaruhi oleh sifat dari sorbat maupun sorbennya. Gejala yang umum dipakai untuk meramalkan komponen mana yang diserap lebih kuat adalah kepolaran sorben dengan sorbatnya. Apabila sorbennya bersifat polar, maka komponen yang bersifat polar akan terikat lebih kuat dibandingkan dengan komponen yang kurang polar dan begitu juga sebaliknya, apabila sorbennya bersifat nonpolar, maka komponen yang bersifat nonpolar akan terikat lebih kuat dibandingkan dengan komponen yang polar.


(24)

10 Porositas sorben juga mempengaruhi kapasitas sorpsi dari suatu sorben. Sorben dengan porositas yang besar dapat menghasilkan kapasitas sorpsi yang lebih besar dibandingkan dengan sorben yang memiliki porositas kecil. Untuk meningkatkan porositas dapat dilakukan dengan mengaktivasi secara fisika atau mengaktivasi secara kimia.

2.2. Serbuk Gergaji Kayu Sengon (Albizia chinensis)

Serbuk gergaji adalah butiran kayu yang dihasilkan dari proses menggergaji. Serbuk-serbuk gergaji ini dapat diperoleh dari beragam sumber, seperti limbah pertanian atau perkayuan. Menurut Strak dan Berger (1997), serbuk gergaji memiliki temperatur proses lebih rendah (kurang dari 400 ºF). Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan serbuk kayu jenis kayu, ukuran serbuk, sifat dasar dari serbuk kayu itu sendiri. Pemanfaatan serbuk gergaji kayu sebagai bahan material penyerap merupakan salah satu teknologi yang murah karena bahan bakunya mudah didapat mengingat Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan yang sangat luas.

Kayu sengon (Albizia chinensis) banyak digunakan sebagai bahan perumahan (papan, balok dan tiang). Selain itu dapat juga digunakan untuk pembuatan peti, veneer, pupl, papan serat, papan partikel, korek api dan korek api (Martawijaya et al., 1989). Banyaknya kegunaan kayu sengon menyebabkan limbah kayu sengon menjadi meningkat.

Kayu sengon termasuk kayu yang memiliki berat jenis ringan, yaitu 0,33 g/cm3, lebih kecil dari 0,60 g/cm3. Kayu yang memiliki berat jenis tinggi akan memakan waktu yang relatif lama dalam proses pengarangan.


(25)

11 Tanaman sengon banyak terdapat di daerah Jawa, Maluku, Sulawesi Selatan dan Irian Jaya. Kayu sengon memiliki ciri umum antara lain kayunya bewarna hampir putih atau coklat muda, mempunyai tekstur agak kasar dan merata, serta arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu (Pandit dan Kurniawan, 2008). Tanaman Sengon dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tanaman Sengon Kandungan kimia kayu sengon dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Kimia Kayu Sengon (Martawijaya et al., 1989)

Komponen Kimia Kadar (%)

Selulosa 49,40

Hemiselulosa 24,10


(26)

12 Sedangkan klasifikasi ilmiah kayu sengon dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi Ilmiah Kayu Sengon

Kerajaan Plantae

Divisi Spermatophyta

Subdivisi Angiospermae

Kelas Dicotyledoneae

Ordo Fabales

Famili Fabaceae

Subfamili Mimosoideae

Genus Albizia

Spesies A. chinensis

2.3. Selulosa

Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman. Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50% dari berat kering tanaman. Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan β-1,4 glukosida dalam rantai lurus. Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Rantai panjang selulosa terhubung secara bersama melalui ikatan hidrogen dan gaya van der waals (Perez et al., 2002).

Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri atas satuan-satuan dan mempunyai massa molekul relatif yang sangat tinggi, tersusun dari 2.000-3.000 glukosa. Ikatan β-1,4 glukosida pada serat selulosa dapat dipecah menjadi monomer glukosa dengan cara hidrolisis asam atau enzimatis.

Selulosa murni mengandung 44,4% C; 6,2% H dan 49,3% O. Rumus empiris selulosa adalah (C6H10O5)n, dengan banyaknya satuan glukosa yang

disebut dengan derajat polimerisasi (DP), jumlahnya antara 1.200-10.000 dan panjang molekul sekurang-kurangnya 5000 nm. Berat rata-rata molekul selulosa sekitar 400.000, sedangkan panjangnya tergantung cara pengisolasiannya. Selulosa hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam, melainkan


(27)

13 selalu berikatan dengan bahan lain seperti lignin dan hemiselulosa. Selulosa terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan pembentuk dinding sel dan serat tumbuhan. Molekul selulosa merupakan mikrofibil dari glukosa yang terikat satu dengan lainnya membentuk rantai polimer yang sangat panjang (Sjostrom, 1995).

Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu:

1. Alfa selulosa adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat polimerisasi) 600-1500. Alfa selulosa dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa.

2. Beta selulosa adalah selulosa berantai pendek, larut dalam NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan.

3. Gamma selulosa adalah sama dengan beta selulosa, tetapi DP-nya kurang dari 15.

Selain itu ada yang disebut Hemiselulosa dan Holoselulosa yaitu :

1. Hemiselulosa adalah polisakarida yang bukan selulosa, jika dihidrolisis akan menghasilkan D-manova, D-galaktosa, D-xylosa, L-arabinosa dan asam uranat.

2. Holoselulosa adalah bagian dari serat yang bebas dari sari dan lignin, terdiri dari campuran semua selulosa dan hemiselulosa.

Sifat-sifat selulosa terdiri dari sifat fisika dan sifat kimia. Selulosa dapat terdegradasi oleh hidrolisa, oksidasi, fotokimia maupun secara mekanis sehingga berat molekulnya menurun. Selulosa tidak larut dalam air, larutan asam, alkali encer maupun pelarut organik seperti benzene, alkohol, eter dan kloroform.


(28)

14 Selulosa larut dalam asam sulfat 72%, asam klorida 44%, serta asam forfat 85% (Casey, 1980). Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis, keras dan rapuh.

2.4. Hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan karbohidrat dengan bobot molekul lebih rendah dari pada selulosa dan tersusun atas satuan-satuan gula pentosan dan heksosan. Hemiselulosa bersifat nonkristalin dan tidak bersifat serat, mudah mengembang karena itu hemiselulosa sangat berpengaruh terhadap terbentuknya jalinan antara serat pada saat pembentukan lembaran, lebih mudah larut dalam pelarut alkali dan lebih mudah dihidrolisis dengan asam menjadi komponen monomernya yang terdiri dari D-glukosa, D-manosa, D-galaktosa, D-silosa dan L-arabinosa (Simanjuntak, 2007).

Hemiselulosa berfungsi sebagai bahan pendukung dalam dinding sel dan berlaku sebagai perekat antara sel tunggal yang terdapat didalam batang pisang dan tanaman lainnya. Perbedaan hemiselulosa dengan selulosa yaitu hemiselulosa mudah larut dalam alkali tapi sukar larut dalam asam, sedangkan selulosa sebaliknya. Hemiselulosa bukan merupakan serat-serat panjang seperti selulosa. Hasil hidrolisis selulosa akan menghasilkan D-glukosa, sedangkan hasil hidrolisis hemiselulosa menghasilkan D-xilosis dan monosakarida. Kandungan hemiselulosa yang tinggi memberikan kontribusi pada ikatan antara serat, karena hemiselulosa bertindak sebagai perekat dalam setiap serat tunggal.

Hemiselulosa kayu tersusun atas galaktoglukomanan (15-20%) dan xylan (7-10%). Xylan kayu adalah arabio – 4 – 0 - methylglucuronoxylan, dimana tidak


(29)

15 terasetilasi, tapi rangka xylan disubtitusi pada karbon 2 dan 3 secara berurutan dengan asam 4–0–methyl-αD–glucuronic dan residu α–L–arabinofuranosyl.

2.5. Lignin

Lignin merupakan zat yang bersama-sama selulosa membentuk dinding sel dari pohon kayu. Lignin berfungsi sebagai bahan perekat atau semen sel-sel selulosa yang membuat kayu menjadi kuat. Lignin merupakan polimer 3 demensi yang bercabang banyak. Molekul utama pembentuk lignin phenyl propane

(Simanjuntak, 2007). Secara fisis lignin berwujud amorf, berwarna cokelat, dengan bobot jenis 1.3-1.4 g/ml bergantung pada sumber ligninnya. Lignin juga tidak larut dalam air, larutan asam, dan larutan hidrokarbon. Lignin tidak dapat mencair, tetapi akan melunak dan kemudian menjadi hangus bila dipanaskan. Lignin yang diperdagangkan larut dalam basa encer dan dalam beberapa senyawa organik.

2.6. Zat Ekstraktif

Kayu biasanya mengandung berbagai zat-zat dalam jumlah yang tidak banyak yang sering disebut istilah ekstraktif. Zat-zat ini dapat dipisahkan dari kayu dengan menggunakan pelarut air maupun pelarut organik seperti eter atau alkohol. Asam-asam, asam-asam resin, lilin, terpentin dan gugus fenol adalah merupakan beberapa golongan senyawa yang juga merupakan ekstraktif.


(30)

16 2.7. Minyak Mentah

Minyak mentah terdiri atas bermacam-macam senyawa, di antaranya berupa hidrokarbon ringan, hidrokarbon berat, pelumas, dan bahan ikutan dalam hidrokarbon (Shaheen, 1992). Secara kimiawi, minyak mentah merupakan campuran dari banyak jenis hidrokarbon yang molekulnya mengandung banyak atom karbon. Minyak mentah terbentuk dari tumbuhan dan hewan yang tertimbun bersama endapan lumpur, pasir dan zat lainnya. Selama jutaan tahun timbunan ini mendapat tekanan dan panas secara alami.

Kelompok utama hidrokarbon dalam minyak mentah adalah parafin, naftalena, dan hidrokarbon aromatik. Parafin merupakan salah satu kelompok hidrokarbon alifatik yang mempunyai rumus urnurn CnH2O+2, dimana n adalah

jumlah atom karbon. Senyawa parafin yang mempunyai berat molekul rendah berwujud gas dan cair, sedangkan parafin yang mempunyai berat molekul tinggi berwujud padat. Naftalena merupakan hidrokarbon jenuh yang mempunyai rantai siklik, terdiri atas atom karbon yang tersusun dalam satu Iingkaran atau lebih, sehingga disebut sikloparafin dimgan rumus umum CnHn. Hidrokarbon aromatik

adalah kelompok hidrokarbon yang mempunyai rantai melingkar dengan 6 atom C, yaitu benzena dan derivatnya, antara lain Toluena, Xylena, Cumena, Cymena, dan lain-lain. Olefin, disebut juga alkena, merupakan hidrokarbon yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap dua karbon-karbon yang bersifat non polar dan tidak larut dalam air. Di dalam minyak bumi, olefin tidak selalu ditemukan. Asetilena atau alkuna merupakan hidrokarbon tak jenuh yang memiliki satu atau leibih ikatan rangkap tiga karbon-karbon. Asetilena merupakan senyawa yang sangat kecil berada di dalam minyak bumi. Jenis senyawa lain yang terkandung di


(31)

17 dalam minyak bumi dan produknya adalah sulfur (belerang), oksigen, nitrogen, dan beberapa unsur logam berat. Minyak mentah (crude oil) umumnya cair, dan berwarna hijau, coklat atau hitam.

Kegiatan industri perminyakan dapat menimbulkan limbah yang mencemari lingkungan. Selain itu, proses pengeboran dan pengilangan minyak bumi juga menghasilkan lumpur minyak dalam jumlah besar. Lumpur minyak merupakan polutan yang sangat berbahaya, UU No. 23 tahun 1997 dan PP No. 18 tahun 1999 mengkategorikan lumpur minyak sebagai limbah B3 (Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun).

2.8. CO2 Padat (Dry ice)

CO2 padat atau dry ice adalah bentuk padat dari karbon dioksida yang

biasanya digunakan sebagai pendingin. Keuntungan dari dry ice adalah suhunya lebih rendah daripada es dari air dan tidak meninggalkan sisa apapun. Dry ice

biasanya digunakan untuk menjaga agar makanan beku tetap terjaga dinginnya di tempat yang tidak tersedia mesin pendingin. Dry ice akan tersublimasi pada suhu −78.5 °C (−109.3 °F) pada tekanan atmosfer. Suhu yang luar biasa dingin ini menyebabkan dry ice yang berbentuk padat berbahaya untuk dipegang tanpa pengaman karena akan menyebabkan perih karena kedinginan sehingga dalam penanganannya harus memakai sarung tangan dan pelindung mata. CO2

mempunyai berat jenis yang lebih berat daripada udara, sehingga dapat mendesak udara untuk pernafasan. Oleh karena itu, apabila bekerja dengan dry ice perlu dalam ruangan yang berventilasi baik atau di ruang terbuka. Dalam transportasi di gedung bertingkat, dry ice sama sekali tidak boleh diangkut melewati lift


(32)

18 penumpang. Kemacetan lift yang dapat terjadi sewakti-waktu, dapat berakibat fatal karena gas tersebut akan mendesak oksigen dan kematian tidak dapat dihindarkan.

2.9. Es

Menurut SNI 01- 3839-1995, es merupakan masa padat hasil pembekuan air. Air akan mengembang bila dipadatkan karena adanya ikatan hidrogen. Air mulai membeku ketika molekul-molekulnya mulai bergerak lambat sehingga tidak mampu memutuskan ikatan hidrogen. Ketika suhu mencapai 0oC, air mulai terjebak dalam kisi kristal, dan masing-masing molekul berikatan dengan maksimum 4 molekul lainnya (Bragg, 1992). Es merupakan air yang berada dalam fase padat (kristal) yang diperoleh dari hasil pendinginan dan pembekuan air. Es merupakan suatu senyawa yang terdiri dari molekul-molekul H2O (HOH)

yang tersusun sedemikian rupa sehingga 1 atom H terletak di satu sisi antara sepasang atom oksigen molekul-molekul air lainnya, membentuk suatu heksagon simetrik. Satu molekul HOH dapat mengikat 4 molekul HOH yang berdekatan dan jarak atom O-O yang berdampingan sebesar 2,76 Ao (Bragg, 1992).

2.10. Kadar Air

Prinsip dari penentuan kadar air adalah air menguap pada suhu di atas 100ºC sehingga tercapai berat konstan selama ±3 jam. Berdasarkan SNI tahun 1995 karbon aktif yang baik mempunyai kadar air maksimal 15% (Pari et al., 2004). Pada dasarnya penentuan kadar air adalah dengan menguapkan air dari karbon aktif dengan pemanasan 105°C sampai didapatkan berat konstan


(33)

19 (Jankowska, et all, 1991). Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis suatu bahan.

2.11.Spektrofotometer FTIR

Spektrofotometer FTIR adalah suatu teknik untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada suatu senyawa menggunakan radiasi inframerah. Energi yang diserap bahan uji pada berbagai frekuensi sinar inframerah direkam, kemudian diteruskan ke interferometer. Sinar pengukuran bahan uji diubah menjadi interferogram. Alat FTIR dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Alat FTIR FTIR terdiri dari 5 bagian utama, yaitu (Grififth, 1975) :

a. Sumber sinar, yang terbuat dari filamen Nerst atau globar yang dipanaskan menggunakan listrik hingga temperatur 1000-1800 0C.

b. Beam splitter, berupa material transparan dengan indeks relatif, sehingga menghasilkan 50% radiasi akan direfleksikan dan 50% radiasi akan diteruskan.


(34)

20 c. Interferometer, merupakan bagian utama dari FTIR yang berfungsi untuk

membentuk interferogram yang akan diteruskan menuju detektor.

d. Daerah cuplikan, Keterangan berkas acuan dan cuplikan masuk ke dalam daerah cuplikan dan masing-masing menembus sel acuan dan cuplikan secara bersesuaian.

e. Detektor, merupakan piranti yang mengukur energi pancaran yang lewat akibat panas yang dihasilkan. Detektor yang sering digunakan adalah termokopel dan balometer.

Mekanisme yang terjadi pada alat FTIR dapat dijelaskan sebagai berikut. Sinar yang datang dari sumber sinar akan diteruskan, dan kemudian akan dipecah oleh pemecah sinar menjadi dua bagian sinar yang saling tegak lurus. Sinar ini kemudian dipantulkan oleh dua cermin yaitu cermin diam dan cermin bergerak. Sinar hasil pantulan kedua cermin akan dipantulkan kembali menuju pemecah sinar untuk saling berinteraksi. Dari pemecah sinar, sebagian sinar akan diarahkan menuju cuplikan dan sebagian menuju sumber. Gerakan cermin yang maju mundur akan menyebabkan sinar yang sampai pada detektor akan berfluktuasi. Sinar akan saling menguatkan ketika kedua cermin memiliki jarak yang sama terhadap detektor, dan akan saling melemahkan jika kedua cermin memiliki jarak yang berbeda. Fluktuasi sinar yang sampai pada detektor ini akan menghasilkan sinyal pada detektor yang disebut interferogram. Interferogram ini akan diubah menjadi spektra IR dengan bantuan computer berdasarkan operasi matematika (Tahid, 1994).


(35)

21 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan bulan Februari sampai Juni 2014. Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di Balai Teknologi Lingkungan (BTL) Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dengan alamat Gedung 820 Geostech, Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, furnace, kain nilon berukuran 10x10 cm2, tali nilon berukuran 10 cm, timbangan analitik, timbangan kasar, ayakan 500 µm, ayakan 355 µm, ayakan 250 µm, saringan minyak, SpektrofotometerFTIR dan peralatan gelas lainnya.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk gergaji kayu sengon yang berasal dari Serpong, limbah minyak mentah (light oil) yang berasal dari PT Pertamina (Persero) Unit Pengolahan 1V Cilacap,es dan dry ice.


(36)

22 Prosedur Kerja

3.3.1. Preparasi Serbuk Gergaji Kayu Sengon

Serbuk gergaji diayak menggunakan ayakan 500 µm untuk mendapatkan serbuk gergaji dengan ukuran partikel lebih besar dari 355 µm, ayakan yang berukuran 355 µm untuk mendapatkan serbuk gergaji dengan ukuran partikel antara 250 sampai 355 µm dan ayakan yang berukuran 250 µm untuk mendapatkan serbuk gergaji dengan ukuran partikel lebih kecil dari 250 µm.

3.3.2. Penentuan Kondisi Operasi

Langkah pertama dalam penentuan kondisi operasi terbaik dari sorben serbuk gergaji dalam menyerap minyak adalah menentukan ukuran partikel serbuk gergaji yang paling baik dalam menyerap minyak. Ukuran partikel yang terbaik dari serbuk gergaji adalah ukuran partikel dari serbuk gergaji yang menghasilkan kapasitas sorpsi paling besar jika dibandingkan dengan dua variasi ukuran partikel lainnya. Serbuk gergaji dengan berbagai variasi ukuran partikel dipanaskan pada suhu 105°C selama 3 jam. Kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit. Lalu diuji kapasitas sorpsinya. Uji kapasitas sorpsi dilakukan dengan cara serbuk gergaji ditimbang sebanyak 1,00 ± 0,50 g, setelah itu dimasukkan ke dalam selongsong kain nilon yang telah diketahui berat konstannya, selanjutnya ujungnya diikat dengan tali. Kemudian selongsong kain tersebut dimasukkan ke dalam beaker glass berukuran 500 mL yang berisi 400 mL minyak mentah selama 15 menit, setelah itu diangkat dan ditiriskan selama 15 menit.


(37)

23 Kapasitas sorpsi dapat dihitung menggunakan persamaan 1 (Wang et al., 2012) di bawah ini :

………(1)

Keterangan :

q = Kapasitas sorpsi minyak mentah per gram sorben (g minyak/g sorben)

Wsorben+minyak = Berat sorben setelah dicelupkan ke dalam minyak (g)

Wsorben = Berat sorben awal (g)

Sedangkan kapasitas sorpsi sorben serbuk gergaji dapat dihitung menggunakan persamaan 2 di bawah ini :

………..(2)

Keterangan :

q = Kapasitas sorpsi minyak mentah per gram sorben serbuk gergaji (g minyak/gsorben)

Wtotal = Berat kain + sorben+ minyak (g)

Wkain+minyak = Berat kain + minyak (g)

Setelah didapatkan ukuran partikel serbuk gergaji yang paling baik dalam menyerap minyak, dilakukan uji terhadap variasi waktu pendinginan (15, 30, 45, 60 menit), suhu pemanasan (105, 200, 250, 300oC), waktu pemanasan (30 dan 60 menit) dan jenis bahan pendingin (es dan dry ice) untuk mendapatkan waktu pendinginan, suhu pemanasan, waktu pemanasan dan jenis bahan pendingin yang paling baik digunakan serbuk gergaji dalam menyerap minyak. Serbuk gergaji yang digunakan pada

masing-q = Wsorben+minyak– Wsorben Wsorben

q = Wtotal– Wkain+minyak - Wsorben Wsorben


(38)

24 masing variasi sebanyak 50 ± 1,0 gram yang dimasukkan ke dalam wadah alumunium foil.

3.3.2.1.Pengaruh Variasi Waktu Pendinginan

Serbuk gergaji dengan ukuran partikel yang paling baik digunakan dalam menyerap minyak yaitu ukuran partikel lebih besar dari 355 µm (hasil dari uji pada 3.3.2.), yang telah dimasukkan ke dalam wadah alumunium foil, dipanaskan dalam oven pada suhu 200oC selama 1 jam. Setelah itu didinginkan menggunakan es, dengan variasi waktu pendinginan 15, 30, 45 dan 60 menit. Selanjutnya diuji kapasitas sorpsinya menggunakan persamaan 2.

3.3.2.2. Pengaruh Variasi Suhu Pemanasan

Setelah diperoleh waktu pendinginan serbuk gergaji yang paling baik dalam menyerap minyak, yaitu 30 menit (hasil dari uji pada 3.3.2.1.), tahap selanjutnya dilakukan variasi suhu pemanasan serbuk gergaji untuk mendapatkan suhu pemanasan serbuk gergaji yang paling baik dalam menyerap minyak, dengan variasi suhu pemanasan serbuk gergaji 105, 200, 250 dan 300oC selama 30 menit. Serbuk gergaji dengan ukuran partikel lebih besar dari 355 µm (hasil dari uji pada 3.3.2.) dipanaskan dalam oven dengan variasi suhu pemanasan, setelah itu didinginkan menggunakan es selama 30 menit (hasil dari uji pada 3.3.2.1.). Selanjutnya diuji kapasitas sorpsinya menggunakan persamaan 2.


(39)

25 3.3.2.3. Pengaruh Variasi Waktu Pemanasan

Setelah diperoleh kondisi operasi yang paling baik dari ukuran partikel (lebih besar dari 355 µm (hasil dari uji pada 3.3.2.)), waktu pendinginan (30 menit (hasil dari uji pada 3.3.2.1.)) dan suhu pemanasan (300oC (hasil dari uji pada 3.3.2.2.)) serbuk gergaji, tahap selanjutnya dilakukan variasi waktu pemanasan serbuk gergaji untuk mendapatkan waktu pemanasan yang paling baik untuk serbuk gergaji dalam menyerap minyak dengan variasi waktu pemanasan serbuk gergaji 30 dan 60 menit. Serbuk gergaji dengan ukuran partikel lebih besar dari 355 µm (hasil dari uji pada 3.3.2.), yang telah dimasukkan ke dalam wadah alumunium foil, dipanaskan dalam oven pada suhu 300oC (hasil dari uji pada 3.3.2.2.) dengan variasi waktu pemanasan 30 dan 60 menit. Setelah itu didinginkan menggunakan es selama 30 menit (hasil dari uji pada 3.3.2.1.). Selanjutnya diuji kapasitas sorpsinya menggunakan persamaan 2.

3.3.2.4. Pengaruh Variasi Jenis Bahan Pendingin

Setelah diperoleh ukuran partikel, waktu pendinginan, suhu dan waktu pemanasan yang paling baik untuk serbuk gergaji dalam minyak, yaitu ukuran partikel serbuk gergaji lebih besar dari 355 µm (hasil dari uji pada 3.3.2.), waktu pendinginan serbuk gergaji 30 menit (hasil dari uji pada 3.3.2.1.), suhu pemanasan serbuk gergaji 300oC (hasil dari uji pada 3.3.2.2.) dan waktu pemanasan serbuk gergaji 60 menit (hasil dari uji pada 3.3.2.3.), tahap selanjutnya dilakukan uji terhadap jenis bahan pendingin untuk mendapatkan jenis bahan pendingin yang paling baik digunakan serbuk gergaji untuk menyerap minyak. Bahan pendingin digunakan dalam proses pendinginan pada kombinasi aktivasi fisik. Serbuk gergaji


(40)

26 dengan ukuran partikel lebih besar dari 355 µm (hasil dari uji pada 3.3.2.) dipanaskan dalam oven pada suhu 300oC (hasil dari uji pada 3.3.2.2.) selama 60 menit (hasil dari uji pada 3.3.2.3.), setelah itu didinginkan menggunakan variasi jenis bahan pendingin selama 30 menit (hasil dari uji pada 3.3.2.1.). Adapun variasi jenis bahan pendingin yang digunakan adalah es dan dry ice. Selanjutnya diuji kapasitas sorpsinya.

3.3.3. Kadar Air Sorben (SNI 1995)

Uji kadar air dari sorben dilakukan untuk mengetahui kualitas dari sorben. Kadar air yang baik untuk suatu sorben menurut SNI adalah kurang dari 15% (Pari et al., 2009). Uji kadar air menurut SNI tahun 1995 dengan cara sebanyak 1.00 ± 0,50 g bahan uji ditimbang dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C selama 3 jam. Setelah itu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit, lalu ditimbang. Selanjutnya dipanaskan kembali dalam oven selama 10 menit, kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit. Proses pemanasan dan penimbangan diulangi sampai diperoleh berat konstan. Kadar air dihitung berdasarkan persamaan 3 di bawah ini :

……....(3)

Keterangan :

Wawal = Berat bahan uji sebelum dipanaskan 105oC

Wakhir = Berat bahan uji setelah dipanaskan 105oC

Kadar Air (%) = Wawal– Wakhir X 100%


(41)

27 3.3.4. Analisa FTIR

Analisa FTIR dilakukan untuk mengetahui karakteristik bahan uji, seperti struktur ikatan dan gugus fungsi yang dikandungnya, dengan cara sorben digerus dalam mortal kecil bersama padatan dengan kristal KBr kering dengan perbandingan sorben : KBr adalah 1:100. Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam


(42)

28 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hal yang dilakukan pertama kali sebelum dilakukan aktivasi terhadap serbuk gergaji adalah serbuk gergaji diayak terlebih dahulu menggunakan tiga jenis ayakan yang berbeda ukuran untuk mendapatkan ukuran partikel yang paling baik digunakan serbuk gergaji dalam menyerap minyak. Aktivasi serbuk gergaji menggunakan aktivasi fisik dengan kombinasi proses pemanasan dan pendinginan dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu tahap pemanasan pada suhu 105oC, pembungkusan dengan wadah alumunium foil, pemanasan dengan variasi suhu dan waktu pemanasan dan pendinginan dengan variasi waktu dan jenis bahan pendingin. Pemanasan serbuk gergaji pada suhu 105oC dilakukan untuk menghilangkan uap air yang terdapat pada serbuk gergaji. Uap air yang terdapat pada serbuk gergaji dapat menghalangi menempelnya molekul dari minyak mentah pada permukaan pori sorben dari serbuk gergaji. Pembungkusan serbuk gergaji dengan wadah alumunium foil dilakukan dengan tujuan untuk mencegah adanya oksigen ketika proses pemanasan dengan variasi suhu pemanasan berlangsung. Hal ini dikarenakan karena kehadiran oksigen dapat membakar dan merusak struktur pori serbuk gergaji sehingga akan terjadi hilangnya serbuk gergaji dalam jumlah yang banyak pada hasil akhir sorben (Miranti, 2012).

Pemanasan dengan variasi suhu dan waktu pemanasan dilakukan untuk mengetahui suhu dan waktu pemanasan yang paling baik digunakan serbuk gergaji


(43)

29 dalam menyerap minyak mentah. Variasi suhu yang digunakan adalah 200, 250 dan 300oC, karena berdasarkan penelitian sebelumnya suhu pemanasan yang baik digunakan dalam proses aktivasi untuk mengubah serbuk gergaji menjadi suatu sorben adalah 200-300oC. Jika pemanasan serbuk gergaji dilakukan di atas suhu 300oC maka akan terjadi penurunan kapasitas sorpsi dikarenakan banyak gugus lipofilik dan hidrofilik yang hilang. (Kato et al., 1997). Sedangkan variasi waktu pemanasan yang digunakan pada penelitian ini adalah 30 dan 60 menit. Pendinginan dilakukan dengan menggunakan variasi waktu pendinginan dan jenis bahan pendingin untuk mengetahui waktu dan jenis bahan pendingin yang paling baik digunakan sorben dari serbuk gergaji dalam menyerap minyak mentah. Variasi waktu pendinginan adalah 15, 30, 45 dan 60 menit. Sedangkan variasi jenis bahan pendingin yang digunakan adalah es dan dry ice. Pendinginan dilakukan langsung setelah dilakukan proses pemanasan yang bertujuan dengan adanya perubahan suhu yang ekstrim dapat menyebabkan ukuran pori sorben serbuk gergaji menjadi stabil dan meningkatkan kapasitas sorpsi sorben serbuk gergaji jika dibandingkan dengan kapasitas sorpsi sorben serbuk gergaji yang diaktivasi dengan pemanasan saja.

4.1. Variasi Ukuran Partikel Serbuk Gergaji

Ukuran partikel serbuk gergaji mempengaruhi kapasitas sorpsi sorben terhadap minyak mentah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas sorpsi paling besar dihasilkan sorben dengan ukuran partikel lebih besar dari 355 µm yaitu sebesar 4,8427 g minyak/g sorben, sedangkan kapasitas sorpsi yang dihasilkan sorben dengan ukuran partikel antara 250 sampai 355 µm dan sorben dengan ukuran partikel


(44)

30 lebih kecil dari 250 µm, masing-masing adalah 3,8192 g minyak/g sorben dan 3,5039 g minyak/g sorben. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa semakin besar ukuran partikel maka daya serap sorben juga semakin tinggi (Asip et al., 2008), Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengaruh Ukuran Partikel Serbuk Gergaji yang Dipanaskan pada Suhu 105oC terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah

Kapasitas sorpsi yang dihasilkan sorben dengan ukuran partikel antara 250-355 µm lebih kecil dari sorben dengan ukuran partikel lebih besar dari 250-355 µm karena minyak tidak dapat diikat oleh sorben yang permukaannya halus sehingga minyak akan keluar dengan mudahnya menyebabkan kapasitas sorpsinya menjadi kecil (Wang et al., 2012 ; Wang et al., 2013). Sama halnya dengan yang terjadi pada sorben dengan ukuran partikel lebih kecil dari 250 µm, permukaan sorben yang terlalu halus menyebabkan minyak sulit terikat pada sorben, sehingga kapasitas sorpsi yang dihasilkan sorben ini lebih kecil daripada kapasitas sorpsi yang dihasilkan sorben dengan ukuran partikel lebih besar dari 355 µm dan sorben dengan ukuran


(45)

31 partikel antara 250-355 µm. Pada sorben yang permukaannya halus, minyak yang telah diserap oleh sorben tersebut keluar lagi ketika ditiriskan. Semakin halus permukaannya semakin banyak minyak yang keluar. Permukaan yang kasar akan menghasilkan kapasitas sorpsi minyak yang besar. Kapasitas sorpsi terhadap minyak yang besar dikarenakan adanya kemampuan sorpsi minyak dari sorben yang dihasilkan dari serbuk gergaji yang dipanaskan pada suhu 105oC. Selain itu, pemilihan kain nilon sebagai selongsong yang membungkus sorben serbuk gergaji juga berpengaruh terhadap penyerapan minyak, karena nilon merupakan salah satu sorben minyak sintetis (Asip et al., 2008).

4.2. Variasi Waktu Pendinginan Serbuk Gergaji

Waktu pendinginan serbuk gergaji mempengaruhi kapasitas sorpsi sorben serbuk gergaji terhadap minyak mentah. Serbuk gergaji yang digunakan adalah serbuk gergaji dengan ukuran partikel lebih besar dari 355 µm yang dipanaskan pada suhu 200oC selama 60 menit.


(46)

32 Gambar 4. Pengaruh Waktu Pendinginan Serbuk Gergaji yang Berukuran Lebih Besar dari 355 µm dengan Es Setelah Dipanaskan pada Suhu 200oC selama 60 menit terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah

Pada waktu pendinginan 15 menit, kapasitas sorpsi yang dihasilkan sorben serbuk gergaji sebesar 4,8162 g minyak/g sorben. Ketika waktu pendinginan dinaikkan menjadi 30 menit, terjadi peningkatan kapasitas sorpsi menjadi sebesar 5,1346 g minyak/g sorben. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4. Sedangkan ketika waktu pendinginan dinaikkan menjadi 45 menit, kapasitas sorpsi dari sorben serbuk gergaji mengalami penurunan, dengan kapasitas sorpsi sebesar 4,4200 g minyak/g sorben. Kapasitas sorpsi sorben terus menurun hingga waktu pendinginan 60 menit, dengan kapasitas sorpsi sorben serbuk gergaji sebesar 4,1197 g minyak/g sorben.

Penurunan kapasitas sorpsi terjadi setelah waktu pendinginan lebih dari 30 menit disebabkan oleh sifat higroskopis yang dimiliki sorben terhadap uap air di udara pada proses pendinginan yang menyebabkan terlalu lamanya pendinginan pada sorben serbuk gergaji mengakibatkan terjadinya pengikatan molekul air oleh sorben


(47)

33 serbuk gergaji (Pari et al., 1996). Pengikatan molekul air oleh sorben dapat menutup pori sorben serbuk gergaji atau sisi aktif dari sorben serbuk gergaji dan menghalangi menempelnya molekul dari minyak mentah pada permukaan pori tersebut sehingga dapat menurunkan kapasitas sorpsi dari sorben. Jadi, waktu pendinginan optimum dalam proses pendinginan sorben serbuk gergaji adalah 30 menit.

4.3. Variasi Suhu Pemanasan Serbuk Gergaji

Suhu pemanasan serbuk gergaji mempengaruhi kapasitas sorpsi sorben terhadapminyak mentah. Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Pengaruh Pemanasan Serbuk Gergaji yang Berukuran Lebih Besar dari 355 µm Selama 30 Menit dan Didinginkan dengan Es Selama 30 Menit terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah

Serbuk gergaji yang digunakan adalah serbuk gergaji dengan ukuran partikel lebih besar dari 355 µm yang dipanaskan selama 30 menit dengan variasi suhu 105, 200, 250 dan 300oC. Setelah dipanaskan serbuk gergaji tersebut didinginkan


(48)

34 menggunakan es selama 30 menit, kecuali serbuk gergaji yang dipanaskan pada suhu 105oC. Serbuk gergaji yang dipanaskan pada suhu 105oC tidak didinginkan menggunakan es karena serbuk gergaji yang dipanaskan pada suhu 105oC dijadikan sebagai kontrol.

Peningkatan kapasitas sorpsi yang terjadi seiring dengan meningkatnya suhu pemanasan (105, 200, 250 dan 300 oC), dengan kapasitas sorpsi untuk masing-masing suhu adalah 6,0966 ; 6,4175 ; 7,9123 ; 9,1377 g minyak/g sorben disebabkan pemanasan yang dilakukan pada sorben dapat membuka dan memperbesar ukuran pori sorben, serta menguapkan material-material volatil dan zat-zat pengotor yang tidak diinginkan sehingga akan terbentuk rongga-rongga kosong atau pori-pori yang dapat berfungsi sebagai sorben (Hidayah et al., 2012). Selain itu pemanasan sorben dapat menyebabkan energi partikel dalam sorben bertambah besar sehingga setiap partikel bergerak lebih cepat, sehingga jarak antar partikel semakin jauh. Jarak antar partikel yang semakin jauh menyebabkan pori sorben membuka dan membesar, sehingga semakin tinggi suhu pemanasannya, maka semakin besar juga luas permukaan pori sorben (Chang, 2005). Kenaikan temperatur/suhu aktivasi dapat meningkatkan luas permukaan spesifik dari sorben (Raharjo, 1997).

Semakin besar luas pori sorben mempengaruhi kapasitas sorpsi minyak mentah. Luas permukaan pori yang besar menyebabkan molekul dari minyak mentah banyak yang menempel pada permukaan pori sehingga kapasitas sorpsi sorben terhadap minyak mentah meningkat seiring dengan meningkatnya suhu pemanasan.

Pemanasan yang dilakukan pada sorben berpengaruh terhadap keberadaan gugus fungsi pada sorben. Hal ini berhubungan dengan energi ikatan pada


(49)

masing-35 masing gugus fungsi. Gugus fungsi yang memiliki energi ikatan terendah akan putus terlebih dahulu. Energi ikatan masing-masing gugus fungsi yang terdapat pada serbuk gergaji pada suhu 25oC (1 atam) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Energi Ikatan Rata-rata (Chang, 2005)

Ikatan Energi Ikatan rata-rata (kJ/mol)

C–H 414

C–C 347

C=C 620

C–O 351

C=O 745

O-H 460

H-H 436,4

Tabel 3 menunjukkan energi ikatan rata-rata dari gugus fungsi C-H, C-C, C=C, C-O, C=O, O-H dan H-H sehingga bisa diasumsikan urutan gugus fungsi yang ikatannya paling mudah terputus hingga yang ikatannya paling sulit untuk terputus pada serbuk gergaji adalah C-C, C-O, C-H, H-H, O-H, C=C dan C=O. Akan tetapi, pemutusan ikatan tidak hanya dilihat dari energi ikatan pada gugus fungsi tapi juga dilihat dari posisi gugus fungsi tersebut. Apabila suatu gugus fungsi energi ikatannya kecil tapi terletak di dalam struktur dengan bentuk sterik, maka gugus fungsi tersebut tidak akan terputus. Sebaliknya, gugus fungsi yang terdapat di bagian luar struktur akan lebih mudah terputus (Fessenden dan Fessenden, 1997).

Proses pemanasan menyebabkan pemutusan ikatan yang terjadi semakin banyak. Hal ini dapat dibuktikan dengan berkurangnya berat serbuk gergaji setelah diberi perlakuan pemanasan yang dapat dilihat pada Tabel 4.


(50)

36 Tabel 4. Perubahan Berat Serbuk Gergaji (I)

Suhu Berat Serbuk Gergaji Awal (g) Berat Serbuk Gergaji Setelah Dipanaskan (g)

105oC 50 49,7

200oC 50 48,4

250oC 50 38,8

300oC 50 21,6

Tabel 4 menunjukkan bahwa suhu pemanasan berbanding terbalik dengan berat serbuk gergaji setelah dipanaskan. Semakin tinggi suhu pemanasan, maka pemutusan ikatan kimia semakin banyak yang ditunjukkan dengan berkurangnya berat dari serbuk gergaji setelah dipanaskan. Hal ini disebabkan suhu pemanasan mempengaruhi jumlah ikatan yang terputus dan menguap sehingga berpengaruh terhadap berat serbuk gergaji. Pada suhu pemanasan 200oC terjadi proses penguapan air dan mulai terjadi penguraian hemiselulosa (Kato et al., 1997). Sorben yang dihasilkan dari pemanasan pada suhu 200oC berwarna kecoklatan (Lampiran 5). Sedangkan pada suhu pemanasan 250oC, masih terjadi proses penguraian hemiselulosa (Kato et al., 1997). Struktur dari glukosa dan phenyl propana dapat dilihat pada Gambar 6.

(a) Glukosa (b) phenyl propane


(51)

37 Proses penguraian hemiselulosa dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Reaksi Penguraian Hemiselulosa

Sorben yang dihasilkan dari pemanasan pada suhu 250oC berwarna coklat tua (Lampiran 5). Dan pada suhu pemanasan 300oC terjadi proses penguraian selulosa (Kato et al., 1997). Sorben yang dihasilkan dari pemanasan pada suhu 300oC berwarna coklat kehitaman (Lampiran 5). Penguraian selulosa menghasilkan asam asetat, H2O, furan dan fenol dengan reaksi yang dapat dilihat pada Gambar 8 (Girard,

1992).


(52)

38 4.4. Variasi Waktu Pemanasan Serbuk Gegaji

Waktu pemanasan serbuk gergaji mempengaruhi kapasitas sorpsi sorben terhadap minyak mentah. Serbuk gergaji yang digunakan adalah serbuk gergaji dengan ukuran partikel lebih besar dari 355 µm yang dipanaskan pada suhu 300oC dan didinginkan menggunakan es selama 30 menit. Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Pengaruh Waktu Pemanasan Serbuk Gergaji yang Berukuran Lebih Besar dari 355 µm yang Dipanaskan pada Suhu 300oC dan Didinginkan dengan Es Selama 30 Menit terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah Dari hasil penelitian, kapasitas sorpsi yang dihasilkan sorben yang dipanaskan selama 60 menit sebesar 9,7267 g minyak/g sorben, lebih besar daripada kapasitas sorpsi yang dihasilkan sorben yang dipanaskan selama 0 dan 30 menit, dengan kapasitas sorpsi masing-masing sebesar 6,1177 dan 9,1377 g minyak/g sorben. Hal ini disebabkan semakin lama waktu pemanasan sorben serbuk gergaji, maka semakin besar juga jarak antar partikel dalam sorben serbuk gergaji yang menyebabkan luas


(53)

39 area permukaan pori bertambah (Chang, 2005). Selain itu, semakin lama waktu pemanasan maka semakin banyak zat volatil yang menguap untuk pembentukan pori-pori baru (Pari et al., 2004). Waktu pemanasan juga mempengaruhi jumlah gugus fungsi pada serbuk gergaji, karena semakin lama waktu pemanasan, maka gugus fungsi yang terlepas juga semakin banyak karena putusnya ikatan antar atom. Penyataan ini didukung oleh hasil penelitian pada Tabel 5.

Tabel 5. Perubahan Berat Serbuk Gergaji (II)

Suhu Berat Serbuk Gergaji Awal (g)

Berat Serbuk Gergaji Setelah Dipanaskan selama 30 menit (g)

Berat Serbuk Gergaji Setelah Dipanaskan selama 60 menit (g)

105oC 50 49,7 49

200oC 50 48,4 45.4

250oC 50 38,8 33

300oC 50 21,6 15,5

Tabel 5 menunjukkan bahwa serbuk gergaji yang dipanaskan selama 60 menit memiliki berat yang lebih ringan daripada serbuk gergaji yang dipanaskan selama 30 menit, karena ikatan antar atom pada serbuk getgaji yang dipanaskan selama 60 menit lebih banyak yang putus dan menguap daripada ikatan antar atom pada serbuk gergaji yang dipanaskan selama 30 menit.

4.5. Variasi Jenis Bahan Pendingin Serbuk Gergaji

Jenis bahan pendingin serbuk gergaji mempengaruhi kapasitas sorpsi sorben terhadap minyak mentah. Serbuk gergaji yang digunakan adalah serbuk gergaji dengan ukuran partikel lebih besar dari 355 µm yang dipanaskan pada suhu 300oC


(54)

40 selama 60 menit dan didinginkan selama 30 menit. Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 10. Pengaruh Jenis Bahan Pendingin Serbuk Gergaji yang Berukuran Lebih Besar dari 355 µm yang Didinginkan Selama 30 Menit Setelah Dipanaskan pada Suhu 300oC Selama 60 Menit terhadap Kapasitas Sorpsi Minyak Mentah

Gambar 10 menunjukkan bahwa proses pemanasan sorben yang disertai dengan proses pendinginan dapat meningkatkan kemampuan sorpsinya. Sorben yang diaktivasi dengan kombinasi aktivasi fisik berupa proses pemanasan dan pendinginan menggunakan es dan dry ice masing-masing menghasilkan kapasitas sorpsi sebesar 9,7267 g minyak/g sorben dan 11,3442 g minyak/g sorben. Sedangkan kapasitas sorpsi dari sorben yang diaktivasi tanpa proses pendinginan (hanya dipanaskan pada suhu 300oC) memiliki kapasitas sorpsi yang lebih kecil dari kapasitas sorpsi sorben yang diaktivasi dengan proses pendinginan, yaitu 9,1756 g minyak/g sorben. Hal ini disebabkan ketika dilakukan proses pendinginan maka terjadi perubahan suhu yang ekstrim. Perubahan suhu yang ekstrim karena proses pendinginan dilakukan langsung


(55)

41 setelah proses pemanasan diasumsikan dapat mempertahankan ukuran pori sorben. Hal ini disebabkan pada proses pemanasan energi partikel yang terdapat pada sorben bertambah, sehingga jarak antar partikel semakin jauh dan ukuran pori sorben bertambah besar. Sedangkan proses pendinginan menyebabkan energi partikel dalam sorben berkurang sehingga gerak antar partikel semakin lambat dan jarak antar partikel semakin dekat. Ketika proses pendinginan dilakukan langsung setelah proses pemanasan, membuat partikel yang terdapat di dalam pori sorben yang suhunya masih panas, gerak antar partikelnya semakin menjauh, sedangkan gerak antar partikel diluar pori melambat dan semakin mendekat (Chang, 2005). Perbedaan arah partikel yang berlawanan ini dapat mempertahankan ukuran pori sorben yang telah terbuka ketika dipanaskan. Sehingga kapasitas sorpsi yang dihasilkan sorben yang diaktivasi dengan kombinasi proses pemanasan dan pendinginan lebih besar dibandingkan dengan sorben yang dipanaskan saja tanpa perlakuan proses pendinginan.

Kapasitas sorpsi dari sorben yang didinginkan dengan dry ice lebih besar dari sorben yang didinginkan dengan es, dengan kapasitas sorpsi dari sorben yang didinginkan dengan es sebesar 9,7267 g minyak/g sorben dan kapasitas sorpsi sorben yang didinginkan dengan dry ice sebesar 11,3442 g minyak/g sorben. Hal ini dikarenakan pada proses pendinginan terhadap sorben yang dilakukan dengan menggunakan es, molekul air dari uap air juga ikut terikat pada sorben (Pari et al., 1996), sehingga menyebabkan kemampuan menyerap dari sorben yang dihasilkan dari perlakuan pendinginan dengan es lebih kecil jika dibandingkan dengan sorben yang dihasilkan dari perlakuan pendinginan dengan dry ice. Pernyataan ini didukung


(56)

42 oleh hasil uji kadar air sorben yang didinginkan dengan es memiliki kadar air sebesar 3,10%, sedangkan kadar air dari sorben yang didinginkan dengan dry ice sebesar 2,24%.

4.6. Kadar Air Sorben

Penentuan kadar air dari sorben dilakukan untuk mengetahui sifat higroskopis sorben karena kadar air yang tinggi dalam sorben dapat mengurangi kemampuannya sebagai sorben akibat pori yang terisi molekul H2O (Chahyani, 2012). Kadar air

sorben dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kadar Air Sorben

Kode Suhu-Waktu Pemanasan-Waktu Pendinginan- Jenis Bahan Pendingin

Kadar Air (%)

A 105 oC-30 menit-tanpa pendinginan 8.36

B 200 oC-30 menit-30 menit-es batu 3.25

C 250 oC-30 menit-30 menit-es batu 2.98

D 300 oC-30 menit-30 menit-es batu 2.44

E 105 oC-60 menit-tanpa pendinginan 7.26

F 200 oC-60 menit-30 menit-es batu 3.49

G 250 oC-60 menit-30 menit-es batu 2.66

H 300 oC-60 menit-30 menit-es batu 3.10

A 105 oC-30 menit-tanpa pendinginan 8.36

I 200 oC-30 menit-30 menit-dry ice 3.15

J 250 oC-30 menit-30 menit-dry ice 3.61

K 300 oC-30 menit-30 menit-dry ice 3.07

E 105 oC-60 menit-tanpa pendinginan 7.26

L 200 oC-60 menit-30 menit-dry ice 4.60

M 250 oC-60 menit-30 menit-dry ice 2.85


(57)

43 Kadar air sorben yang dihasilkan berkisar antara 2-8%. Hal ini berarti semua sorben yang dihasilkan memenuhi syarat SNI (1995) karena kadar airnya kurang dari 15% (Pari et al., 2004).

4.7. Analisa FTIR

Serbuk gergaji kayu sengon mengandung 49,4% selulosa, 24,59% hemiselulosa dan 26,8% lignin (Martawijaya et al., 1989). Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan β-1,4 glukosida dalam rantai lurus. Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Rantai panjang selulosa terhubung secara bersama melalui ikatan hidrogen dan gaya van der Waals (Perez et al., 2002). Pada selulosa terdapat gugus fungsi O-H, C-H, C-O, C-C dan H-H. Hemiselulosa tersusun atas satuan-satuan gula pentosan dan heksosan. Pada hemiselulosa terdapat gugus fungsi O-H, C-H, C-O, C-C dan H-H. Lignin merupakan polimer 3 demensi yang bercabang banyak. Molekul utama pembentuk lignin phenyl

propana (Simanjuntak, 2007). Pada lignin terdapat gugus fungsi O-H, H, O, C-C, C=O dan H-H. Pada lignin juga terdapat cincin aromatik (benzene).


(58)

44 Struktur dari selulosa, hemiselulosa dan lignin dapat dilihat pada Gambar 11.

(a) Selulosa

(b) Hemiselulosa

(c) Lignin

Gambar 11. Struktur Selulosa, Hemiselulosa dan Lignin

Analisa menggunakan Spektrofotometer FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus fungai yang terdapat pada sorben serbuk gergaji dan perubahannya setelah dilakukan aktivasi dengan kombinasi aktivasi fisik menggunakan proses pemanasan dan pendinginan.


(59)

45 Gambar 12. Spektra FTIR Sorben yang Dipanaskan 105oC

Hasil spektra sorben serbuk gergaji yang dipanaskan pada suhu 105oC dapat dilihat pada Gambar 12. Spektra FTIR sorben yang dipanaskan pada suhu 105oC, yang dijadikan sebagai kontrol, menunjukkan adanya serapan pada bilangan gelombang 3429,58 cm-1 yang diduga dihasilkan oleh vibrasi ulur O-H sekunder yang biasanya muncul pada daerah bilangan gelombang 3500-3300 cm-1. Dugaan ini diperkuat dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang 1450, 1350, 1250, 1150 dan 1050 cm-1. Selain itu, dugaan ini juga diperkuat dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang 1017,49 cm-1 yang dihasilkan dari vibrasi tekuk C-O.

Pada spektra FTIR sorben yang dipanaskan pada suhu 105oC, terlihat adanya serapan pada bilangan gelombang 1616,42 cm-1 yang diduga dihasilkan oleh vibrasi ulur C=O dari aromatik aldehid yang biasanya muncul pada daerah bilangan gelombang 1820-1600 cm-1 yang diperkuat dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang 1650, 1450, 1350, 1250, 1200, 900 dan 800 cm-1. Dugaan ini juga


(60)

46 diperkuat dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang 2900-2800 cm-1 yang dihasilkan vibrasi ulur C-H dan munculnya serapan pada bilangan gelombang 1750-1720 cm-1 yang dihasilkan vibrasi ulur C=O dari gugus aldehid, serta munculnya serapan pada bilangan gelombang 1511,29 cm-1 yang dihasilkan oleh vibrasi ulur C-C=C pada aromatik.

Ket : sorben yang dipanaskan 105oC (spektra hitam); 300oC dan didinginkan dengan es (spektra hijau); 300oC dan didinginkan dengan dry ice (spektra merah)

Gambar 13. Spektra FTIR Sorben yang Diaktivasi dengan Es dan Dry ice

Serbuk gergaji diaktivasi dengan kombinasi aktivasi fisik menggunakan proses pemanasan dan pendinginan dengan es dan dry ice untuk meningkatkan kemampuan sorpsinya terhadap minyak mentah. Gambar 13 menunjukkan bahwa gugus fungsi yang terdapat pada sorben yang dipanaskan pada suhu 300oC dan didinginkan menggunakan es dan dry ice memiliki gugus fungsi yang sama dengan sorben yang dipanaskan pada suhu 105oC tanpa proses pendinginan. Hasil analisa


(61)

47 FTIR menunjukkan pada sorben serbuk gergaji terdapat gugus fungsi O-H, C-H dan C-O yang berasal dari selulosa, hemiselulosa dan lignin, serta gugus C=O dari aromatik aldehid dan C-C=C aromatik yang berasal dari lignin.

Pada sorben yang dipanaskan pada suhu 200, 250 dan 300oC dan didinginkan menggunakan dry ice tidak terjadi penambahan gugus fungsi, sehingga gugus fungsi yang terdapat pada sorben yang diaktivasi dengan kombinasi proses pemanasan dan pendinginan tersebut sama dengan sorben yang dijadikan kontrol (sorben yang dipanaskan 105oC tanpa proses pendinginan). Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 7. Bilangan gelombang dan gugus fungsi pada sorben yang dipanaskan pada suhu 105, 200, 250 dan 300oC dan didinginkan menggunakan dry ice dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 7. Bilangan Gelombang Sorbenyang Dipanaskan pada Suhu 105, 200, 250 dan

300oC

Sorben (105oC)

Sorben (200oC-dry ice)

Sorben (250oC-dry ice)

Sorben

(300oC-dry ice) Penetapan Pita

1017,49 1031,96 1024,25 1025,21 vibrasi tekuk C-O eter

1511,29 1508,40 1496,83 1513,22 vibrasi ulur C-C=C pada

cincin aromatik

1616,42 1600,02 1614,49 1616,42 vibrasi ulur C=O aromatik

aldehid

3429,58 3427,65 3401,61 3396,79 vibrasi ulur O-H sekunder

Proses pemanasan mempengaruhi intensitas gugus fungsi yang terdapat pada sorben serbuk gergaji. Semakin tinggi suhu pemanasan maka puncak spektra dari gugus fungsi O-H, C-O, C=O, C-H dan C-C=C yang dipanaskan pada suhu 200, 250 dan 300oC semakin tajam, dapat dilihat pada Lampiran 6.


(62)

48 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapat simpulan sebagai berikut.

1. Kapasitas sorpsi sorben yang diaktivasi dengan kombinasi aktivasi fisik menggunakan pemanasan pada suhu 300oC dan pendinginan menggunakan es dan dry ice sebesar 9,7267 g minyak/g sorben dan 11,3442 g minyak/g sorben lebih besar daripada kapasitas sorpsi yang diaktivasi dengan pemanasan tanpa proses pendinginan yaitu sebesar 9,1756 g minyak/g sorben.

2. Kapasitas sorpsi sorben yang didinginkan menggunakan dry ice lebih besar 8% daripada kapasitas sorpsi sorben yang didinginkan dengan es.

3. Tidak ada penambahan gugus fungsi pada sorben setelah diaktivasi dengan kombinasi aktivasi fisik. Gugus fungsi yang terdapat pada sorben yaitu O-H sekunder, C-H, C=O aldehid, C-C=C pada cincin aromatik (benzene) dan C-O eter.

5.2. Saran

Pada penelitian selanjutnya, perlu diuji coba aplikasi penggunaan serbuk gergaji kayu sengon pada air laut atau air tawar. Selain itu, sorben yang telah digunakan untuk menyerap limbah minyak mentah perlu diuji menggunakan Spektrofotometer FTIR.


(63)

49 DAFTAR PUSTAKA

Adriany, R. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Adsorpsi CO2

pada Zeolit. M & E, Vol. 9, No 3. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi, LEMIGAS.

Agus, W. 2010. Sintesis Nano Partikel Zeolite Secara Top Down Menggunakan Planetary, Ball Mill dan Ultra Sonikator. M & E 8, No. 10: 32-36.

Affandi, F dan Hadisi, H. 2011. Pengaruh Metode Aktivasi Zeolit Alam Sebagai Bahan Penurun Temperatur Campuran Beraspal Hangat (The Activation Method Influence of Natural Zeolit on Dcreasing TEMPERATURE of Warm-Mix Asphalt). Bandung : Pusat Litbang Jalan dan Jembatan.

Asip, F., Afrizal, R dan Rosa, S.S. 2008. Pembuatan Oil Adsorbant dari Eceng Gondok. Jurnal Teknik Kimia, Vol 4, No 15. Palembang : Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya.

Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisika 2. Jakarta : Erlangga.

Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01- 3839-1995 : Definisi, Syarat Mutu, Cara Pengambilan Contoh, Cara Uji, Syarat Penandaan dan Cara Pengemasan Es Batu. Jakarta : Dewan Standardisasi Indonesia.

Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 0637301995: Arang Aktif Teknis.

Jakarta : Dewan Standardisasi Indonesia.

Bragg, W.H., 1992. The Crystal Structure of Ice. Proc. Phys. Soc. London 34, 98-103. Di dalam Matz, S.A., 1965. Water in Foods. The AVI Publishing Limited. Cambridge, England.

Casey, J.P. 1980. Pulp and Paper. Chemistry and Chemical Technology, Vol 1. New York : Interscience Publisher Inc.

Chahyani, R. 2012. Sintesis dan Karakterisasi Membran Polisulfon Sebagai Karbon Aktif untuk Filtrasi Air. Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana.Institut Pertanian Bogor.

Chang, R. 2005. KimiaDasar. Jakarta: Erlangga.

Cheremisinoff. 1978. Carbon Adsorption Hand Book. Ann Orbon Science.

Fatmawati. 2006. Kajian Adsorpsi Cd(II) Oleh Biomassa Potamogeton (Rumput naga) Yang Terimobilkan Pada Silica Gel. Banjarbaru : FMIPA Universitas Lambung Mangkurat.


(64)

50 Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S. 1997. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 1,

Terjemahan Aloysius Handyana Pudjaatmaka. Jakarta : Erlangga.

Gaol, L.D.L. 2001. Studi Awal Pemanfaatan Beberapa Jenis Karbon Aktif Sebagai Adsorben. Depok : FTUI

.

Grififth, P. 1975. Chemical Infrared Fourier Transform Spectroscopy. New York: John Wiley & Sons.

Gusmaelina, P.G dan Komarayati, S. 2003. Pengembangan Penggunaan Arang Untuk Rehabilitasi Lahan. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Vol 4, No 1, pp. 21-30. Bogor.

Hidayah, N., E. Deviyani, D.R. Wicakso. 2012. Adsorpsi Logam Besi (Fe) Sungai Barito Menggunakan Adsorben dari Batang Pisang. Konversi, Vol 1, No 1. Banjarmasin : Universitas Lambung Mangkurat.

Jankowska, H., Swiatkowski, A., and Choma, J. 1991. Active Carbon. (Chichester, West Sussex : Ellis Horwood)

Karan, C.P., Rengasami, R.S dan Das, D. 2011. Oil Spill Clean Up by Structured Fibre Assembly. Indian Journal of Fibre & Textile Research, Vol 36. India : Indian Institute of Technology, New Delhi.

Kato, Y., Umehara, K., Aoyama, M. 1997. An Oil-Sorbent from Wood Fiber by Mild Pyrolysis. Hoz Als Roh-und Werkstoff 55, 399-401.

Kirana. 1985. Pengaruh Tekanan Pengempaan dan Jenis Perekat dalam Pembuatan Briket Arang dari Tempurung Kelapa Sawit. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Lambert, J. B. 1987. Introduction to Organic Spectroscopy. Macmillan: New York.

Las, T., Firdiyono, F., Hendrawan, A. 2011. Adsorpsi Unsur Pengotor Larutan Natrium Silikat Menggunakan Zeolit Alam Karangnunggal. Valensi. Vol. 2 No. 2 hal 368-378.

Martawijaya, A dan Kartasujana, I. 1977. Ciri Umum, Sifat dan Kegunaan Jenis-Jenis Kayu Indonesia. Bogor : Departemen Pertanian.

Miranti, S.T. 2012. Pembuatan Karbon Aktif dari Bambu dengan Metode Aktivasi Terkontrol Menggunakan Activating Agent H3PO4 dan KOH. Skripsi.

Depok : Fakultas Teknik UI.

Nurhasni. 2009. Penggunaan Ampas Tebu untuk Detoksifikasi Ion Logam Berat Cd, Cr, Cu dan Pb dalam Air Limbah. Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Jakarta.


(65)

51 Nurhasni. Firdiyono, F., Sya’ban, Q. 2012. Penyerapan Ion Alumunium dan Besi dalam Larutan Sodium Silikat Menggunakan Karbon Aktif. Valensi. Vol. 2 No. 4 hal 516-525.

Osipow, L.S. 1962. Surface Chemistry : Theory and Industrial Applications. New York : Reinhold Publishing Cooporation.

Pandit, I.KN dan Kurniawan, D. 2008. Anatomi Kayu : Struktur Kayu, Kayu Sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pari, G., Buchari dan A. Sulaeman. 1996. Pembuatan dan kualitas arang aktif dari kayu sengon sebagai bahan adsorben. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 14(7): 274-289. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor.

Pari, G., Buchari., Sofyan, K dan W. Syafii. 2004. Pengaruh lama aktivasi terhadap struktur dan mutu arang aktif serbuk gergaji jati. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. 17(1): 33-44. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pari, G., Tohir, D., Mahpudin dan J. Ferry. 2006. Arang Aktif Serbuk Gergaji Kayu Sebagai Bahan Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas.

Jurnal penelitian Hasil Hutan. 24(4): 309-322. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor

Perez. J., Munoz-Dorado, J., De la Rubia, T dan Martinez, J. 2002. Biodegradation and Biological Treatments of Cellulose, Hemicellulose and Lignin: an overview. Int. Microbiol. 5: 53-63

Prince, R.C., Lessard, R.R., Clark, J.R. 2003. Bioremediation of Marine Oil Spills. Oil & Gas Sciences and Technology-Rev. IFP, Vol 58, No.4, p. 463-468.

Raharjo, S. 1997. Pembuatan Karbon Aktif dari Serbuk Gergajian Pohon Jati dengan NaCl sebagai Bahan Pengaktif. Skripsi. Malang : Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Brawijaya. Safrianti, i., Wahyuni, N., Zaharah, T.A. 2012. Adsorpsi Timbal (II) oleh Selulosa Limbah Jerami Padi Teraktivasi Asam Nitrat : Pengaruh pH dan Waktu Kontak. JKK. Vol 1 (1), hal 1-7. Universitas Tanjungpura

Saragih, S.A. 2008. Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Batubara Riau sebagai Adsorben. Jakarta: FT UI.

Sembiring, M.T dan Sinaga, T.S. 2003. Arang Aktif (Pengenalan dan Proses Pembuatannya). Medan : Universitas Sumatra Utara.


(1)

61

Selongsong kain berisi sorben Timbangan kasar


(2)

62 Sorben yang dipanaskan suhu 105oC

(a) Didinginkan dengan Es (b) Didinginkan dengan Dry Ice


(3)

63 (a) Didinginkan dengan Es (b) Didinginkan dengan Dry Ice

Sorben yang dipanaskan suhu 250oC

(a) Didinginkan dengan Es (b) Didinginkan dengan Dry Ice


(4)

64

Lampiran 6. Hasil Analisa FTIR

1. Sorben yang Dipanaskan Pada Suhu 105 oC Tanpa Proses Pendinginan

(Kontrol) 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2500 3000 3500 4000 1/cm 95 97.5 100 102.5 105 107.5 110 %T 3 7 1 6 .0 2 3 6 0 1 .2 5 3 6 0 1 .2 5 3 4 2 9 .5 8 2 3 2 6 .2 5 1 6 1 6 .4 2 1 5 1 1 .2 9 1 3 3 7 .6 9 1 0 1 7 .4 9 8 9 9 .8 3 3 6

oil sorbent 105 C

2. Spektra Sorben yang Dipanaskan Pada Suhu 200oC dengan Proses

Pendinginan Menggunakan Dry Ice (Spektra Merah) terhadap Kontrol


(5)

65

3. Sorben yang Dipanaskan Pada Suhu 250oC dengan Proses Pendinginan

Menggunakan Dry Ice (Spektra Merah) terhadap Kontrol (Spektra

Hitam)

4. Sorben yang Dipanaskan Pada Suhu 300 oC dengan Proses Pendinginan

Menggunakan Dry Ice (Spektra Merah) terhadap Kontrol (Spektra


(6)

66

5. Sorben yang Dipanaskan Pada Suhu 300oC dengan Proses Pendinginan

Menggunakan Es 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2500 3000 3500 4000 1/cm 80 82.5 85 87.5 90 92.5 95 97.5 100 %T 3 4 2 3 .8 0 3 4 2 3 .8 0 2 3 1 4 .6 8 1 5 0 4 .5 4 1 3 2 9 .9 8 1 0 1 9 .4 2 6 6 7 .4 0

oil sorbent 300 C es batu

6. Sorben yang Dipanaskan Pada Suhu 300 oC Tanpa Proses Pendinginan

500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2500 3000 3500 4000 1/cm 55 57.5 60 62.5 65 67.5 70 %T 3 9 5 3 .2 8 3 4 3 5 .3 7 1 6 9 8 .4 0 1 6 1 7 .3 8 1 3 3 6 .7

3 10

2 4 .2 5 6 6 9 .3 3


Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Serbuk Kayu Gergajian Sebagai Campuran Gipsum Untuk Pembuatan Plafon Dengan Bahan Pengikat Lateks Akrilik

7 89 71

Pemanfaatan jerami padi sebagai sorben minyak mentah dengan aktivasi kimia

1 7 81

PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON (Albizia falcataria) DAN KOTORAN KAMBING SEBAGAI BAHAN BAKU PUPUK ORGANIK Pemanfaatan Serbuk Gergaji Kayu Sengon (Albizia falcataria) dan Kotoran Kambing Sebagai Bahan Baku Pupuk Organik Cair dengan Penambahan Effec

0 4 20

PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON (Albizia falcataria) DAN KOTORAN KAMBING SEBAGAI BAHAN BAKU PUPUK ORGANIK Pemanfaatan Serbuk Gergaji Kayu Sengon (Albizia falcataria) dan Kotoran Kambing Sebagai Bahan Baku Pupuk Organik Cair dengan Penambahan Effec

0 2 15

PENDAHULUAN Pemanfaatan Serbuk Gergaji Kayu Sengon (Albizia falcataria) dan Kotoran Kambing Sebagai Bahan Baku Pupuk Organik Cair dengan Penambahan Effective microorganism-4 (EM4).

0 2 4

Daftar Pustaka Pemanfaatan Serbuk Gergaji Kayu Sengon (Albizia falcataria) dan Kotoran Kambing Sebagai Bahan Baku Pupuk Organik Cair dengan Penambahan Effective microorganism-4 (EM4).

1 11 4

PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON (Albizia falcataria) DAN BEKATUL SEBAGAI MEDIA TANAM Pemanfaatan Serbuk Gergaji Kayu Sengon (Albizia falcataria) Dan Bekatul Sebagai Media Tanam Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus )

0 1 14

PENDAHULUAN Pemanfaatan Serbuk Gergaji Kayu Sengon (Albizia falcataria) Dan Bekatul Sebagai Media Tanam Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus ) Dengan Penambahan Serbuk Sabut Kelapa (Cocos nucifera).

0 2 8

PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON (Albizia falcataria) DAN BEKATUL SEBAGAI MEDIA TANAM Pemanfaatan Serbuk Gergaji Kayu Sengon (Albizia falcataria) Dan Bekatul Sebagai Media Tanam Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus )

0 2 17

Penambahan Ampas Tebu dan Jerami Padi pada Medium Tanam Serbuk Gergaji Kayu Sengon (Albizia chinensis) terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) The Addition of Sugarcane Bagasse and Rice Straw on Sengon (Albizia chine

0 0 8