Analisis penyedian daging halal kepala kaum muslim di Negara Jepang : berdasarkan perbandingan mazhab fiqih dan praktek di Indonesia

(1)

(Berdasarkan Perbandingan Mazhab Fiqih dan Praktek di Indonesia)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh : Purwanto NIM : 206043103777

KONSENTRASI STUDI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 17 Desember 2010


(5)

i

Puji dan syukur dengan tulus kami persembahkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan taufiq, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi ini, yang disusun dan ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya serta orang-orang yang menyeru dengan seruannya dengan berpedoman dengan petunjuknya.

Suka cita selalu menyelimuti penulis seiring dengan selesainya penyusunan skripsi ini. Hal tersebut tidak lain karena dorongan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karenanya penulis megucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Ahmad Mukri Adji, MA, selaku Ketua Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum dan Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag, selaku Sekretaris Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum.


(6)

ii

ketekunan, kesabaran dan perhatian hingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mewariskan ilmunya kepada penulis dengan konsep ikhlas.

5. Pimpinan, staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah serta Perpustakaan Umum Iman Jama yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk pengumpulan bahan dalam skripsi ini.

6. Bapak Prof. Dr. Hideomi Muto, yang telah banyak membantu peneliti dalam mengumpulkan data untuk skripsi ini.

7. Ayahanda tercinta Sugeng dan Ibunda tercinta Sukini, yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik berupa moril maupun materiil hingga selesainya penulisan skripsi ini.

8. Ustad Abdul Syakur SHI yang telah memberikan banyak bimbingan kepada penulis dalam belajar membaca Al-Qur’an.

9. Teman-teman seperjuangan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah periode 2006, teman-teman yang tidak disebutkan satu persatu yang telah turut mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman dari Jepang yang telah membantu dan mendukung dalam penulisan skripsi ini.


(7)

iii

Akhirnya penulis memanjatkan do’a dan memohon semoga Allah Swt

memberikan kemanfaatan atas skripsi ini baik bagi penulis sendiri maupun pembaca pada umumnya, serta melimpahkan pertolongan dan kebenaran kepada kita semua.

Amin…

Jakarta,……….


(8)

iv

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Review Studi Terdahulu ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II PANDANGAN IMAM MAZHAB TENTANG DAGING HALAL A. Makanan Umum ... 13

1. Definisi Makanan Halal dan Haram Berdasarkan Dalil ... 13

2. Tabel Jenis-jenis Makanan Halal dan Haram ... 19

B. Daging ... 21

1. Definisi Daging Halal dan Haram ... 21

2. Pandangan Para Imam Madzhab ... 24

C. Tatacara Penyembelihan Menurut Para Imam Madzhab ... 25

1. Tatacara Penyembelihan Menurut Imam Syafi’i ... 26

2. Pandangan Imam Madzhab Tentang Tatacara Penyembelihan ... 30

BAB III STUDI KASUS DI INDONESIA DAGING HALAL DAN HARAM A. Sejarah di Indonesia mengenai LP POM MUI ... 46

1. Sejarah Pembentukan LP POM MUI ... 47


(9)

v

1. Memakan Kepiting ... 52

2. Memakan dan Membudidayakan Kodok ... 56

3. Memakan dan membudidayakan Cacing ... 61

C. Ketentuan Fatwa MUI Tentang Penyembelihan Hewan di Indonesia ... 64

BAB IV SISTEM PENYEDIAAN DAGING HALAL YANG COCOK DITERAPKAN DI JEPANG A. Masalah Makanan Non Islam Bagi Kaum Islam di Jepang ... 69

1. Masalah Budaya Konsumsi Babi ... 69

2. Masalah Budaya Konsumsi Alkohol ... 73

3. Kekurangan Daging Halal ... 77

B. Sistem Distribusi Daging di Jepang yang Sekarang ... 77

1. Sistem Distribusi Daging Non Islam ... 78

2. Penjualan Daging Halal Oleh Orang Pakistan dan Turki ... 78

3. Kerjasama Antara Asosiasi Islam Dengan Perusahaan Jepang ... 78

C. Tatacara Penyembelihan Daging Halal yang Memungkinkan diterapkan di Jepang ... 79

1. Analisis terhadap Pendapat Para Imam Madzhab ... 79

2. Hal-hal yang Bisa di Terapkan dari Praktek di Indonesia ... 86

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 88

B. Saran-Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(10)

vi

Halaman 1. Tabel 1 Daftar Makanan Halal ... 19 2. Tabel 2 Daftar Makanan Haram ... 19


(11)

vii

Halaman

1. Gambar 1 Area mie instan, minuman keras ... 68

2. Gambar 2 Makanan yang mengandung unsur babi ... 69

3. Gambar 3 Area minuman ... 72


(12)

1

A. Latar Belakang Masalah

Bagi semua kaum muslim sangatlah penting mengkonsumsi makanan yang diizinkan oleh Allah SWT. Begitu juga dengan pakaian, bagi semua kaum muslim sangatlah penting bahwa memakai pakaian yang diizinkan oleh Allah SWT, serta hidup dengan gaya hidup yang diizinkan oleh-Nya seperti halnya makanan. Dalam firman-Nya, setiap hamba-Nya diperintahkan untuk menkonsumsi sesuatu yang halal, baik dari makanan maupun pekerjaan. Ini ditegaskan dalam firman Allah SWT:





































)

ة ﺮ ﻘ ﺒ ﻟ ا

/

2

:

168

(

Artinnya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang

terdapat dibumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah

syaitan; karena sesungguhnya itu adalah musuh yang nyata bagimu”

(QS. Al-Baqarah [2]: 168)

Setiap orang Islam wajib memastikan kehalalan pangan yang akan dikonsumsinya. Sebelum mengkonsumsi sesuatu makanan, setiap muslim sudah harus sangat yakin (haqqul yakin) mengenai kehalalannya.1

1

Aisjah Girindra, LP POM MUI Pengukir Sejarah Sertifikasi Halal, (Jakarta: Lembaga


(13)

Dalam ajaran (hukum) Islam, halal dan haram persoalan yang sangat penting dan dipandang sebagai inti keberagaman, karena setiap muslim yang akan melakukan atau menggunakan, terlebih lagi mengkonsumsi sesuatu sangat dituntut oleh agama untuk memastikan terlebih dahulu kehalalan dan keharamannya. Jika halal, ia boleh (halal) melakukan, menggunakan atau mengkonsumsinya; namun jika jelas keharamannya, harus dijauhkan dari diri seorang muslim.2

Sejak dahulu umat manusia selalu berbeda-beda pendapat tentang masalah apa yang dapat mereka makan dan mereka minum, apa yang boleh dan tidak boleh, khususnya masalah makanan yang berasal dari hewan. Adapun makanan dan minuman yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, tidak banyak perbedaan pendapat yang dapat dijumpai.3

Sarjana ilmu gizi menyatakan bahwa agar manusia dapat hidup dengan kehidupan yang sehat dan sejahtera maka ia semestinya makan daging dan tumbuh-tumbuhan secara simultan, tidak mungkin untuk memilih salah satu diantara keduanya dengan meninggalkan yang lain. Kiranya perlu mendapat perhatian bahwa bangsa yang menggantungkan dirinya kepada makanan jenis tumbuh-tumbuhan saja, maka akan lahir putra-putra bangsa yang kering dan lemah, sedang kuantitas anak yang lahir pada suatu bangsa seperti ini tidak lebih dari 2 kg, sedang pada bangsa yang lain biasanya tidak lebih dari 3 kg. Oleh karena itu, disamping makan makanan jenis nabati, maka makanan jenis hewani juga perlu mendapatkan perhatian, seperti susu dan telur, jika tidak maka akan mengakibatkan kekurusan dan kekurangan darah.4

2

Ma’ruf Amin,Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam,(Jakarta: eLSAS, 2008), Cet. I, h.313 3

Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, Penerjemah Abu Sa’id al-Falahi dkk,

(Jakarta: Robbani Press, 2000), Cet. I, h. 43. 4

Syauqi Al Fanjari,Nilai kesehatan dalam Syariat Islam,Penerjemah Drs. Ahsin Wijaya dkk,


(14)

Pada dasarnya semua makanan dan minuman yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti sayur-sayuran, dan buah-buahan serta hewan adalah halal kecuali yang beracun dan membahayakan manusia.5

Allah SWT membimbing manusia seluruhnya agar mengkonsumsi yang halal, baik berupa makanan, usaha dan apapun itu halnya yang berkenaan dengan kehidupan manusia. Kemudian Allah SWT memberi kekhususan bagi umat Islam untuk menjahui yang haram, ditegaskan dalam ayat, yaitu sebagai berikut:









































































)

ة ﺮ ﻘ ﺒ ﻟ ا

/

2

:

172

-173

(

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman makanlah oleh dari sesuatu yang baik dari rizki yang telah kami berikan kepada kalian dan bersyukurlah kalian kepada Allah apabila kalian menyembah-Nya. Sesunggunya diharamkan bagi kalian bangkai, darah, dan daging babi dan sesuatu yang disembelih tidak dengan asma Allah. Akan tetapi, barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang isi tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha

Penyayang”(QS. Al Baqarah [2] : 172-173)

Kehalalan atau keharaman pangan berkaitan erat dengan keimanan. Penghalalan atau pengharaman merupakan hak prerogative Allah SWT dan manusia harus menerimanya secara imani. Begitu pula mengenai kemanfaatan

5

Bagian Proyek Sarana dan Prasarana produk Halal, Petunjuk Teknis Pedoman Sistem


(15)

atau kemudharatan makanan yang dihalalkan atau diharamkan. Konsekuensinya, penentuan status hukum halal-haram, atau syubhat, mesti mengacu kepada

Al-Qur’an dan sunnah Rasul.6

Kalau negara Islam seperti di Indonesia ini mudah mendapatkan makanan-makanan halal. Karena jelas bahwa negara Indonesia ini adalah mayoritas beragama Islam. Coba dilihat dan diamati, jikalau jalan-jalan di kota Jakarta, dapat diambil contoh di tempat belanja Pondok Indah Mall, disana dapat ditemukan restoran-restoran yang menjanjikan makanan halal. Begitu juga jika berjalan-jalan di sekitar kampus Universitas Islam Negeri Jakarta, banyak warung-warung atau tempat makan yang halal.

Jika belanja ke suwalayan dapat membeli sosis sapi yang halal, daging giling ayam yang halal, daging kambing buat gulai yang halal. Begitu juga dapat membeli cemilan-cemilan yang instan dengan bumbu-bumbu yang aman tanpa khawatir dan gelisah akan haramnya cemilan tersebut.

Akan tetapi penulis pernah mengalami kondisi yang cukup mengagetkan ketika berkunjung ke negara Sakura, yaitu tidak lain lagi adalah negara Jepang. Bahwa disana sama sekali tidak demikian. Kaum muslim di Jepang bertambah sedikit demi sedikit. Di Jepang ada sejumlah muslim yang berasal dari negara diluar Jepang seperti orang Pakistan dan Indonesia. Penulispun telah bertemu dengan sebagian mereka pada saat berkunjung ke Jepang. Penulis mengetahui

6


(16)

bahwa mereka hampir tidak dapat membeli makanan halal dalam kondisi seperti sekarang ini.

Jika masalah yang berkaitan dengan makanan halal di Jepang dirangkumkan, dapat dikatakan enam point sebagai berikut:

1. Daging yang paling laku terjual adalah daging babi.

2. Dapat melihat minuman-minuman beralkohol yang jumlahnya hampir sama atau bisa dikatakan melebihi minuman-minuman biasa seperti teh botol, jus, susu kalengan, dan minuman-minuman halal yang lainnya.

3. Walaupun daging sapi maupun daging ayam yang halalpun, sulit diketahui dapat dibeli dimana. (setelah itu penulis ketahui bahwa sedikit daging halal dapat dibeli hanya di masjid-masjid yang jarang keberadaannya yaitu hanya berada di kota-kota besar).

4. Selama penulis berada disana tidak dapat menemukan restoran yang bertanda halal. (dari pembicaraan dengan orang-orang ditempat dapat diketahui bahwa mereka bisa makan masakan halal hanya di restoran yang di dalamnya ada koki orang Turki atau Pakistan dan di restoran vegetarian saja).

5. Sebagian besar cemilan-cemilan instan dan mie instan berkomposisi zat-zat yang berasal dari babi.

6. Dalam kue-kue sudah umum menggunakan gelatin (agar-agar yang berasal dari kulit-kulit binatang dan mengandung al-kohol).


(17)

Berdasarkan pengalaman yang cukup mengagetkan ini, penulis merasa perlu meneliti atau mempelajari mengenai makanan halal dan penyediaan daging halal kepada kaum muslim di Jepang dan menuangkannya dalam judul skripsi

ANALISIS PENYEDIAAN DAGING HALAL KEPADA KAUM MUSLIM DI NEGARA JEPANG (Berdasarkan Perbandingan Mazhab Fiqih dan Praktek di Indonesia).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk memikirkan masalah makanan halal dan haram dari dasar serta agar dalam pembahasan skripsi ini terarah dan tersusun secara sistematis, maka penulis memberikan pembatasan masalah dan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kriteria makanan yang diperbolehkan dalam hukum Islam?

2. Bagaimana keadaan Indonesia yang sekarang mengenai makanan halal dan haram?

3. Bagaimana penyediaan daging halal bagi kaum muslim dinegara non Islam seperti di Jepang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana kriteria makanan yang diperbolehkan didalam hukum Islam?

2. Untuk mengetahui bagaimana keadaan Indonesia yang sekarang mengenai makanan halal dan haram?


(18)

3. Untuk mengetahui harus bagaimana daging halal bagi kaum muslim di negara non Islam seperti di Jepang?

Sedangkan kegunaan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Sebagai kontribusi pemikiran dalam masalah yang berkaitan dengan halal dan haramnya daging yang diterapkan di Jepang dengan perbandingan mazhab fiqih.

2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis khususnya dan mahasiswa serta masyarakat pada umumnya di Jepang maupun di Indonesia dalam masalah halal-haramnya daging.

3. Sebagai salah satu syarat utama untuk mencapai gelar Sarjana Hukum Islam (SHI), pada program sarjana Strata Satu (S1) di Fakultas Syari,ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Review Studi Terdahulu

Kajian mengenai fatwa MUI dapat dikatakan sudah banyak dilakukan. Namun, penulis merasa bahwa kajian tentang fatwa MUI tentang distribusi daging halal kepada negara non muslim seperi negara Jepang belum pernah dibahas.

Ada beberapa kajian di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta membahas tentang fatwa MUI, salah satunya berupa skripsi yang ditulis oleh Winy Trianta

Fakultas Syari’ah dan Hukum tahun 2004 yang berjudul, Pengaruh Fatwa MUI No 1 Tahun 2003 tentang Hak Cipta terhadap Kesadaran Masyarakat Muslim


(19)

Mematuhi Hak Cipta. Dalam sekripsinya, Trianta membahas tentang apakah fatwa tersebut benar-benar murni untuk kemaslahatan umat atau untuk memperkuat Undang-undang hak cipta. Dia juga mempertanyakan, apakah fatwa yang hanya mengikat secara moral lebih efektif untuk melindungi hak cipta dari pada hukum hak cipta yang mengikat dengan sanksi. Dilatar belakangi oleh kedua hal tersebut, maka diadakanlah penelitian yang menghasilkan, fatwa MUI No 1 tahun 2003 ini berfungsi sebagai penjelasan terhadap masyarakat mengenai kedudukan hak cipta. Dalam hukum Islam hak cipta dianalogikan sebagai harta yang harus dilindungi, sehingga pelanggaran hak cipta sama dengan kezhaliman terhadap harta.

Sementara itu, masih banyak fatwa-fatwa MUI yang belum dikaji dan dibahas. Salah satunya adalah fatwa MUI tentang penyediaan daging halal yang berada di negara non muslim seperti Jepang yang disana belum ada suatu fatwa tentang penyediaan tersebut. Dengan demikian, penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti penyediaan daging halal di Jepang.

E. Metode Penelitian

Metode merupakan strategi yang dipakai dalam pengumpulan data-data yang diperlukan untuk menjawab persoalan yang dihadapi, sebagai rencana pemecahan masalah yang dihadapi, adapun penelitian merupakan pekerjaan yang terencana dan sistematis untuk mencari jawaban pada suatu masalah. Untuk itu, dalam penelitian, penulis menggunakan metode-metode tertentu yang sesuai


(20)

dengan prosedur penelitian dengan harapan agar mendapatkan hasil yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.

1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam menyusun skripsi ini adalah dengan menggunakan metode penelitian normatif empiris. Yaitu menganalisa data dengan berdasarkan suatu keadaan yang bergantung pada bukti atau konsekuensi yang teramati oleh indra atau data yang dihasilkan dari percobaan atau pengamatan.7 Dalam kajian ini adalah menjelaskan teori tentang halal dan haram makanan beserta kelembagaannya menurut pendapat empat Imam mazhab dan praktek yang terjadi di Indonesia (Fatwa MUI) untuk diterapkan di negara Jepang.

2. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan studi kepustakaan (Library Reseach) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, membaca, menelaah dan memahami literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dari berbagai buku-buku baik primer maupun sekunder, yang bisa dijadikan acuan dasar atau sumber-sumber penunjang yang masih ada relevansinya dengan pembahasan masalah yang dimaksudkan dalam judul penelitian ini. Penulis juga melakukan wawancara, yaitu penulis mendatangi dan bertanya langsung

7


(21)

kepada Japan Asosiation Islam di Jepang guna mendapatkan data-data penunjang yang berhubungan dengan permasalahan skripsi ini.

3. Teknik Pengolahan Data

Apabila pengumpulan data sudah selesai, selanjutnya peneliti akan meneliti kembali dengan cara editing dan koding. Editing yaitu pemeriksaan kembali oleh peniliti mengenai kelengkapan jawaban yang diterima, kejelasannya, konsistensi jawaban atau informasi, relevensinya bagi penelitian, maupun keseragaman data yang diterima oleh peneliti. Koding Artinya, peneliti berusaha untuk membuat klasifikasi jawaban-jawaban dengan memberikan kode-kode tertentu pada jawaban tersebut, agar nantinya mempermudah kegiatan analisis.8

4. Teknik Analisis Data

Yang dimaksud dengan analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterprestasikan.9 Setelah terkumpul data-data yang diperlukan maka peneliti mencoba untuk menganalisis data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penulisan sekripsi ini adalah deskriptif analisis10, yaitu prosedur pemecahan masalah dengan mengumpulkan data-data yang tertuju pada masa sekarang, disusun, dijelaskan, dianalisa, diinterpretasikan dan kemudian disimpulkan.

8

Soerjono soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta, UI-Press, 1986), Cet.III, h. 264.

9

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi,Metode Penelitian Survei,(Jakarta, LP3ES, 1995),

Cet. I, h. 263. 10

M. Aslam Sumhudi, Jinoisusu Disain Riset, (Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas


(22)

5. Teknik Penulisan

Mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi, tesis dan disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007

F. Sistematika Penulisan

Pada bab I penulis akan menerangkan tentang latar belakang masalah dari skripsi ini, pembatasan dan perumusan masalah yang akan dibahas, tujuan dan manfaat penelitian skripsi ini, metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, review studi terdahulu yang berisi tentang kajian-kajian fatwa MUI dan praktek di Indonesia, serta sistematika dari penulisan skripsi ini.

Adapun dalam bab II penulis akan menjelaskan secara umum perbandingan mazhab tentang makanan halal yang memuat makanan umum yang didalamnya akan dijelaskan definisi makanan halal dan haram berdasarkan dalil, tabel perbandingan mazhab, dan tabel jenis-jenis makanan halal dan haram. Selanjutnya akan saya terangkan mengenai daging yang memuat definisi daging halal dan haram selanjutnya tabel perbandingan mazhab. Setelah itu saya akan menjelaskan tatacara penyembelihan yang memuat tata cara penyembelihan

menurut Imam Syafi’I, perbandingan mazhab tentang penyembelihan,

selanjutnya penjelasan penerapan hukum perjenis daging.

Pada bab III penulis akan menguraikan mengenai Sejarah LP POM MUI dan studi kasus di Indonesia tentang daging halal dan daging haram yang meliputi sejarah dari kasus dan fatwa tentang daging halal dan haram. Bab III ini


(23)

juga menerangkan pelanggaran-pelanggaran yang sering terjadi di Indonesia yang antar lain makan katak, konsumsi cacing dan juga konsumsi kepiting.

Adapun pada bab IV akan berisi tentang daging halal yang cocok diterapkan di Jepang, yang didalamnya akan saya jelaskan mengenai masalah makanan di negara non islam bagi kaum Islam yang masalah budaya konsumsi babi, masalah budaya konsumsi alkohol, serta kekurangann daging halal untuk kaum Islam di negara non Islam. Selanjutnya didalamnya menjelaskan sistem distribusi daging di Jepang yang sekarang meliputi sistem distribusi daging on Islam, penjualan daging halal oleh orang Pakistan dan Turki di Jepang, dan juga kerjasama antara Asosiasi Islam di Jepang dengan Perusahaan Jepang. Selanjutnya menjelaskan juga tatacara penyembelihan daging halal yang memungkinkan di Jepang, yang menerangkan upaya pembangunan sistem distribusi daging halal di Jepang yang baru dan kemudian hal-hal yang bisa diterapkan di Jepang dari Indonesia.

Pada akhirnya bab V merupakan penutup dari pembahasan yang telah diuraikan dan dijelaskan yang berisi kesimpulan dan saran dari penulis yang telah ditulisnya.


(24)

BAB II

PANDANGAN IMAM MAZHAB TENTANG DAGING HALAL

A. Makanan Umum

1. Definisi Makanan Halal dan Haram Berdasarkan Dalil

Sebelum membahas persoalan haram dan haramnya makanan, terlebih dahulu disinggung kaidah fiqihmenurut madzhab Syafi’i:

َاْﻟ

ْﺻ ﺄ

ُﻞ

ِﻓ

ْﻟ ا ﻰ

ْﺷ ﺄ

َﯿ

ِء ﺎ

َاْﻟِﺎ

َﺑ

َﺣ ﺎ

َﺣ ﺔ

ﱠﺘ

َﯾ ﻰ

ُﺪ

ﱡل

ﱠﺪ ﻟ ا

ِﻟ

ْﯿ

ُﻞ

َﻋَﻠ

ﱠﺘ ﻟ ا ﻰ

ْﺤ

ِﺮ

ْﯾ

ِﻢ

Artinya : “Hukum yang pokok dari segala sesuatu adalah mubah (boleh), sehingga terdapat dalil yang mengharamkannya”.1

Maksud yang terkandung dalam kaidah fiqih tersebut dapat dijabarkan

sebagaimana yang dijelaskan oleh Dr. Yusuf Qardhawi, yaitu: “Pada asalnya,

hukum dari sesuatu adalah boleh dan tidak haram, kecuali ada dalil nash shahih dan sharih yang menunjukkan keharamannya, apabila tidak ada dalil yang mengharamkannya maka kembali ke hukum asal yaitu halal.2

Masalah yang halal dan yang haram adalah masalah yang paling dahulu berhubungan dengan manusia. Masalah tersebut telah ada semenjak manusia belum diturunkan ke bumi dan merupakan pelajaran pertama yang

1

Abdul Mujib, Kaidah-kaidah Ilmu Fiqh (al-Qowa’idul Fiqhiyyah, (Jakarta: Kalam Mulia,

2001), Cet.II, h. 25 2

Thobieb Al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram. (Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, 2002),

Cet.I, h. 94.


(25)

diterima dari Tuhannya. Halal dan haram berlaku untuk semua ciptaan Allah dan menjadi pondasi neraca kehidupan.3

Sejak dahulu, umat manusia memiliki pandangan yang berbeda dalam menilai masalah makanan dan minuman. Baik menyangkut makanan yang dibolehkan atau makanan yang dilarang, terutama masalah makanan dari daging binatang. Sementara makanan dan minuman dari tumbuh-tumbuhan, tidak banyak diperselisihkan.4

“Halal” adalah sesuatu yang jika digunakan tidak mengakibatkan mendapat siksa (dosa). Sedangkan “haram” adalah sesuatu yang oleh Allah

dilarang dilakukan dengan larangan tegas dimana orang yang melanggarnya diancam siksa oleh Allah di akhirat.5Halal adalah boleh. Pada kasus makanan, kebanyakan makanan termasuk halal kecuali secara khusus disebutkan dalam

Al-Qur’an atau hadits.6

Makanan yang dihalalkan adalah makanan yang baik dan memenuhi selera jiwa. Dalam surat Al-Maaidah ayat 4, Allah berfirman:

...

ð

























...



)

ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا

/

٥

:

٤(

Artinya : “Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang Dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik,”

(QS. Al-Maaidah [5] : 4)

3

Muhammad Mutawalli Sya’rowi,Halal dan Haram,Penerjemah Amir Hamzah Fachrudin.

(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1994), Cet. I, h. 12 4

Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, Penerjemah Tim Kuadran, (Bandung:

Penerbit Jabal, 2007), Cet. I, h. 52. 5

Ma’ruf Amin,Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam,(Jakarta: eLSAS, 2008), Cet. I, h. 319. 6

LP POM MUI,Panduan Umum Sistem Jaminan Halal, (Jakarta: MUI, 2010), Edisi: IV,


(26)

Yang dimaksud dengan yang baik-baik dalam ayat diatas adalah makanan yang disenangi oleh jiwa. Ayat ini serupa dengan firman Allah dalam QS. Al-A’raf ayat 157:



...



















...

)

ف ا ﺮ ﻋ ﻷ ا

/

٧

:

١ ٥ ٧

(

Artinya : “…dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan

mengharamkan bagi mereka segala yang buruk….” (QS.

Al-A’raaf[7] : 157)

Pada dasarnya semua makanan dan minuman yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti sayur-sayuran, dan buah-buahan serta hewan adalah halal kecuali yang beracun dan membahayakan manusia.7 Ini sesuai dengan prinsip dasar bahwa asal segala sesuatu adalah mubah, dan tidak ada yang haram kecuali apa yang disebutkan oleh nash shahih dan tegas dari pembuat syari’at yang mengharamkannya. Bila tidak terdapat dalam nash yang shahih, atau tidak jelas penunjukkannya kepada yang haram, maka tetaplah sesuatu itu pada hukum asalnya, yaitu mubah.8

Makanan yang halal baik hewani maupun nabati menurut pandangan Islam sangat banyak, sedangkan yang haram sedikit.9 Ketika ada yang

7

Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal, Petunjuk Teknis Pedoman Sistem

Produksi Halal,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), h. 7. 8

Anton Apriyanto,Panduan Belanja Haram dan Syubhat, (Jakarta: Khairul Bayan, 2003),

Cet.II, h. 14. 9

Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI, Makanan Indonesia Dalam Pandangan Islam


(27)

bertanya, apa saja barang yang halal, Rasulullah saw menjawab dengan menyampaikan ayat al-Qur’an10:









































































)

ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا

/

٥

:

٤(

Artinya : “Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya." (QS. Al-Maaidah [5] : 4)

Dari ayat diatas dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa makanan yang dihalalkan oleh Islam ialah semua jenis makanan dan minuman yang baik untuk dikonsumsi oleh tubuh manusia. Baik dalam pengertian Islam adalah sesuatu yang tidak menimbulkan bahaya (kemudharatan) bagi tubuh sesorang apabila mengkonsumsi makanan tersebut.

Yang dimaksud dengan yang baik-baik dalam ayat diatas adalah makanan yang disenangi oleh jiwa. Ayat ini serupa dengan firman Allah swt.,

10

Anton Apriyantono, Panduan Belanja dan Konsumsi Halal, (Jakarta: Khairul Bayan,


(28)

“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (QS. Al-A’raaf: 157)11

Itu sebabnya maka bagi orang muslim, memakan makanan yang halal lagi baik adalah suatu kewajiban seperti yang ditegaskan di dalam surat al-Maidah ayat 88:























)

ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا

/

٥

:

88

(

Artinya : “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah

telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”.(QS. Al-Maaidah [5] : 88)

Binatang yang hidupnya di dalam air, semuanya halal baik yang berupa ikan atau bukan, mati dengan ada sebab atau mati sendiri.12 Sesuai dengan firman Allah:





















….



)

ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا

/

٥

:

96

(

Artinya : “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan….” (QS. al-Maidah [5] : 96)

Sesuai dengan kaidah ushul fiqih, hukum yang pokok dari segala sesuatu adalah boleh, sehingga terdapat dalil yang mengharamkan. Dengan demikian semua makanan dan minuman yang tidak ada ketegasan dalil

11

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 5, Penerjemah Abdurrahim dan Masrukhin, (Jakarta:

Cakrawala Publishing, 2009), Cet. I, h. 330. 12


(29)

tentang keharamannya, maka harus dikembalikan kepada hukum asalnya yaitu boleh/halal.13

Adapun makanan haram yang diharamkan dalam Islam secara umum tertera dalam surat al-Baqarah ayat 173:

















































)

ة ﺮ ﻘ ﺒ ﻟ ا

/

2

:

173

(

Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah, tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya

Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah

[2] : 173)

Jadi, makanan yang diharamkan dalam Islam pada dasarnya adalah makanan yang merusak sistem homeostatis tubuh sehingga dapat mengganggu kesehatan, biasanya makanan ini mengandung bahan-bahan berbahaya atau bahan-bahan beracun yang bercampur dengan bahan-bahan yang bermanfaat bagi tubuh.14 Makanan itu haram atau tidak boleh dimakan karena iakhabits, yaitu makanan yang tidak baik, buruk, busuk dan tidak enak rasanya, juga

13

Akyunul Jannah,Gelatin: Tinjauan Kehalalan dan Alternatif Produksinya, (Malang: UIN

Malang Press, 2008), Cet. I, h. 204 14

Moh. Yanis Musdja,Biologi Dalam Persepektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004),


(30)

diharamkan jika makanan itu berbahaya bagi tubuh (merusakkan).15 Dengan demikian makanan minuman yang berbahaya untuk jiwa adalah haram.

2. Tabel Jenis-jenis Makanan Halal dan Haram

Tabel. 1 Daftar Makanan Halal16

Jenis Dalil

Minuman semua minuman yang bermanfaat bagi manusia; seperti air, susu, madu, air kelapa dan sebagainya, kecuali khamr (arak/alkohol), dan segala sesuatu yang memabukkan.

QS. 7:3 QS. 5:4 QS. 7:157 Tumbuhan semua tumbuhan yang bermanfaat bagi manusia;

seperti sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, kecuali tumbuhan berbahaya; seperti yang beracun dan membuat sakit kepada manusia.

QS. 7:31 QS. 5:4 QS. 7:157 Binatang yang termasuk dalam pengertian bahiimatul

an’aam; yaitu jenis binatang apapun selain

binatang yang masuk dalam kategori haram; unta, sapi, kerbau, kambing liar atau dipelihara. Ayam dan ikan

QS. 5:10 QS. 22:30

Kategori dispensasi menurut sunnah

Keledai, keledai hutan, biawak, kelinci, burung-burung.

HR. Bukhari, Muslim, Nasaie dan Turmidi

Tabel. 2 Daftar Makanan Haram17

Jenis Dalil Hujjah

1. Bangkai, matinya tidak

disembelih, tercekik, terpukul, terjatuh, baku hantam, disergap binatang lain.

2. Darah (kecuali limpa dan hati)

QS. 2:173

QS. 5:3

Membahayakan. Merusak jiwa, moral dan

15

Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia, Makanan Indonesia Dalam

Pandangan Islam, h, 28 16

Hasbi Indra, et. al, Halal dan Haram Dalam Makanan, (Jakarta: Penamadani, 2004),

Cet.I. h.40-42 17


(31)

3. Babi 4. Anjing 5. Kucing 6. Tikus, dll.

An’am: 145

AnNahl:115 HR. Bhukari Muslim 7. Segala binatang yang disembelih

tanpa menyebut nama Allah.

QS. 5:3 Merusak Aqidah

8. Segala bentuk binatang yang mati tanpa proses penyembelihan yang benar menurut syariah

QS. 5:3 Merusak

Syariah;

ketaatan dan kesehatan. 9. Segala jenis burung yang berkuku

tajam a. Elang b. Nazar, dll.

HR. Bukhari Muslim

Buas

mempengaruhi jiwa

10. Segala yang bertaring dan berkuku dari binatang buas

a. Harimau b. Singa c. Ular d. Buaya, dll.

HR. Bukhari Muslim

Buas

mempengaruhi jiwa

11. Serangga bumi yang berbahaya a. Kalajengking

b. Kelabang, dll.

Membahayakan

12. Sesuatu yang membahayakan jasmani dan rohani:

a. Racun b. Opium c. Ganja d. Kokain e. Bir, dll.

QS. 2:219 QS. 4:43 QS. 5:90

Merusak akal, ibu kejelekan.

13. Minuman yang memabukkan a. Khamr

b. Alkohol c. Bir, dll.

QS. 2:219 QS. 4:43 QS. 5:90

Merusak akal, ibu kejelekan.

14. Semua binatang yang disembelih untuk selain Allah

QS. 2:173 Syirik dan

merusak aqidah

15. Hewan yang hidup di dua alam Syafi’i Membahayakan

kesehatan 16. Segala sesuatu yang diperoleh

dengan cara yang tidak halal

Merampas hak

orang dan


(32)

B. Daging

1. Definisi Daging Halal dan Haram

Hewan atau binatang yang sering disebut dengan hewani ada dua macam, yaitu hewan yang hidup di darat dan hewan yang hidup dilaut. Hewan yang hidup di darat hukumnya adalah mubah, kecuali beberapa jenis yang

memang telah diharamkan dalam syari’at.18

Dalam beberapa ayat al-Qur’an memang disebutkan apa-apa yang tidak boleh dimakan oleh seorang mukmin. Yang diharamkan itu ialah daging babi, darah yang memancar, dan bangkai (yaitu daging binatang yang mati

bukan melalui penyembelihan menurut cara hukum syara’).19

Telah dijelaskan daging yang diharamkan dalam Islam secara umum tertera dalam surat Al-Maidah ayat 3:



























































...



)

ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا

/

٥

:

3

(

Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala…”(QS. Al-Maidah[5]: 3)

18

Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, Penerjemah: Abdul Hayyie Al-Kattani dkk, (Jakarta:

Gema Insani Press, 2005), Cet. I, h. 879. 19

Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia, Makanan Indonesia Dalam


(33)

Surat al-Baqarah ayat 173:

















































)

ة ﺮ ﻘ ﺒ ﻟ ا

/

2

:

173

(

Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah, tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya.

Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

(QS. Al-Baqarah[2]:173)





















….



)

ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا

/

٥

:

96

(

Artinya: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang

berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu…” (QS.

Al-Maidah[5] : 96)



...



















...

)

ف ا ﺮ ﻋ ﻷ ا

/

٧

:

١ ٥ ٧

(

Artinya : “…dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan

mengharamkan bagi mereka segala yang buruk….”(QS. Al-A’raaf

[7] : 157)

Dengan melihat ayat-ayat di atas yang menjelaskan halal dan haramnya daging, maka dapat diambil kesimpulan bahwa daging binatang ada dua (2), yaitu daging binatang laut dan daging binatang darat.

Daging binatang yang diharamkan telah dijelaskan dalam Al-Qur’an

surah Al-Maidah ayat 3, yaitu bangkai, darah, daging babi, daging binatang yang disembelih selain atas nama Allah. Dan Allah telah mengharamkan


(34)

daging binatang yang buruk, yang menjijikan dan yang buas sesuai dengan surah Al-A’raafayat 157.

Daging binatang darat yang dihalalkan adalah setiap yang dianggap enak oleh orang Arab maka halal, kecuali perkara yang datang dari syara’

dengan hukum haramnya. Setiap hewan yang dianggap jijik oleh orang Arab,

maka haram, kecuali perkara yang datang dari syara’ hukum yang

menghalalkannya.20

Semua daging binatang laut adalah halal, dan tidak haram dari laut kecuali yang beracun yang membahayakan, baik berupa ikan atau lainnya, baik hasil buruan atau bangkai yang ditemukan. Sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Maidah ayat 96 diatas. Dan hadits Nabi yang berbunyi: Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah bersabda: “laut suci airnya dan halal

bangkainya.”(HR. Abu Daud)21.

Jadi daging yang halal adalah daging yang selain dari bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah serta disembelih secara syariah. Sedangkan yang haram adalah daging yang berasal dari bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih bukan atas nama Allah, dan juga daging yang berbahaya bagi jiwa manusia.

20

Moch. Anwar,Fiqih Islam,(Bandung : PT. Alma’arif, 1973), Cet. I, h. 253.

21


(35)

2. Pandangan Para Imam Madzhab

Para ulama sepakat bahwa binatang yang tidak halal kecuali dengan disembelih adalah hewan darat yang berdarah mengalir yang tidak diharamkan, tidak tertembus senjata orang yang berkelahi, tidak hampir mati karena dipukul, ditanduk, jatuh, diterkam binatang buas dan sakit. Sedangkan hewan laut tidak perlu disembelih.22

Binatang laut yaitu semua binatang yang hidup di air. Binatang ini semua halal walaupun didapatkannya dalam keadaan bagaimanapun, apakah waktu didapatkannya masih dalam keadaan hidup maupun sudah bangkai. Binatang-binatang tersebut berupa ikan ataupun yang lainnya. Seperti anjing laut, babi laut, dan sebagainya.23

Para ulama telah mengelompokkan hewan darat yang haram menjadi enam macam, yaitu sebagai berikut:

a. Hewan yang telah jelas diharamkan dalam nash.

b. Hewan yang telah jelas sifat-sifatnya yang diharamkan. c. Hewan yang memakan makanan kotor dan menjijikkan. d. Hewan yang beracun dan berbahaya.

e. Hewan yang berasal dari hewan halal, tetapi dilarang untuk memakannya.

22

Ibnu Rusyd,Bidayatu’l Mujtahid., Penerjemah: M.A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah.

(Semarang: CV Asy Syifa’, 1990), Cet. I, h. 325. 23


(36)

f. Hewan yang dilarang untuk dibunuh dan yang disuruh untuk membunuh. Selain dari hewan dan burung yang disebutkan di atas maka hukumnya halal.24

Para ulama berbeda pendapat tentang hewan yang tidak berdarah yang boleh dimakan, seperti belalang dan sebagainya. Apakah wajib disembelih atau tidak? Imam Malik berpendapat bahwa belalang itu tidak boleh dimakan tanpa disembelih. Dan penyembelihannya menurut pendapatnya adalah dengan cara melakukan sesuatu yang mempercepat kematiannya, seperti diputuskan lehernya, sayapnya, kakinya disertai niat dan menyebut nama Allah. Kebanyakkan fuqaha berpendapat bahwa bangkai belalang itu boleh dimakan tanpa disembelih terlebih dahulu.25Maka dalam hal mengenai daging halal dan haram tidak ada perbedaan pendapat dikalangan para Imam, hanya saja ada perbedaan dalam hal hewan laut.

C. Tata Cara Penyembelihan Menurut Para Imam Madzhab

Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi dalam kitabnya al-Mughni berkata,

“Tidak ada perbedaan di antara para ulama bahwa hewan buruan dan binatang

ternak tidak halal kecuali setelah disembelih. Menyembelih ini memerlukan lima komponen; yaitu orang yang menyembelih, alat menyembelih, tempat untuk yang disembelih, praktik menyembelih, dan dzikir (menyebut nama

24

Saleh Al-Fauzan,Fiqih Sehari-hari, h. 879.

25


(37)

Allah).”26Perlu diketahui bahwa masing-masing syarat yang lima ini ada perbedaan pendapat di kalangan ulama madzhab empat.

Untuk membuka tulisan tata cara penyembelihan ini, penulis awali

dengan tata cara penyembelihan menurut Imam Syafi’i karena yang paling umum

dipraktekkan di Indonesia.

1. Tata Cara Penyembelihan Menurut Imam Syafi’i

a. Orang yang memotong

1) Beragama

Menurut Madzhab ini, yang menyembelih itu orang Islam atau Ahli Kitab, bukan orang yang beragama Majusi, bukan penyembah berhala dan bukan pula orang yang murtad. Maka sembelihan orang yang beragama Yahudi dan Nasrani halal dimakan sebagaimana sembelihan orang Islam.27Yang dimaksud dengan Ahli Kitab adalah Yahudi dan Nashrani dari kalangan Bani Israil saja. Berdasarkan pendapat ini, Yahudi dan Nashrani dari kalangan bangsa Arab dan Indonesia bukan termasuk Ahli Kitab.28

2) Berakal

Dari kalangan Syafi’iyyah, Imam al-Nawawi berkata,

“Utamanya, penyembelih adalah seseorang yang berakal. Adapun anak

26

Ali Mustafa Yaqub,Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika Menurut

Al-Qur’an dan Hadits.(Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2009), Cet. I, h. 274-275. 27

Syekh Abdurrahman Al-Jazari,Fiqih Empat Madzhab, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1996),

Cet.I, h. 377. 28


(38)

kecil yang mumayyiz (dapat membedakan benar dan salah), maka

menurut madzhab Syafi’i, sembelihannya halal.” Imam al-Nawawi,

setelah mengemukakan berbagai pendapat dan riwayat dari murid-murid

al-Syafi’i, berkata, “Kami sebutkan bahwa pendapat yang shahih dalam

pandangan madzhab kami, bahwa sembelihan anak kecil, orang gila dan

orang mabuk, adalah halal.”29

Menurut Imam Syafi’i, orang yang syah dalam memotong adalah

orang yang beragama Islam dan orang Ahli Kitab yaitu Yahudi dan Nasrani dari kalangan Bani Israil saja, Yahudi dan Nashrani yang berasal dari luar Bani Israil dianggap tidak sah (haram).

b. Alat Menyembelih

Para ulama sepakat bahwa menyembelih boleh dan sah dilakukan dengan semua alat yang tajam, baik berasal dari besi, batu yang keras, kulit bambu, timah, tembaga, emas, perak, atau bahan lainnya. Kriteria alat dalam hal ini adalah setiap benda yang dapat menumpahkan darah dan memutuskan urat leher, sekiranya dapat memotong atau membelah dengan bagian tajamnya bukan dengan beratnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Saw:

29


(39)

َﺣِﺪ

ْﯾ

ُﺚ

َر

ِﻓ ا

ِﻊ

ْﺑ

ِﻦ

َﺧِﺪ

ْﯾ

,

َﺎ ﻗ

َل

:

ُﻗْﻠ

ُﺖ

:

َﯾ

َر ﺎ

ُﺳْﻮ

َل

ِﷲ ا

!

َا

َﺎ ﻧ

ِﻟ

َﻮ ﻗ ﺎ

ﱠﺪ ﻌ ﻟ ا

َﻏًﺪ

ا

,

َوَﻟ

ْﯿ

َﺴ

ْﺖ

َﻣَﻌ

َﺎ ﻨ

ى ﺪ ﻣ

.

َﻓَﻘ

َل ﺎ

)) :

َا

ْﻋ

ِﺠ

ْﻞ

((

ْو أ

))

ِر أ

ْن

((

َﻣ

ْﻧ أ ﺎ

َﮭ

َﺮ

ﱠﺪ ﻟ ا

َم

َو

َﻛ ذ

َﺮ

ْﺳ ا

َﻢ

ِﷲ ا

َﻋَﻠ

ْﯿ

ِﮫ

َﻓُﻜ

ُﻠْﻮ

ُه

,

َﻣَﻟﺎ

ْﻢ

َﯾ

ُﻜ

ْﻦ

ِﺳ

ﻨ

َا ﺎ

ْو

ُﻇْﻔ

ًﺮا

) ...

َا

ْﺧ

َﺮ

َﺟ

ُﮫ

ْﻟ اُﺒ

َﺎ ﺨ

ِر

ّي(

31 30

Artinya: Rafi’ bin Khadij r.a berkata : ya Rasulullah, kami akan

berhadapan dengan musuh esok hari (pagi) dan kami tidak mempunyai pisau. Maka Nabi saw bersabda: Segeralah,

“Sembelihlah dengan apa saja yang dapat menumpahkan darah dan disebutkan nama Allah atasnya, maka makanlah sembelihannya, selagi tidak menggunakan gigi atau kuku...”

(HR. Bukhari)

Menurut Syafi’iyyah, pemotongan hewan itu dilakukan dengan alat

yang tajam, sekalipun berupa bambu, kayu, emas atau perak, kecuali gigi, kuku, dan tulang. Apabila hewan tersebut dibunuh dengan alat yang tidak tajam, misalnya dipukul dengan senapan, atau anak panah yang tidak bermata atau tidak tajam, atau dicekik dengan jerat lalu mati, maka dalam hal ini haram dimakan.31Jadi menurut Imam Syafi’i, alat yang digunakan

haruslah tajam, tidak boleh menggunakan alat yang tumpul.

c. Bagian yang Disembelih

Syafi’iyyah juga berpendapat, menyembelih hewan yang sesuai

dengan syari’at adalah dengan memotong kerongkongan dan pembuluh

nafasnya semuanya. Bila masih ada yang belum terpotong dari keduanya itu berarti hewan yang disembelih tersebut tidak halal. Dan disyaratkan

30

Muhammad bin Isma’il al-Imam al-Bukhari,Shahih al-Bukhari: Bab Ma anhara al-Dam min al-Qoshb wa al-Mirwah wa al-Hadid,(Bairut: Dar al-Kutub, 1376H), Juz.VI, h.225

31


(40)

hendaklah pada hewan itu ada kehidupan yang tetap sebelum disembelih, bila ada sebab yang dapat membinasakan.32

Imam Syafi’i berkata, “Sembelihan itu ada dua;

1) Menyembelih hewan yang dapat dikuasai, yaitu hewan liar atau jinak, baik dengan dzibh (menyembelih) maupun nahr (memutuskan tenggorokan di leher bagian bawah).

2) Menyembelih hewan yang tidak dapat dikuasai, maka caranya sama seperti menyembelih hewan buruan, baik yang jinak maupun liar.33 Yaitu dengan cara jahr (melukai) hewan liar itu dengan benda yang tajam oleh seorang muslim atau mengutus hewan pemburu yang sudah terlatih.34

Dalam hal ini Imam Syafi’i berpendapat yaitu bagian yang

disembelih adalah dengan memotong kerongkongan dan pembuluh nafasnya semuanya. Bila masih ada yang belum terpotong dari keduanya itu berarti hewan yang disembelih tersebut tidak halal.

d. Teknis Menyembelih

Imam Syafi’i berkata, “Sembelihan yang sempurna adalah dengan

memutuskan empat urat; tenggorokkan, kerongkongan, dan dua urat leher. Standar yang paling minimal adalah dengan memutuskan tenggorokan dan

32

Syekh Abdurrahman Al-Jazari,Fiqih Empat Madzhab, h, 375.

33

Ali Mustafa Yaqub,Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika,h. 304.

34


(41)

kerongkongan.”35 Jadi menurut Imam Syafi’i selain dari tenggorokan dan kerongkongan maka hewan tersebut tidak halal.

e. Membaca Basmalah Saat Menyembelih

Menurut madzhab Syafi’i tidak disyaratkan membaca tasmiyah,

melainkan disunnahkan saja. Imam al-Nawawi berkata, “Dianjurkan

menyebut nama Allah ketika menyembelih dan ketika melepaskan anjing pemburu atau panah yang diarahkan pada hewan buruan. Seandainya tidak membaca basmalah karena sengaja atau lupa, maka sembelihan atau

buruannya tetap halal.”36 Dengan demikian membaca basmalah dalam

Madzhab Syafi’i adalah hukumnya disunnahkan.

2. Pandangan Imam Madzhab Tentang Tata Cara Penyembelihan a. Orang yang Memotong

Para ulama sepakat bahwa orang yang boleh menyembelih itu ada lima, yaitu; Islam, laki-laki, baligh, berakal sehat, tidak menyia-nyiakan shalat. Para ulama juga sepakat bahwa orang yang tidak boleh menyembelih atau sembelihannya tidak halal dimakan adalah orang-orang musyrik penyembah berhala, berdasar firman Allah Swt37:

!

….











)

ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا

/

٥

:

3

(

35

Ali Mustafa Yaqub,Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 309.

36

Ali Mustafa Yaqub,Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 318.

37

Ibnu Rusyd,Bidayatu’l Mujtahid,Penerjemah: M.A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah.


(42)

Artinya: “ diharamkan bagimu hewan yang disembelih untuk

berhala” (QS. al-Maidah[5] : 3) 1) Agama

Mayoritas ulama fiqih dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, Hanabilah, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Ahli Kitab adalah Yahudi dan Nashrani dari bangsa mana pun, tanpa membedakan antara kelompok yang satu dengan yang lain, antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Berdasarkan pendapat ini, orang Yahudi dan Nashrani di Indonesia termasuk Ahli Kitab.38 Alasannya sesuai dengan keumuman makna firman Allah, yaitu:



"

#

$

%















)

ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا

/

٥

:

5

(

Artinya: “Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu.”(QS. Al-Maidah[5] : 5)

Kriteria Ahli Kitab menurut ulama Hanafiyyah adalah agama, yaitu kalangan Yahudi dan kalangan Nashrani tanpa membedakan Arab dan non-Arab.39Dengan demikian sembelihan Ahlil Kitab menurut ulama Hanafiyyah adalah boleh dimakan.

Sedangkan Madzhab Maliki mengemukakan bahwa hukum sembelihan Ahli Kitab adalah makruh tanpa mengharamkannya. Begitu

38

Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 286.

39


(43)

juga dengan kemakruhan membeli daging dari tukang-tukang daging Ahli Kitab tanpa mengharamkannya.40

Imam Syafi’i mengatakan bahwa kaum Nasrani Arab bukan

termasuk kaum Ahli Kitab, maka sembelihan mereka tidak halal. Dengan demikian apabila yang menyembelih itu orang Yahudi dan Nashrani dari kalangan non-Arab maka sembelihannya halal.41

Ulama Hanabilah mengemukakan bahwa seseorang dikatakan Ahli Kitab atau bukan Ahli Kitab itu tergantung dirinya bukan nasabnya. Dengan demikian setiap orang yang memeluk agama adalah termasuk bagian dari Ahli Kitab. Seperti halnya orang pada masa sekarang ini, maka sembelihannya boleh dimakan.42

2) Berakal

Mengenai syarat akal bagi penyembelih, Imam Ibn Abidin dari kalangan Hanafiyyah, mengutip dari al-Jauharah, berkata, “Sembelihan

anak kecil yang belum berakal, orang gila, dan orang mabuk yang tidak berakal, tidak halal dimakan. Beliau beralasan bahwa orang gila yang hilang akalnya tidak memilikiqashd(motivasi) sama sekali.43

Dari kalangan madzhab Hanbali, Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi

berkata, “akal penyembelih, maksudnya adalah bahwa seorang

40

Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 278

41

Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 280

42

Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h.

281-282 43


(44)

penyembelih harus berakal sehingga ia mengetahui (sadar) saat menyembelih. Jika tidak berakal, seperti anak kecil yang belum mumayyiz, orang gila, dan orang mabuk maka sembelihannya tidak

halal.”44

Imam al-Baji (w.494 H) dari kalangan Malikiyyah menuturkan,

“Sembelihan orang mabuk dan orang gila, pada saat akalnya hilang,

hukumnya tidak halal. Hal ini diriwayatkan oleh Ibn Wahb dari Malik dalam al-Mabsuth.”45 Sembelihan orang gila dan orang mabuk menurut Malik tidak boleh dimakan.46

Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa menurut kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah bahwa sembelihan Ahli Kitab adalah boleh. Kalangan semua ini tidak membedakan antara kelompok satu dengan kelompok yang lain, antara bangsa satu dengan bangsa yang lain.

b. Alat Menyembelih

Para ulama sepakat bahwa menyembelih boleh dan sah dilakukan dengan semua alat yang tajam, baik berasal dari besi, batu yang keras, kulit bambu, timah, tembaga, emas, perak, atau bahan lainnya. Kriteria alat dalam hal ini adalah setiap benda yang dapat menumpahkan darah dan memutuskan urat leher, sekiranya dapat memotong atau membelah dengan

44

Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 286

45

Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 286

46


(45)

bagian tajamnya bukan dengan beratnya.47 Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw :

ﺞْﯾِﺪَﺧ ِﻦْﺑ ِﻊِﻓاَر ُﺚْﯾِﺪَﺣ

,

َل َﺎ ﻗ

:

ُﺖ ْﻠ ُﻗ

:

ِﷲا َلْﻮُﺳَرﺎَﯾ

!

ا ًﺪ َﻏ ﱠﺪ ﻌ ﻟ ا َﻮ ﻗ ﺎ ِﻟ َﺎ ﻧ َا

,

ْﺖَﺴْﯿَﻟَو

ى ﺪ ﻣ َﺎ ﻨ َﻌ َﻣ

.

َل ﺎ َﻘ َﻓ

)) :

ْﻞ ِﺠ ْﻋ َا

((

ْو أ

))

ْن ِر أ

((

ِﮫْﯿَﻠَﻋ ِﷲا َﻢْﺳا َﺮَﻛذَو َمﱠﺪﻟا َﺮَﮭْﻧأﺎَﻣ

ُه ْﻮ ُﻠ ُﻜ َﻓ

,

اًﺮْﻔُﻇ ْوَا ﺎﻨِﺳ ْﻦُﻜَﯾ ْﻢَﻟﺎَﻣ

) ...

ّيِرَﺎﺨُﺒْﻟا ُﮫَﺟَﺮْﺧَا

(

45

48

Artinya: Rafi’ bin Khadij r.a berkata : ya Rasulullah, kami akan berhadapan dengan musuh esok hari (pagi) dan kami tidak mempunyai pisau. Maka Nabi saw bersabda: Segeralah,

“Sembelihlah dengan apa saja yang dapat menumpahkan darah dan disebutkan nama Allah atasnya, maka makanlah sembelihannya, selagi tidak menggunakan gigi atau kuku...”

(HR. Bukhari)

c. Bagian yang Disembelih

Pendapat ulama berbeda-beda mengenai anggota dari hewan yang disembelih, sebagai berikut:

1) Menurut Madzhab Hanafi

Mereka berpendapat bahwa pemotongan hewan yang sesuai

dengan syari’at itu terbagi menjadi dua bagian. Yaitu:

Pertama, pemotongan darurat. Ini dilakukan dengan cara melukai bagian mana saja dari badan hewan itu. Ini dilakukan untuk hewan yang tidak jinak. Jika kambing, sapi atau unta menjadi liar dan sulit untuk disembelih, lalu dipanah dan kena pada bagian mana saja

47

Ali Mustafa Yaqub,Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h.294.

48


(46)

dari badannya dan mengeluarkan darah serta mematikan, maka halal dimakan.49

Kedua, pemotongan yang tidak darurat, dilakukan dengan menyembelih antara ujung kerongkongan dan ujung dada, yaitu dengan cara memotong dua urat leher, yaitu dua urat besar yang terdapat dikedua sisi depan batang leher dan memotong pembuluh nafas serta kerongkongannya.50

2) Menurut Madzhab Maliki

Mereka berpendapat, pemotongan hewan yang sesuai dengan

syari’at sebab yang dapat menjadikan hewan darat halal dimakan

ikhtiyar (bukan karena terpaksa). Pemotongan ini antara lain yaitu: a) Dzabh. Cara ini dilakukan dengan memotong kerongkongan dan dua

urat leher yang terdapat dibagian depan dengan alat tajam dengan niat, dan diisyaratkan memotong pembuluh jalan nafas.

b) Nahr.Cara ini digunakan untuk memotong unta, gajah, dan jerapah. Dan makruh digunakan untuk memotong sapi dan kerbau. Cara ini dilakukan dengan menusuk leher pada bagian bawah kalung oleh seorang yang mumayyiz muslim atau Ahi Kitab tanpa mengangkat lama sebelum sempurna, dengan niat.

49

Al-Jazari,Fiqih Empat Madzhab, h. 373

50


(47)

c) Aqr. Cara ini digunakan untuk memotong hewan liar yang tidak bisa dikuasai kecuali dengan sulit, baik itu hewan berupa burung atau lainnya. Dilakukan dengan cara melukai hewan liar itu dengan benda tajam oleh seorang mumayyiz muslim, atau dengan mengutus hewan pemburu yang sudah terlatih dengan niat dan membaca tasmiyah.51 3) Menurut Madzhab Hanbali

Mereka berpendapat bahwa pemotongan hewan secara syara’

adalah penyembelihan hewan yang dapat dikuasai, yang boleh dimakan.

Pemotongan yang sesuai dengan syari’at dapat dilakukan dengan cara

memotong pembuluh nafas dan kerongkongan. Pemotongan dengan cara

nahrdilakukan pada legokan leher yang terdapat di antara pangkal leher dan dada. Dan tidak disyaratkan memotong dua urat leher, akan tetapi memotongnya lebih utama.52

Imam Ahmad berkata,”Menyembelih itu pada bagian atas dan

dekat dada. Beliau berhujjah dengan hadits Umar yang diriwayatkan

oleh Sa’id dan al-Arsram dengan sanad yang sampai kepada keduanya

dari al-Farafishah yang berkata, “Ketika kami berada bersama Umar,

Umar berseru bahwa menyembelih pada bagian pada bagian dekat dada

atau leher bagian atas adalah untuk hewan yang dapat dikuasai.”53

51

Al-Jazari,Fiqih Empat Madzhab, h. 373

52

Al-Jazari,Fiqih Empat Madzhab, h. 373

53


(48)

Setelah melihat dari pendapat para ulama, ada kesepakatan dalam memotong hewan yang tidak dapat dikuasai maka penyembelihannya adalah dengan cara melukai bagian tubuh yang dapat memancarkan darah sampai menyebabkan hewan tersebut mati.

d. Teknis Menyembelih

1) Madzhab Hanafi

Mufti al-Diyar al-Mishriyah (Negeri Mesir), Syeikh ‘Abd al

-Qadir al Rafi’ (w. 1323 H), berkata, “Bahwa menurut Imam Abu

Hanifah, tiga urat yang mana saja dari empat urat, jika tiga urat itu

terputus, maka sembelihannya halal.” Maksudnya, tiga urat tersebut

wajib dipotong, tanpa ditentukan urat yang mana. Artinya boleh memotong tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu urat leher, atau boleh juga memotong tenggorokkan dan dua urat leher.54

2) Madzhab Maliki

Menurut Imam Malik adalah dengan memotong kerongkongan dan dua urat leher yang terdapat dibagian depan dengan alat tajam dengan niat, dan diisyaratkan memotong pembuluh jalan nafas.55

Ada pernyataan dari Imam Ibn al-Qasim berkata, “Beliau (Imam

Malik) tidak memakannya kecuali dengan memutuskan keduanya

54

Ali Mustafa Yaqub,Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 307

55


(49)

(tenggorokan dan urat-urat leher) secara bersamaan. Beliau tidak memakannya jika tenggorokannya saja yang terputus, sedangkan urat-urat lehernya tidak, dan beliau pun tidak memakannya jika urat-urat-urat-urat lehernya saja yang terputus, sedangkan tenggorokannya tidak. Beliau tidak memakannya sehingga terputus semuanya, yaitu tenggorokan dan urat leher secara bersamaan.56

3) Madzhab Hanbali

Imam Ibn Qudamah berkata, “Adapun praktek menyembelih

hewan, maka hal itu dinilai sah dengan memotong tenggorokan dan kerongkongan. Ada riwayat lain dari Imam Ahmad bahwa dalam penyembelihan, selain memotong dua urat itu ditambahkan dengan memotong dua urat leher. Hal ini berdasarkan riwayat Abu Hurairah ra, beliau berkata:57

َﻋ

ْﻦ

َاِﺑ

ُھ ﻰ

َﺮ

ْﯾ

َﺮَة

َر

ِﺿ

َﻲ

ُﷲ ا

َﻋْﻨ

ُﮫ

َﺎ ﻗ

َل

:

َﻧ

َﮭ

َر ﻰ

ُﺳْﻮ

ُل

ِﷲ ا

َﻋ

ْﻦ

َﺷ

ِﺮ

ْﯾ

َﻄِﺔ

ﱠﺸ ﻟ ا

ْﯿ

َﻄ

َن ﺎ

.

َو

ِھ

َﻲ

ﱠﻟ ا

ِﺘ

َﺗ ﻰ

ْﺬَﺑ

ُﺢ

َﻓَﺘ

َﻘ

ﱠﻄَﻊ

ْﻟ ا

َﺠْﻠ

َﺪ

َو

َﻻ

َﺗْﻔ

َﺮ

ْو ﻷ ا ى

َد

ُﺛ ج ا

ﱠﻢ

َﺗْﺘ

َك ﺮ

َﺣﱠﺘ

َﺗُﻤ

ْﻮ

ُت

.

َرَو

ُه ا

َاُﺑ

ْﻮ

َد ا

ُو ا

ْوَد

55 58

Artinya : Hadits dari Abi Hurairah r.a berkata : “Rasulullah Saw melarang mempraktekkan syarat setan, yaitu menyembelih hewan dengan memotong kulitnya, tetapi tidak memutuskan urat-urat lehernya, kemudian hewan itu dibiarkan begitu

hingga mati.”(HR. Abu Daud)

56

Ali Mustafa Yaqub,Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 308.

57

Ali Mustafa Yaqub,Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 310

58

Sulaiman bin al-Asy’ats bin Ishaq al-Azdi al-Sijistani,Sunan Abu Dawud, Juz II, (Mesir:


(50)

Beliau berkata, “ Tidak ada perbedaan di kalangan ulama bahwa menyembelih yang sempurna adalah dengan memutuskan empat urat; tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Tenggorokan adalah tempat bernafas, kerongkongan adalah tempat masuknya makanan dan minuman, dan dua urat leher adalah dua urat yang ada disekitar tenggorokan. Karena memutuskan empat urat tersebut akan mempercepat nyawa hewan keluar. Dengan begitu, hewanpun akan mati dengan mudah.59

Kesimpulannya bahwa dalam hal teknis menyembelih tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama, penyembelihan yang sempurna adalah dengan memutuskan empat urat leher yang berada diantara dada dan kepala.

e. Membaca Basmalah Saat Menyembelih

1) Madzhab Hanafi

Para ulama Madzhab Hanafiyyah berpendapat bahwa apabila tidak membaca basmalah dengan sengaja ketika menyembelih, maka sembelihannya tidak halal. Jika tidak membaca basmalah itu karena lupa, maka sembelihannya halal.60Dengan berdasarkan hadits Nabi Saw bersabda:

59

Ali Mustafa Yaqub,Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika.h. 311

60


(1)

tidak ada kegiatan membersihkan atau mensucikan pada waktu bergantian.

Saya kira hal yang dapat dijadikan acuan untuk produksi daging

halal di Jepang adalah hal seperti di negeri non-Islam seperti di Australia

atau di Cina. Australia yang bertingkat tinggi mengenai jumlah ekspor,

memproduksi daging halal untuk diekspor ke wilayah Islam dan mereka

mempekerjakan tenaga ahli yang dikirim dari wilayah Islam (New Zealand,

India, Iran dll). Di sisi lain, di Cina, mereka mempekerjakan tenaga kerja

muslim lokal (10% dari 2500 tenaga kerja) hanya untuk penyembelihan

(mengarah ke Mekkah + Basmalah) dan inspeksi, dengan demikian mereka

telah sukses memproduksi daging halal tanpa mengubah sistem dan tenaga

kerja yang sudah ada. Hal ini dapat dipelajari oleh perusahaan yang berada di

Jepang.

Selain itu, kami juga melakukan pengkajian di berbagai Negara,

juga mengikuti konferensi internasional, pameran, dan sebagainya mengenai


(2)

b. 出: Ekspor:

多くの日本の企業は、今のところ国内向けのハラール肉生産は市場が 小さいため興味がないが、湾岸諸国向けの輸出に興味がある。日本の 高級和牛肉は世界中で大変人気があるが、日本国内の市場は行き詰ま っているので、裕福である湾岸諸国はポテンシャルの高い市場なので ある。または、今や世界人口の多くを占めるムスリムは無視できない 市場であり、そのことは2009年にTIMES誌で「Halal Global Business」 特集をやったことからもわかる。

しかし、ハラール認証については、日本では今のところない。日本ム スリム協会は、企業に対しセミナー、コンサルティング、検査を行っ ている。相談に来る企業はたくさんあるが、ハラールの基準を満たせ る企業は今のところない。(唯一ハラール認証を発酵されているのは

あるパン屋のパンのみ)2009年ハラールについて簡単に考えた外務省

および日本企業がノンハラール肉をドバイに持ち込んで捕まったこ ともある。

日本の規定では、生きた牛を輸出できないため、ハラールの和牛を生 産したい場合は、日本国内で行わなければならない。しかし、ハラー ル条件の遵守に対しては日本の企業は難色を示している。その他にも、 インドネシアやマレーシアに対し、食品を輸出したい企業が多いが、 同様に難色を示している。

Saat ini, kebanyakan perusahaan di Jepang tidak tertarik pada

produksi daging halal untuk dalam negeri karena pasarnya kecil, tetapi

tertarik untuk ekspor ke negara-negara teluk. Daging Wagyu yang mewah

sangat popular di seluruh dunia. Pasar dalam negeri sudah bisa dikatakan


(3)

sudah berpersentase tinggi dalam populasi dunia adalah pasar yang tidak

dapat diabaikan. Hal tersebut dapat dilihat dari majalah TIMES meliput edisi

“Halal Global Business” pada tahun 2009.

Akan tetapi, dalam Jepang belum ada sertifikasi halal. Asosiasi

Muslim Jepang telah melakukan seminar, konsultasi dan inspeksi terhadap

perusahaan. Ada banyak perusahaan datang untuk konsultasi, tetapi belum

ada perusahaan yang dapat memenuhi syarat halal. (Makanan satu-satunya

yang diberi sertifikat adalah roti dari sebuah toko roti.) Ada juga kasus

bahwa perusahaan Jepang yang mengekspor daging non-halal ke Dubai

tertangkap pada tahun 2009 karena Departmen Luar Negeri dan perusahaan

tersebut meremehkan konsep halal.

Dalam peraturan di Jepang, tidak boleh mengekpor sapi hidup,

maka jika ingin produksi daging Wagyu halal, harus dilakukan dalam negeri

Jepang. Namun, perusahaan-perusahaan di Jepang keberatan terhadap

mematuhi syarat halal. Padahal banyak perusahaan berminat untuk ekspor


(4)

2. 日本の食品および食肉はどういった状況か?: Bagaimana kondisi makanan dan daging di Jepang?:

日本においては、ハラール食品どころか、ハラームを避けるのが精いっぱ いで、シャリーア的には「アッダルーラ」が適用される。豚やアルコール の含まれる食品はたくさんあるが、その中でも食肉が一番難しい問題であ る。なぜなら、基本的にハラール肉は存在しないからである。その際に、 どこまで許されるかは、また難しい問題である。

どうしてもハラール肉を摂取したい場合は、輸入の肉を手に入れられるが、 味の問題がある。

また、真のハラール肉を得るためには、ナジスがない屠畜場、牛の食べ物、 日本のスタンダードであるスターニング(気絶させる)などの条件をクリ アにしなければならない。

Dalam Jepang, dapat dikatakan kondisi “Addaruurah” secara syariah

karena jangankan makanan halal tetapi sudah pas-pasan dengan menghindari

haram. Ada banyak makanan yang mengandung unsur babi dan alkohol, tetapi

masalah daging adalah masalah yang paling sulit. Sebab, pada dasarnya tidak ada

daging halal. Batas toleransi batas halal juga menjadi soal lain.

Jika ingin mengkonsumsi daging halal, dapat membeli daging halal yang

impor, tetapi masalah rasa soal lain. Biasanya kualitas rasa di bawah daging


(5)

Jika ingin produksi daging halal yang sesungguhnya, harus mengatasi

masalah-masalah seperti tempat penyembelian tanpa najis, makanan untuk sapi,

starning (cara pingsankan hewan penyembelian) yang sudah menjadi standar di

Jepang dll.

3. その他: Hal lain:

一方、サウジやエジプトではハラールであることは当たり前のことである という認識から、ハラール認証などは行っていない。ユースフ・カラダー ウィーもハラールかハラームかを決めるのはアッラーだと言っている。し かし、現在では様々な食品が李、其々が何からできているかわからないの で、必要悪である、と言っている。

しかし、2000 年の味の素事件のようなことが起きないためにはあったほ

うがよい。

マレーシアには屠畜の専門学校がある。ヨーロッパでは、屠畜者はサーで 呼ばれる人もいるほど位が高く、ペイも高い職業である。また、ハラール

肉の屠畜場で100%ムスリムがやっているのはインドネシアくらいである。

Sedangkan, di Saudi maupun di Mesir tidak dilakukan sertifikasi halal

berdasarkan pemahaman bahwa halal itu sudah wajar. Yusuf Qaradawi juga

berkata “yang menentukan halal atau haram itu hanya Allah”. Tetapi, dia juga

berkata “karena saat ini, ada berbagai macam makanan dan kita belum dapat


(6)

Tetapi, supaya tidak terulang kasus seperti kasus Ajinomoto pada tahun

2000, lebih baik diadakan.

Di Malaysia, ada sekolah kejuruan penyembelihan khusus. Di Eropa,

penyembelih dianggap sebagai orang kedudukan tinggi sehingga ada yang di

sebut “ser”, dan pekerjaan terhormat yang dibayar tinggi.Tempat penyembelihan