3. Suatu Kaidah Ushul Fiqih
Ketika akibat isu lemak babi itu mencapai puncaknya, dalam arti hampir tidak terkendali, Sekretaris Jendral Departemen Agama yang pada
waktu itu dijabat oleh Dr. H. Tarmizi Taher diutus menemui Ketua Umum MUI, Kiai Haji Hasan Basri. Menurut cerita beliau, ketika disampaikan apa
yang telah terjadi akibat “isu lemak babi” itu, maka dengan tenang Bapak Hasan Basri, mengucapkan suatu kaidah “Ushul Fiqih” yaitu
7
:
َد ْرُء
ْﻟ ا َﻤ
َﺎ ﻔ ِﺳِﺪ
ْو أ َﻟ
ِﻣ ﻰ ْﻦ
َﺟْﻠ ِﺐ
ْﻟ ا َﻤ
َﺼِﻟﺎ ِﺢ
8
8
Artinya : “Mencegah kerusakan lebih baik didahulukan untuk menjaga kemaslahatan orang banyak”
Ada dua hal tindakan yang diambil oleh MUI pada waktu itu. Pertama bagaimana memperbaiki keadaan yang sedang berlangsung, yang sudah
menjurus terganggunya stabilitas ekonomi dan yang kedua bagaimana supaya hal ini tidak terjadi lagi dikemudian hari. Karena itu MUI segera mengadakan
rapat Paripurna terbatas pada tanggal 1 Desember 1988. Rapat ini dihadiri oleh anggota MUI, Menteri Agama dan Menteri Kesehatan. Hasil rapat ini
kemudian ditindak-lanjuti dengan memberikan himbauan kepada para produsen makanan, termasuk yang dihidangkan di hotel dan restoran, agar
memproduksi, memperdagangkan dan menghidangkan makanan dan minuman yang sungguh-sungguh bersih dari bahan-bahan haram. Semua ini
7
Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 28
8
Syekh Achmad bin Syekh Muhammad Al-Zarqa, Syarh al-Qaa’id al-Fiqhiyyah, Damaskus: Dar al-Qalam, 1938M1357H, 205
harus ditunjukkan secara jelas dengan menggunakan label, papan nama dan sebagainya yang bertuliskan makanan halal.
Untuk memperbaiki ini, MUI membentuk suatu Tim, yang bertugas untuk meninjau beberapa pabrik yang dicurigai. Lalu terlihat di layar TV,
koran-koran dan majalah, gambar para ulama meminum susu dan memakan mie. Konon menurut cerita, yang diminum adalah susu segar Sapi Gratis tapi
umat menganggap itu adalah susu segar Dancow.
9
Semua itu merupakan upaya-upaya yang dilakukan oleh MUI untuk memperbaiki keadaan pada waktu isu lemak babi memanas.
4. Visi dan Misi LP POM MUI
Visi dari LP POM MUI adalah menjadi lembaga sertifikasi halal terpercaya di Indonesia dan dunia untuk memberikan ketentraman bagi umat.
Islam serta menjadi pusat halal dunia yang memberikan informasi, solusi dan standar halal yang diakui secara nasional dan internasional.
10
Ulama berwenang menetapkan hukum kehalalan pangan yang disebabkan modifikasi teknologi atau perubahan lainnya tidak memenuhi
dasar pasti. Namun demikian ada banyak faktor yang mempengaruhi dapat dipercayanya suatu lembaga, diantaranya profesionalisme, keterbukaan,
kejujuran, kemandirian, dan sebagainya, dan semua ini dalam konteks misi lembaga. Tetapi pada akhirnya kepercayaan kepada suatu lembaga, termasuk
9
Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 30.
10
LP POM MUI. Indonesia Halal Directory. Jakarta: LP POM MUI, 2010. h. 28.
lembaga ini, akan ditentukan oleh masyarakat pengguna. Namun kini pada kenyataanya “kepercayaan” umat kepada LP POM MUI telah dapat dibina.
Karena itu muncul Visi kedua yang lebih mendunia, yaitu: “Membudidayakan umat Islam untuk mengkonsumsi produk halal dan mengajarkan seluruh
pelaku usaha untuk berproduksi halal”
11
Sedangkan misi dari LP POM MUI adalah: a. Membuat dan mengembangkan standar sistem pemeriksaan halal.
b. Melakukan sertifikasi halal untuk produk-produk halal yang beredar dan dikonsumsi masyarakat.
c. Mendidik dan menyadarkan masyarakat untuk senantiasa mengkonsumsi produk halal.
d. Memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai kehalalan produk dari berbagai aspek.
12
Dilihat dari visi dan misi LP POM MUI, sangatlah jelas bahwa lembaga ini merupakan lembaga yang khusus dalam menangani kehalalan
keseluruhan makanan, obat serta kosmetik di Indonesia.
11
Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 114.
12
LP POM MUI. Indonesia Halal Directory, h. 10.