15
Yang  dimaksud  dengan  yang  baik-baik  dalam  ayat  diatas  adalah makanan  yang  disenangi  oleh  jiwa.  Ayat  ini  serupa dengan  firman  Allah
dalam QS. Al-A’raf ayat 157:
 ...
 
 
 
 ...
ف ا ﺮ ﻋ ﻷ ا ٧
: ١ ٥ ٧
Artinya : “…dan  menghalalkan  bagi mereka  segala  yang  baik  dan
mengharamkan  bagi    mereka  segala  yang  buruk….” QS.  Al- A’raaf [7] : 157
Pada  dasarnya  semua  makanan  dan  minuman  yang  berasal  dari tumbuh-tumbuhan,  seperti  sayur-sayuran,  dan  buah-buahan  serta  hewan
adalah  halal  kecuali  yang  beracun  dan  membahayakan  manusia.
7
Ini  sesuai dengan prinsip dasar bahwa asal segala sesuatu  adalah mubah, dan tidak ada
yang  haram  kecuali  apa  yang  disebutkan  oleh  nash  shahih  dan  tegas  dari pembuat  syari’at  yang  mengharamkannya.  Bila  tidak  terdapat  dalam  nash
yang  shahih,  atau  tidak  jelas  penunjukkannya  kepada  yang  haram,  maka tetaplah sesuatu itu pada hukum asalnya, yaitu mubah.
8
Makanan  yang  halal  baik  hewani  maupun  nabati  menurut  pandangan Islam  sangat  banyak,  sedangkan  yang  haram  sedikit.
9
Ketika  ada  yang
7
Bagian  Proyek  Sarana  dan  Prasarana  Produk  Halal, Petunjuk  Teknis  Pedoman  Sistem Produksi Halal, Jakarta: Departemen Agama RI, 2003, h. 7.
8
Anton  Apriyanto, Panduan  Belanja Haram  dan  Syubhat, Jakarta:  Khairul  Bayan,  2003, Cet.II, h. 14.
9
Kantor  Menteri  Negara  Urusan  Pangan  RI, Makanan  Indonesia  Dalam  Pandangan  Islam Jakarta: Departemen Agama RI, 1995, h. 44
16
bertanya,  apa  saja  barang  yang  halal,  Rasulullah  saw  menjawab  dengan menyampaikan ayat al-Qur’an
10
:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا
٥ :
٤
Artinya : “Mereka  menanyakan  kepadamu:  Apakah  yang  dihalalkan  bagi mereka?.  Katakanlah:  Dihalalkan  bagimu  yang  baik-baik  dan
buruan yang ditangkap oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa
yang  telah  diajarkan  Allah  kepadamu.  Maka  makanlah  dari  apa yang  ditangkapnya  untukmu,  dan  sebutlah  nama  Allah  atas
binatang buas itu waktu melepaskannya. dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya  Allah  amat  cepat  hisab-Nya. QS. Al-
Maaidah [5] : 4
Dari ayat diatas dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa makanan yang dihalalkan  oleh  Islam  ialah  semua  jenis  makanan  dan  minuman  yang  baik
untuk  dikonsumsi  oleh  tubuh  manusia. Baik  dalam  pengertian  Islam  adalah sesuatu yang tidak menimbulkan bahaya kemudharatan bagi tubuh sesorang
apabila mengkonsumsi makanan tersebut. Yang  dimaksud  dengan  yang  baik-baik  dalam  ayat  diatas  adalah
makanan yang disenangi oleh jiwa. Ayat ini serupa dengan firman Allah swt.,
10
Anton  Apriyantono, Panduan  Belanja  dan  Konsumsi  Halal, Jakarta:  Khairul  Bayan, 2003, Cet. II, h. 19.
17
“Dan  menghalalkan  bagi  mereka  segala  yang  baik  dan  mengharamkan  bagi mereka segala yang buruk.” QS. Al-A’raaf : 157
11
Itu sebabnya maka bagi orang muslim, memakan makanan yang halal lagi  baik  adalah  suatu  kewajiban  seperti  yang  ditegaskan  di  dalam  surat  al-
Maidah ayat 88:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا ٥
: 88
Artinya : “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah  rezekikan  kepadamu,  dan  bertakwalah  kepada  Allah  yang
kamu beriman kepada-Nya”. QS. Al-Maaidah [5] : 88
Binatang  yang  hidupnya  di  dalam  air,  semuanya  halal  baik  yang berupa  ikan  atau  bukan,  mati  dengan  ada  sebab  atau  mati  sendiri.
12
Sesuai dengan firman Allah:
 
 
 
 
….
 ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا
٥ :
96
Artinya : “Dihalalkan  bagimu  binatang  buruan  laut  dan  makanan  yang
berasal dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang  yang  dalam  perjalanan….” QS.  al-Maidah [5] :
96
Sesuai  dengan  kaidah  ushul  fiqih, hukum  yang  pokok  dari  segala sesuatu  adalah  boleh,  sehingga  terdapat  dalil  yang  mengharamkan. Dengan
demikian  semua  makanan  dan  minuman  yang tidak  ada  ketegasan  dalil
11
Sayyid  Sabiq, Fiqih  Sunnah  5, Penerjemah  Abdurrahim  dan  Masrukhin,  Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009, Cet. I, h. 330.
12
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Jakarta: Penerbit Attahiriyah, 1954., Cet. XVII, h. 439.
18
tentang keharamannya, maka harus dikembalikan kepada hukum asalnya yaitu bolehhalal.
13
Adapun  makanan  haram  yang  diharamkan  dalam  Islam  secara  umum tertera dalam surat al-Baqarah ayat 173:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
ة ﺮ ﻘ ﺒ ﻟ ا 2
: 173
Artinya : “Sesungguhnya  Allah  hanya  mengharamkan  bagimu  bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang ketika disembelih disebut
nama  selain  Allah,  tetapi  barangsiapa  dalam  keadaan  terpaksa memakannya sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak pula
melampaui batas,  Maka  tidak  ada  dosa  baginya. Sesungguhnya Allah  Maha  Pengampun  lagi  Maha  Penyayang.” QS.  Al-Baqarah
[2] : 173
Jadi,  makanan  yang  diharamkan  dalam  Islam  pada  dasarnya  adalah makanan yang merusak sistem homeostatis tubuh sehingga dapat mengganggu
kesehatan,  biasanya  makanan  ini  mengandung  bahan-bahan  berbahaya  atau bahan-bahan  beracun  yang  bercampur  dengan  bahan-bahan  yang  bermanfaat
bagi tubuh.
14
Makanan itu haram atau tidak boleh dimakan karena ia khabits, yaitu  makanan  yang  tidak  baik,  buruk,  busuk  dan  tidak  enak  rasanya,  juga
13
Akyunul Jannah, Gelatin: Tinjauan Kehalalan dan Alternatif Produksinya, Malang: UIN Malang Press, 2008, Cet. I, h. 204
14
Moh. Yanis Musdja, Biologi Dalam Persepektif Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004, Cet. I, h. 249
19
diharamkan  jika  makanan  itu  berbahaya  bagi  tubuh  merusakkan.
15
Dengan demikian makanan minuman yang berbahaya untuk jiwa adalah haram.
2. Tabel Jenis-jenis Makanan Halal dan Haram Tabel. 1 Daftar Makanan Halal
16
Jenis Dalil
Minuman semua minuman yang bermanfaat bagi manusia;
seperti air, susu, madu, air kelapa dan sebagainya, kecuali  khamr  arakalkohol,  dan  segala  sesuatu
yang memabukkan. QS. 7:3
QS. 5:4 QS. 7:157
Tumbuhan semua  tumbuhan  yang  bermanfaat  bagi  manusia; seperti  sayur-sayuran,  buah-buahan,  kacang-
kacangan,  kecuali  tumbuhan  berbahaya;  seperti yang beracun dan membuat sakit kepada manusia.
QS. 7:31 QS. 5:4
QS. 7:157
Binatang yang  termasuk  dalam  pengertian
bahiimatul an’aam;  yaitu  jenis  binatang  apapun  selain
binatang yang masuk dalam kategori haram; unta, sapi,  kerbau,  kambing  liar  atau  dipelihara.  Ayam
dan ikan QS. 5:10
QS. 22:30
Kategori dispensasi
menurut sunnah
Keledai, keledai  hutan,  biawak,  kelinci,  burung- burung.
HR.  Bukhari, Muslim,
Nasaie dan
Turmidi
Tabel. 2 Daftar Makanan Haram
17
Jenis Dalil
Hujjah 1. Bangkai,
matinya tidak
disembelih, tercekik,
terpukul, terjatuh,  baku  hantam,  disergap
binatang lain. 2. Darah kecuali limpa dan hati
QS. 2:173
QS. 5:3 Membahayakan.
Merusak jiwa,
moral dan
15
Kantor  Menteri Negara Urusan  Pangan  Republik  Indonesia, Makanan  Indonesia  Dalam Pandangan Islam, h, 28
16
Hasbi  Indra,  et.  al, Halal  dan  Haram  Dalam    Makanan,  Jakarta:  Penamadani,  2004, Cet.I. h.40-42
17
Hasbi Indra, et. al, Halal dan Haram Dalam  Makanan, h. 40-42
20
3. Babi 4. Anjing
5. Kucing 6. Tikus, dll.
An’am: 145 AnNahl:115
HR. Bhukari Muslim
7. Segala  binatang  yang  disembelih tanpa menyebut nama Allah.
QS. 5:3 Merusak Aqidah
8. Segala  bentuk  binatang  yang  mati tanpa  proses  penyembelihan  yang
benar menurut syariah QS. 5:3
Merusak Syariah;
ketaatan dan
kesehatan. 9. Segala  jenis  burung  yang  berkuku
tajam a. Elang
b. Nazar, dll. HR. Bukhari
Muslim Buas
mempengaruhi jiwa
10. Segala yang bertaring dan berkuku dari binatang buas
a. Harimau b. Singa
c. Ular d. Buaya, dll.
HR. Bukhari Muslim
Buas mempengaruhi
jiwa
11. Serangga bumi yang berbahaya a. Kalajengking
b. Kelabang, dll. Membahayakan
12. Sesuatu yang membahayakan jasmani dan rohani:
a. Racun b. Opium
c. Ganja d. Kokain
e. Bir, dll. QS. 2:219
QS. 4:43 QS. 5:90
Merusak akal, ibu kejelekan.
13. Minuman yang memabukkan a. Khamr
b. Alkohol c. Bir, dll.
QS. 2:219 QS. 4:43
QS. 5:90 Merusak akal,
ibu kejelekan.
14. Semua binatang yang disembelih untuk selain Allah
QS. 2:173 Syirik
dan merusak aqidah
15. Hewan yang hidup di dua alam Syafi’i
Membahayakan kesehatan
16. Segala sesuatu yang diperoleh dengan cara yang tidak halal
Merampas hak
orang dan
merusak akhlak
21
B.
Daging 1. Definisi Daging Halal dan Haram
Hewan  atau  binatang  yang  sering  disebut  dengan  hewani  ada  dua macam, yaitu hewan yang hidup di darat dan hewan yang hidup dilaut. Hewan
yang  hidup  di darat  hukumnya  adalah  mubah,  kecuali  beberapa  jenis  yang memang telah diharamkan dalam syari’at.
18
Dalam  beberapa  ayat  al-Qur’an  memang  disebutkan  apa-apa  yang tidak boleh dimakan oleh seorang mukmin. Yang diharamkan itu ialah daging
babi,  darah  yang  memancar,  dan  bangkai  yaitu  daging  binatang  yang  mati bukan melalui penyembelihan menurut cara hukum syara’.
19
Telah  dijelaskan  daging  yang  diharamkan  dalam  Islam  secara  umum tertera dalam surat Al-Maidah ayat 3:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
... 
ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا ٥
: 3
Artinya : “Diharamkan  bagimu  memakan  bangkai,  darah,  daging  babi,
daging  hewan  yang  disembelih  atas  nama  selain  Allah,  yang tercekik,  yang  terpukul,  yang  jatuh,  yang  ditanduk,  dan  diterkam
binatang  buas,  kecuali  yang  sempat  kamu  menyembelihnya,  dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala…” QS. Al-
Maidah[5]: 3
18
Saleh  Al-Fauzan, Fiqih  Sehari-hari,  Penerjemah:  Abdul  Hayyie  Al-Kattani  dkk,  Jakarta: Gema Insani Press, 2005, Cet. I, h. 879.
19
Kantor  Menteri Negara Urusan  Pangan  Republik  Indonesia, Makanan  Indonesia  Dalam Pandangan Islam, h. 28.
22
Surat al-Baqarah ayat 173:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
ة ﺮ ﻘ ﺒ ﻟ ا 2
: 173
Artinya : “Sesungguhnya  Allah  hanya  mengharamkan  bagimu  bangkai,
darah, daging babi, dan binatang yang ketika disembelih disebut nama  selain  Allah,  tetapi  barangsiapa  dalam keadaan  terpaksa
memakannya  sedang  Dia  tidak  menginginkannya  dan  tidak pula  melampaui
batas,  Maka  tidak  ada  dosa  baginya. Sesungguhnya  Allah  Maha  Pengampun  lagi  Maha  Penyayang.”
QS. Al-Baqarah[2]:173
 
 
 
 
 
….
 ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا
٥ :
96
Artinya: “Dihalalkan  bagimu  binatang  buruan  laut  dan  makanan  yang
berasal  dari  laut  sebagai  makanan  yang  lezat  bagimu…” QS. Al-Maidah[5] : 96
... 
 
 
... ف ا ﺮ ﻋ ﻷ ا
٧ :
١ ٥ ٧
Artinya : “…dan  menghalalkan  bagi  mereka  segala  yang  baik  dan mengharamkan bagi  mereka segala yang buruk….” QS. Al-A’raaf
[7] : 157
Dengan  melihat  ayat-ayat  di atas  yang  menjelaskan  halal  dan haramnya daging, maka dapat diambil kesimpulan bahwa daging binatang ada
dua 2, yaitu daging binatang laut dan daging binatang darat. Daging  binatang  yang  diharamkan  telah  dijelaskan  dalam  Al-Qur’an
surah  Al-Maidah  ayat  3,  yaitu  bangkai,  darah,  daging  babi,  daging  binatang yang disembelih  selain  atas  nama  Allah.  Dan  Allah telah  mengharamkan
23
daging  binatang  yang  buruk,  yang  menjijikan  dan  yang  buas  sesuai  dengan surah Al-A’raaf ayat 157.
Daging  binatang  darat  yang  dihalalkan  adalah  setiap  yang  dianggap enak  oleh  orang  Arab  maka  halal,  kecuali  perkara  yang  datang  dari  syara’
dengan hukum haramnya. Setiap hewan yang dianggap jijik oleh orang Arab, maka  haram,  kecuali  perkara  yang  datang  dari  syara’  hukum  yang
menghalalkannya.
20
Semua  daging  binatang  laut  adalah  halal,  dan  tidak  haram  dari  laut kecuali  yang  beracun  yang  membahayakan,  baik  berupa  ikan  atau  lainnya,
baik  hasil  buruan  atau  bangkai  yang  ditemukan.  Sesuai  dengan  firman  Allah dalam surah Al-Maidah  ayat 96 diatas. Dan hadits Nabi  yang berbunyi:  Dari
Abu  Hurairah  RA  berkata:  Rasulullah  bersabda: “laut  suci  airnya  dan  halal bangkainya.” HR. Abu Daud
21
. Jadi daging yang halal adalah daging yang selain dari bangkai, darah,
daging  babi,  daging  hewan  yang  disembelih  atas  nama  selain  Allah serta disembelih secara syariah. Sedangkan yang haram adalah daging yang berasal
dari bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih bukan atas nama Allah, dan juga daging yang berbahaya bagi jiwa manusia.
20
Moch. Anwar, Fiqih Islam,Bandung : PT. Alma’arif, 1973, Cet. I, h. 253.
21
Thobieb Al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram, h. 135.
24
2. Pandangan Para Imam Madzhab
Para  ulama  sepakat  bahwa  binatang  yang  tidak  halal  kecuali  dengan disembelih  adalah  hewan darat  yang  berdarah  mengalir  yang  tidak
diharamkan, tidak tertembus senjata orang  yang berkelahi, tidak hampir mati karena dipukul, ditanduk, jatuh, diterkam binatang buas dan sakit. Sedangkan
hewan laut tidak perlu disembelih.
22
Binatang  laut  yaitu  semua  binatang  yang  hidup  di  air.  Binatang  ini semua  halal  walaupun  didapatkannya  dalam  keadaan  bagaimanapun,  apakah
waktu  didapatkannya  masih  dalam  keadaan  hidup  maupun  sudah  bangkai. Binatang-binatang  tersebut  berupa  ikan  ataupun  yang  lainnya.  Seperti  anjing
laut, babi laut, dan sebagainya.
23
Para  ulama  telah  mengelompokkan hewan  darat  yang  haram  menjadi enam macam, yaitu sebagai berikut:
a. Hewan yang telah jelas diharamkan dalam nash. b. Hewan yang telah jelas sifat-sifatnya yang diharamkan.
c. Hewan yang memakan makanan kotor dan menjijikkan. d. Hewan yang beracun dan berbahaya.
e. Hewan yang berasal dari hewan halal, tetapi dilarang untuk memakannya.
22
Ibnu Rusyd, Bidayatu’l Mujtahid., Penerjemah: M.A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah. Semarang: CV Asy Syifa’, 1990, Cet. I, h. 325.
23
Yusuf  Qaradhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, h.57
25
f. Hewan yang dilarang untuk dibunuh dan yang disuruh untuk membunuh. Selain dari hewan dan burung yang disebutkan di atas maka hukumnya halal.
24
Para ulama berbeda pendapat tentang hewan yang tidak berdarah yang boleh  dimakan,  seperti  belalang  dan  sebagainya.  Apakah  wajib  disembelih
atau tidak? Imam Malik berpendapat bahwa belalang itu tidak boleh dimakan tanpa  disembelih.  Dan  penyembelihannya  menurut  pendapatnya  adalah
dengan  cara  melakukan  sesuatu  yang  mempercepat  kematiannya,  seperti diputuskan  lehernya,  sayapnya,  kakinya  disertai  niat  dan  menyebut  nama
Allah.  Kebanyakkan  fuqaha  berpendapat  bahwa  bangkai  belalang  itu  boleh dimakan tanpa disembelih terlebih dahulu.
25
Maka dalam hal mengenai daging halal dan haram tidak ada perbedaan pendapat dikalangan para  Imam, hanya
saja ada perbedaan dalam hal hewan laut.
C.
Tata Cara Penyembelihan Menurut Para Imam Madzhab
Imam  Ibn  Qudamah  al-Maqdisi  dalam  kitabnya al-Mughni berkata, “Tidak  ada  perbedaan  di  antara  para  ulama  bahwa  hewan  buruan  dan  binatang
ternak tidak halal kecuali setelah disembelih. Menyembelih ini memerlukan lima komponen;  yaitu  orang  yang  menyembelih,  alat  menyembelih,  tempat  untuk
yang  disembelih,  praktik  menyembelih,  dan  dzikir  menyebut  nama
24
Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, h. 879.
25
Thobieb Al-Asyhar. Bahaya Makanan Haram, h. 207-208.
26
Allah.”
26
Perlu  diketahui  bahwa  masing-masing  syarat  yang  lima  ini  ada perbedaan pendapat di kalangan ulama madzhab empat.
Untuk  membuka  tulisan  tata  cara  penyembelihan  ini,  penulis  awali dengan tata cara penyembelihan menurut Imam Syafi’i karena yang paling umum
dipraktekkan di Indonesia.
1. Tata Cara Penyembelihan Menurut Imam Syafi’i a. Orang yang memotong
1 Beragama Menurut  Madzhab  ini,  yang  menyembelih  itu  orang  Islam  atau
Ahli  Kitab,  bukan  orang  yang  beragama  Majusi,  bukan  penyembah berhala  dan  bukan  pula  orang  yang  murtad.  Maka  sembelihan  orang
yang  beragama  Yahudi  dan  Nasrani  halal  dimakan  sebagaimana sembelihan  orang Islam.
27
Yang  dimaksud  dengan  Ahli  Kitab  adalah Yahudi  dan  Nashrani  dari  kalangan  Bani  Israil  saja.  Berdasarkan
pendapat  ini,  Yahudi  dan  Nashrani  dari  kalangan  bangsa  Arab  dan Indonesia bukan termasuk Ahli Kitab.
28
2 Berakal Dari
kalangan Syafi’iyyah,
Imam al-Nawawi
berkata, “Utamanya,  penyembelih  adalah  seseorang  yang  berakal.  Adapun  anak
26
Ali  Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika  Menurut Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2009, Cet. I, h. 274-275.
27
Syekh Abdurrahman Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, Jakarta: Darul Ulum Press, 1996, Cet.I, h. 377.
28
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 286.
27
kecil  yang  mumayyiz  dapat  membedakan  benar  dan  salah,  maka menurut  madzhab  Syafi’i,  sembelihannya  halal.”  Imam  al-Nawawi,
setelah mengemukakan berbagai pendapat dan riwayat dari murid-murid al-Syafi’i, berkata, “Kami sebutkan bahwa pendapat yang shahih dalam
pandangan madzhab kami, bahwa sembelihan anak kecil, orang gila dan orang mabuk, adalah halal.”
29
Menurut Imam Syafi’i, orang yang syah dalam memotong adalah orang  yang  beragama  Islam dan  orang  Ahli  Kitab  yaitu  Yahudi  dan
Nasrani  dari  kalangan  Bani  Israil  saja,  Yahudi  dan  Nashrani  yang berasal dari luar Bani Israil dianggap tidak sah haram.
b. Alat Menyembelih
Para  ulama  sepakat  bahwa  menyembelih  boleh  dan  sah  dilakukan dengan semua alat yang tajam, baik berasal dari besi, batu yang keras, kulit
bambu,  timah,  tembaga,  emas,  perak,  atau  bahan  lainnya. Kriteria  alat dalam  hal  ini  adalah  setiap  benda  yang  dapat  menumpahkan  darah  dan
memutuskan urat leher, sekiranya dapat memotong atau membelah dengan bagian tajamnya bukan  dengan beratnya. Hal ini berdasarkan sabda  Nabi
Saw:
29
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 293
28
َﺣِﺪ ْﯾ
ُﺚ َر
ِﻓ ا ِﻊ
ْﺑ ِﻦ
َﺧِﺪ ْﯾ
ﺞ ,
َﺎ ﻗ َل
: ُﻗْﻠ
ُﺖ :
َﯾ َر ﺎ
ُﺳْﻮ َل
ِﷲ ا َا
َﺎ ﻧ ِﻟ
َﻮ ﻗ ﺎ ﱠﺪ ﻌ ﻟ ا
َﻏًﺪ ا
, َوَﻟْﯿ
َﺴ ْﺖ
َﻣَﻌ َﺎ ﻨ
ى ﺪ ﻣ .
َﻓَﻘ َل ﺎ
: َا
ْﻋ ِﺠ
ْﻞ ْو أ
ِر أ ْن
َﻣ ْﻧ أ ﺎ
َﮭ َﺮ
ﱠﺪ ﻟ ا َم
َو َﻛ ذ
َﺮ ْﺳ ا
َﻢ ِﷲ ا
َﻋَﻠ ْﯿ
ِﮫ َﻓُﻜ
ُﻠْﻮ ُه
, َﻣَﻟﺎ
ْﻢ َﯾ
ُﻜ ْﻦ
ِﺳﻨ َا  ﺎ
ْو ُﻇْﻔ
ًﺮا ...
َا ْﺧ
َﺮ َﺟُﮫ
ْﻟ اُﺒ َﺎ ﺨ
ِر ّي
31
30
Artinya: Rafi’  bin  Khadij  r.a  berkata  :  ya  Rasulullah,  kami  akan berhadapan  dengan  musuh  esok  hari  pagi  dan  kami  tidak
mempunyai pisau.  Maka  Nabi  saw  bersabda:  Segeralah, “Sembelihlah dengan apa saja yang dapat menumpahkan darah
dan  disebutkan  nama  Allah  atasnya,  maka  makanlah sembelihannya,  selagi  tidak  menggunakan  gigi  atau  kuku...”
HR. Bukhari
Menurut Syafi’iyyah, pemotongan hewan itu dilakukan dengan alat yang tajam, sekalipun berupa bambu, kayu, emas atau perak, kecuali gigi,
kuku, dan tulang. Apabila hewan tersebut dibunuh dengan alat  yang tidak tajam,  misalnya  dipukul  dengan  senapan,  atau  anak  panah  yang  tidak
bermata atau tidak tajam, atau dicekik dengan jerat lalu mati, maka dalam hal  ini  haram  dimakan.
31
Jadi  menurut  Imam  Syafi’i,  alat  yang  digunakan haruslah tajam, tidak boleh menggunakan alat yang tumpul.
c. Bagian yang Disembelih
Syafi’iyyah juga berpendapat,  menyembelih  hewan  yang  sesuai dengan  syari’at  adalah  dengan  memotong  kerongkongan  dan  pembuluh
nafasnya  semuanya.  Bila  masih  ada  yang  belum  terpotong  dari  keduanya itu  berarti  hewan  yang  disembelih  tersebut  tidak  halal.  Dan  disyaratkan
30
Muhammad  bin  Isma’il  al-Imam  al-Bukhari, Shahih  al-Bukhari:  Bab  Ma  anhara  al-Dam min al-Qoshb wa al-Mirwah wa al-Hadid, Bairut: Dar al-Kutub, 1376H, Juz.VI, h.225
31
Syekh Abdurrahman Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 376.
29
hendaklah  pada  hewan  itu  ada  kehidupan  yang  tetap  sebelum  disembelih, bila ada sebab yang dapat membinasakan.
32
Imam Syafi’i berkata, “Sembelihan itu ada dua; 1 Menyembelih  hewan  yang  dapat  dikuasai,  yaitu  hewan  liar  atau  jinak,
baik  dengan dzibh
menyembelih  maupun nahr
memutuskan tenggorokan di leher bagian bawah.
2 Menyembelih  hewan  yang  tidak  dapat  dikuasai,  maka  caranya  sama seperti  menyembelih  hewan  buruan,  baik  yang  jinak  maupun  liar.
33
Yaitu  dengan  cara jahr melukai  hewan  liar itu  dengan  benda  yang tajam  oleh  seorang  muslim  atau  mengutus  hewan  pemburu  yang  sudah
terlatih.
34
Dalam  hal  ini  Imam  Syafi’i  berpendapat  yaitu  bagian  yang disembelih adalah  dengan  memotong  kerongkongan  dan  pembuluh
nafasnya  semuanya.  Bila  masih  ada  yang  belum  terpotong  dari  keduanya itu berarti hewan yang disembelih tersebut tidak halal.
d. Teknis Menyembelih
Imam  Syafi’i  berkata,  “Sembelihan  yang  sempurna  adalah  dengan memutuskan empat urat; tenggorokkan, kerongkongan, dan dua urat leher.
Standar yang paling minimal adalah dengan memutuskan tenggorokan dan
32
Syekh Abdurrahman Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h, 375.
33
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 304.
34
Syekh Abdurrahman Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 374.
30
kerongkongan.”
35
Jadi  menurut  Imam  Syafi’i  selain  dari tenggorokan  dan kerongkongan maka hewan tersebut tidak halal.
e. Membaca Basmalah Saat Menyembelih
Menurut  madzhab  Syafi’i  tidak  disyaratkan  membaca  tasmiyah, melainkan  disunnahkan  saja.  Imam  al-Nawawi  berkata,  “Dianjurkan
menyebut  nama  Allah  ketika  menyembelih  dan  ketika  melepaskan  anjing pemburu atau panah yang diarahkan pada hewan buruan. Seandainya tidak
membaca  basmalah  karena  sengaja  atau  lupa,  maka  sembelihan  atau buruannya  tetap  halal.”
36
Dengan  demikian  membaca  basmalah  dalam Madzhab Syafi’i adalah hukumnya disunnahkan.
2. Pandangan Imam Madzhab Tentang Tata Cara Penyembelihan a. Orang yang Memotong
Para  ulama  sepakat  bahwa orang  yang  boleh  menyembelih  itu  ada lima,  yaitu;  Islam,  laki-laki,  baligh,  berakal  sehat,  tidak  menyia-nyiakan
shalat.  Para  ulama  juga  sepakat  bahwa  orang  yang  tidak  boleh menyembelih atau sembelihannya tidak halal dimakan adalah orang-orang
musyrik penyembah berhala, berdasar firman Allah Swt
37
:
 
…. 
 
 …
ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا ٥
: 3
35
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 309.
36
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 318.
37
Ibnu Rusyd, Bidayatu’l Mujtahid, Penerjemah: M.A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah. Semarang: CV Asy Syifa’, 1990, Cet. I, h. 314.
31
Artinya: “  diharamkan  bagimu  hewan  yang  disembelih  untuk
berhala” QS. al-Maidah[5] : 3 1 Agama
Mayoritas  ulama  fiqih  dari  kalangan  Hanafiyyah,  Malikiyyah, Hanabilah,  berpendapat  bahwa  yang  dimaksud  dengan  Ahli  Kitab
adalah Yahudi dan Nashrani dari bangsa mana pun, tanpa membedakan antara  kelompok  yang  satu  dengan  yang  lain,  antara  bangsa  yang  satu
dengan  bangsa  yang  lain. Berdasarkan  pendapat  ini,  orang  Yahudi  dan Nashrani di  Indonesia termasuk Ahli Kitab.
38
Alasannya sesuai dengan keumuman makna firman Allah, yaitu:
 
 
 
 
  …
ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا ٥
: 5
Artinya: “Makanan sembelihan orang-orang yang diberi Al-Kitab itu
halal bagimu.” QS. Al-Maidah[5] : 5
Kriteria Ahli  Kitab  menurut  ulama  Hanafiyyah  adalah  agama, yaitu kalangan Yahudi dan kalangan Nashrani tanpa membedakan Arab
dan  non-Arab.
39
Dengan  demikian  sembelihan  Ahlil  Kitab  menurut ulama Hanafiyyah adalah boleh dimakan.
Sedangkan  Madzhab  Maliki  mengemukakan  bahwa  hukum sembelihan Ahli Kitab adalah makruh tanpa mengharamkannya. Begitu
38
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 286.
39
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 278.
32
juga  dengan  kemakruhan  membeli  daging  dari  tukang-tukang  daging Ahli Kitab tanpa mengharamkannya.
40
Imam  Syafi’i  mengatakan  bahwa  kaum  Nasrani  Arab  bukan termasuk  kaum  Ahli  Kitab,  maka  sembelihan  mereka  tidak  halal.
Dengan  demikian  apabila  yang  menyembelih  itu  orang  Yahudi  dan Nashrani dari kalangan non-Arab maka sembelihannya halal.
41
Ulama  Hanabilah  mengemukakan  bahwa  seseorang  dikatakan Ahli  Kitab  atau  bukan  Ahli  Kitab  itu  tergantung  dirinya  bukan
nasabnya.  Dengan  demikian  setiap  orang  yang  memeluk  agama  adalah termasuk  bagian  dari  Ahli  Kitab.  Seperti  halnya  orang  pada  masa
sekarang ini, maka sembelihannya boleh dimakan.
42
2 Berakal Mengenai  syarat  akal  bagi  penyembelih,  Imam  Ibn  Abidin  dari
kalangan  Hanafiyyah,  mengutip  dari  al-Jauharah,  berkata,  “Sembelihan anak kecil yang belum berakal, orang gila, dan orang mabuk yang tidak
berakal,  tidak  halal  dimakan. Beliau  beralasan  bahwa  orang  gila  yang hilang akalnya tidak memiliki qashd motivasi sama sekali.
43
Dari kalangan madzhab Hanbali, Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi berkata,  “akal  penyembelih,  maksudnya  adalah  bahwa  seorang
40
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 278
41
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 280
42
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 281- 282
43
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 286
33
penyembelih  harus  berakal  sehingga  ia  mengetahui  sadar  saat menyembelih. Jika  tidak  berakal,  seperti  anak  kecil  yang  belum
mumayyiz,  orang  gila,  dan  orang  mabuk  maka  sembelihannya tidak halal.”
44
Imam  al-Baji  w.494  H  dari  kalangan  Malikiyyah  menuturkan, “Sembelihan  orang  mabuk  dan  orang  gila,  pada  saat  akalnya hilang,
hukumnya  tidak  halal.  Hal  ini  diriwayatkan  oleh  Ibn  Wahb  dari  Malik dalam al-Mabsuth.”
45
Sembelihan orang gila dan orang mabuk menurut Malik tidak boleh dimakan.
46
Dari beberapa  pendapat  diatas,  maka  dapat  diambil  kesimpulan bahwa  menurut  kalangan  Hanafiyyah,  Malikiyyah,  dan  Hanabilah
bahwa  sembelihan  Ahli  Kitab  adalah  boleh.  Kalangan  semua  ini  tidak membedakan  antara kelompok satu dengan kelompok  yang lain,  antara
bangsa satu dengan bangsa yang lain.
b. Alat Menyembelih
Para  ulama  sepakat  bahwa  menyembelih  boleh  dan  sah  dilakukan dengan semua alat yang tajam, baik berasal dari besi, batu yang keras, kulit
bambu,  timah,  tembaga,  emas,  perak,  atau  bahan  lainnya. Kriteria  alat dalam  hal  ini  adalah  setiap  benda  yang  dapat  menumpahkan  darah  dan
memutuskan urat leher, sekiranya dapat memotong atau membelah dengan
44
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 286
45
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 286
46
Ibnu Rusyd, Bidayatu’l Mujtahid, h. 322.
34
bagian tajamnya bukan dengan beratnya.
47
Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw :
ﺞْﯾِﺪَﺧ ِﻦْﺑ ِﻊِﻓاَر ُﺚْﯾِﺪَﺣ ,
َل َﺎ ﻗ :
ُﺖ ْﻠ ُﻗ :
ِﷲا َلْﻮُﺳَرﺎَﯾ ا ًﺪ َﻏ  ﱠﺪ ﻌ ﻟ ا َﻮ ﻗ ﺎ ِﻟ  َﺎ ﻧ َا
, ْﺖَﺴْﯿَﻟَو
ى ﺪ ﻣ   َﺎ ﻨ َﻌ َﻣ .
َل ﺎ َﻘ َﻓ :
ْﻞ ِﺠ ْﻋ َا ْو أ
ْن ِر أ ِﮫْﯿَﻠَﻋ  ِﷲا  َﻢْﺳا  َﺮَﻛذَو  َمﱠﺪﻟا  َﺮَﮭْﻧأﺎَﻣ
ُه ْﻮ ُﻠ ُﻜ َﻓ ,
اًﺮْﻔُﻇ ْوَا ﺎﻨِﺳ ْﻦُﻜَﯾ ْﻢَﻟﺎَﻣ ...
ّيِرَﺎﺨُﺒْﻟا ُﮫَﺟَﺮْﺧَا
45
48
Artinya: Rafi’ bin  Khadij  r.a  berkata  :  ya  Rasulullah,  kami  akan berhadapan  dengan  musuh  esok  hari  pagi  dan  kami  tidak
mempunyai  pisau.  Maka  Nabi  saw  bersabda:  Segeralah, “Sembelihlah dengan apa saja yang dapat menumpahkan darah
dan  disebutkan  nama  Allah  atasnya,  maka
makanlah sembelihannya,  selagi  tidak  menggunakan  gigi  atau  kuku...”
HR. Bukhari
c. Bagian yang Disembelih
Pendapat  ulama  berbeda-beda  mengenai  anggota  dari  hewan  yang disembelih, sebagai berikut:
1 Menurut Madzhab Hanafi Mereka  berpendapat  bahwa  pemotongan  hewan  yang  sesuai
dengan syari’at itu terbagi menjadi dua bagian. Yaitu: Pertama, pemotongan  darurat.  Ini  dilakukan  dengan  cara
melukai  bagian  mana  saja  dari  badan  hewan  itu.  Ini  dilakukan  untuk hewan  yang  tidak  jinak.  Jika  kambing,  sapi  atau  unta  menjadi  liar  dan
sulit  untuk  disembelih,  lalu  dipanah  dan  kena  pada  bagian  mana  saja
47
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h.294.
48
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, h.225
35
dari badannya  dan  mengeluarkan  darah  serta  mematikan,  maka  halal dimakan.
49
Kedua, pemotongan  yang  tidak  darurat,  dilakukan  dengan menyembelih antara ujung kerongkongan dan ujung dada, yaitu dengan
cara  memotong  dua  urat  leher,  yaitu  dua  urat  besar  yang  terdapat dikedua  sisi  depan  batang  leher  dan  memotong  pembuluh  nafas  serta
kerongkongannya.
50
2 Menurut Madzhab Maliki Mereka  berpendapat,  pemotongan  hewan  yang  sesuai  dengan
syari’at  sebab  yang  dapat  menjadikan  hewan  darat  halal  dimakan ikhtiyar bukan karena terpaksa. Pemotongan ini antara lain yaitu:
a Dzabh. Cara ini dilakukan dengan memotong kerongkongan dan dua urat  leher  yang  terdapat  dibagian  depan  dengan  alat  tajam  dengan
niat, dan diisyaratkan memotong pembuluh jalan nafas. b Nahr. Cara ini digunakan untuk memotong unta, gajah, dan jerapah.
Dan  makruh  digunakan  untuk  memotong  sapi  dan  kerbau.  Cara  ini dilakukan  dengan  menusuk  leher  pada  bagian  bawah  kalung  oleh
seorang  yang  mumayyiz  muslim  atau  Ahi  Kitab  tanpa  mengangkat lama sebelum sempurna, dengan niat.
49
Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 373
50
Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 373
36
c Aqr. Cara ini digunakan untuk memotong hewan liar yang tidak bisa dikuasai  kecuali  dengan  sulit,  baik  itu  hewan  berupa  burung  atau
lainnya. Dilakukan dengan cara melukai hewan liar itu dengan benda tajam oleh seorang mumayyiz muslim, atau dengan mengutus hewan
pemburu yang sudah terlatih dengan niat dan membaca tasmiyah.
51
3 Menurut Madzhab Hanbali Mereka  berpendapat  bahwa  pemotongan  hewan  secara  syara’
adalah penyembelihan hewan yang dapat dikuasai, yang boleh dimakan. Pemotongan  yang  sesuai  dengan  syari’at  dapat  dilakukan  dengan  cara
memotong pembuluh nafas dan kerongkongan. Pemotongan dengan cara nahr dilakukan pada legokan leher yang terdapat di antara pangkal leher
dan  dada.  Dan  tidak disyaratkan  memotong  dua  urat  leher,  akan  tetapi memotongnya lebih utama.
52
Imam  Ahmad  berkata,”Menyembelih  itu  pada  bagian  atas  dan dekat  dada.  Beliau  berhujjah  dengan  hadits  Umar  yang  diriwayatkan
oleh  Sa’id  dan  al-Arsram  dengan  sanad  yang  sampai  kepada  keduanya dari  al-Farafishah  yang  berkata,  “Ketika  kami  berada  bersama  Umar,
Umar berseru bahwa menyembelih pada bagian pada bagian dekat dada atau leher bagian atas adalah untuk hewan yang dapat dikuasai.”
53
51
Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 373
52
Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 373
53
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 305.
37
Setelah  melihat  dari  pendapat  para  ulama,  ada  kesepakatan dalam
memotong hewan
yang tidak
dapat dikuasai
maka penyembelihannya adalah dengan cara melukai bagian tubuh yang dapat
memancarkan darah sampai menyebabkan hewan tersebut mati.
d. Teknis Menyembelih
1 Madzhab Hanafi Mufti  al-Diyar  al-Mishriyah  Negeri  Mesir,  Syeikh  ‘Abd  al-
Qadir  al  Rafi’  w.  1323  H,  berkata,  “Bahwa  menurut  Imam  Abu Hanifah,  tiga  urat  yang  mana  saja  dari  empat  urat,  jika  tiga  urat  itu
terputus,  maka  sembelihannya  halal.” Maksudnya,  tiga  urat  tersebut wajib  dipotong,  tanpa  ditentukan  urat  yang  mana.  Artinya  boleh
memotong  tenggorokan,  kerongkongan,  dan  salah  satu  urat  leher,  atau boleh juga memotong tenggorokkan dan dua urat leher.
54
2 Madzhab Maliki Menurut  Imam  Malik  adalah  dengan  memotong  kerongkongan
dan  dua  urat  leher  yang  terdapat  dibagian  depan  dengan  alat  tajam dengan niat, dan diisyaratkan memotong pembuluh jalan nafas.
55
Ada pernyataan dari Imam Ibn al-Qasim berkata, “Beliau Imam Malik  tidak  memakannya  kecuali  dengan  memutuskan  keduanya
54
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 307
55
Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 373.
38
tenggorokan  dan  urat-urat  leher  secara  bersamaan. Beliau  tidak memakannya  jika  tenggorokannya  saja  yang  terputus,  sedangkan  urat-
urat  lehernya  tidak,  dan  beliau  pun tidak  memakannya  jika  urat-urat lehernya  saja  yang  terputus,  sedangkan  tenggorokannya  tidak. Beliau
tidak memakannya sehingga terputus semuanya, yaitu tenggorokan dan urat leher secara bersamaan.
56
3 Madzhab Hanbali Imam  Ibn  Qudamah  berkata,  “Adapun  praktek  menyembelih
hewan,  maka hal  itu  dinilai  sah  dengan  memotong  tenggorokan  dan kerongkongan.  Ada  riwayat  lain  dari  Imam  Ahmad  bahwa  dalam
penyembelihan,  selain  memotong  dua  urat  itu  ditambahkan  dengan memotong dua urat leher. Hal ini berdasarkan riwayat Abu Hurairah ra,
beliau berkata:
57
َﻋ ْﻦ
َاِﺑ ُھ  ﻰ
َﺮْﯾ َﺮَة
َر ِﺿ
َﻲ ُﷲ ا
َﻋْﻨ ُﮫ
َﺎ ﻗ َل
: َﻧَﮭ
َر   ﻰ ُﺳْﻮ
ُل ِﷲ ا
َﻋ ْﻦ
َﺷ ِﺮْﯾ
َﻄِﺔ ﱠﺸ ﻟ ا
ْﯿ َﻄ
َن ﺎ .
َوِھ َﻲ
ﱠﻟ ا ِﺘ
َﺗ  ﻰ ْﺬَﺑ
ُﺢ َﻓَﺘ
َﻘ ﱠﻄَﻊ
ْﻟ ا َﺠْﻠ
َﺪ َو
َﻻ َﺗْﻔ
َﺮ ْو ﻷ ا  ى
َد ُﺛ  ج ا
ﱠﻢ َﺗْﺘ
َك ﺮ َﺣﱠﺘ
ﻰ َﺗُﻤ
ْﻮ ُت
. َرَو
ُه ا َاُﺑ
ْﻮ َد  ا
ُو ا ْوَد
55
58
Artinya : Hadits  dari  Abi  Hurairah  r.a  berkata  : “Rasulullah  Saw melarang  mempraktekkan  syarat  setan,  yaitu  menyembelih
hewan  dengan  memotong  kulitnya,  tetapi  tidak  memutuskan urat-urat  lehernya,  kemudian  hewan  itu  dibiarkan  begitu
hingga mati.” HR. Abu Daud
56
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 308.
57
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 310
58
Sulaiman  bin  al-Asy’ats  bin  Ishaq  al-Azdi  al-Sijistani, Sunan  Abu  Dawud, Juz  II,  Mesir: Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Musthafa al-Baabi al-Halabi, 1372 H1953 M, h. 93
39
Beliau berkata, “ Tidak ada perbedaan di kalangan ulama bahwa menyembelih  yang  sempurna    adalah  dengan  memutuskan  empat  urat;
tenggorokan,  kerongkongan,  dan  dua  urat  leher. Tenggorokan  adalah tempat  bernafas,  kerongkongan  adalah  tempat  masuknya  makanan  dan
minuman,  dan  dua  urat  leher  adalah  dua  urat yang  ada  disekitar tenggorokan.  Karena  memutuskan  empat  urat  tersebut  akan
mempercepat nyawa hewan keluar. Dengan begitu, hewanpun akan mati dengan mudah.
59
Kesimpulannya bahwa dalam hal teknis menyembelih tidak ada perbedaan  pendapat  dikalangan  ulama,  penyembelihan  yang  sempurna
adalah dengan memutuskan empat urat leher yang berada diantara dada dan kepala.
e. Membaca Basmalah Saat Menyembelih
1 Madzhab Hanafi Para  ulama Madzhab Hanafiyyah  berpendapat  bahwa  apabila
tidak  membaca  basmalah  dengan  sengaja  ketika  menyembelih,  maka sembelihannya  tidak  halal.  Jika  tidak  membaca  basmalah  itu  karena
lupa, maka sembelihannya halal.
60
Dengan berdasarkan hadits Nabi Saw bersabda:
59
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika. h. 311
60
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 315.
40
َﻋ ْﻦ
َر ِﺷْﯿ
ِﺪ ْﺑ
ِﻦ َﺳَﻌ
ٍﺪ َر
ِﺿ َﻲ
ُﷲ ا َﻋ
ُﮭﻨ َﻤ
َﺎ ﻗ ٌﺎ َل
: َا
ﱠن ﱠﻨ ﻟ ا
ِﺒ ﱠﻲ
َﺻﱠﻠ ُﷲ ا  ﻰ
َﻋَﻠ ْﯿ
ِﮫ َو
َﺳﱠﻠ َﻢ
َﺎ ﻗ َل
: َذِﺑ
ْﯿ َﺤُﺔ
ْﻟ ا ُﻤ
ْﺴِﻠ ِﻢ
َﺣ َﻼ
ٌل َوِا
ْن َﻟْﻢ
ُﯾ َﺴﱠﻢ
َﻣَﻟﺎ ْﻢ
َﯾَﺘ َﻌﱠﻤ
َﺪ َو
ﱠﺼ ﻟ ا ْﯿ
َﺪ َﻛ
ِﻟ ا ﺬ َﻚ
. َرَو
ُه ا َاُﺑ
ْﻮ َد  ا
ُو ا ْوَد
56
61
Artinya: Diriwayatkan dari Rasyid bin Sa’ad berkata : Rasulullah saw bersabda : “Sembelihan orang muslim adalah halal meskipun
ia  tidak  menyebut  nama  Allah  ketika  menyembelihnya, selagi  ia  tidak  sengaja  meninggalkannya,  demikian  pula
hewan buruan.” HR. Abu Daud
2 Madzhab Maliki Menurut  Imam  Malik,  dalam  hal  ini  Ibn  Qasim  meriwayatkan
dari  Malik  dalam  kitab al-Mudawwanah tentang  orang  yang  sengaja tidak  membaca  basmalah  ketika  menyembelih,  beliau  berkata,
“Sembelihannya jangan  kamu makan. Tetapi jika ia tidak membacanya karena lupa, maka kamu boleh memakannya.”
62
3 Madzhab Hanbali Imam  Ahmad  berpendapat  bahwa  apabila  tidak  membaca
basmalah  itu  karena  sengaja,  maka  sembelihannya  tidak  halal.  Apabila tidak  membacanya  itu  karena  lupa,  maka  sembelihannya  halal.  Hal  ini
berdasarkan hadits Nabi saw:
61
Al-Imam al-Harits bin Abu Usamah, Bughyah al-Bahits an Zawa’id Musnad al-Harits, juz I, Bairut: Daar al-Fikr, 1314 H, h.478
62
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 315.
41
َلَﺎﻗٌﺎَﻤُﮭﻨَﻋ ُﷲا َﻲِﺿَر ٍﺪَﻌَﺳ ِﻦْﺑ ِﺪْﯿِﺷَر ْﻦَﻋ :
َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ﱠﻲِﺒﱠﻨﻟا ﱠنَا
َل َﺎ ﻗ :
َﻟﺎَﻣ ﱠﻢَﺴُﯾ ْﻢَﻟ ْنِاَو ٌلَﻼَﺣ ِﻢِﻠْﺴُﻤْﻟا ُﺔَﺤْﯿِﺑَذ َﻚِﻟاﺬَﻛ َﺪْﯿﱠﺼﻟاَو َﺪﱠﻤَﻌَﺘَﯾ ْﻢ
. ُه ا َو َر
د ْو ُو ا َد  ا ْﻮ ُﺑ َا
َ
60
63
Artinya: Diriwayatkan dari Rasyid bin Sa’ad berkata : Rasulullah saw bersabda : “Sembelihan orang muslim adalah halal meskipun
ia  tidak  menyebut  nama  Allah  ketika  menyembelihnya, selagi  ia  tidak  sengaja  meninggalkannya,  demikian  pula
hewan buruan.” HR. Abu Daud
Riwayat  yang  kedua  menyatakan  bahwa  tidak  membaca basmalah  saat  menyembelih,  baik  sengaja  maupun  lupa,  adalah  boleh.
Hal  ini  berdasarkan  sebuah  riwayat  bahwa  para  sahabat  Nabi  saw memberikan  kemurahan  untuk  memakan  hewan  yang  disembelih  tanpa
menyebut nama Allah.
َو َﻋ
ْﻦ ِﺑ أ
ُھ ﻰ َﺮْﯾ
َﺮَة َﺎ ﻗ
َل :
َﺟ َء ﺎ
َر ُﺟ
ٌﻞ ِاَﻟ
ﱠﻨ ﻟ ا  ﻰ ِﺒ
ﱢﻲ َﺻﱠﻠ
ُﷲ ا  ﻰ َﻋَﻠ
ْﯿ ِﮫ
َو َﺳﱠﻠ
َﻢ َﻓ
َﺎ ﻘ َل
: َﯾ
َر  ﺎ ُﺳْﻮ
َل ِﷲ ا
َر أ ْﯾأ
ُﺖ ﱠﺮ ﻟ ا
ُﺟ َﻞ
َﯾ َﺑ ﺬ
ُﺢ َوَﯾ
ْﻨ َﺴ
ْن أ  ﻰ ُﯾ
َﺴﱠﻤ ﻰ
. َﺎ ﻗ
َل :
ِا ْﺳُﻢ
ِﷲ ا َﻋَﻠ
ﻰ ُﻛ
ﱢﻞ ُﻣ
ْﺴِﻠ ٍﻢ
. َا
ْﺧ َﺮ
َﺟُﮫ ﱠﺪ ﻟ ا
ُر ا ُﻗ
ْﻄِﻨ ﻲ
61
64
Artinya: Diriwayatkan  dari  Abu  Hurairah,  bahwa  ada  orang  datang dan  bertanya  kepada  Nabi  saw.  “wahai  Rasulullah,”  kata
orang  itu,  “Bagaimana  menurut  Anda  tentang  seseorang yang  menyembelih  hewan,  tetapi  lupa  membaca  basmalah.”
63
Al-Imam  al-Harits  bin  Abu  Usamah, Bughyah  al-Bahits  an  Zawa’id  Musnad  al-Harits, h.478
64
Ahmad  bin  al-Husain  bin  Ali  al-Baihaqi, al-Sunan  al-Kubra, Juz.  IX,  India:  Mathba’ah Da’irah  al-Ma’arif  al-Nidzamiyyah  al-Ka’inah,  1344  H,  h.  402.  Lihat  juga Sunan  al-Daruquthni,
Juz.IV, h. 295
42
Nabi saw menjawab, “Nama Allah ada pada setiap muslim.” HR. Al-Daruquthni
Imam  Ibn  Muflih  al-Hanbali  memberikan  alasan  riwayat  ini. Beliau  berkata,  “Karena  membaca  basmalah  itu,  apabila  disyaratkan,
maka sembelihan yang dilakukan dengan keraguan ketika membacanya hukumnya  tidak  halal.  Sebab,  keraguan  dalam  syarat  merupakan
keraguan  dalam  perbuatan  yang  disyaratkan  itu.  Padahal  sembelihan yang  dilakukan  dengan  keraguan  dalam  membaca  basmalah  adalah
halal,  dengan  dalil  bahwa  sembelihan  Ahli  Kitab  itu  halal,  padahal kenyataannya mereka tidak membaca basmalah.
Dan  disyaratkan  hendaknya  bacaan  basmalah  itu  dimaksudkan untuk  pada  setiap  hewan  yang  disembelihnya.  Jika  ia  membacanya
untuk  seekor  kambing  lalu  menyembelih  lainnya  dengan  membaca basmalah itu, maka hewan yang kedua ini tidak boleh dimakan.
65
Sebab perbedaan pendapat ulama dalam membaca basmalah adalah Imam  Ibn Rusyd berkata, “Sebab perbedaan pendapat di kalangan mereka
dalam  hal  ini  adalah  karena  adanya  pertentangan  antara  makna  lahir  ayat al-Quran dengan Hadits”. Adapun ayat yang dimaksud firman Allah Swt:
 
 
 
 
 
 
 
 
....
 ﻷ ا
م ﺎ ﻌ ﻧ 6
: 121
65
Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 378.
43
Artinya: “Dan  janganlah  kamu  memakan  binatang  yang  tidak  disebut nama  Allah  ketika  disembelih,  karena  sesungguhnya  perbuatan
itu adalah kefasikan.” QS. Al-An’am [6] : 121
Adapun  hadits  yang  bertentangan  dengan  ayat  tersebut  adalah hadits  yang  diriwayatkan  oleh  Malik  dari  Hisyam  dari ayahnya,  bahwa
beliau berkata:
َﻋ ْﻦ
َﻋ ِﺋ ﺎ
َﺸَﺔ َر
ِﺿ َﻲ
ُﷲ ا َﻋْﻨ
َﮭ ﺎ
: ﱠن أ
َﻗْﻮ ًﻣ
ﺎ َﺳ
َﻞ ﺌ َر
ُﺳْﻮ َل
ِﷲ ا َﺻﱠﻠ
ِﷲ ا  ﻰ َﻋَﻠْﯿ
ِﮫ َو
َﺳﱠﻠ َﻢ
, َﻓِﻘ
ْﯿ َﻞ
َﻟُﮫ :
َﯾ َر  ﺎ
ُﺳْﻮ َل
ِﷲ ا ,
ِا ﱠن
ﱠﻨ ﻟ ا َس ﺎ
ِﻣ ْﻦ
ْھأ ِﻞ
َﺒ ﻟ ا ِد ﺎ
َﯾ ِﺔ
َﯾْﺄ ُﺗْﻮ
َﻧَﻨ ِﺑ  ﺎ
َﻠ ْﺤَﻤ
ِن ﺎ ,
َو َﻻَﻧ
ْﺪ ِر
ي َھ
ْﻞ َﺳﱡﻤ
َﷲ ا ا ﻮ َﻋَﻠْﯿ
ِﮫ َاْم
َﻻ .
َﻓ َﺎ ﻘ
َل َر
ُﺳْﻮ ُل
ِﷲ ا َﺻﱠﻠ
ِﷲ ا  ﻰ َﻋَﻠْﯿ
ِﮫ َو
َﺳﱠﻠ َﻢ
: َﺳﱡﻤ
َﷲ ا  ا ﻮ َﻋَﻠْﯿ
َﮭ ُﺛ  ﺎ
ﱠﻢ ُﻛُﻠ
ْﻮا .
ي ر ﺎ ﺨ ﺒ ﻟ ا  ه ا و ر
63
66
Artinya: Hadits  dari  Aisyah  r.a  : “Ada Kaum yang  bertanya  kepada Rasulullah  saw, “Wahai  Rasulullah,  para  penduduk  pedalaman
badwi  datang  kepada  kami  sambil  membawa  daging.  Kami tidak  mengetahui  apakah  mereka  menyebut  nama  Allah  atas
sembelihannya  atau  tidak.”  Maka  Rasulullah  saw  bersabda, “Sebutlah  nama  Allah  atas  daging  itu,  lalu  makanlah”.  HR.
Bukhari
Imam Malik berpendapat bahwa ayat di atas menasakh menghapus hukum  hadits  ini. Beliau  memahami  bahwa  hadits  ini  terjadi  pada  masa
permulaan  Islam.  Imam  Syafi’i  tidak  sependapat  dengan  ini.  Menurut beliau dari sisi redaksi, hadits tersebut terjadi di Madinah. Sedangkan ayat
al-Qur’an  tentang  membaca  basmalah  turun  di  Makkah.  Berdasarkan  hal ini,  Imam  Syafi’i  mengompromikan  dua  dalil  di  atas,  yaitu  dengan
66
Muhammad bin Yasin bin Abdullah, Nailul Maram fi Syarh Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Juz V, Makkah: Al-Maktabah al-Bukhariyyah, 1412 H1992 M, h. 134
44
memahami  perintah  dalam  membaca  basmalah  sebagai  sunnah.  Adapun ulama  yang  mengaitkan  kewajiban  membaca  basmalah  ketika  ingat  tidak
lupa, mereka merujuk pada sabda Nabi saw:
َﻋ ِﻦ
ْﺑ ا ِﻦ
َﻋﱠﺒ ٍس ﺎ
َر ِﺿ
َﻲ ُﷲ ا
َﻋْﻨ ُﮭ
َﻤ ﱠن أ  ﺎ
َر ُﺳْﻮ
َل ِﷲ ا
َﺻﱠﻠ ِﷲ ا  ﻰ
َﻋَﻠْﯿ ِﮫ
َو َﺳﱠﻠ
َﻢ َﺎ ﻗ
َل :
ِا ﱠن
َﷲ ا َﻋ
ﱠﺰ َو
َﺟ ﱠﻞ
ُﺗ َﺠ
ِو ﺎ ُز
ِﻟ َﻋ  ﻰ
ْﻦ ُأﱠﻣ
ِﺘ ْﻟ ا  ﻰ
َﺨ َﻄِﺄ
َو ﱢﻨ ﻟ ا
ْﺴَﯿ ِن ﺎ
َوَﻣ ْﺳ ا ﺎ
ُﺘْﻜ ِﺮ
ُھ ْﻮ
َﻋ  ا َﻠْﯿ
ِﮫ .
َرَو ُه ا
ْﺑ ا ُﻦ
َﻣ َﺟ ﺎ
ْﮫ َوْﻟا
َﺒْﯿ َﮭ
ِﻘ ﱡﻲ
َو َﻏْﯿ
ِﺮِھ َﻤﺎ
64
67
Artinya: Hadits  dari  Ibn  Abbas  r.a.  Rasulullah  saw  bersabda  : “Sesungguhnya Allah Swt mengampuni umatku dari sikap salah,
lupa,  dan  sesuatu  yang  dipaksakan  kepadanya.” HR.  Ibnu Majah, Baihaqy dan lainnya
Dalam  hal  membaca  basmalah  saat  menyembelih  ini  dapat disimpulkan sebagai berikut:
1 Membaca basmalah saat menyembelih merupakan suatu kewajiban yang mutlak. Apabila tidak membaca basmalah, baik karena sengaja maupun
lupa,  maka  sembelihannya  tidak  halal.  Ini  adalah  sebuah  riwayat  dari Imam Malik dan sebuah riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal.
2 Membaca  basmalah  tersebut  adalah  sunnah.  Apabila  tidak  membaca basmalah, baik karena sengaja maupun lupa, maka sembelihannya tetap
halal.  Ini  adalah  madzhab  Syafi’i  dan  semua  pengikutnya,  sebuah riwayat  dari  Imam  Malik  bin  Anas,  dan  sebuah  riwayat  dari  Imam
Ahmad bin Hanbal.
67
Al-Imam  Yahya  bin  Syarifuddin  al-Nawawi, Al-‘Arba’in  an-Nawawi, Surabaya:  Al- Hikmah, t.th, h.30
45
3 Membaca  basmalah  tersebut  merupakan  suatu  kewajiban  jika  dalam keadaan  ingat,  dan  menjadi  gugur  jika  dalam  keadaan  lupa.  Apabila
tidak  membaca  basmalah  dengan  sengaja,  maka  sembelihannya  tidak halal,  tetapi  apabila  tidak  membacanya  itu  karena  lupa,  maka
sembelihannya halal. Ini adalah pendapat dalam madzhab Abu Hanifah, madzhab Imam Malik bin Anas, dan sebuah riwayat dari Imam Ahmad.
46
BAB III STUDI KASUS DI INDONESIA DAGING HALAL DAN HARAM
A. Sejarah Kasus dan Fatwa Tentang Daging Halal dan Haram 1. Sejarah Terbentuknya LP POM MUI
Lembaga  Pengkajian  Pangan,  Obat-obatan,  dan  Kosmetik  Majelis Ulama  Indonesia  atau  lebih  dikenal  sebagai  LP  POM  MUI,  dibentuk  oleh
MUI supaya isu “lemak babi” yang terjadi tahun 1989 tidak terulang kembali. Pada  waktu  itu  banyak  makanan  tidak  laku  karena  diisukan  mengandung
lemak  babi.  Isu  itu  demikian  hebatnya  sehingga  jika  berlanjut  terus  diduga dapat  mengganggu  ekonomi  negara.  Untuk  mengantisipasi  keadaan  serupa
dikemudian hari, didirikanlah LP POM MUI.
1
Kini  LP  POM  MUI  yang  didirikan  6  Januari  1989  itu  telah  berumur belasan tahun. Dalam selang waktu itulah telah banyak yang dikerjakan. Pada
tahun  pertama  kelahirannya  sesuai  dengan  amanah  MUI,  lembaga  ini mencoba  membenahi  berbagai  masalah  dalam  makanan  sehubungan  dengan
kehalalannya  sehingga  dapat  menentramkan  ummat  Islam  Indonesia  yang mengkonsumsinya.  Karena  itu  pada  tahun-tahun  pertama,  LP  POM  MUI
berulang  kali mengadakan  seminar,  diskusi-diskusi  dengan  para  pakar, termasuk  pakar  ilmu  Syari’ah,  dan  kunjungan-kunjungan  yang  bersifat  studi
1
Aisjah  Girindra, Dari  Sertifikasi  Menuju  Labelisasi  Halal,  Jakarta:  Pustaka  Jurnal  Halal, 2008, h. 27.
perbandingan serta
muzarakah. Semua
dikerjakan dengan
tujuan mempersiapkan diri untuk dapat menentukan suatu makanan halal atau tidak,
sesuai  dengan  perkembangan  ilmu  pengetahuan  dan  kaidah  agama.  Pada permulaan  tahun  1994  dengan  restu  Menteri  Agama,  barulah  LP  POM  MUI
mengeluarkan sertifikat halal.
2
2. Isu Lemak Babi 1988
Didalam  buletin  canopy  Januari  1988,  yang  diterbitkan  oleh  Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang dimuat tulisan
Prof.  Dr.  Ir.  Tri  Susanto,  M.Sc  mengenai  beberapa  jenis  makanan  dan minuman  yang  mengandung  lemak  babi. Kehebohan  mulai  merebak  ketika
hasil  penelitian  itu  dibahas  oleh  kelompok  Cendekiawan  Muslim  Al  Falah, Surabaya.  Akibatnya  masyarakatpun  Panik.  Produsen  juga  tidak  kalah
paniknya. Masyarakat mulai ketakutan membeli produk-produk yang dicurigai menyebabkan tingkat penjualan turun drastis hingga 80.
3
Kaum  Muslimin  di  Republik  ini  tercengang.  Kesadaran  mengenai barang-barang  haram  bangkit  secara  sepontan,  bersama  dengan  kecurigaan.
Permen  Sugus,  Kecap  ABC,  Sabun  Camay,  pasta  gigi  Colgate,  menjadi barang yang dihindari karena dicurigai memakai gelatin dan shortening.
4
2
Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 27.
3
Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 28.
4
Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 28.
Omset penjualannya anjlok, PT. Sanmaru Food Manufacture, produsen Indomie,  mengaku  penjualan  produknya  turun  20-30  dari  omset  40 juta
bungkus  perbulannya.  Penjualan  Kecap  Bango  merosot  rata-rata  75. Penjualan  Kecap  ABC  melorot  hingga  20.  Produsen  Biskuit  Siong  Hoe
terpaksa  mengurangi  produksinya  menjadi  sepertiga  dari  produksi sebelumnya,  yang  5  ton  perhari.  Penjualan  es  krim  Campina,  yang  ikut
tersikut isu “lemak babi” turun hingga 40.
5
Untuk  mendongkrak  penjualan  susu  Dancow,  produsennya  PT. Food Specialties  Indonesia  FSI,  mengeluarkan  dana  iklan  Rp.  340  juta.  Bahkan
karena  paniknya,  Presiden  Direktur  FSI  Anthony  F.  Walker,  sempat mengatakan  tidak  akan  mengambil  susu  dari  Boyolali,  artinya  mata
pencaharian sekitar 71 ribu peternak sapi didaerah itu juga terancam. Anthony lega  ketika  Dirjen  POM  Depkes  menyatakan  bahwa  lesitin  yang  menjadi
bahan  susu  Dancow  yang  dicurigai  berasal  dari  lemak  babi,  sesungguhnya dari lemak nabati.
6
Inilah  tragedi  nasional  lemak  babi  yang  menggoncang  ketenangan bathin  umat,  mengharu-birukan  dunia  industri  pangan,  menggangu  stabilitas
ekonomi dan politik nasional itulah yang menjadi momentum didiriknnya LP POM MUI.
5
Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 28
6
Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 28