15
Yang dimaksud dengan yang baik-baik dalam ayat diatas adalah makanan yang disenangi oleh jiwa. Ayat ini serupa dengan firman Allah
dalam QS. Al-A’raf ayat 157:
...
...
ف ا ﺮ ﻋ ﻷ ا ٧
: ١ ٥ ٧
Artinya : “…dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk….” QS. Al- A’raaf [7] : 157
Pada dasarnya semua makanan dan minuman yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti sayur-sayuran, dan buah-buahan serta hewan
adalah halal kecuali yang beracun dan membahayakan manusia.
7
Ini sesuai dengan prinsip dasar bahwa asal segala sesuatu adalah mubah, dan tidak ada
yang haram kecuali apa yang disebutkan oleh nash shahih dan tegas dari pembuat syari’at yang mengharamkannya. Bila tidak terdapat dalam nash
yang shahih, atau tidak jelas penunjukkannya kepada yang haram, maka tetaplah sesuatu itu pada hukum asalnya, yaitu mubah.
8
Makanan yang halal baik hewani maupun nabati menurut pandangan Islam sangat banyak, sedangkan yang haram sedikit.
9
Ketika ada yang
7
Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal, Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal, Jakarta: Departemen Agama RI, 2003, h. 7.
8
Anton Apriyanto, Panduan Belanja Haram dan Syubhat, Jakarta: Khairul Bayan, 2003, Cet.II, h. 14.
9
Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI, Makanan Indonesia Dalam Pandangan Islam Jakarta: Departemen Agama RI, 1995, h. 44
16
bertanya, apa saja barang yang halal, Rasulullah saw menjawab dengan menyampaikan ayat al-Qur’an
10
:
ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا
٥ :
٤
Artinya : “Mereka menanyakan kepadamu: Apakah yang dihalalkan bagi mereka?. Katakanlah: Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan
buruan yang ditangkap oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa
yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas
binatang buas itu waktu melepaskannya. dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya. QS. Al-
Maaidah [5] : 4
Dari ayat diatas dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa makanan yang dihalalkan oleh Islam ialah semua jenis makanan dan minuman yang baik
untuk dikonsumsi oleh tubuh manusia. Baik dalam pengertian Islam adalah sesuatu yang tidak menimbulkan bahaya kemudharatan bagi tubuh sesorang
apabila mengkonsumsi makanan tersebut. Yang dimaksud dengan yang baik-baik dalam ayat diatas adalah
makanan yang disenangi oleh jiwa. Ayat ini serupa dengan firman Allah swt.,
10
Anton Apriyantono, Panduan Belanja dan Konsumsi Halal, Jakarta: Khairul Bayan, 2003, Cet. II, h. 19.
17
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” QS. Al-A’raaf : 157
11
Itu sebabnya maka bagi orang muslim, memakan makanan yang halal lagi baik adalah suatu kewajiban seperti yang ditegaskan di dalam surat al-
Maidah ayat 88:
ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا ٥
: 88
Artinya : “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang
kamu beriman kepada-Nya”. QS. Al-Maaidah [5] : 88
Binatang yang hidupnya di dalam air, semuanya halal baik yang berupa ikan atau bukan, mati dengan ada sebab atau mati sendiri.
12
Sesuai dengan firman Allah:
….
ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا
٥ :
96
Artinya : “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan yang
berasal dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan….” QS. al-Maidah [5] :
96
Sesuai dengan kaidah ushul fiqih, hukum yang pokok dari segala sesuatu adalah boleh, sehingga terdapat dalil yang mengharamkan. Dengan
demikian semua makanan dan minuman yang tidak ada ketegasan dalil
11
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 5, Penerjemah Abdurrahim dan Masrukhin, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009, Cet. I, h. 330.
12
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Jakarta: Penerbit Attahiriyah, 1954., Cet. XVII, h. 439.
18
tentang keharamannya, maka harus dikembalikan kepada hukum asalnya yaitu bolehhalal.
13
Adapun makanan haram yang diharamkan dalam Islam secara umum tertera dalam surat al-Baqarah ayat 173:
ة ﺮ ﻘ ﺒ ﻟ ا 2
: 173
Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang ketika disembelih disebut
nama selain Allah, tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa memakannya sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak pula
melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS. Al-Baqarah
[2] : 173
Jadi, makanan yang diharamkan dalam Islam pada dasarnya adalah makanan yang merusak sistem homeostatis tubuh sehingga dapat mengganggu
kesehatan, biasanya makanan ini mengandung bahan-bahan berbahaya atau bahan-bahan beracun yang bercampur dengan bahan-bahan yang bermanfaat
bagi tubuh.
14
Makanan itu haram atau tidak boleh dimakan karena ia khabits, yaitu makanan yang tidak baik, buruk, busuk dan tidak enak rasanya, juga
13
Akyunul Jannah, Gelatin: Tinjauan Kehalalan dan Alternatif Produksinya, Malang: UIN Malang Press, 2008, Cet. I, h. 204
14
Moh. Yanis Musdja, Biologi Dalam Persepektif Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004, Cet. I, h. 249
19
diharamkan jika makanan itu berbahaya bagi tubuh merusakkan.
15
Dengan demikian makanan minuman yang berbahaya untuk jiwa adalah haram.
2. Tabel Jenis-jenis Makanan Halal dan Haram Tabel. 1 Daftar Makanan Halal
16
Jenis Dalil
Minuman semua minuman yang bermanfaat bagi manusia;
seperti air, susu, madu, air kelapa dan sebagainya, kecuali khamr arakalkohol, dan segala sesuatu
yang memabukkan. QS. 7:3
QS. 5:4 QS. 7:157
Tumbuhan semua tumbuhan yang bermanfaat bagi manusia; seperti sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-
kacangan, kecuali tumbuhan berbahaya; seperti yang beracun dan membuat sakit kepada manusia.
QS. 7:31 QS. 5:4
QS. 7:157
Binatang yang termasuk dalam pengertian
bahiimatul an’aam; yaitu jenis binatang apapun selain
binatang yang masuk dalam kategori haram; unta, sapi, kerbau, kambing liar atau dipelihara. Ayam
dan ikan QS. 5:10
QS. 22:30
Kategori dispensasi
menurut sunnah
Keledai, keledai hutan, biawak, kelinci, burung- burung.
HR. Bukhari, Muslim,
Nasaie dan
Turmidi
Tabel. 2 Daftar Makanan Haram
17
Jenis Dalil
Hujjah 1. Bangkai,
matinya tidak
disembelih, tercekik,
terpukul, terjatuh, baku hantam, disergap
binatang lain. 2. Darah kecuali limpa dan hati
QS. 2:173
QS. 5:3 Membahayakan.
Merusak jiwa,
moral dan
15
Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia, Makanan Indonesia Dalam Pandangan Islam, h, 28
16
Hasbi Indra, et. al, Halal dan Haram Dalam Makanan, Jakarta: Penamadani, 2004, Cet.I. h.40-42
17
Hasbi Indra, et. al, Halal dan Haram Dalam Makanan, h. 40-42
20
3. Babi 4. Anjing
5. Kucing 6. Tikus, dll.
An’am: 145 AnNahl:115
HR. Bhukari Muslim
7. Segala binatang yang disembelih tanpa menyebut nama Allah.
QS. 5:3 Merusak Aqidah
8. Segala bentuk binatang yang mati tanpa proses penyembelihan yang
benar menurut syariah QS. 5:3
Merusak Syariah;
ketaatan dan
kesehatan. 9. Segala jenis burung yang berkuku
tajam a. Elang
b. Nazar, dll. HR. Bukhari
Muslim Buas
mempengaruhi jiwa
10. Segala yang bertaring dan berkuku dari binatang buas
a. Harimau b. Singa
c. Ular d. Buaya, dll.
HR. Bukhari Muslim
Buas mempengaruhi
jiwa
11. Serangga bumi yang berbahaya a. Kalajengking
b. Kelabang, dll. Membahayakan
12. Sesuatu yang membahayakan jasmani dan rohani:
a. Racun b. Opium
c. Ganja d. Kokain
e. Bir, dll. QS. 2:219
QS. 4:43 QS. 5:90
Merusak akal, ibu kejelekan.
13. Minuman yang memabukkan a. Khamr
b. Alkohol c. Bir, dll.
QS. 2:219 QS. 4:43
QS. 5:90 Merusak akal,
ibu kejelekan.
14. Semua binatang yang disembelih untuk selain Allah
QS. 2:173 Syirik
dan merusak aqidah
15. Hewan yang hidup di dua alam Syafi’i
Membahayakan kesehatan
16. Segala sesuatu yang diperoleh dengan cara yang tidak halal
Merampas hak
orang dan
merusak akhlak
21
B.
Daging 1. Definisi Daging Halal dan Haram
Hewan atau binatang yang sering disebut dengan hewani ada dua macam, yaitu hewan yang hidup di darat dan hewan yang hidup dilaut. Hewan
yang hidup di darat hukumnya adalah mubah, kecuali beberapa jenis yang memang telah diharamkan dalam syari’at.
18
Dalam beberapa ayat al-Qur’an memang disebutkan apa-apa yang tidak boleh dimakan oleh seorang mukmin. Yang diharamkan itu ialah daging
babi, darah yang memancar, dan bangkai yaitu daging binatang yang mati bukan melalui penyembelihan menurut cara hukum syara’.
19
Telah dijelaskan daging yang diharamkan dalam Islam secara umum tertera dalam surat Al-Maidah ayat 3:
...
ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا ٥
: 3
Artinya : “Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi,
daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala…” QS. Al-
Maidah[5]: 3
18
Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, Penerjemah: Abdul Hayyie Al-Kattani dkk, Jakarta: Gema Insani Press, 2005, Cet. I, h. 879.
19
Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia, Makanan Indonesia Dalam Pandangan Islam, h. 28.
22
Surat al-Baqarah ayat 173:
ة ﺮ ﻘ ﺒ ﻟ ا 2
: 173
Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,
darah, daging babi, dan binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah, tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa
memakannya sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui
batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
QS. Al-Baqarah[2]:173
….
ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا
٥ :
96
Artinya: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan yang
berasal dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu…” QS. Al-Maidah[5] : 96
...
... ف ا ﺮ ﻋ ﻷ ا
٧ :
١ ٥ ٧
Artinya : “…dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk….” QS. Al-A’raaf
[7] : 157
Dengan melihat ayat-ayat di atas yang menjelaskan halal dan haramnya daging, maka dapat diambil kesimpulan bahwa daging binatang ada
dua 2, yaitu daging binatang laut dan daging binatang darat. Daging binatang yang diharamkan telah dijelaskan dalam Al-Qur’an
surah Al-Maidah ayat 3, yaitu bangkai, darah, daging babi, daging binatang yang disembelih selain atas nama Allah. Dan Allah telah mengharamkan
23
daging binatang yang buruk, yang menjijikan dan yang buas sesuai dengan surah Al-A’raaf ayat 157.
Daging binatang darat yang dihalalkan adalah setiap yang dianggap enak oleh orang Arab maka halal, kecuali perkara yang datang dari syara’
dengan hukum haramnya. Setiap hewan yang dianggap jijik oleh orang Arab, maka haram, kecuali perkara yang datang dari syara’ hukum yang
menghalalkannya.
20
Semua daging binatang laut adalah halal, dan tidak haram dari laut kecuali yang beracun yang membahayakan, baik berupa ikan atau lainnya,
baik hasil buruan atau bangkai yang ditemukan. Sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Maidah ayat 96 diatas. Dan hadits Nabi yang berbunyi: Dari
Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah bersabda: “laut suci airnya dan halal bangkainya.” HR. Abu Daud
21
. Jadi daging yang halal adalah daging yang selain dari bangkai, darah,
daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah serta disembelih secara syariah. Sedangkan yang haram adalah daging yang berasal
dari bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih bukan atas nama Allah, dan juga daging yang berbahaya bagi jiwa manusia.
20
Moch. Anwar, Fiqih Islam,Bandung : PT. Alma’arif, 1973, Cet. I, h. 253.
21
Thobieb Al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram, h. 135.
24
2. Pandangan Para Imam Madzhab
Para ulama sepakat bahwa binatang yang tidak halal kecuali dengan disembelih adalah hewan darat yang berdarah mengalir yang tidak
diharamkan, tidak tertembus senjata orang yang berkelahi, tidak hampir mati karena dipukul, ditanduk, jatuh, diterkam binatang buas dan sakit. Sedangkan
hewan laut tidak perlu disembelih.
22
Binatang laut yaitu semua binatang yang hidup di air. Binatang ini semua halal walaupun didapatkannya dalam keadaan bagaimanapun, apakah
waktu didapatkannya masih dalam keadaan hidup maupun sudah bangkai. Binatang-binatang tersebut berupa ikan ataupun yang lainnya. Seperti anjing
laut, babi laut, dan sebagainya.
23
Para ulama telah mengelompokkan hewan darat yang haram menjadi enam macam, yaitu sebagai berikut:
a. Hewan yang telah jelas diharamkan dalam nash. b. Hewan yang telah jelas sifat-sifatnya yang diharamkan.
c. Hewan yang memakan makanan kotor dan menjijikkan. d. Hewan yang beracun dan berbahaya.
e. Hewan yang berasal dari hewan halal, tetapi dilarang untuk memakannya.
22
Ibnu Rusyd, Bidayatu’l Mujtahid., Penerjemah: M.A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah. Semarang: CV Asy Syifa’, 1990, Cet. I, h. 325.
23
Yusuf Qaradhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, h.57
25
f. Hewan yang dilarang untuk dibunuh dan yang disuruh untuk membunuh. Selain dari hewan dan burung yang disebutkan di atas maka hukumnya halal.
24
Para ulama berbeda pendapat tentang hewan yang tidak berdarah yang boleh dimakan, seperti belalang dan sebagainya. Apakah wajib disembelih
atau tidak? Imam Malik berpendapat bahwa belalang itu tidak boleh dimakan tanpa disembelih. Dan penyembelihannya menurut pendapatnya adalah
dengan cara melakukan sesuatu yang mempercepat kematiannya, seperti diputuskan lehernya, sayapnya, kakinya disertai niat dan menyebut nama
Allah. Kebanyakkan fuqaha berpendapat bahwa bangkai belalang itu boleh dimakan tanpa disembelih terlebih dahulu.
25
Maka dalam hal mengenai daging halal dan haram tidak ada perbedaan pendapat dikalangan para Imam, hanya
saja ada perbedaan dalam hal hewan laut.
C.
Tata Cara Penyembelihan Menurut Para Imam Madzhab
Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi dalam kitabnya al-Mughni berkata, “Tidak ada perbedaan di antara para ulama bahwa hewan buruan dan binatang
ternak tidak halal kecuali setelah disembelih. Menyembelih ini memerlukan lima komponen; yaitu orang yang menyembelih, alat menyembelih, tempat untuk
yang disembelih, praktik menyembelih, dan dzikir menyebut nama
24
Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, h. 879.
25
Thobieb Al-Asyhar. Bahaya Makanan Haram, h. 207-208.
26
Allah.”
26
Perlu diketahui bahwa masing-masing syarat yang lima ini ada perbedaan pendapat di kalangan ulama madzhab empat.
Untuk membuka tulisan tata cara penyembelihan ini, penulis awali dengan tata cara penyembelihan menurut Imam Syafi’i karena yang paling umum
dipraktekkan di Indonesia.
1. Tata Cara Penyembelihan Menurut Imam Syafi’i a. Orang yang memotong
1 Beragama Menurut Madzhab ini, yang menyembelih itu orang Islam atau
Ahli Kitab, bukan orang yang beragama Majusi, bukan penyembah berhala dan bukan pula orang yang murtad. Maka sembelihan orang
yang beragama Yahudi dan Nasrani halal dimakan sebagaimana sembelihan orang Islam.
27
Yang dimaksud dengan Ahli Kitab adalah Yahudi dan Nashrani dari kalangan Bani Israil saja. Berdasarkan
pendapat ini, Yahudi dan Nashrani dari kalangan bangsa Arab dan Indonesia bukan termasuk Ahli Kitab.
28
2 Berakal Dari
kalangan Syafi’iyyah,
Imam al-Nawawi
berkata, “Utamanya, penyembelih adalah seseorang yang berakal. Adapun anak
26
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika Menurut Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2009, Cet. I, h. 274-275.
27
Syekh Abdurrahman Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, Jakarta: Darul Ulum Press, 1996, Cet.I, h. 377.
28
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 286.
27
kecil yang mumayyiz dapat membedakan benar dan salah, maka menurut madzhab Syafi’i, sembelihannya halal.” Imam al-Nawawi,
setelah mengemukakan berbagai pendapat dan riwayat dari murid-murid al-Syafi’i, berkata, “Kami sebutkan bahwa pendapat yang shahih dalam
pandangan madzhab kami, bahwa sembelihan anak kecil, orang gila dan orang mabuk, adalah halal.”
29
Menurut Imam Syafi’i, orang yang syah dalam memotong adalah orang yang beragama Islam dan orang Ahli Kitab yaitu Yahudi dan
Nasrani dari kalangan Bani Israil saja, Yahudi dan Nashrani yang berasal dari luar Bani Israil dianggap tidak sah haram.
b. Alat Menyembelih
Para ulama sepakat bahwa menyembelih boleh dan sah dilakukan dengan semua alat yang tajam, baik berasal dari besi, batu yang keras, kulit
bambu, timah, tembaga, emas, perak, atau bahan lainnya. Kriteria alat dalam hal ini adalah setiap benda yang dapat menumpahkan darah dan
memutuskan urat leher, sekiranya dapat memotong atau membelah dengan bagian tajamnya bukan dengan beratnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi
Saw:
29
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 293
28
َﺣِﺪ ْﯾ
ُﺚ َر
ِﻓ ا ِﻊ
ْﺑ ِﻦ
َﺧِﺪ ْﯾ
ﺞ ,
َﺎ ﻗ َل
: ُﻗْﻠ
ُﺖ :
َﯾ َر ﺎ
ُﺳْﻮ َل
ِﷲ ا َا
َﺎ ﻧ ِﻟ
َﻮ ﻗ ﺎ ﱠﺪ ﻌ ﻟ ا
َﻏًﺪ ا
, َوَﻟْﯿ
َﺴ ْﺖ
َﻣَﻌ َﺎ ﻨ
ى ﺪ ﻣ .
َﻓَﻘ َل ﺎ
: َا
ْﻋ ِﺠ
ْﻞ ْو أ
ِر أ ْن
َﻣ ْﻧ أ ﺎ
َﮭ َﺮ
ﱠﺪ ﻟ ا َم
َو َﻛ ذ
َﺮ ْﺳ ا
َﻢ ِﷲ ا
َﻋَﻠ ْﯿ
ِﮫ َﻓُﻜ
ُﻠْﻮ ُه
, َﻣَﻟﺎ
ْﻢ َﯾ
ُﻜ ْﻦ
ِﺳﻨ َا ﺎ
ْو ُﻇْﻔ
ًﺮا ...
َا ْﺧ
َﺮ َﺟُﮫ
ْﻟ اُﺒ َﺎ ﺨ
ِر ّي
31
30
Artinya: Rafi’ bin Khadij r.a berkata : ya Rasulullah, kami akan berhadapan dengan musuh esok hari pagi dan kami tidak
mempunyai pisau. Maka Nabi saw bersabda: Segeralah, “Sembelihlah dengan apa saja yang dapat menumpahkan darah
dan disebutkan nama Allah atasnya, maka makanlah sembelihannya, selagi tidak menggunakan gigi atau kuku...”
HR. Bukhari
Menurut Syafi’iyyah, pemotongan hewan itu dilakukan dengan alat yang tajam, sekalipun berupa bambu, kayu, emas atau perak, kecuali gigi,
kuku, dan tulang. Apabila hewan tersebut dibunuh dengan alat yang tidak tajam, misalnya dipukul dengan senapan, atau anak panah yang tidak
bermata atau tidak tajam, atau dicekik dengan jerat lalu mati, maka dalam hal ini haram dimakan.
31
Jadi menurut Imam Syafi’i, alat yang digunakan haruslah tajam, tidak boleh menggunakan alat yang tumpul.
c. Bagian yang Disembelih
Syafi’iyyah juga berpendapat, menyembelih hewan yang sesuai dengan syari’at adalah dengan memotong kerongkongan dan pembuluh
nafasnya semuanya. Bila masih ada yang belum terpotong dari keduanya itu berarti hewan yang disembelih tersebut tidak halal. Dan disyaratkan
30
Muhammad bin Isma’il al-Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari: Bab Ma anhara al-Dam min al-Qoshb wa al-Mirwah wa al-Hadid, Bairut: Dar al-Kutub, 1376H, Juz.VI, h.225
31
Syekh Abdurrahman Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 376.
29
hendaklah pada hewan itu ada kehidupan yang tetap sebelum disembelih, bila ada sebab yang dapat membinasakan.
32
Imam Syafi’i berkata, “Sembelihan itu ada dua; 1 Menyembelih hewan yang dapat dikuasai, yaitu hewan liar atau jinak,
baik dengan dzibh
menyembelih maupun nahr
memutuskan tenggorokan di leher bagian bawah.
2 Menyembelih hewan yang tidak dapat dikuasai, maka caranya sama seperti menyembelih hewan buruan, baik yang jinak maupun liar.
33
Yaitu dengan cara jahr melukai hewan liar itu dengan benda yang tajam oleh seorang muslim atau mengutus hewan pemburu yang sudah
terlatih.
34
Dalam hal ini Imam Syafi’i berpendapat yaitu bagian yang disembelih adalah dengan memotong kerongkongan dan pembuluh
nafasnya semuanya. Bila masih ada yang belum terpotong dari keduanya itu berarti hewan yang disembelih tersebut tidak halal.
d. Teknis Menyembelih
Imam Syafi’i berkata, “Sembelihan yang sempurna adalah dengan memutuskan empat urat; tenggorokkan, kerongkongan, dan dua urat leher.
Standar yang paling minimal adalah dengan memutuskan tenggorokan dan
32
Syekh Abdurrahman Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h, 375.
33
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 304.
34
Syekh Abdurrahman Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 374.
30
kerongkongan.”
35
Jadi menurut Imam Syafi’i selain dari tenggorokan dan kerongkongan maka hewan tersebut tidak halal.
e. Membaca Basmalah Saat Menyembelih
Menurut madzhab Syafi’i tidak disyaratkan membaca tasmiyah, melainkan disunnahkan saja. Imam al-Nawawi berkata, “Dianjurkan
menyebut nama Allah ketika menyembelih dan ketika melepaskan anjing pemburu atau panah yang diarahkan pada hewan buruan. Seandainya tidak
membaca basmalah karena sengaja atau lupa, maka sembelihan atau buruannya tetap halal.”
36
Dengan demikian membaca basmalah dalam Madzhab Syafi’i adalah hukumnya disunnahkan.
2. Pandangan Imam Madzhab Tentang Tata Cara Penyembelihan a. Orang yang Memotong
Para ulama sepakat bahwa orang yang boleh menyembelih itu ada lima, yaitu; Islam, laki-laki, baligh, berakal sehat, tidak menyia-nyiakan
shalat. Para ulama juga sepakat bahwa orang yang tidak boleh menyembelih atau sembelihannya tidak halal dimakan adalah orang-orang
musyrik penyembah berhala, berdasar firman Allah Swt
37
:
….
…
ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا ٥
: 3
35
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 309.
36
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 318.
37
Ibnu Rusyd, Bidayatu’l Mujtahid, Penerjemah: M.A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah. Semarang: CV Asy Syifa’, 1990, Cet. I, h. 314.
31
Artinya: “ diharamkan bagimu hewan yang disembelih untuk
berhala” QS. al-Maidah[5] : 3 1 Agama
Mayoritas ulama fiqih dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, Hanabilah, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Ahli Kitab
adalah Yahudi dan Nashrani dari bangsa mana pun, tanpa membedakan antara kelompok yang satu dengan yang lain, antara bangsa yang satu
dengan bangsa yang lain. Berdasarkan pendapat ini, orang Yahudi dan Nashrani di Indonesia termasuk Ahli Kitab.
38
Alasannya sesuai dengan keumuman makna firman Allah, yaitu:
…
ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا ٥
: 5
Artinya: “Makanan sembelihan orang-orang yang diberi Al-Kitab itu
halal bagimu.” QS. Al-Maidah[5] : 5
Kriteria Ahli Kitab menurut ulama Hanafiyyah adalah agama, yaitu kalangan Yahudi dan kalangan Nashrani tanpa membedakan Arab
dan non-Arab.
39
Dengan demikian sembelihan Ahlil Kitab menurut ulama Hanafiyyah adalah boleh dimakan.
Sedangkan Madzhab Maliki mengemukakan bahwa hukum sembelihan Ahli Kitab adalah makruh tanpa mengharamkannya. Begitu
38
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 286.
39
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 278.
32
juga dengan kemakruhan membeli daging dari tukang-tukang daging Ahli Kitab tanpa mengharamkannya.
40
Imam Syafi’i mengatakan bahwa kaum Nasrani Arab bukan termasuk kaum Ahli Kitab, maka sembelihan mereka tidak halal.
Dengan demikian apabila yang menyembelih itu orang Yahudi dan Nashrani dari kalangan non-Arab maka sembelihannya halal.
41
Ulama Hanabilah mengemukakan bahwa seseorang dikatakan Ahli Kitab atau bukan Ahli Kitab itu tergantung dirinya bukan
nasabnya. Dengan demikian setiap orang yang memeluk agama adalah termasuk bagian dari Ahli Kitab. Seperti halnya orang pada masa
sekarang ini, maka sembelihannya boleh dimakan.
42
2 Berakal Mengenai syarat akal bagi penyembelih, Imam Ibn Abidin dari
kalangan Hanafiyyah, mengutip dari al-Jauharah, berkata, “Sembelihan anak kecil yang belum berakal, orang gila, dan orang mabuk yang tidak
berakal, tidak halal dimakan. Beliau beralasan bahwa orang gila yang hilang akalnya tidak memiliki qashd motivasi sama sekali.
43
Dari kalangan madzhab Hanbali, Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi berkata, “akal penyembelih, maksudnya adalah bahwa seorang
40
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 278
41
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 280
42
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 281- 282
43
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 286
33
penyembelih harus berakal sehingga ia mengetahui sadar saat menyembelih. Jika tidak berakal, seperti anak kecil yang belum
mumayyiz, orang gila, dan orang mabuk maka sembelihannya tidak halal.”
44
Imam al-Baji w.494 H dari kalangan Malikiyyah menuturkan, “Sembelihan orang mabuk dan orang gila, pada saat akalnya hilang,
hukumnya tidak halal. Hal ini diriwayatkan oleh Ibn Wahb dari Malik dalam al-Mabsuth.”
45
Sembelihan orang gila dan orang mabuk menurut Malik tidak boleh dimakan.
46
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa menurut kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah
bahwa sembelihan Ahli Kitab adalah boleh. Kalangan semua ini tidak membedakan antara kelompok satu dengan kelompok yang lain, antara
bangsa satu dengan bangsa yang lain.
b. Alat Menyembelih
Para ulama sepakat bahwa menyembelih boleh dan sah dilakukan dengan semua alat yang tajam, baik berasal dari besi, batu yang keras, kulit
bambu, timah, tembaga, emas, perak, atau bahan lainnya. Kriteria alat dalam hal ini adalah setiap benda yang dapat menumpahkan darah dan
memutuskan urat leher, sekiranya dapat memotong atau membelah dengan
44
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 286
45
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 286
46
Ibnu Rusyd, Bidayatu’l Mujtahid, h. 322.
34
bagian tajamnya bukan dengan beratnya.
47
Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw :
ﺞْﯾِﺪَﺧ ِﻦْﺑ ِﻊِﻓاَر ُﺚْﯾِﺪَﺣ ,
َل َﺎ ﻗ :
ُﺖ ْﻠ ُﻗ :
ِﷲا َلْﻮُﺳَرﺎَﯾ ا ًﺪ َﻏ ﱠﺪ ﻌ ﻟ ا َﻮ ﻗ ﺎ ِﻟ َﺎ ﻧ َا
, ْﺖَﺴْﯿَﻟَو
ى ﺪ ﻣ َﺎ ﻨ َﻌ َﻣ .
َل ﺎ َﻘ َﻓ :
ْﻞ ِﺠ ْﻋ َا ْو أ
ْن ِر أ ِﮫْﯿَﻠَﻋ ِﷲا َﻢْﺳا َﺮَﻛذَو َمﱠﺪﻟا َﺮَﮭْﻧأﺎَﻣ
ُه ْﻮ ُﻠ ُﻜ َﻓ ,
اًﺮْﻔُﻇ ْوَا ﺎﻨِﺳ ْﻦُﻜَﯾ ْﻢَﻟﺎَﻣ ...
ّيِرَﺎﺨُﺒْﻟا ُﮫَﺟَﺮْﺧَا
45
48
Artinya: Rafi’ bin Khadij r.a berkata : ya Rasulullah, kami akan berhadapan dengan musuh esok hari pagi dan kami tidak
mempunyai pisau. Maka Nabi saw bersabda: Segeralah, “Sembelihlah dengan apa saja yang dapat menumpahkan darah
dan disebutkan nama Allah atasnya, maka
makanlah sembelihannya, selagi tidak menggunakan gigi atau kuku...”
HR. Bukhari
c. Bagian yang Disembelih
Pendapat ulama berbeda-beda mengenai anggota dari hewan yang disembelih, sebagai berikut:
1 Menurut Madzhab Hanafi Mereka berpendapat bahwa pemotongan hewan yang sesuai
dengan syari’at itu terbagi menjadi dua bagian. Yaitu: Pertama, pemotongan darurat. Ini dilakukan dengan cara
melukai bagian mana saja dari badan hewan itu. Ini dilakukan untuk hewan yang tidak jinak. Jika kambing, sapi atau unta menjadi liar dan
sulit untuk disembelih, lalu dipanah dan kena pada bagian mana saja
47
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h.294.
48
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, h.225
35
dari badannya dan mengeluarkan darah serta mematikan, maka halal dimakan.
49
Kedua, pemotongan yang tidak darurat, dilakukan dengan menyembelih antara ujung kerongkongan dan ujung dada, yaitu dengan
cara memotong dua urat leher, yaitu dua urat besar yang terdapat dikedua sisi depan batang leher dan memotong pembuluh nafas serta
kerongkongannya.
50
2 Menurut Madzhab Maliki Mereka berpendapat, pemotongan hewan yang sesuai dengan
syari’at sebab yang dapat menjadikan hewan darat halal dimakan ikhtiyar bukan karena terpaksa. Pemotongan ini antara lain yaitu:
a Dzabh. Cara ini dilakukan dengan memotong kerongkongan dan dua urat leher yang terdapat dibagian depan dengan alat tajam dengan
niat, dan diisyaratkan memotong pembuluh jalan nafas. b Nahr. Cara ini digunakan untuk memotong unta, gajah, dan jerapah.
Dan makruh digunakan untuk memotong sapi dan kerbau. Cara ini dilakukan dengan menusuk leher pada bagian bawah kalung oleh
seorang yang mumayyiz muslim atau Ahi Kitab tanpa mengangkat lama sebelum sempurna, dengan niat.
49
Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 373
50
Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 373
36
c Aqr. Cara ini digunakan untuk memotong hewan liar yang tidak bisa dikuasai kecuali dengan sulit, baik itu hewan berupa burung atau
lainnya. Dilakukan dengan cara melukai hewan liar itu dengan benda tajam oleh seorang mumayyiz muslim, atau dengan mengutus hewan
pemburu yang sudah terlatih dengan niat dan membaca tasmiyah.
51
3 Menurut Madzhab Hanbali Mereka berpendapat bahwa pemotongan hewan secara syara’
adalah penyembelihan hewan yang dapat dikuasai, yang boleh dimakan. Pemotongan yang sesuai dengan syari’at dapat dilakukan dengan cara
memotong pembuluh nafas dan kerongkongan. Pemotongan dengan cara nahr dilakukan pada legokan leher yang terdapat di antara pangkal leher
dan dada. Dan tidak disyaratkan memotong dua urat leher, akan tetapi memotongnya lebih utama.
52
Imam Ahmad berkata,”Menyembelih itu pada bagian atas dan dekat dada. Beliau berhujjah dengan hadits Umar yang diriwayatkan
oleh Sa’id dan al-Arsram dengan sanad yang sampai kepada keduanya dari al-Farafishah yang berkata, “Ketika kami berada bersama Umar,
Umar berseru bahwa menyembelih pada bagian pada bagian dekat dada atau leher bagian atas adalah untuk hewan yang dapat dikuasai.”
53
51
Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 373
52
Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 373
53
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 305.
37
Setelah melihat dari pendapat para ulama, ada kesepakatan dalam
memotong hewan
yang tidak
dapat dikuasai
maka penyembelihannya adalah dengan cara melukai bagian tubuh yang dapat
memancarkan darah sampai menyebabkan hewan tersebut mati.
d. Teknis Menyembelih
1 Madzhab Hanafi Mufti al-Diyar al-Mishriyah Negeri Mesir, Syeikh ‘Abd al-
Qadir al Rafi’ w. 1323 H, berkata, “Bahwa menurut Imam Abu Hanifah, tiga urat yang mana saja dari empat urat, jika tiga urat itu
terputus, maka sembelihannya halal.” Maksudnya, tiga urat tersebut wajib dipotong, tanpa ditentukan urat yang mana. Artinya boleh
memotong tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu urat leher, atau boleh juga memotong tenggorokkan dan dua urat leher.
54
2 Madzhab Maliki Menurut Imam Malik adalah dengan memotong kerongkongan
dan dua urat leher yang terdapat dibagian depan dengan alat tajam dengan niat, dan diisyaratkan memotong pembuluh jalan nafas.
55
Ada pernyataan dari Imam Ibn al-Qasim berkata, “Beliau Imam Malik tidak memakannya kecuali dengan memutuskan keduanya
54
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 307
55
Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 373.
38
tenggorokan dan urat-urat leher secara bersamaan. Beliau tidak memakannya jika tenggorokannya saja yang terputus, sedangkan urat-
urat lehernya tidak, dan beliau pun tidak memakannya jika urat-urat lehernya saja yang terputus, sedangkan tenggorokannya tidak. Beliau
tidak memakannya sehingga terputus semuanya, yaitu tenggorokan dan urat leher secara bersamaan.
56
3 Madzhab Hanbali Imam Ibn Qudamah berkata, “Adapun praktek menyembelih
hewan, maka hal itu dinilai sah dengan memotong tenggorokan dan kerongkongan. Ada riwayat lain dari Imam Ahmad bahwa dalam
penyembelihan, selain memotong dua urat itu ditambahkan dengan memotong dua urat leher. Hal ini berdasarkan riwayat Abu Hurairah ra,
beliau berkata:
57
َﻋ ْﻦ
َاِﺑ ُھ ﻰ
َﺮْﯾ َﺮَة
َر ِﺿ
َﻲ ُﷲ ا
َﻋْﻨ ُﮫ
َﺎ ﻗ َل
: َﻧَﮭ
َر ﻰ ُﺳْﻮ
ُل ِﷲ ا
َﻋ ْﻦ
َﺷ ِﺮْﯾ
َﻄِﺔ ﱠﺸ ﻟ ا
ْﯿ َﻄ
َن ﺎ .
َوِھ َﻲ
ﱠﻟ ا ِﺘ
َﺗ ﻰ ْﺬَﺑ
ُﺢ َﻓَﺘ
َﻘ ﱠﻄَﻊ
ْﻟ ا َﺠْﻠ
َﺪ َو
َﻻ َﺗْﻔ
َﺮ ْو ﻷ ا ى
َد ُﺛ ج ا
ﱠﻢ َﺗْﺘ
َك ﺮ َﺣﱠﺘ
ﻰ َﺗُﻤ
ْﻮ ُت
. َرَو
ُه ا َاُﺑ
ْﻮ َد ا
ُو ا ْوَد
55
58
Artinya : Hadits dari Abi Hurairah r.a berkata : “Rasulullah Saw melarang mempraktekkan syarat setan, yaitu menyembelih
hewan dengan memotong kulitnya, tetapi tidak memutuskan urat-urat lehernya, kemudian hewan itu dibiarkan begitu
hingga mati.” HR. Abu Daud
56
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 308.
57
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 310
58
Sulaiman bin al-Asy’ats bin Ishaq al-Azdi al-Sijistani, Sunan Abu Dawud, Juz II, Mesir: Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Musthafa al-Baabi al-Halabi, 1372 H1953 M, h. 93
39
Beliau berkata, “ Tidak ada perbedaan di kalangan ulama bahwa menyembelih yang sempurna adalah dengan memutuskan empat urat;
tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Tenggorokan adalah tempat bernafas, kerongkongan adalah tempat masuknya makanan dan
minuman, dan dua urat leher adalah dua urat yang ada disekitar tenggorokan. Karena memutuskan empat urat tersebut akan
mempercepat nyawa hewan keluar. Dengan begitu, hewanpun akan mati dengan mudah.
59
Kesimpulannya bahwa dalam hal teknis menyembelih tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama, penyembelihan yang sempurna
adalah dengan memutuskan empat urat leher yang berada diantara dada dan kepala.
e. Membaca Basmalah Saat Menyembelih
1 Madzhab Hanafi Para ulama Madzhab Hanafiyyah berpendapat bahwa apabila
tidak membaca basmalah dengan sengaja ketika menyembelih, maka sembelihannya tidak halal. Jika tidak membaca basmalah itu karena
lupa, maka sembelihannya halal.
60
Dengan berdasarkan hadits Nabi Saw bersabda:
59
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika. h. 311
60
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 315.
40
َﻋ ْﻦ
َر ِﺷْﯿ
ِﺪ ْﺑ
ِﻦ َﺳَﻌ
ٍﺪ َر
ِﺿ َﻲ
ُﷲ ا َﻋ
ُﮭﻨ َﻤ
َﺎ ﻗ ٌﺎ َل
: َا
ﱠن ﱠﻨ ﻟ ا
ِﺒ ﱠﻲ
َﺻﱠﻠ ُﷲ ا ﻰ
َﻋَﻠ ْﯿ
ِﮫ َو
َﺳﱠﻠ َﻢ
َﺎ ﻗ َل
: َذِﺑ
ْﯿ َﺤُﺔ
ْﻟ ا ُﻤ
ْﺴِﻠ ِﻢ
َﺣ َﻼ
ٌل َوِا
ْن َﻟْﻢ
ُﯾ َﺴﱠﻢ
َﻣَﻟﺎ ْﻢ
َﯾَﺘ َﻌﱠﻤ
َﺪ َو
ﱠﺼ ﻟ ا ْﯿ
َﺪ َﻛ
ِﻟ ا ﺬ َﻚ
. َرَو
ُه ا َاُﺑ
ْﻮ َد ا
ُو ا ْوَد
56
61
Artinya: Diriwayatkan dari Rasyid bin Sa’ad berkata : Rasulullah saw bersabda : “Sembelihan orang muslim adalah halal meskipun
ia tidak menyebut nama Allah ketika menyembelihnya, selagi ia tidak sengaja meninggalkannya, demikian pula
hewan buruan.” HR. Abu Daud
2 Madzhab Maliki Menurut Imam Malik, dalam hal ini Ibn Qasim meriwayatkan
dari Malik dalam kitab al-Mudawwanah tentang orang yang sengaja tidak membaca basmalah ketika menyembelih, beliau berkata,
“Sembelihannya jangan kamu makan. Tetapi jika ia tidak membacanya karena lupa, maka kamu boleh memakannya.”
62
3 Madzhab Hanbali Imam Ahmad berpendapat bahwa apabila tidak membaca
basmalah itu karena sengaja, maka sembelihannya tidak halal. Apabila tidak membacanya itu karena lupa, maka sembelihannya halal. Hal ini
berdasarkan hadits Nabi saw:
61
Al-Imam al-Harits bin Abu Usamah, Bughyah al-Bahits an Zawa’id Musnad al-Harits, juz I, Bairut: Daar al-Fikr, 1314 H, h.478
62
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 315.
41
َلَﺎﻗٌﺎَﻤُﮭﻨَﻋ ُﷲا َﻲِﺿَر ٍﺪَﻌَﺳ ِﻦْﺑ ِﺪْﯿِﺷَر ْﻦَﻋ :
َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ﱠﻲِﺒﱠﻨﻟا ﱠنَا
َل َﺎ ﻗ :
َﻟﺎَﻣ ﱠﻢَﺴُﯾ ْﻢَﻟ ْنِاَو ٌلَﻼَﺣ ِﻢِﻠْﺴُﻤْﻟا ُﺔَﺤْﯿِﺑَذ َﻚِﻟاﺬَﻛ َﺪْﯿﱠﺼﻟاَو َﺪﱠﻤَﻌَﺘَﯾ ْﻢ
. ُه ا َو َر
د ْو ُو ا َد ا ْﻮ ُﺑ َا
َ
60
63
Artinya: Diriwayatkan dari Rasyid bin Sa’ad berkata : Rasulullah saw bersabda : “Sembelihan orang muslim adalah halal meskipun
ia tidak menyebut nama Allah ketika menyembelihnya, selagi ia tidak sengaja meninggalkannya, demikian pula
hewan buruan.” HR. Abu Daud
Riwayat yang kedua menyatakan bahwa tidak membaca basmalah saat menyembelih, baik sengaja maupun lupa, adalah boleh.
Hal ini berdasarkan sebuah riwayat bahwa para sahabat Nabi saw memberikan kemurahan untuk memakan hewan yang disembelih tanpa
menyebut nama Allah.
َو َﻋ
ْﻦ ِﺑ أ
ُھ ﻰ َﺮْﯾ
َﺮَة َﺎ ﻗ
َل :
َﺟ َء ﺎ
َر ُﺟ
ٌﻞ ِاَﻟ
ﱠﻨ ﻟ ا ﻰ ِﺒ
ﱢﻲ َﺻﱠﻠ
ُﷲ ا ﻰ َﻋَﻠ
ْﯿ ِﮫ
َو َﺳﱠﻠ
َﻢ َﻓ
َﺎ ﻘ َل
: َﯾ
َر ﺎ ُﺳْﻮ
َل ِﷲ ا
َر أ ْﯾأ
ُﺖ ﱠﺮ ﻟ ا
ُﺟ َﻞ
َﯾ َﺑ ﺬ
ُﺢ َوَﯾ
ْﻨ َﺴ
ْن أ ﻰ ُﯾ
َﺴﱠﻤ ﻰ
. َﺎ ﻗ
َل :
ِا ْﺳُﻢ
ِﷲ ا َﻋَﻠ
ﻰ ُﻛ
ﱢﻞ ُﻣ
ْﺴِﻠ ٍﻢ
. َا
ْﺧ َﺮ
َﺟُﮫ ﱠﺪ ﻟ ا
ُر ا ُﻗ
ْﻄِﻨ ﻲ
61
64
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ada orang datang dan bertanya kepada Nabi saw. “wahai Rasulullah,” kata
orang itu, “Bagaimana menurut Anda tentang seseorang yang menyembelih hewan, tetapi lupa membaca basmalah.”
63
Al-Imam al-Harits bin Abu Usamah, Bughyah al-Bahits an Zawa’id Musnad al-Harits, h.478
64
Ahmad bin al-Husain bin Ali al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, Juz. IX, India: Mathba’ah Da’irah al-Ma’arif al-Nidzamiyyah al-Ka’inah, 1344 H, h. 402. Lihat juga Sunan al-Daruquthni,
Juz.IV, h. 295
42
Nabi saw menjawab, “Nama Allah ada pada setiap muslim.” HR. Al-Daruquthni
Imam Ibn Muflih al-Hanbali memberikan alasan riwayat ini. Beliau berkata, “Karena membaca basmalah itu, apabila disyaratkan,
maka sembelihan yang dilakukan dengan keraguan ketika membacanya hukumnya tidak halal. Sebab, keraguan dalam syarat merupakan
keraguan dalam perbuatan yang disyaratkan itu. Padahal sembelihan yang dilakukan dengan keraguan dalam membaca basmalah adalah
halal, dengan dalil bahwa sembelihan Ahli Kitab itu halal, padahal kenyataannya mereka tidak membaca basmalah.
Dan disyaratkan hendaknya bacaan basmalah itu dimaksudkan untuk pada setiap hewan yang disembelihnya. Jika ia membacanya
untuk seekor kambing lalu menyembelih lainnya dengan membaca basmalah itu, maka hewan yang kedua ini tidak boleh dimakan.
65
Sebab perbedaan pendapat ulama dalam membaca basmalah adalah Imam Ibn Rusyd berkata, “Sebab perbedaan pendapat di kalangan mereka
dalam hal ini adalah karena adanya pertentangan antara makna lahir ayat al-Quran dengan Hadits”. Adapun ayat yang dimaksud firman Allah Swt:
....
ﻷ ا
م ﺎ ﻌ ﻧ 6
: 121
65
Al-Jazari, Fiqih Empat Madzhab, h. 378.
43
Artinya: “Dan janganlah kamu memakan binatang yang tidak disebut nama Allah ketika disembelih, karena sesungguhnya perbuatan
itu adalah kefasikan.” QS. Al-An’am [6] : 121
Adapun hadits yang bertentangan dengan ayat tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Malik dari Hisyam dari ayahnya, bahwa
beliau berkata:
َﻋ ْﻦ
َﻋ ِﺋ ﺎ
َﺸَﺔ َر
ِﺿ َﻲ
ُﷲ ا َﻋْﻨ
َﮭ ﺎ
: ﱠن أ
َﻗْﻮ ًﻣ
ﺎ َﺳ
َﻞ ﺌ َر
ُﺳْﻮ َل
ِﷲ ا َﺻﱠﻠ
ِﷲ ا ﻰ َﻋَﻠْﯿ
ِﮫ َو
َﺳﱠﻠ َﻢ
, َﻓِﻘ
ْﯿ َﻞ
َﻟُﮫ :
َﯾ َر ﺎ
ُﺳْﻮ َل
ِﷲ ا ,
ِا ﱠن
ﱠﻨ ﻟ ا َس ﺎ
ِﻣ ْﻦ
ْھأ ِﻞ
َﺒ ﻟ ا ِد ﺎ
َﯾ ِﺔ
َﯾْﺄ ُﺗْﻮ
َﻧَﻨ ِﺑ ﺎ
َﻠ ْﺤَﻤ
ِن ﺎ ,
َو َﻻَﻧ
ْﺪ ِر
ي َھ
ْﻞ َﺳﱡﻤ
َﷲ ا ا ﻮ َﻋَﻠْﯿ
ِﮫ َاْم
َﻻ .
َﻓ َﺎ ﻘ
َل َر
ُﺳْﻮ ُل
ِﷲ ا َﺻﱠﻠ
ِﷲ ا ﻰ َﻋَﻠْﯿ
ِﮫ َو
َﺳﱠﻠ َﻢ
: َﺳﱡﻤ
َﷲ ا ا ﻮ َﻋَﻠْﯿ
َﮭ ُﺛ ﺎ
ﱠﻢ ُﻛُﻠ
ْﻮا .
ي ر ﺎ ﺨ ﺒ ﻟ ا ه ا و ر
63
66
Artinya: Hadits dari Aisyah r.a : “Ada Kaum yang bertanya kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, para penduduk pedalaman
badwi datang kepada kami sambil membawa daging. Kami tidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah atas
sembelihannya atau tidak.” Maka Rasulullah saw bersabda, “Sebutlah nama Allah atas daging itu, lalu makanlah”. HR.
Bukhari
Imam Malik berpendapat bahwa ayat di atas menasakh menghapus hukum hadits ini. Beliau memahami bahwa hadits ini terjadi pada masa
permulaan Islam. Imam Syafi’i tidak sependapat dengan ini. Menurut beliau dari sisi redaksi, hadits tersebut terjadi di Madinah. Sedangkan ayat
al-Qur’an tentang membaca basmalah turun di Makkah. Berdasarkan hal ini, Imam Syafi’i mengompromikan dua dalil di atas, yaitu dengan
66
Muhammad bin Yasin bin Abdullah, Nailul Maram fi Syarh Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Juz V, Makkah: Al-Maktabah al-Bukhariyyah, 1412 H1992 M, h. 134
44
memahami perintah dalam membaca basmalah sebagai sunnah. Adapun ulama yang mengaitkan kewajiban membaca basmalah ketika ingat tidak
lupa, mereka merujuk pada sabda Nabi saw:
َﻋ ِﻦ
ْﺑ ا ِﻦ
َﻋﱠﺒ ٍس ﺎ
َر ِﺿ
َﻲ ُﷲ ا
َﻋْﻨ ُﮭ
َﻤ ﱠن أ ﺎ
َر ُﺳْﻮ
َل ِﷲ ا
َﺻﱠﻠ ِﷲ ا ﻰ
َﻋَﻠْﯿ ِﮫ
َو َﺳﱠﻠ
َﻢ َﺎ ﻗ
َل :
ِا ﱠن
َﷲ ا َﻋ
ﱠﺰ َو
َﺟ ﱠﻞ
ُﺗ َﺠ
ِو ﺎ ُز
ِﻟ َﻋ ﻰ
ْﻦ ُأﱠﻣ
ِﺘ ْﻟ ا ﻰ
َﺨ َﻄِﺄ
َو ﱢﻨ ﻟ ا
ْﺴَﯿ ِن ﺎ
َوَﻣ ْﺳ ا ﺎ
ُﺘْﻜ ِﺮ
ُھ ْﻮ
َﻋ ا َﻠْﯿ
ِﮫ .
َرَو ُه ا
ْﺑ ا ُﻦ
َﻣ َﺟ ﺎ
ْﮫ َوْﻟا
َﺒْﯿ َﮭ
ِﻘ ﱡﻲ
َو َﻏْﯿ
ِﺮِھ َﻤﺎ
64
67
Artinya: Hadits dari Ibn Abbas r.a. Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah Swt mengampuni umatku dari sikap salah,
lupa, dan sesuatu yang dipaksakan kepadanya.” HR. Ibnu Majah, Baihaqy dan lainnya
Dalam hal membaca basmalah saat menyembelih ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1 Membaca basmalah saat menyembelih merupakan suatu kewajiban yang mutlak. Apabila tidak membaca basmalah, baik karena sengaja maupun
lupa, maka sembelihannya tidak halal. Ini adalah sebuah riwayat dari Imam Malik dan sebuah riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal.
2 Membaca basmalah tersebut adalah sunnah. Apabila tidak membaca basmalah, baik karena sengaja maupun lupa, maka sembelihannya tetap
halal. Ini adalah madzhab Syafi’i dan semua pengikutnya, sebuah riwayat dari Imam Malik bin Anas, dan sebuah riwayat dari Imam
Ahmad bin Hanbal.
67
Al-Imam Yahya bin Syarifuddin al-Nawawi, Al-‘Arba’in an-Nawawi, Surabaya: Al- Hikmah, t.th, h.30
45
3 Membaca basmalah tersebut merupakan suatu kewajiban jika dalam keadaan ingat, dan menjadi gugur jika dalam keadaan lupa. Apabila
tidak membaca basmalah dengan sengaja, maka sembelihannya tidak halal, tetapi apabila tidak membacanya itu karena lupa, maka
sembelihannya halal. Ini adalah pendapat dalam madzhab Abu Hanifah, madzhab Imam Malik bin Anas, dan sebuah riwayat dari Imam Ahmad.
46
BAB III STUDI KASUS DI INDONESIA DAGING HALAL DAN HARAM
A. Sejarah Kasus dan Fatwa Tentang Daging Halal dan Haram 1. Sejarah Terbentuknya LP POM MUI
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia atau lebih dikenal sebagai LP POM MUI, dibentuk oleh
MUI supaya isu “lemak babi” yang terjadi tahun 1989 tidak terulang kembali. Pada waktu itu banyak makanan tidak laku karena diisukan mengandung
lemak babi. Isu itu demikian hebatnya sehingga jika berlanjut terus diduga dapat mengganggu ekonomi negara. Untuk mengantisipasi keadaan serupa
dikemudian hari, didirikanlah LP POM MUI.
1
Kini LP POM MUI yang didirikan 6 Januari 1989 itu telah berumur belasan tahun. Dalam selang waktu itulah telah banyak yang dikerjakan. Pada
tahun pertama kelahirannya sesuai dengan amanah MUI, lembaga ini mencoba membenahi berbagai masalah dalam makanan sehubungan dengan
kehalalannya sehingga dapat menentramkan ummat Islam Indonesia yang mengkonsumsinya. Karena itu pada tahun-tahun pertama, LP POM MUI
berulang kali mengadakan seminar, diskusi-diskusi dengan para pakar, termasuk pakar ilmu Syari’ah, dan kunjungan-kunjungan yang bersifat studi
1
Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, Jakarta: Pustaka Jurnal Halal, 2008, h. 27.
perbandingan serta
muzarakah. Semua
dikerjakan dengan
tujuan mempersiapkan diri untuk dapat menentukan suatu makanan halal atau tidak,
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kaidah agama. Pada permulaan tahun 1994 dengan restu Menteri Agama, barulah LP POM MUI
mengeluarkan sertifikat halal.
2
2. Isu Lemak Babi 1988
Didalam buletin canopy Januari 1988, yang diterbitkan oleh Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang dimuat tulisan
Prof. Dr. Ir. Tri Susanto, M.Sc mengenai beberapa jenis makanan dan minuman yang mengandung lemak babi. Kehebohan mulai merebak ketika
hasil penelitian itu dibahas oleh kelompok Cendekiawan Muslim Al Falah, Surabaya. Akibatnya masyarakatpun Panik. Produsen juga tidak kalah
paniknya. Masyarakat mulai ketakutan membeli produk-produk yang dicurigai menyebabkan tingkat penjualan turun drastis hingga 80.
3
Kaum Muslimin di Republik ini tercengang. Kesadaran mengenai barang-barang haram bangkit secara sepontan, bersama dengan kecurigaan.
Permen Sugus, Kecap ABC, Sabun Camay, pasta gigi Colgate, menjadi barang yang dihindari karena dicurigai memakai gelatin dan shortening.
4
2
Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 27.
3
Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 28.
4
Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 28.
Omset penjualannya anjlok, PT. Sanmaru Food Manufacture, produsen Indomie, mengaku penjualan produknya turun 20-30 dari omset 40 juta
bungkus perbulannya. Penjualan Kecap Bango merosot rata-rata 75. Penjualan Kecap ABC melorot hingga 20. Produsen Biskuit Siong Hoe
terpaksa mengurangi produksinya menjadi sepertiga dari produksi sebelumnya, yang 5 ton perhari. Penjualan es krim Campina, yang ikut
tersikut isu “lemak babi” turun hingga 40.
5
Untuk mendongkrak penjualan susu Dancow, produsennya PT. Food Specialties Indonesia FSI, mengeluarkan dana iklan Rp. 340 juta. Bahkan
karena paniknya, Presiden Direktur FSI Anthony F. Walker, sempat mengatakan tidak akan mengambil susu dari Boyolali, artinya mata
pencaharian sekitar 71 ribu peternak sapi didaerah itu juga terancam. Anthony lega ketika Dirjen POM Depkes menyatakan bahwa lesitin yang menjadi
bahan susu Dancow yang dicurigai berasal dari lemak babi, sesungguhnya dari lemak nabati.
6
Inilah tragedi nasional lemak babi yang menggoncang ketenangan bathin umat, mengharu-birukan dunia industri pangan, menggangu stabilitas
ekonomi dan politik nasional itulah yang menjadi momentum didiriknnya LP POM MUI.
5
Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 28
6
Aisjah Girindra, Dari Sertifikasi Menuju Labelisasi Halal, h. 28