Memakan dan Membudidayakan Kodok

sebuah propinsi yang letaknya kira-kira 30 KM jauhnya dalam kasus yang sama. Fatwa Majelis Ulama Daerah Nusa Tenggara Barat menyatakan, bahwa beternak kodok maupun memakan dagingnya dilarang dalam Islam. Dengan alas an, bahwa kodok merupakan binatang yang hidup baik dalam air maupun di daratan pada waktu yang sama 22 Kemudian untuk mencegah konflik dan kebingungan dalam masyarakat pada saat itu, Komisi Fatwa MUI mengadakan rapat di Jakarta pada tanggal 12 November 1984. Selain dihadiri oleh Ketua dan anggota Komisi Fatwa, rapat itu dihadiri pula oleh para wakil Majelis Ulama daerah dari berbagai propinsi, termasuk kedua propinsi yang saling bertentangan, Sumatra Barat dan Nusa Tenggara Barat, sejumlah Dekan Fakultas Syariah dari seluruh tanah air dan beberapa pakar dari IPB. Setelah mempelajari dalil- dalil dari kedua belah pihak yang bertentangan, maka para hadirin bersepakat untuk mengeluarkan suatu fatwa yang bersifat kompromi, yang menyatakan bahwa MUI membenarkan adanya pendapat Mazhab Syafi’ijumhur ulama tentang tidak halalnya memakan daging kodok, dan membenarkan pula adanya pendapat Imam Malik tentang halalnya daging kodok tersebut. Kemudian membudidayakan kodok hanya untuk diambil manfaatnya, tidak untuk dimakan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Fatwa tersebut ditandatangani oleh Ibrahim Hosen selaku Ketua Komisi, dan Hasan Basri 22 Mudzhar, Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia: Sebuah Studi Tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia, h. 86. dan Prodjokusumo, berturut-turut sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Umum MUI. 23 Adapun dalil-dalil al-Qur’an dan Sunnah yang digunakan oleh MUI tentang hukum memakan dan membudidayakan kodok, adalah sebagai berikut: Firman Allah SWT:  d   e  f   g    h  i                         ...  ﻷ ا م ﺎ ﻌ ﻧ 6 : 145 Artinya : ”Katakanlah: Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.......” QS. al-An’am [6]: 145         … ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا ٥ : 96 Artinya : ”Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan yang berasal dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan…..QS. al-Maa-idah: 96 …..      … ﻷ ا ف ا ﺮ ﻋ 7 : 157 Artinya : “…..dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk ….” QS. al-A’raaf [7]: 157. 23 Mudzhar, Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia: Sebuah Studi Tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia, h.86. Hadits Nabi Muhammad Saw: ّﻲ ِﺳ ِر َﺎ ﻔ ﻟ ا َن ﺎ َﻤ ْﻠ َﺳ ْﻦ َﻋ : j þ ا k و l ﻦْﻤﱠﺜﻟا ِﻦَﻋ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ِﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ِﷲا ُلْﻮُﺳَر َﻞِﺌُﺳ ِﻦ ْﺒ ُﺠ ِء ا َﺮ ِﻔ ْﻟ ا َو , َل َﺎ ﻘ َﻓ : ﺎَﻣَو ِﮫِﺑَﺎﺘِﻛ ﻰِﻓ ُﷲا َمﱠﺮَﺣ ﺎَﻣ ُماَﺮَﺤْﻟاَو ِﮫِﺑَﺎﺘِﻛ ﻰِﻓ ُﷲا ﱠﻞَﺣأ ﺎَﻣ ُلَﻼَﺤْﻟَا ْﻢُﻜَﻟَﺎﻔَﻋ ﺎﱠﻤِﻣ َﻮُﮭَﻓ ُﮫْﻨَﻋ َﺖَﻜَﺳ ىِﺬْﯿِﻣْﺮﱢﺘﻟاَو ﮫَﺟﺎَﻣ ُﻦْﺑا ُهاَوَر Artinya: “Dari Salaman bin al-Faris berkata: Rasulullah Saw pernah ditanya tentang lemak, keju, dan kulit yang berbulu, maka Rasulullah Saw berkata: sesuatu yang halal merupakan apa-apa yang telah dihalalkan oeh Allah dalam kitab-Nya dan sesuatu yang haram merupakan apa-apa yang telah diharamkan dalam kitab- Nya. Dan apa-apa yang yang tidak disebutkan dalam kitab-Nya maka akan dimaafkan.” HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi. 24 Dalil rasional fatwa ini mengatakan, penggunaan kulit hewan yang sudah disamak dibolehkan Islam, maka masalah beternak kodok dapat dipersamakan dengan penyamakkan kulit. Semua binatang, kecuali anjing dan babi, dinyatakan bersih, maka kodok juga termasuk hewan yang bersih. Oleh karena itu, beternak dan menjual kodok adalah halal, karena kodok tidak dianggap sebagai hewan yang najis. Dengan perkataan lain, beternak kodok untuk dijual dibolehkan dalam Islam. 25 Menurut keterangan tenaga ahli dari Institut Pertanian Bogor Dr. Muhammad Eidman M. Sc., bahwa dari lebih kurang 150 jenis kodok berada di Indonesia baru 10 jenis yang diyakini tidak mengandung racun, yaitu rana macrodon, rana ingeri, rana magna, rana modesta, rana canerivon, rana 24 As-Syaukani, Nailul Awthar, Juz VII., h. 115 25 Shiddiq Muhammad Jamil, Sunnan Abu Daud, Indonesia: Maktabah Dahlan, t.th, h. 387- 388 hinascaris, rana glandilos, hyhrun arfiki, hyhrun pagan, dan rana catesbiana. 26

3. Memakan dan Membudidayakan Cacing

Selain kodok, binatang yang diperdebatkan kehalalan memakannya adalah cacing. Salah satu bentuk nyata dari pemanfaatan ciptaan Allah SWT secara optimal adalah pembudidayaan cacing dengan menggunakan cocopeat atau palmpeat serbuk serabut kelapa atau serbuk serabut batang palm sebagai media dan passing hasil olahan sampah singkong sebagai pakan, seperti yang telah diajukan oleh Ketua Avtech Indonesia, melalui suratnya nomor: 0011PrAVTECH0100 tanggal 19 Januari 2000. 27 Hewan cacing juga bisa digunakan sebagai makanan hewan tertentu, obat-obatan, jamu dan kosmetik, maupun untuk dikonsumsi oleh manusia. Melihat fenomena tersebut, sebagian umat Islam mulai mempertanyakan boleh tidaknya memakan dan membudidayakan cacing dengan menggunakan cocopeat dan palmpeat sebagai media dan Passing sebagai pakan. Untuk itu, masyarakat memerlukan penjelasan tentang hukum membudidayakan, memakan, dan memanfaatkan cacing. 26 Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, h. 207. 27 M. Hamdan Rasyid, Fiqh Indonesia; Himpunan Fatwa-fatwa Aktual, Jakarta: P.T. Al- Mawardi Prima, 2003, h. 261. Merespon kebutuhan masyarakat terhadap kejelasan status hukum cacing tersebut, sidang komisi fatwa digelar dan makalah budidaya cacing dipresentasikan oleh Dr. KH. Ahmad Munif, pada sidang Komisi Fatwa MUI pada tanggal 18 April tahun 2000. Fatwa ini juga mengakomodir pandangan para ahli budidaya cacing serta pandangan para peserta Komisi Fatwa. Setelah mempelajari dalil-dalil dari makalah yang dipresentasikan dan pandangan para ahli, maka para hadirin sepakat untuk mengeluarkan sebuah fatwa, yang menyatakan bahwa MUI membenarkan pendapat ulama Imam Malik,Abi Laila, dan al-Auz’i yang menghalalkan memakan cacing sepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan dan pendapat ulama yang mengharamkan memakannya, membudidayakan cacing untuk diambil sendiri manfaatnya, untuk pakan burung misalnya, tidak untuk dimakan, tidak bertentangan dengan hukum Islam, dan membudidayakan cacing untuk diambil sendiri manfaatnya, untuk pakan burung misalnya, tidak untuk dijual, hukumnya mubah boleh. 28 Dalil-dalil yang digunakan oleh MUI pusat dalam menetapkan fatwa tersebut, adalah sebagai berikut : m  n   o  p  q  r  s  t   u  v   w   x  y  z  q   {  o  t   … ﻟ ا ة ﺮ ﻘ ﺒ 2 : 29 Artinya: “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu sekalian.” QS. al-Baqarah [2]: 29 28 Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, h. 257. |  }  ~     €     ‚   ƒ  „    ~  …  †   |     ƒ  ‡  ˆ  †   ‰  „    Š  „‹  Œ …   Ž ﺛﺎﺠﻟا 45 : 13 Artinya: “dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, sebagai rahmat daripada-Nya..….” QS. al-Jaatsiyah [45] : 13        |    ‚     †  |  }  ~   €     ‚   ƒ  „    ~  …  †   |     ƒ  ‡  ˆ  †  ‘  |       €  ’  |   Š  ~  ~  „   |       |    …. ن ﺎ ﻤ ﻘ ﻟ 31 : 20 Artinya: “tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk kepentinganmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin….”. QS. Luqman [31] : 20 Hadits-hadits Rasulullah Saw: ّﻲ ِﺳ ِر َﺎ ﻔ ﻟ ا َن ﺎ َﻤ ْﻠ َﺳ ْﻦ َﻋ : ِﻦْﺒُﺠْﻟاَو ِﻦْﻤﱠﺜﻟا ِﻦَﻋ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ِﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ِﷲا ُلْﻮُﺳَر َﻞِﺌُﺳ ِء ا َﺮ ِﻔ ْﻟ ا َو , َل َﺎ ﻘ َﻓ : ﺎَﻣَو ِﮫِﺑَﺎﺘِﻛ ﻰِﻓ ُﷲا َمﱠﺮَﺣ ﺎَﻣ ُماَﺮَﺤْﻟاَو ِﮫِﺑَﺎﺘِﻛ ﻰِﻓ ُﷲا ﱠﻞَﺣأ ﺎَﻣ ُلَﻼَﺤْﻟَا ْﻨ َﻋ َﺖ َﻜ َﺳ ْﻢُﻜَﻟَﺎﻔَﻋ ﺎﱠﻤِﻣ َﻮُﮭَﻓ ُﮫ ىِﺬْﯿِﻣْﺮﱢﺘﻟاَو ﮫَﺟﺎَﻣ ُﻦْﺑا ُهاَوَر Artinya: “Dari Salaman bin al-Faris berkata: Rasulullah Saw pernah ditanya tentang lemak, keju, dan kulit yang berbulu, maka Rasulullah Saw berkata: sesuatu yang halal merupakan apa-apa yang telah dihalalkan oeh Allah dalam kitab-Nya dan sesuatu yang haram merupakan apa-apa yang telah diharamkan dalam kitab- Nya. Dan apa-apa yang tidak disebutkan dalam kitab-Nya maka akan dimaafkan.” HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi. 29 Kaidah fiqh: َاْﻟَﺄ ْﺻ ُﻞ ِﻓ ْﻟ ا ﻰ َﻤ َﺎ ﻨ ِﻓ ِﻊ َاْﻟِﺎ َﺑ َﺣ ﺎ ِﺔ 29 As-Syaukani, Nailul Awthar, Juz VII., h. 115