Analisis Terhadap Pendapat Para Imam Madzhab
pengikutnya atas dasar riwayat dari Ibnu Abbas dan Abu Hanifah, sunat muakkad.
19
Penulis menyimpulkan dari beberapa pendapat ulama mengenai membaca basmalah pada waktu menyembelih. Menurut penulis, membaca
basmalah itu sunnah, apabila tidak membaca basmalah, baik karena lupa maupun sengaja maka sembelihannya halal. Pendapat ini diambil dari
pendapat Imam Syafi’i. Dari pemaparan tata cara penyembelihan daging halal maka dalam
hal ini penulis menyimpulkan bahwa standar syariah penyembelihan untuk mencapai hukum halal secara Internasional adalah mengalirkan darah hewan
yang dikuasai, yang dagingnya halal dimakan, masih dalam keadaan hidup, minimal dengan cara memutuskan tenggorokannya atau kerongkongannya dan
salah satu dari dua urat lehernya atau sempurnnya dengan memutuskan empat urat leher semuanya dengan menggunakan alat yang tajam, yang dilakukan
oleh seorang muslim atau Ahli Kitab dengan syarat-syaratnya. Dalam hal ini penulis mengemukakan bahwa penyembelihan untuk mencapai hukum halal
yang dapat diterapkan di Jepang adalah pendapat Hanafi. Adapun mengenai penyembelihan Ahli Kitab, penulis menganalisa
bahwa pendapat yang kuat tentang istilah Ahli Kitab adalah pendapat yang mengatakan bahwa Ahli Kitab terbatas pada kalangan bani israil saja,
19
Ibnu Rusyd., Bidayatu’l Mujtahid., Penerjemah: M.A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah, Semarang: CV Asy Syifa’, 1990, Cet. I, h. 310.
sedangkan kaum Nashrani Arab, Nashrani non Arab dan Nashrani non Bani Israil lainnya tidak dapat dikategorikan Ahli Kitab.
Jika demikian, apakah sembelihan Ahli Kitab disyaratkan harus sesuai dengan tata cara syariat Islami seperti halnya sembelihan kaum
muslimin? Seandainya seorang muslim menyembelih hewan dengan cara yang
tidak sesuai dengan syariat Islam, sembelihannya tidak halal, sementara sembelihan Ahli Kitab dihalalkan, padahal ia menyembelih tidak sesuai
dengan syariat islam? Ini berarti adanya sikap ketat terhadap sembelihan orang muslim, sementara terhadap sembelihan Ahli Kitab bersikap longgar,
padahal orang muslim lebih tinggi kemuliannya dari pada orang kafir. Oleh karena itu, sembelihan ahli kitab disyaratkan harus sesuai dengan tata cara
syariat islam. Apabila mereka menyembelih dengan cara yang tidak sesuai dengan syariah islam, maka sembelihan tersebut haram dikonsumsi oleh kaum
muslimin. Hal ini sesuai dengan realita sekarang ini, lembaga-lembaga
sertifikasi halal diberbagai negara tidak mengeluarkan sertifikasi halal kecuali penyembelihnya adalah seorang muslim. Tidak ada satu pun lembaga
sertifikasi halal yang memperkerjakan seorang Nashrani atau Yahudi untuk memotong hewan-hewan yang dagingnya akan diekspor ke negara-negara
muslim. Jika ada lembaga di sebuah negara yang memperkerjakan Nashrani
atau Yahudi dalam pemotongan hewan, maka tidak mustahil, pemerintah negara-negara muslim akan melarang inpor daging dari negara tersebut.
Kemudian bagaimana dengan penduduk muslim jepang untuk konsumsi daging di negara jepang yang mayoritas penduduknya adalah non
muslim dan kemungkinan besar penyembelihan hewan dilakukan oleh orang non muslim?
Dalam masalah ini penulis mengemukakan bahwa masyarakat muslim jepang tidak akan terlepas dari mengkonsumsi daging maupun
makanan yang mengandung daging. Oleh karena itu, penulis menganalisa bahwa ada 3 tiga hal yang dapat dijadikan dasar hukum masyarakat muslim
jepang untuk mengkonsumsi daging, yaitu : 1. Islam mengajarkan adanya lima prinsip dasar yaitu menjaga agama,
menjaga kelstarian jiwa, menjaga akal, menjaga kehormatan, dan menjaga harta. Dalam hal mengkonsumsi daging bagi masyarakat Jepang adalah
untuk menjaga kelestarian jiwa dan akal. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Syauqi Al Fanjari menyatakan bahwa agar manusia
dapat hidup dengan kehidupan yang sehat dan sejahtera maka ia semestinya makan daging dan tumbuh-tumbuhan secara simultan, tidak mungkin untuk
memilih salah satu diantara keduanya dengan meninggalkan yang lain. Kiranya perlu mendapat perhatian bahwa bangsa yang menggantungkan
dirinya kepada makanan jenis tumbuh-tumbuhan saja, maka akan lahir putra-putra bangsa yang kering dan lemah, sedang kuantitas anak yang
lahir pada suatu bangsa seperti ini tidak lebih dari 2 kg, sedang pada bangsa yang lain biasanya tidak lebih dari 3 kg. Oleh karena itu, disamping makan
makanan jenis nabati, maka makanan jenis hewani juga perlu mendapatkan perhatian, seperti susu dan telur, jika tidak maka akan mengakibatkan
kekurusan dan kekurangan darah. 2. Unsur masyaqat Darurah. Setelah penulis melihat dari kondisi masyarakat
Jepang sekarang ini yang disana sangat sulit untuk mendapatkan daging halal, dengan demikian masyarakat muslim Jepang dapat mengkonsumsi
daging untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan dasar darurah. Artinya sebelum ada kejelasan tentang daging halal di Jepang, maka boleh
orang muslim di Jepang mengkonsumsi daging yang berasal dari sembelihan daging oleh non muslim. Dengan catatan bahwa daging hewan
yang dikonsumsi merupakan daging hewan yang dihalalkan menurut ketentuan syariat Islam. Hal ini didasarkan pada pendapat Ibnu Arabi yang
pernah ditanya tentang seorang Nashrani yang memelintir ayam kemudian memasaknya. Apakah orang muslim boleh memakan daging ayam
tersebut? Ibnu Arabi pun menjawab, ayam itu boleh dimakan meskipun sembelihannya tidak dilakukan berdasarkan syariat Islam. Dengan alasan
bahwa Allah SWT telah menghalalkan makanan secara mutlak. Maka sesuatu yang dipandang halal menurut agama adalah halal dan Allah telah
mengharamkan sesuatu secara jelas dalam al-Qur’an.
3. Solusi untuk konsumsi daging bagi masyarakat Jepang adalah membaca basmalah sebelum mengkonsumsinya. Hal ini sebagaimana hadits Nabi
yang berbunyi:
ُﷲ ا َﻲ ِﺿ َر َﺔ َﺸ ِﺋ ﺎ َﻋ ْﻦ َﻋ ﺎ
ô û
õ
ﻨَﻋ :
َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ِﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ِﷲا َلْﻮُﺳَر َﻞﺌَﺳ ﺎًﻣْﻮَﻗ ﱠنأ ,
ُﮫَﻟ َﻞْﯿِﻘَﻓ :
ِﷲا َلْﻮُﺳَر ﺎَﯾ ,
ِنﺎَﻤْﺤَﻠِﺑ ﺎَﻨَﻧْﻮُﺗْﺄَﯾ ِﺔَﯾِدﺎَﺒﻟا ِﻞْھأ ْﻦِﻣ َسﺎﱠﻨﻟا ﱠنِا ,
ي ِر ْﺪ َﻧ َﻻ َو َﻻ ْمَا ِﮫْﯿَﻠَﻋ َﷲااﻮﱡﻤَﺳ ْﻞَھ
. ﱠﻠ َﺻ ِﷲ ا ُل ْﻮ ُﺳ َر َل َﺎ ﻘ َﻓ
َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ِﷲا ﻰ :
َﷲ ا ا ﻮ ﱡﻤ َﺳ اْﻮُﻠُﻛ ﱠﻢُﺛ ﺎَﮭْﯿَﻠَﻋ
. ي ر ﺎ ﺨ ﺒ ﻟ ا ه ا و ر
20
Artinya: Hadits dari Aisyah r.a : “Ada Kaum yang bertanya kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, para penduduk pedalaman
badwi datang kepada kami sambil membawa daging. Kami tidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah atas
sembelihannya atau tidak.” Maka Rasulullah saw bersabda, “Sebutlah nama Allah atas daging itu, lalu makanlah”. HR.
Bukhari