Upaya Penghulu Dalam Mengurangi Perceraian (Studi Kasus Di Kua Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor)
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh: SUKRON NA’IM
1110044200026
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
i
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh
SUKRON NA’IM
1110044200026
Pembimbing
Drs.H.A.Basiq Djalil, S.H., M.A. 195003061976031001
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(3)
ii
KABUPATEN BOGOR) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 12 Mei 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy.) pada Program Studi Hukum Keluarga (SAS).
Jakarta, 12 Mei 2014 Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum
Dr. Phil. JM. Muslimin, MA. NIP. 195505051982031012 PANITIA UJIAN
1. Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A. (……….)
NIP. 195003061976031001
2. Sekretaris : Hj. Rosdiana, M.A. (……….)
NIP. 196906102003122001
3. Pembimbing : Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A. (……….) NIP. 195003061976031001
4. Penguji I : Dr. Djawahir Hejazziey, S.H, M.A, M.H. (……….) NIP. 195510151979031002
5. Penguji II : Dr. K. H. A. Juaini Syukri, Lc., M.Ag. (……….) NIP. 195507061992031001
(4)
iii
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 25 Februari 2014
(5)
iv
Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1435 H/2014 M, viii + 62 halaman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya penghulu dalam mengurangi perceraian yang dilakukan sebagian masyarakat kecamatan parungpanjang kabupaten bogor dan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian yang dilakukan sebagian masyarakat kecamatan parungpanjang kabupaten bogor.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan data melalui riset pustaka dan riset lapangan, metode interview, metode observasi dan metode penulisan yang disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik sebuah kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Upaya yang akan dilakukan oleh Penghulu adalah memberikan penyuluhan, meningkatkan kualitas P3N, mengadakan pembinaan keluarga sakinah, dan membuat program berbentuk soaialisasi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Perceraian ialah faktor pendidikan, ekonomi, lingkungan, dan usia/umur.
Kata Kunci : Upaya Pengulu, Faktor-faktor Perceraian.
Pembimbing : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA.
(6)
v
Dengan mengucap, kata Hamdallah karena tidak ada kata yang patut penulis ucapkan atas rasa syukur yang mendalam kehadirat Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang sehingga dengan perkenan-Nya jualah diberikan kemampuan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menjadi pemimpin dan penyampai hidayah umat manusia dimuka bumi.
Penulis menyadari bahwa mungkin skripsi ini tidak dapat terwujud sebagaimana yang diharapakan, tanpa bantuan dan bimbingan semua pihak. Oleh karena itu penulis ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan rasa terima kasih dan rasa hormat penulis kepada Bapak :
1. Dr. Phil. JM. Muslimin, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H dan Ibu Hj. Rosdiana Nasrun M.A. Ketua dan Sekretaris Prodi Hukum Keluarga.
3. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H Pembimbing yang telah banyak membantu memberikan bimbingan, petunjuk, masukan serta kemudahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Dr. K. H. A. Juaini Syukri, Lc, M.Ag. Dan Dr. Djawahir Hajazziey, S.H, M.A, M.H. Selaku Dosen Penguji Skripsi.
(7)
vi
6. Drs. Ahmad Baedowi, M.M. Penghulu KUA Kecamatan Parungpanjang yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai.
7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Khaerudin, S.HI dan Ibunda Enok Sumiyati serta kakak tercinta Haeriyah, S.Sy dan adik tercinta Aan Nurhasan yang telah banyak memberikan bimbingan dan dorongan serta
do’a restu untuk keberhasilan selama kuliah.
8. Sahabat-sahabat Anita Zhuriyah Agustin, Mirza Vahlepi Putra, Rian Wahyu Utomo, Adi Guna Sakti, Ahmad Buhori Muslim, Azhar Nasution, Sopriyanto, Raja Usman Hasibuan dan Natasha Nicola Anjani Dekok yang selalu ada disaat suka dan duka penulis.
9. Teman-teman KKN dan Administrasi Keperdataan Islam angkatan 2010. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membacanya, dan penulis juga mengharapakan kritik dan saran yang membangun dari siapapun yang membaca skripsi ini demi sebuah tambahan keilmuan dan wawasan, sehingga dikemudian hari penulis dapat mengevaluasi diri.
Jakarta, 25 Februari 2014 Penulis
(8)
vii
LEMBAR PENGESAHAN ………... ii
LEMBAR PERNYATAAN ………... iii
ABSTRAK ……….. iv
KATA PENGANTAR ……… v
DAFTAR ISI ………... vi
BAB I PENDAHULUAN ……….. 1
A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Pembatasan & Perumusan Masalah ………... 8
C. Tujuan & Manfaat Penelitian ………. 9
D. Metode Penelitian ……….. 10
E. Kerangka Teori ……….. 12
F. Riview Studi Terdahulu ………. 13
G. Sistematika Penulisan ……… 15
BAB II PERKAWINAN, PENGHULU DAN PERCERAIAN ……… 17
A. Pengertian Perkawinan dan Penghulu ……… 17
B. Syarat dan Dasar Hukum Perkawinan …………... 20
(9)
viii
BAB III PROFIL KUA PARUNGPANJANG ………... 36
A. Gambaran Umum KUA ………. 36
B. Letak Geografis dan Demografi KUA …………... 39
C. Kondisi Perekonomian dan Pendidikan Masyarakat ………. 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS ……….... 43
A. Perceraian di KUA Parungpanjang ……….. 43
B. Keterlibatan Penghulu dalam Perceraian ………. 45
C. Kifrah Penghulu dalam Masyarakat ………. 48
BAB V PENUTUP ……….. 51
A. Kesimpulan ……… 51
B. Saran-saran ………. 54
DAFTAR PUSTAKA ………. 56
LAMPIRAN -LAMPIRAN……… 58
1. Lampiran Surat Permohonan Pembimbing ……….. 58
2. Lampiran Surat Izin Penelitian ……… 59
3. Lampiran Surat Keterangan Penelitian ……… 60
(10)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk hidup yang tidak bisa berdiri sendiri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain untuk saling berinteraksi. Oleh karena itu manusia membutuhkan teman untuk saling berbagi mengasihi dan menyayangi, salah satu bentuk kebesaran Allah SWT bagi manusia ciptaannya adalah diciptakannya manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan saling berpasang-pasangan. Manusia diberikan sebuah wadah untuk membentuk keturunan sekaligus beribadah kepada Allah dengan cara melakukan perkawinan sesuai dengan ajaran agama. Wadah yang dimaksud disini adalah sebuah lembaga yaitu perkawinan.
Lembaga perkawinan merupakan suatu lembaga yang mempunyai kedudukan terhormat dalam hukum islam dan hukum nasional Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan-peraturan khusus yang berkaitan dengan perkawinan yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
(11)
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974).1
Disamping definisi yang diberikan oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang telah dipaparkan diatas, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia memberikan definisi lain yang tidak mengurangi arti-arti definisi undang-undang tersebut, namun memberi penjelasan dengan rumusan sebagai berikut:
Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mittsaaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.2
Didalam ayat Al-Qur’an menerangkan bahwa manusia itu diciptakan berasal dari satu jenis, satu jiwa dan dari dirinya itu lahir pula seorang pasangannya dari jenis wanita untuk teman hidupnya untuk melahirkan keturunannya yang akan berkembang biak kelak.3
Dalam kehidupan dunia fana ini, semua makhluk hidup baik manusia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan tidak bisa lepas dari pernikahan atau perkawinan. Ini merupakan sunnatullah (hukum alam) untuk kelangsungan hidup
1
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), h. 537.
2
Budi Durachman, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokus Media, 2007), hal. 7.
3
Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994), hal. 2.
(12)
umat manusia, berkembangbiaknya binatang-binatang dan untuk melestarikan lingkungan alam semesta. Hukum alam semacam ini dijelaskan dalam firman Allah SWT:4
Pada dasarnya semua orang yang telah terikat dalam perkawinan menginginkan bahtera rumah tangganya berjalan dengan sempurna hingga maut yang memisahkan. Perkawinan merupakan sebuah perikatan antara suami isteri yang didalamnya dimungkinkan terdapat adanya perjanjian diluar substansi utama perkawinan. Perjanjian ini adalah muncul dari kehendak para pihak yang terikat dalam perkawinan sebagai sebuah ikatan persyaratan tambahan untuk kepentingan suami atau isteri.5
Kemudian dari perkawinan muncul pula hubungan orang tua dengan anak-anaknya. Serta timbul hubungan kekeluargaan sedarah dan semenda. Oleh karena itu, perkawinan mempunyai pengaruh yang sangat besar, baik dalam hubungan kekeluargaan pada khususnya, maupun dalam kehidupan bermasyarakat serta bernegara pada umumnya. Karena bila dilihat dari segi sosial suatu perkawinan, dalam masyarakat setiap bangsa ditemui suatu penilaian yang umum, bahwa orang yang berkeluarga atau pernah berkeluarga mempunyai kedudukan yang lebih dihargai
4
Mohammad Asmawi, Nikah, (Yogyakarta: Darussalam, 2004), hal. 18.
5
(13)
dari mereka yang tidak kawin.6 Maka hendaklah segenap bangsa Indonesia mengetahui seluk-beluk berbagai peraturan hukum perkawinan, agar mereka dapat memahami dan melangsungkan perkawinan sesuai dengan peraturan yang berlaku.7
Maksud Perkawinan ialah abadi, bukan buat sementara waktu, kemudian diputuskan. Karena dengan demikianlah dapat mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur, serta memperoleh turunan yang sah dalam masyarakat. Dengan perkawinan yang sah, anak-anak akan mengenal ibu, bapak, dan nenek moyangnya, mereka merasa tenang dan damai dalam masyarakat, sebab keturunan mereka jelas, dan masyarakatpun menemukan kedamaian, karena tidak ada dari anggota mereka mencurigakan nasabnya.8
Tetapi kadang-kadang kedua suami istri gagal dalam usahanya mendirikan
rumah tangga yang damai dan teratur, lantaran keduanya berlainan tabi’at dan
kemauan, berlain tujuan hidup dan cita-cita, sehingga hampir selalu terjadi pertengkaran dan perselisihan antara keduanya. Meskipun keduanya telah berusaha dengan segala daya-upaya, supaya keduanya dapat hidup dengan damai dan tenteram, tetapi tidak berhasil juga. Sebab itu tidak ada obat yang terakhir selain daripada
6
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia , (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), hal. 48.
7
Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Azaz-Azaz Hukum Perkawinan di Indonesia, hal. 6.
8
Muhammad Fu’ad Syakir, Perkawinan Terlarang, (Jakarta: CV. Cendekia Sentra Muslim, 2002), hal, 11.
(14)
perceraian, supaya keduanya jangan hidup dalam satu rumah yang penuh api pertengkaran, permusuhan dan penderitaaan.9
Keutuhan dan kelanggengan kehidupan perkawinan merupakan suatu tujuan yang digariskan Islam. Akad nikah merupakan suatu perjanjian untuk selamanya dan langgeng hingga meninggal dunia, agar suami isteri bisa hidup bersama-sama dalam mewujudkan rumah tangga sebagai tempat berlindung, tempat bersemai kasih sayang, dan untuk memelihara dan mendidik anak yang saleh.10
Dalam kehidupan rumah tangga, meskipun pada mulanya dua suami-isteri penuh kasih sayang seolah-olah tidak akan menjadi pudar, namun pada kenyataannya rasa kasih sayang itu bila tidak dirawat bisa menjadi pudar, bahkan bisa hilang berganti dengan kebencian.
Kalau kebencian sudah datang, dan suami-isteri tidak dengan sungguh hati mencari jalan keluar dan memulihkan kembali kasih sayangnya, akan berakibat negatif bagi anak keturunannya. Oleh karena itu, upaya memulihkan kembali kasih sayang merupakan suatu hal yang perlu dilakukan. Memang benar kasih sayang itu bisa beralih menjadi kebencian. Akan tetapi perlu pula diingat bahwa kebencian itu kemudian bisa pula kembali menjadi kasih sayang.
9
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1996), hal, 110.
10
(15)
Suami-isteri dalam ajaran islam tidak boleh terlalu cepat mengambil keputusan bercerai, karena benang kusut itu sangat mungkin disusun kembali. Walaupun dalam ajaran islam ada jalan penyelesaian terakhir yaitu perceraian, namun perceraian adalah suatu hal yangh meskipun boleh dilakukan tetapi dibenci oleh Nabi. Setiap ada sahabat datang kepadanya yang ingin bercerai dengan isterinya, Rasulullah
selalu menunjukan rasa tidak senangnya seraya berkata: Abgadul halali’indallahi at -talaq (hal yang halal tapi dibenci oleh Allah adalah perceraian).11
Perceraian juga diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam pasal 39 disebutkan:
1. Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2. Untuk melakukan Perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami istri.
3. Tata cara Perceraian di depan sidang Pengadilan di atur dalam peraturan Perundangan tersebut.12
Dengan demikian,berbeda halnya dengan sebagian masyarakat Kecamatan Parungpanjang, Kabupaten Bogor, masyarakatnya masih banyak yang melakukan
11
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hal. 96-97.
12
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, , (Bandung: Citra Umbara, 2007).
(16)
perceraian tanpa melihat dampak yang akan terjadi serta akan ditimbulkan oleh sebuah perceraian tersebut. Hal ini merupakan masalah dalam masyarakat yang perlu dipecahkan.
Untuk mengurangi lebih banyak lagi terjadinya perceraian, maka dalam hal ini penghulu atau pejabat KUA yang mempunyai fungsi sebagai orang yang ditunjuk oleh Negara untuk melangsungkan perkawinan, harus cermat dan tanggap serta teliti terlebih dahulu terhadap mereka yang akan melangsungkan perkawinan, terutama sekali dengan tujuan-tujuan mereka menikah, dengan demikian besar harapan kemungkinan terjadinya perceraian dapat dihindari. Upaya yang dilakukan oleh penghulu haruslah benar-benar memberikan dampak positif dan dapat memberikan kesadaran pada masyarakat bahwa perceraian membawa resiko yang sangat besar.
Di lihat dari latar belakang yang ada, penulis akan mencoba mengungkap masalah tersebut dan mudah-mudahan dapat mengatasi permasalahan perceraian. Dengan terjadinya perceraian tersebut dapat menimbulkan banyak dampak terhadap lingkungan yang ada di sekitar. Sehingga penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan mencoba membandingkannya dalam karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul:
“UPAYA PENGHULU DALAM MENGURANGI PERCERAIAN”
(17)
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Setelah mengungkapkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwasanya tugas dan fungsi Penghulu tidak hanya mencatatkan pernikahan, tetapi dalam pasal 24 Peraturan Menteri Nomor PER/62/M.PAN/6/2005 tentang jabatan fungsional penghulu adalah sebagai Pembina keluarga sakinah, maka penulis membatasi permasalahan pembahasan pada penelitian skripsi ini dengan upaya penghulu dalam mengurangi perceraian, khususnya pada masyarakat Parungpanjang. 2. Perumusan Masalah
Dalam peraturan Menteri Nomor PER/62/M.PAN/6/2005 pasal 24 disebutkan bahwa jabatan fungsional penghulu adalah sebagai Pembina keluarga sakinah, tetapi pada kenyataannya tugas itu tidak dilaksanakan sehingga berpengaruh pada perceraian, khusunya pada masyarakat Parungpanjang. maka penulis merumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana Upaya Penghulu dalam Meminimalisir Perceraian?
2. Apa yang menjadi Faktor terjadinya Penghulu tidak melaksanakan tugasnya sebagai Pembina keluarga sakinah?
3. Bagaimana pelaksanaan pembinaan keluarga sakinah yang dilakukan oleh penghulu dalam mengurangi perceraian?
(18)
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui upaya penghulu dan pelaksanaan pembinaan
keluarga sakinah dalam mengurangi perceraian yang dilakukan sebagian masyarakat Parungpanjang.
2. Untuk mengetahui faktor terjadinya Penghulu tidak melaksanakan tugasnya sebagai Pembina keluarga sakinah?
3. Untuk mengetahui Upaya Penghulu dalam meminimalisir Perceraian? 2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Untuk meminimalisir Perceraian di Kecamatan Parungpanjang, Kabupaten Bogor.
2. Untuk membuat sebuah karya ilmiah dalam bentuk skripsi, yang merupakan salah satu persyaratan mendapat gelar Sarjana Syariah (S.Sy) yang telah ditentukan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, bagi mahasiswa dan mahasiswi yang akan menyelesaikan studinya di Fakultas Syariah dan Hukum khususnya Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam.
3. Untuk menambah ilmu pengetahuan di bidang ilmu agama terutama yang berkaitan dengan masalah yang sedang di bahas ini, karena dengan membahas masalah ini, penulis berusaha semaksimal mungkin
(19)
untuk membaca dan memahami buku-buku yang terkait dengan masalah perkawinan dan Perceraian.
4. Untuk memberikan sumbangsinya terhadap Kecamatan Parungpanjang dalam upaya meminimalisir angka perceraian dengan cara mensosialisasikan ke masyarakat tersebut dalam bentuk seminar-seminar tentang pengaruh Perceraian.
D. Metode Penelitian
Untuk memudahkan dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini penulis menggunakan berbagai metode diantaranya sebagai berikut:
1. Metode Pengumpulan Data
a. Riset perpustakaan , yaitu penelitian yang dilakukan dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat diruang perpustakaan.
b. Riset Lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan sesuai dengan kehidupan sebenarnya, dengan menentukan obyek penelitian yaitu Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Parungpanjang, Kabupaten Bogor.
Untuk mendapatkan data serta informasi di lapangan penulis mempergunakan metode-metode pengumpulan data sebagai berikut:
2. Metode Interview
Interview adalah Cara pengumpulan data yang dilakukan dengan bertanya dan mendengarkan jawaban langsung dari sumber utama
(20)
data. Dalam interview ini penulis menggunakan interview terstruktur maksudnya adalah penulis membawakan kerangka-kerangka pertanyaan untuk disajikan kepada Penghulu,dan Anggota Masyarakat yang melakukan perceraian.
3. Metode Observasi
Observasi adalah Pengamatan-pengamatan dan pencatatan-pencatatan dengan sistematika fenomena-fenomena yang diselidiki. Di sini penulis hanya melakukan pengamatan terhadap obyek yaitu Penghulu, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Anggota Masyarakat yang melakukan Perceraian.
4. Metode Penulisan
Dari data-data yang di peroleh di atas, kemudian disusun secara teratur dan sistematis lalu dianalisis secara kualitatif, dengan demikian jenis penelitian dalam karya ilmiah ini adalah penelitian. Adapun teknik
penulisan, penulisan menggunakan buku “Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012”.
(21)
E. Kerangka Teori
Akad nikah adalah masalah penting dalam kehidupan masyarakat dan penting sekali artinya dalam menentukan kebahagiaan rumah tangga. Keadaan menuntut adanya persiapan mental yang matang dalam membina rumah tangga.
Suami-isteri dalam ajaran islam tidak boleh terlalu cepat mengambil keputusan bercerai, karena benang kusut itu sangat mungkin disusun kembali. Walaupun dalam ajaran islam ada jalan penyelesaian terakhir yaitu perceraian, namun perceraian adalah suatu hal yangh meskipun boleh dilakukan tetapi dibenci oleh Nabi.13
Menurut PMA No. 30 Tahun 2005, Penghulu adalah pegawai negeri sipil sebagai pencatat nikah yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melakukan pengawasan nikah/rujuk menurut Agama Islam dan kegiatan kepenghuluan.
Tugas Pokok Penghulu berdasarkan pasal 24 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/62/M.PAN/6/2005 Tentang jabatan Fungsional Penghulu dan angka kreditnya Bab II Passal 4, Tugas Pokok penghulu adalah melakukan perencanaan kegiatan Kepenghuluan.
13
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hal. 97.
(22)
Yaitu pengawasan pencatatan nikah/rujuk, pelaksanaan pelayanan nikah/rujuk, penasihatan dan konsultasi nikah/rujuk, pemantauan pelanggaran ketentuan nikah/rujuk, pelayanan fatwa hukum munakahat, dan bimbingan muamalah, pembinaan keluarga sakinah, serta pemantauan dan evaluasi kegiatan kepenghuluan dan pengembangan kepenghuluan.14
F. Review Studi Terdahulu
Untuk memudahkan dan meyakinkan pembaca bahwa penulis tidak malakukan plagiasi atau duplikasi maka penulis menjabarkan review studi terdahulu dalam bentuk table berikut ini:
No Identitas Substansi Pembeda
1. Ilyas Karta Wijaya,
106044101405, 2011,
Implikasi Perceraian di Luar Pengadilan terhadap Hak Asuh Anak.
Dalam skripsinya ditulis bahwa akibat yang terjadi setelah adanya perceraian di luar pengadilan
terhadap hak asuh anak yang terjadi
Dalam skripsi yang saya buat tidak membahas tentang Implikasi Perceraian di Luar Pengadilan
terhadap Hak
Asuh Anak,
14
Iskandar Bunyamin, Panduan Praktis Penghulu, (Banten: Kementerian Agama, 2012), hal.
(23)
di masyarakat Babakan.
malainkan lebih
kepada upaya
penghulu dalam mengurangi Perceraian di Kecamatan
Parungpanjang.
2. Hilmah Ismail, 2007,
Perkawinan Usia Muda dan
Pengaruhnya Terhadap
Tingkat Perceraian Studi Kasus pada Masyarakat Desa Jatisari Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor.
Dalam skripsinya di tuilis bahwa Perkawinan Usia Muda itu pula yang ternyata menimbulkan
dampak dan
akibat tertentu yang dihadapi oleh pasangan usia muda pada masyarakat Desa Jatisari
Kecamatan
Dalam skripsi yang saya buat tidak membahas Perkawinan Usia
Muda dan
Pengaruhnya terhadap Tingkat Perceraian,
malainkan lebih
kepada upaya
penghulu dalam mengurangi
Perceraian di Kecamatan
(24)
Cileungsi Bogor. Parungpanjang.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis akan memberikan gambaran mengenai hal apa saja yang akan dilakukan maka secara garis besar gambaran tersebut dapat dilihat melalui sistematika skripsi berikut ini:
BAB KESATU berisi, Pendahuluan yang akan memberikan gambaran umum dan menyeluruh tentang skripsi ini dengan menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Kerangka Teori, Riview Studi Terdahulu dan Sistematika Penulisan.
BAB KEDUA berisi, Pengertian Perkawinan dan Penghulu, Syarat dan Dasar Hukum Perkawinan, Hikmah dan Tujuan Perkawinan, Tugas dan Fungsi Penghulu, Pengertian dan Sebab Perceraian.
BAB KETIGA berisi, Gambaran Umum KUA Parungpanjang, Letak Geografis dan Demografi KUA Parungpanjang, Kondisi Perekonomian dan Pendidikan Masyarakat Parungpanjang.
BAB KEEMPAT berisi, Perceraian di KUA Parungpanjang, Keterlibatan Penghulu dalam Perceraian, Kifrah Penghulu dalam Masyarakat.
(25)
(26)
17
A. Pengertian Perkawinan dan Penghulu 1. Pengertian Perkawinan
Kata „Nikah‟ atau „zawaj‟ yang berasal dari bahasa Arab di lihat secara makna etimologi (bahasa) berarti “berkumpul dan menindih”, atau dengan ungkapan lain bermakna “aqad dan setubuh” yang secara syara‟ berarti aqad pernikahan. Secara terminology (istilah) „nikah‟ atau „zawaj‟ adalah:
1. Aqad yang mengandung kebolehan memperoleh kenikmatan biologis dari seorang wanita dengan jalan ciuman, pelukan dan bersetubuh.
2. Aqad yang ditetapkan Allah bagi seorang lelaki atas diri seorang perempuan atau sebaliknya untuk dapat menikmati secara biologis antara keduanya.
Aqad nikah yang telah dilakukan akan memberikan status kepemilikan bagi kedua belah pihak (suami-istri), di mana status kepemilikan akibat aqad tersebut bagi si lelaki (suami) berhak memperoleh kenikmatan biologis dan segala yang terkait dengan itu secara sendirian tanpa dicampuri atau diikuti oleh lainnya yang dalam
term fiqih disebut “Milku al-intifa”, yaitu hak memiliki penggunaan atau pemakaian terhadap suatu benda (istri), yang digunakan untuk dirinya sendiri.
(27)
Bagi perempuan (isteri) sebagaimana si suami ia pun berhak memperoleh kenikmatan biologis yang sama, akan tetapi tidak bersifat khusus untuk dirinya sendiri, dalam hal ini si isteri boleh menikmati secara biologis atas diri sang suami bersama perempuan lainnya (istri suami yang lain). Sehingga kepemilikan di sini merupakan hak berserikat antara para istri.Jelasnya, poliandri haram hukumnya dan sebaliknya poligami dibolehkan secara syara.
Pernikahan yang dilakukan manusia merupakan naluri Ilahiyah untuk berkembang biak dan melakukan regenerasi yang akan mewarisi tugas mulia dalam
rangka mengemban amanat Allah sebagai „Khalifah‟ di muka bumi. Pemeliharaan
alam beserta isinya diserahkan kepada manusia dan sebaliknya kerusakan serta kehancurannya juga oleh ulah manusia.1
Banyak sarjana Islam telah mencoba memberikan rumusan tentang arti perkawinan, diantaranya adalah:
1. Menurut Prof. Dr. H. Mahmud Yunus:
“Perkawinan ialah aqad antara calon laki-isteri untuk memenuhi hajat
jenisnya menurut yang diatur oleh syari‟at”
2. Menurut Sayuti Thalib, SH:
“Pengertian perkawinan itu ialah perjanjian suci membentuk keluarga
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan”
1
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan, (Jakarta: PT.Prima Heza Lestari, 2006), hal. 1-2.
(28)
3. Menurut M. Idris Ramulyo, SH:
“Perkawinan menurut islam ialah suatu perjanjian suci yang kuat dan
kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih mengasihi, aman tenteram bahagia dan kekal.
Bermacam-macam pendapat yang dikemukakan orang mengenai pengertian perkawinan itu tidaklah memperlihatkan adanya pertentangan yang sungguh-sungguh antara satu pendapat dengan yang lain tetapi lebih memperlihatkan keinginan pihak perumus dalam memasukkan unsur-unsur perkawinan itu ke dalam rumusannya
Hukum melakukan perkawinan menurut pendapat sebagian sarjana Hukum Islam adalah ibahah atau kebolehan atau halal. Tetapi berdasarkan kepada perobahan illahnya, hukum melakukan perkawinan itu dapat beralih menjadi sunnah, wajib, makruh dan haram. Sedangkan sebagian Sarjana Islam lainnya ada yang menyebutkan sunnah dan bahkan ada yang mengatakan wajib hukumnya.2.
2. Penghulu
Menurut PMA No. 30 Tahun 2005, Penghulu adalah pegawai negeri sipil sebagai pencatat nikah yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk sesuai peraturan
2
(29)
undangan yang berlaku untuk melakukan pengawasan nikah/rujuk menurut Agama Islam dan kegiatan kepenghuluan.
B. Syarat dan Dasar Hukum Perkawinan 1. Syarat Perkawinan
Sahnya suatu perbuatan hukum menurut hukum agama Islam harus memenuhi dua unsur, yaitu rukun dan syarat. Rukun ialah unsur pokok (tiang) sedangkan syarat merupakan unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum.
Perkawinan sebagai perbuatan hukum tentunya juga harus memenuhi rukun dan syarat-syarat tertentu.
Agama Islam menentukan sahnya aqad nikah kepada tiga macam syarat, yaitu:
1. Dipenuhinya semua rukun nikah 2. Dipenuhinya syarat-syarat nikah
3. Tidak melanggar larangan perkawinan sebagai yang ditentukan oleh
syari‟at.3 a. Rukun nikah
Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus dipenuhi pada waktu melangsungkan perkawinan. Jadi dapat digolongkan kedalam syarat formil, dan terdiri atas:
3
(30)
1. Adanya calon mempelai laki-laki dan wanita 2. Harus ada wali bagi calon mempelai perempuan 3. Harus disaksikan oleh dua orang saksi
4. Akad nikah yaitu ijab dari wali mempelai perempuan atau wakilnya dan Kabul dari mempelai laki-laki atau wakilnya.
Rukun nikah merupakan bagian daripada hakekat perkawinan, artinya bila salah satu dari rukun nikah tidak dipenuhi, maka tidak akan terjadi suatu perkawinan.4
b. Syarat-syarat nikah
Syarat-syarat nikah menurut agama Islam diperinci ke dalam syarat-syarat untuk mempelai wanita dan syarat-syarat untuk mempelai laki-laki.Syarat-syarat nikah ini dapat digolongkan ke dalam syarat materiil dan harus dipenuhi agar dapat melangsungkan pernikahan.
Syarat bagi calon mempelai laki-laki:
1. Beragama Islam
2. Terang laki-lakinya (bukan banci) 3. Tidak dipaksa (dengan kemauan sendiri) 4. Tidak beristri lebih dari empat orang
4
(31)
5. Bukan mahramnya bakal istri
6. Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan bakal istrinya 7. Mengetahui bakal istrinya tidak haram dinikahinya
8. Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah.
Syarat bagi calon mempelai wanita:
1. Beragama Islam
2. Terang perempuannya (bukan banci)
3. Telah memberi izin kepada wali untuk menikahkannya 4. Tidak bersuami, dan tidak dalam masa iddah
5. Bukan mahram bakal suami
6. Belum pernah dili‟an (sumpah li‟an) oleh bakal suaminya 7. Terang orangnya
8. Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah.5
Tidak dipenuhinya syarat-syarat nikah tersebut di atas berakibat batal atau tidak sah (fasid) nikahnya. Selain syarat-syarat tersebut masih ada satu syarat lagi yang harus diperhatikan oleh umat Islam dalam hal akan melangsungkan pernikahan, yaitu syarta tidak melanggar larangan pernikahan.6
5
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hal. 31. 6
(32)
2. Dasar Hukum Perkawinan
Hukum nikah (Perkawinan), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran kebutuhan biologis antar jenis, dan hak serta kewajiban yang berhubungan dengan akibat perkawinan tersebut.Perkawinan adalah sunatullah, hukum alam di dunia.Perkawinan dilakukan oleh manusia, hewan, bahkan oleh tumbuh-tumbuhan, karenanya menurut para Sarjana Ilmu Alam mengatakan bahwa segala sesuatu kebanyakan terdiri dari dua pasangan.Misalnya, air yang kita minum (terdiri dari oksigen dan Hidrogen), listrik, ada positif dan negativenya dan sebagainya.Apa yang telah dinyatakan oleh Sarjana Ilmu Alam tersebut.7
Dan sesuai dengan pernyataan Allah dalam Al-Qur‟an.8 Firman Allah:
.
. /مورلا(
٣
:
١٢
)
7H. M. A Tihami, Fiqih Munakahat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 8. 8
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Amzah, 2009), hal. 37.
(33)
C. Hikmah dan Tujuan Perkawinan
Allah mensyari‟atkan pernikahan dan dijadikan dasar yang kuat bagi
kehidupan manusia karena adanya beberapa nilai yang tinggi dan beberapa tujuan utama yang baik bagi manusia, makhluk yang dimuliakan Allah.Untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan menjauhi dari ketimpangan dan penyimpangan, Allah telah membekali syariat dan hukum-hukum Islam agar dilaksanakan manusia dengan baik.9
Kita harus tahu bahwa dalam suatu rumah tangga, manusia memiliki dua sisi yang sama-sama tercela.Di antara mereka ada yang tidak mengenal rasa kasih dan sayang di dalam hatinya.Dan di antara mereka ada orang yang suka meremehkan dan terlalu tenggang rasa.Sehingga semua urusan lepas dari tangan dan dia tidak kuasa untuk mengaturnya.Yang benar adalah pertengahan diantara keduanya.10
Hikmah pernikahan adalah sebuah kebijaksanaan Allah yang maha tinggi.Dia memerintahkan hambanya hanya untuk melakukan perbuatan yang sesuai dengan
logika dan akal pikiran manusia selaras tentang itu.“ dibalik larangan Allah untuk
tidak melakukan suatu perbuatan bagi hambanya selalu saja ada hikmahnya yang
luhur dan mulia, juga selalu ada bukti nyata sebagai pencegahan”. Allah SWT telah menetapkan pernikahan dan menjadikannya sebagai suatu keharusan karena ada
9
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Amzah, 2009), hal. 39.
10
Nashir Bin Sulaiman Al-„Umr, Sendi-sendi Kebahagiaan Suami Isteri,(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), hal. 37.
(34)
banyak manfaat yang tidak bisa dihitung serta derajatnya yang mulia. Diantara hikmah menikah adalah:11
1. Pernikahan adalah ajaran yang sesuai, selaras, dan sejalan dengan fitrah manusia.
2. Melahirkan anak.
3. Memenuhi keinginan hati.
4. Memantapkan jiwa dengan ajakan kasih sayang dan pelaksanaan hak serta kewajiban terhadap keluarga.12
Rumah tangga adalah suatu kumpulan dari masyarakat terkecil, yang terdiri dari pasangan suami isteri, anak-anak, mertua dan sebagainya.Terwujudnya suatu rumah tangga yang sah setelah didahului oleh Aqad Nikah atau Perkawinan sesuai dengan ajaran Agama dan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Perkawinan harus diawali dengan niat yang ikhlas karena Perkawinan itu adalah suruhan Allah dan Rasullnya terhadap Hambanya yang mampu.Sebelumnya pihak-pihak yang bersangkutran (calon suami isteri) hendaklah berusaha mempelajari dasar-dasar dan tujuan berumah tangga serta seluk beluknya yang bersangkutan dengan itu.
11
Abdul Hamid Kisyik, Bimbingan Islam untuk mencapai Keluarga Sakinah, (Bandung: Al-Bayan, 1995), hal. 17.
12
Abdul Hamid Kisyik, Bimbingan Islam untuk mencapai Keluarga Sakinah, (Bandung: Al-Bayan, 1995), hal. 18.
(35)
Hal itu dimaksudkan supaya landasan atau pondamen rumah tangga yang akan didirikan itu lebih baik dan lebih kuat, tidak mudah mengalami kegoncangan dan krisis dalam melayarkan bahtera rumah tangga berikutnya. Selanjutnya perhatikanlah uraian-uraian ringkas tentang tujuan dan hakekat Perkawinan, baik menurut ajaran Agama maupun menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974, serta pengaruhnya lingkungan dan masyarakat, bangsa dan Agama.13
Manfaat Perkawinan itu telah dirasakan oleh setiap orang yang berumah tangga antara lain, terdapatnya kepuasan dan ketenangan jiwa (hati), rasa kasih sayang terhadap isteri dan anak-anak yang dilandasi dengan rasa tanggungjawab, baik di bidang kesejahteraan lahiriah dan batiniyahnya seperti, membentuk keperibadian anak atau keluarga dengan ajaran Agama dan ilmu pengetahuan lainnya, dengan tujuan agar terwujud rumah tangga yang sejahtera, bahagia lahir dan batin, memperoleh keturunan yang sah, suci dimasa yang akan datang.14
Tujuan pernikahan dalam islam tidak hanya sekadar pada batas pemenuhan nafsu biologis atau pelampiasan nafsu seksual, tetapi memiliki tujuan-tujuan penting yang berkaitan dengan sosial, psikologi, dan agama. Di antaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:
13
Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993), hal. 26.
14
Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993), hal. 27.
(36)
1. Memelihara gen manusia. Pernikahan sebagai sarana untuk memelihara keberlangsungan gen manusia, alat reproduksi, dan regenerasi dari masa ke masa. Dengan pernikahan inilah manusia akan dapat memakmurkan hidup dan melaksanakan tugas sebagai khalifah dari Allah.
Mungkin dapat dikatakan bahwa untuk mencapai hal tersebut dapat melalui nafsu seksual yang tidak harus melalui syariat, namun cara tersebut dibenci agama. Demikian itu akan menyebabkan terjadinya penganiayaan, saling menumpahkan darah, dan menyia-nyiakan keturunan sebagaimana yang terjadi pada binatang.
2. Pernikahan adalah tiang keluarga yang teguh dan kokoh. Di dalamnya terdapat hak-hak dan kewajiban yang sacral dan religius. Seseorang akan merasa adanya tali ikatan suci yang membuat tinggi sifat kemanusiaannya, yaitu ikatan ruhani dan jiwa yang membuat ketinggian derajat manusia dan menjadi mulia daripada tingkat kebinatangan yang hanya menjalin cinta syahwat antara jantan dan betina. Bahkan hubungan pasangan suami istri sesungguhnya adalah ketenangan jiwa, kasih sayang, dan memandang.
3. Nikah sebagai perisai diri manusia. Nikah dapat menjaga diri kemanusiaan dan menjauhkan dari pelanggaran-pelanggaran yang diharamkan dalam agama. Karena nikah memperbolehkan masing-masing pasangan melakukan hajat biologisnya secara halal dan mubah.
(37)
Pernikahan tidak membahayakan bagi umat, tidak menimbulkan kerusakan, tidak berpengaruh dalam membentuk sebab-sebab kebinatangan, tidak menyebabkan tersebarnya kefasikan, dan tidak menjerumuskan para pemuda dalam kebebasan.
4. Melawan hawa nafsu. Nikah menyalurkan nafsu manusia menjadi terpelihara, melakukan maslahat orang lain dan melaksanakan hak-hak istri dan anak-anak dan mendidik mereka.
Nikah juga melatih kesabaran terhadap akhlak istri dengan usaha yang optimal memperbaiki dan memberikan petunjuk jalan agama.Semua manfaat pernikahan diatas tergolong perbuatan yang memiliki keutamaan yang agung.
Tanggung jawab laki-laki terhadap rumah tangganya adalah tanggung jawab kepemimpinan dan kekuasaan.Istri dan anak-anak adalah keluarga yang dipimpin.Keutamaan memimpin sangatlah agung. Tidak rasional jika disamakan seseorang yang sibuk mengurus diri sendiri dengan orang yang sibuk mengurus dirinya dan diri orang lain.15
D. Tugas dan Fungsi Penghulu
Tugas Pokok Penghulu berdasarkan pasal 24 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/62/M.PAN/6/2005 Tentang jabatan
15
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Amzah, 2009), hal. 40-41.
(38)
Fungsional Penghulu dan angka kreditnya Bab II Passal 4, Tugas Pokok penghulu adalah melakukan perencanaan kegiatan Kepenghuluan, pengawasan pencatatan nikah/rujuk, pelaksanaan pelayanan nikah/rujuk, penasihatan dan konsultasi nikah/rujuk, pemantauan pelanggaran ketentuan nikah/rujuk, pelayanan fatwa hukum munakahat, dan bimbingan muamalah, pembinaan keluarga sakinah, serta pemantauan dan evaluasi kegiatan kepenghuluan dan pengembangan kepenghuluan.16
Propesi penghulu yang ternyata turut memberikan andil dalam pembangunan keluarga sejahtera.Bahkan, dalam struktur terbarunya, penghulu juga ditekankan untuk menjalin hubungan lintas sektoral dengan aparat dan masyarakat dalam bidang-bidang yang menjadi tugas pokok dan fungsi kepenghuluan.17
E. Pengertian dan Sebab Perceraian
1. Pengertian Perceraian
Perceraian itu bahasa Arabnya thalaq, yang mengandung arti melepas atau membuka simpul.Menurut istilah fiqh, thalaq disebut pula hkulu‟, makna aslinya menanggalkan atau membuka sesuatu jika yang minta cerai itu pihak istri.Walaupun
perceraian itu diperbolehkan, tetapi menurut Qur‟an suci dan Hadits terang sekali
bahwa hak itu baru boleh dilakukan dalam keadaaan luar biasa.
16
Iskandar Bunyamin, Panduan Praktis Penghulu, (Banten: Kementerian Agama, 2012), hal. 1.
17
Nurul Huda Haem, Awas Illegal Wedding dari penghulu liar hingga perselingkuhan, (Jakarta: Pt Mizan Publika, 2007), hal. 128.
(39)
Al-Qur‟an memberi bermacam-macam usaha guna menghindari
perceraian.Atas dasar ajaran Qur‟an semacam itulah Muhammad SAW menyebut
perceraian sebagai barang halal yang paling tidak disukai oleh Allah.Itulah sebabnya, bahwa walaupun orang diberi fasilitas perceraian, fasilitas itu jarang sekali digunakan oleh kaum Muslimin jika dibandingkan dengan perceraian yang dilakukan dinegara-negara Kristen.
Cara berfikir orang Islam ialah ia harus berani menghadapi kesulitan rumah tangga di samping enaknya, dan sedapat mungkin harus menghindari segala macam gangguan yang dapat memecahkan hubungan keluarga, dan jika itu gagal, maka sebagia tindakan terakhir, barulah ditempuh perceraian.
Atas dasar uraian di atas, terang sekali bahwa bukan saja harus ada alasan yang kuat dalam soal perceraian, melainkan sebelum itu terjadi, harus ditempuh segala macam usaha untuk mempertahankan kerukunan.
Kesan umum seakan-akan orang Islam boleh menceraikan istrinya dengan sewenang-wenang, ini hanyalah memutar balikkan undang-undang Islam yang terang-benderang tentang perceraian.
Walaupun Qur‟an menunjuk bermacam-macam sebab, mengapa perceraian itu
perlu dilakukan, namun Qur‟an tak memberi perincian tentang itu, dan tidak pula
(40)
Jika Negara-negara seperti eropa dan amerika yang sama agamanya dan sama pula tingkat peradaban serta kemajuannya, dan memiliki persesuaian pendapat mengenai masalah sosial dan tatasusila, namun mereka tak sama pendapatnya menegenai sebab-sebab perceraian.
Apalagi agama Islam sebagai agama universal yang diperuntukan bagi sekalian bangsa di dunia dan di segala zaman, diperuntukan bagi sekalian manusia, baik yang masih rendah peradabannya maupun yang sudah tinggi, tak mugkin dapat membatasi sebab-sebab perceraian, yang pasti mengalami banyak perubahan sesuai dengan perubahan umat dan masyarakat itu sendiri.
Asas perceraian yang diuraikan di dalam Al-Qur‟an, yang besar kecilnya mencakup segala macam sebab, adalah keputusan suami-isteri untuk memutus ikatan perkawinan karena mereka tidak sanggup lagi hidup bersama sebagai suami-isteri.
Sebenarnya, perkawinan itu tiada lain hanyalah suatu perjanjian untuk hidup bersama sebagai suami-isteri, dan apabila masing-masing pihak tidak setuju dan tidak cocok lagi untuk hidup bersama, maka perceraian tidak dapat ditunda lagi.
(41)
Ini bukanlah berarti setiap percekcokkan diantara mereka akan mengakibatkan perceraian, hanya tidak adanya kesanggupan untuk hidup bersama sebagai suami-isteri sajalah yang menyebabkan ditempuhnya perceraian.18
Dalam surat Al-Baqarah Ayat 231 menyatakan:19
(ا
ل
رق
:
٢
١٣
)
Artinya: “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis iddahnya, maka
janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya
apabila telah terdapat kerelaan diantara mereka dengan cara ma’ruf. Itulah yang
dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian.Itu lebih baik bagimu dan lebih suci.Allah mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui.”(Q.S.Al-Baqarah : 231).
18
Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), hal. 25-27.
19
Abdul Wahab Abd Muhaimin, Ayat-ayat Perkawinan Dan Perceraian Dalam Kajian Ibnu Katsir, (Jakarta: Gaung Persada, 2010), hal. 27.
(42)
Jika sebuah rumah tangga yang didalamnya terjadi percekcokan yang berkepanjangan, maka dalam diri suami/isteri terdapat dua hal yang bertentangan.Pertama, bahaya cekcok yang berkepanjangan dalam rumah tangga, ini jelas bertentangan dengan tujuan perkawinan yaitu dalam rangka mencapai sakinah (ketentraman), dan kedua, bahaya percerain yang juga bertentangan dengan tujuan perkawinan.Dalam kondisi yang demikian, jika bahaya percaraian lebih ringan di bandingkan dengan cekcok yang berkepanjangan, maka seseorang dibolehkan bercerai demi menghindar dari bahaya yang lebih besar.Sebaliknya, jika menurut pertimbangan bahwa bahaya perceraian lebih besar daripada cekcok rumah tangga karena masih dapat didamaikan, maka perceraian tidak boleh dilakukan.
Dengan demikian syariat sebenernya bertujuan untuk memperkecil jumlah perceraian jika hal ini dihubungkan dengan pelaksanaan perceraian yang terjadi di Indonesia khususnya bagi umat Islam perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan Agama, setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Maka hal itu tidak bertentangan dengan syariat islam, karena jika dilihat dari esensi aturan ini, bertujuan untuk memperkecil jumlah perceraian, serta mencegah kesewenang-wenangan kaum laki-laki dalam hal Perceraian.20
20
Sri Mulyati, Relasi Suami Iteri dalam Islam, (Jakarta: Pusat Studi Wanita, 2004), hal. 15-16.
(43)
2. Sebab Perceraian
Suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material.
Karena itu, undang-undang ini juga menganut asas atau prinsip mempersukar terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian harus ada alasan-alasan tertentu serta dilakukan di depan sidang pengadilan.21
Dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 19975 menyatakan Perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan sebagai berikut:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
21
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 268.
(44)
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami-istri. 6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan
persengketaan dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Dari alasan-alasan yang ditentukan pasal 19 ini dapat dipahami bahwa ikatan nikah yang idealnya kekal abadi diberi peluang terputusnya dengan perceraian.Salah satu bentuk perceraian adalah dengan talaq dari suami.22
22
Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 120.
(45)
36
A. Gambaran Umum KUA Kecamatan Parungpanjang
Kantor Urusan Agama Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor dalam melaksanakan tugas pokoknya mengacu kepada tugas pokok Kementerian Agama RI, yaitu menyelenggarakan sebagian tugas umum Pemerintah dan Pembangunan dibidang Agama (Keppres No. 435 tahun 1974 yang disempurnakan dengan Keppres No. 30 tahun 1978 Bab I pasal 2).1
Kantor Urusan Agama Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor yang beralamat di Jalan H. Muhammad No. 3 Parungpanjang dengan jumlah Pegawai sebanyak 6 orang yang terdiri dari 1 orang Kepala KUA, 1 orang Penghulu, 3 orang Administrasi, dan 1 orang Tenaga Honorer dan 60 orang P3N yang tersebar di 11 Desa dalam wilayah Kecamatan Parungpanjang.2
Dalam rangka melaksanakan Tugas Pokok dan Misinya, Kantor Urusan Agama Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor mempunyai daerah / wilayah yang sangat potensial di samping daerah agraris juga termasuk daerah minus yang
1
Profil KUA Kecamatan Parungpanjang, hal. 1. 2
(46)
mayoritas penduduknya beragama Islam yang taat, walaupun banyak pengaruh yang datang dari luar wilayah Parungpanjang.3
Tugas Pokok KUA
Melaksanakan sebagian tugas kantor kementerian agama kabupaten di bidang urusan agama islam dalam wilayah kecamatan.
Fungsi KUA
1. Statistik dan dokumentasi
2. Penyusunan surat, kearsifan, dan rumah tangga kantor
3. Melaksanakan pencatatan nikah dan rujuk mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf dan ibadah sosial, serta pembangunan keluarga sakinah.
4. Pembinaan pangan halal 5. Pembinaan kemitraan umat
6. Penyelenggaraan bimbingan menasik haji
Visi
Profesional Dalam Pelayanan Menuju Terwujudnya Kehidupan Masyarakat Yang Islami.
Misi
3
(47)
A. Meningkatkan kualitas pelayanan administrasi dan manajemen
B. Meningkatkan kualitas pelayanan dan bimbingan di bidang pernikahan dan rujuk
C. Meningkatkan kualitas pelayanan , bimbingan dan pengembangan dibidang keluarga sakinah
D. Meningkatkan kualitas pelayanan dan bimbingan di bidang kemasjidan
E. Meningkatkan kualitas pelayanan, bimbingan dan pemberdayaan zakat, pengembangan wakaf dan ibadah sosial
F. Memberikan pelayanan dan bimbingan tentang produk halal G. Memberikan informasi tentang pelayanan haji
H. Meningkatkan bimbingan dan pengembangan kemitraan umat
I. Meningkatkan kualitas dalam mengkoordinasikan kegiatan kegiatan dan pelaksanaan kegiatan sektoral maupun lintas sektoral di wilayah kecamatan parungpanjuang.4
Wilayah Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor terdiri dari 11 Desa yang meliputi:
1. Desa Parungpanjang 2. Desa Cikuda
3. Desa Dago 4. Desa Lumpang
4
(48)
5. Desa Gorowong 6. Desa Pingku
7. Desa Gintung Cilejet 8. Desa Cibunar
9. Desa Jagabita 10.Desa Jagabaya 11.Desa Kabasiran.5
B. Letak Geografis dan Demografi KUA Parungpanjang
a. Keadaan Daerah
Keadaan daerah/wilayah KUA Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor terdiri dari tanah perbukitan yang gundul dan datar serta berudara panas dan kurang air yang tentunya pertanian tersebut hanya mengandalkan musim hujan.
Disamping itu pula wilayahnya dikelilingi oleh hutan lindung sehingga kurang produktif dan masih kosong untuk wilayah penduduk.
b. Batas Wilayah
Wilayah KUA Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor adalah merupakan salah satu Kecamatan paling Barat didaerah Kabupaten Bogor. Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor sebagaimana telah disebutkan
5
(49)
diatas yang terdiri dari 11 Desa, dibatasi dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Barat : Kecamatan Tenjo Kabupaten Bogor - Sebelah Timur : Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor - Sebelah Utara : Kecamatan Legok Kabupaten Tangerang - Sebelah Selatan : Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor.6
C. Kondisi Perekonomian dan Pendidikan Masyarakat Parungpanjang
Berdasarkan data kependudukan yang ada pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor dan hasil sensus Penduduk Tahun 2009 adalah sebagai berikut:
- Laki-laki : 687214 Jiwa
- Perempuan : 581242 Jiwa
- Jumlah : 105972 Jiwa7
Keadaan Penduduk berdasarkan Pemeluk Agama adalah sebagai berikut:
- Pemeluk Agama Islam : 99787 Jiwa
- Pemeluk Agama Kristen Katholik : 1738 Jiwa
- Pemeluk Agama Kristen Protestan : 2679 Jiwa
- Pemeluk Agama Hindu : 1426 Jiwa
6
Profil KUA Kecamatan Parungpanjang, hal. 2. 7
(50)
- Pemeluk Agama Budha : 342 Jiwa a. Kondisi Perekonomian
Masyarakat Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor mayoritas adalah Petani yang masih Tradisional dan selebihnya adalah Pedagang, Pegawai Negeri, Pekerja di Sektor informal (buruh), ternak ayam, konfeksi dan lain-lain.
b. Kondisi Pendidikan
Penduduk Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor masih banyak diantara penduduknya yang berpendididkan belum optimal terutama masyarakat yang bertempat tinggal di pedalaman yang tidak terjangkau atau jauh dari sarana pendidikan formal seperti SD, MI, SLTP/MTs, SMU,MAN dan lain-lain.
Untuk lebih jelasnya keberadaan sarana pendidikan yang berada di wilayah Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut:
a. Sarana Pendidikan Islam Formal dan Non Formal
- Raudlatul Atfal (RA) : 16 Buah
- Madrasah Ibtidaiyah (MI) : 47 Buah
- Madrasah Diniyah (MD) : 4 Buah
- Madrasah Tsanawiyah (MTs) : 8 Buah
- Madrasah Aliyah (MA) : 4 Buah
- Pondok Pesantren : 64 Buah
(51)
- TPA : 21 Buah8 b. Sarana Pendidikan Umum
- Taman Kanak-kanak : 20 Buah
- Sekolah Dasar Negri (SDN) : 45 Buah
- Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama : 7 Buah
- Sekolah Menengah Umum Negri : 1 Buah
- Sekolah Menengah Kejuruan : 3 Buah
- Surau : 18 Buah.9
Demikianlah sekelumit keadaan Penduduk Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor ditinjau dari segi formal dan non formal berikut sarana dan prasarana yang ada diwilayah Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor.
8
Profil KUA Kecamatan Parungpanjang, hal. 3. 9
(52)
43
A. Perceraian di KUA Parungpanjang
Sebagian masyarakat Kecamatan Parungpanjang, masyarakatnya masih banyak yang melakukan perceraian tanpa melihat dampak yang akan terjadi serta akan ditimbulkan oleh sebuah perceraian tersebut. Hal ini merupakan masalah dalam masyarakat yang perlu dipecahkan. Sebenarnya Perceraian tidak dilakukan di KUA, tetapi sebagian masyarakat Parungpanjang ketika ingin bercerai datang terlebih dahulu ke KUA untuk meminta petunjuk kepada Penghulu sehingga bisa memberikan jalan keluar.1
Karena Penghulu juga merupakan orang yang ditunjuk oleh Negara dan mempunyai fungsi untuk melangsuungkan Perkawinan, harus cermat dan tanggap serta teliti terlebih dahulu terhadap mereka yang akan melangsungkan perkawinan, terutama sekali dengan tujuan-tujuan mereka menikah, sehingga setelah menikah tidak akan terjadinya Perceraian.2
Dalam hal ini untuk mempermudah dan menegetahui hasil Penelitian yang saya lakukan di KUA Parungpanjang tentang Upaya Penghulu dalam mengurangi Perceraian dan Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Perceraian yang
1
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Baedowi. Bogor, 11 Maret 2014. 2
(53)
dilakukan sebagian masyarakat Parungpanjang, maka saya melakukan sebuah penelitian dengan cara wawancara kepada pihak yang bersangkutan yaitu Penghulu KUA Parungpanjang.3
Dari hasil wawancara tersebut, maka dapat diketahui upaya apa saja yang akan dilakukan oleh Penghulu dalam mengurangi Perceraian dan Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Perceraian yang dilakukan sebagian masyarakat Parungpanjang.
Beberapa upaya yang akan dilakukan Penghulu dalam mengurangi Perceraian:
1. Memberikan Penyuluhan. 2. Meningkatkan Kualitas P3N.
3. Mengadakan Pembinaan Keluarga Sakinah.
4. dan Membuat Program yang berbentuk Sosialisasi.
Beberapa Faktor yang mempengaruhi terjadinya Perceraian:
1. Faktor Pendidikan. 2. Faktor Ekonomi. 3. Faktor Lingkungan. 4. Faktor Usia/Umur.4
3
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Baedowi. Bogor, 11 Maret 2014. 4
(54)
Dengan adanya empat Upaya tersebut yang akan dilakukan oleh Penghulu, masyarakat Parungpanjang merupakan sasaran yang tepat terhadap apa yang dilakukan Penghulu itu.
Penghulu juga mengharapakan kerjasama kepada masyarakat untuk ikut serta melakukan upaya-upaya yang sudah dibuat agar berjalan dengan baik dan lancar. Sehingga Perceraian yang ada di Parungpanjang bisa sedikit dan berkurang.
Upaya ini sangat berkaitan dengan faktor-faktor yang ada dan sangat baik sekali apabila upaya dan program yang di buat itu berhasil dilakukan. Berawal dari faktor-faktor yang muncul disebagian masyarakat Parungpanjang, maka Penghulu ingin sekali merubah pola hidup masyarakat Parungpanjang menjadi lebih bain dan modern. Yang bisa berfikir kedepan yang tidak mengutamakan Perceraian apabila ada permasalahan yang timbul dari hubungan keluarga.5
B. Keterlibatan Penghulu dalam Percerain
Keterlibatan penghulu dalam Perceraian sudah jelas terjadi, karena seseorang yang ingin melakukan perceraian terlebih dahulu datang ke Kantor KUA dan menghadap Penghulu. Tetapi tugas Penghulu disini bukanlah untuk menceraikan pihak-pihak yang akan bercerai, melainkan berusaha dan memberi solusi agar tidak terjadi Perceraian.
5
(55)
Para pihak yang ingin bercerai selalu datang ke Penghulu untuk meminta petunjuk atau jalan keluar terhadap permasalahan yang sedang di alami oleh kedua belah pihak. Mereka meyakini bahwa Penghulu bisa memberikan solusi kepada mereka. Disinilah adanya keterlibatan Penghulu dalam Perceaian.6
Setiap masyarakat pasti mempunyai suatu permasalahan baik yang berhubungan dengan keluarga maupun dengan orang lain. Sebuah keluarga merupakan suatu pembelajaran yang sangat penting dalam kaitannya dengan suami isteri, hal ini bisa kita lihat dari contoh masyarakat Parungpanjang yang sebagian masyarakatnya melakukan perceraian karena dalam hubungan suami isterinya tidak bisa di pertahankan kembali sehingga berujung pada sebuah Perceraian.
Semakin banyak upaya yang dilakukan oleh Penghulu semakin sedikit Perceraian itu terjadi. Walaupun upaya itu tidak banyak, yang penting adalah terlaksananya upaya itu. Percerain bisa berkurang apabila faktor-faktor yang ada bisa dihilangkan juga, dengan kata lain Penghulu berhasil melakukan upaya itu.7
Dari beberapa Upaya yang akan dilakukan oleh Penghulu sebagai Berikut:
1. Memberikan Penyuluhan.
Dengan memberikan penyuluhan keagamaan terhadap Bapak-bapak, Ibu-ibu, Pemuda/I dalam suatu pengajian baik tingkat RT maupun Desa yang akan
6
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Baedowi. Bogor, 11 Maret 2014. 7
(56)
terciptanya komunikasi yang harmonis dan baik terhadap masyarakat Parungpanjang sehingga dapat menciptakan wawasan berumah tangga yang lebih inspiratif. Penyuluhan ini juga bisa dilakukan terhadap anak-anak sekolah yang sudah dewasa dan yang sudah berfikir untuk melakukan pernikahan. Penyuluhan ini sangat penting untuk tidak terjadinya perceraian dan meminimalisir perceraian yang sudah ada. Penghulu akan terjun langsung untuk melakukan upaya ini agar benar-benar berjalan dan bisa membuahkan hasil yang baik, terutama pada masyarakat Parungpanjang.8
2. Meningkatkan Kualitas P3N.
P3N (Amil) selaku pembantu dari pihak KUA supaya bisa memberikan ilmu-ilmu tentang berumah tangga yang baik dan rukun. Maka dari itu Perceraian yang dilakukan sebagian masyarakat Parungpanjang bisa menjadi lebih sedikit dari sebelumnya. Di Parungpanjang sendiri, P3N atau yang disebut amil itu benar-benar orang mengerti terhadap hukum agama terutama dalam bidang perkawinan.9
3. Mengadakan Pembinaan Keluarga Sakinah.
Dengan adanya Pembinaan Keluarga Sakinah yang dilakukan Penghulu akan membuat masyarakat mengerti arti pentingnya membangun sebuah keluarga yang baik dan rukun. Sehingga tidak akan terjadinya Perceraian. Pembinaan
8
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Baedowi. Bogor, 21 Februari 2014. 9
(57)
Keluarga Sakinah juga merupakan upaya yang sangat baik dalam mengurangi Perceraian yang dilakukan sebagian masyarakat Parungpanjang. Dan pembinaan ini haruslah dilakukan oleh orang-orang yang memang benar-benar mengerti tentang menjalin keluarga yang baik itu seperti apa. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh Penghulu sebagai orang yang dianggap faham terhadap permasalahan seperti ini.10
4. Membuat Program berbentuk Sosialisasi.
Dengan adanya kerjasama yang baik dari pihak KUA dengan BKKBN, Puskesmas, Tokoh Masyarakat dan Pejabat setempat. Maka Sosialisasi ini akan membawa nilai-nilai positif terhadap masyarakat Parungpanjang baik yang sudah bercerai maupun yang masih berkeluarga. Dan memberikan dampak yang baik bagi semua komponen masyarakat, sehingga adanya keharmonisan dalam suatu keluarga.
Program ini juga sangat penting untuk meminimalisir Perceraian yang dilakukan sebagian masyarakat Parungpanjang.11
C. Kifrah Penghulu dalam Masyarakat
Oleh karena itu Penghulu mempunyai peran yang sangat penting terhadap permasalahan yang ada di masyarakat Parungpanjang. Sehingga pada akhirnya
10
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Baedowi. Bogor, 21 Februari 2014. 11
(58)
Penghulu mencoba melakukan upaya-upaya dan membuat suatu Program yang kemungkinan bisa menjadikan Perceraian itu tidak terjadi.
Dengan adanya beberapa Upaya dan Program yang akan dilakukan oleh Penghulu guna dalam mengurangi Perceraian yang dilakukan sebagian masyarakat Parungpanjang, maka oleh karena itu masyarakat sangat mendukung atas tindakan yang akan dilakukan oleh Penghulu yang akan berdampak positif dan baik bagi semua masyarakat Parungpanjang.
Dengan demikian langkah-langkah tersebut akan menguntungkan bagi masyarakat Parungpanjang terutama bagi pelaku Perceraian sehingga bisa mengetahui dampak buruknya apabila terjadinya Perceraian antara suami isteri.12
Dan menguntungkan juga bagi suami isteri yang sedang berumah tangga sehingga rumah tangga mereka menjadi lebih romantis dan rukun.
Dan dengan diadakannya Penyuluhan dan Bimbingan terhadap calon pengantin maupun yang sudah berumah tangga, masyarakatpun sadar arti penting sebuah keluarga dan Perceraian itu bukan jalan yang terbaik apabila dalam rumah tangga terdapat suatu perselisihan.
Selama ini masyarakat tidak menggunakan akal sehatnya dalam menyelesaikan suatu perselisihan dalam suatu keluarga. Oleh karena itu, Upaya yang
12
(59)
dilakukan oleh Penghulu dalam mengurangi Perceraian sangatlah bagus dan baik untuk kemaslahatan masyarakat Parungpanjang.
Banyak nilai-nilai positif yang diberikan oleh Penghulu kepada masyarakat Parungpanjang dengan melalui Upaya-upaya dan Program yang akan dilakukan dan dilaksanakan secepatnya, karena masyarakat Parungpanjang masih terlalu jauh pengetahuannya dalam hal Perkawinan dan Perceraian.13
Hal ini sangat berimplikasi baik terhadap Penghulu kepada masyarakat Parungpanjang atas langkah-langkah yang akan dilakukan nanti dan secepatnya dilaksanakan baik secara formal maupun non formal.
13
(60)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan yang bersumber pada teori maupun yang bersumber dari data-data yang penulis kumpulkan, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Upaya Penghulu.
Dari permasalahan yang ada mengenai Upaya apa saja yang akan dilakukan oleh Penghulu dalam mengurangi Perceraian, sekarang sudah terjawab dengan dilakukannya penelitian di KUA Parungpanjang yang ditanggapi oleh Penghulu itu sendiri dan akhirnya Permasalahan tersebut bisa dipecahkan. Dan adanya jalan keluar yang sangat mudah dan berdampak baik bagi masyarakat Parungpanjang, yaitu dengan cara Memberikan Penyuluhan, Meningkatkan kualitas P3N (Amil), Mengadakan Pembinaan Keluarga Sakinah dan Membuat Program yang berbentuk Sosialisasi.
Dengan adanya Upaya dan Program seperti itu, maka masyarakat Parungpanjang lebih mengetahui dampak buruknya tentang Perceraian. Sehingga tidak lagi melakukan Perceraian dengan cara yang tidak baik.
(61)
Dan dalam Upaya ini, akan bisa meminimalisir pelaku Perceraian yang dilakukan sebagian masyarakat Parungpanjang. Penghulu juga mendapat nilai positif dari apa yang telah dilakukan terhadap masyarakat.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis bahwa dapat disimpulkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya Perceraian yang dilakukan sebagian masyarakat Parungpanjang yaitu:
a. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting bagi kehidupan masyarakat, terutama dimasyarakat Parungpanjang yang masih tidak terlalu tinggi pendidikannya. Karena pendidikan itu sangat mempengaruhi kualitas rumah tangga seseorang terutama dalam hal komunikasi baik antara hubungan suami isteri dan hubungan diantara kedua keluarga.
Lain halnya terhadap sebagian masyarakat Parungpanjang yang menganggap tidak terlalu pentingnya bagi kehidupan yang akan datang. Padahal ketika sesorang menikah dan tidak mempunyai Pendidikan yang tinggi maka tidak menutup kemungkinan Perceraian itu bisa terjadi kapan saja. Ketika hal itu sudah terjadi barulah masyarakat menyadari betapa pentingnya Pendidikan itu.
(62)
b. Ekonomi
Ekonomi merupakan salah satu kepentingan dan kebutuhan dalam rumah tangga. Apabila kebutuhan itu tidak bisa dipenuhi baik oleh suami maupun oleh isteri akan berdampak buruk dalam kehidupan berkeluarga. Sehingga bisa menjadi suatu permasalahan dalam keluarga yang akan mengakibatkan terjadinya Perceraian antara suami isteri apabila tidak terpenuhinya kebutuhan itu.
Maka oleh karena itu Ekonomi menjadi salah satu faktor-faktor yang mempengaruhi akan terjadinya Perceraian. Ketika Ekonomi sudah dijadikan faktor utama terhadap Perceraian, masyarakat seharusnya sadar akan hal itu sehingga bisa mengakibatkan mereka bercerai. c. Lingkungan
Lingkungan merupakan suatu tempat tinggal yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan dalam keluarga. Apabila lingkungan itu tidak baik dan tidak nyaman untuk saling berinteraksi, maka yang akan terjadi salah faham antara beberapa masyarakat dan keluarga.
Semakin baik lingkungan yang kita tinggali, semakin baik pula rumah tangga yang kita jalani.
3. Pelaksanaan Pembinaan Keluarga Sakinah
Pada awalnya Pembinaan Keluarga Sakinah ini tidak dilakukan oleh Penghulu yang berada di Wilayah KUA Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor Karena
(63)
kurangnya sarana dan prasarana yang ada di KUA Kecamtan Parungpanjang. Tetapi dengan banyaknya Perceraian yang ada di Kecamatan Parungpanjang, Penghulu berusaha melakukan dan mencari cara supaya permasalahan mengenai perceraian bisa diatasi. Oleh karena itu akhirnya Penghulu melakukan dan membuat Program Pembinaan Keluarga Sakinah sebagai salah satu usaha untuk meminimalisir Perceraian yang ada di Kecamatan Parungpanjang.
Pembinaan Keluarga Sakinah barulah bisa berjalan apabila Penghulu itu sendiri yang malakukan langsung tanpa ada pihak darimanapun. Karena Penghulu adalah orang yang ditugaskan untuk melakukan Pembinaan Keluarga Sakinah supaya masyarakat lebih mengetahui dampak negatif dari perceraian tersebut.
B. Saran-saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan setelah melakukan penelitian dalam Skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Disarankan kepada Penghulu agar terus berupaya dan berusaha meminimalisir pelaku Perceraian yang terjadi di sebagian masyarakat Parungpanjang.dan terus melakukan langkah-langkah yang baik agar masyarakat Parungpanjang lebih mengetahui dampak negatif akibat Perceraian.
2. Penghulu harus lebih bertanggung jawab terhadap tugas dan fungsi Penghulu. 3. Upaya yang dilakukan Penghulu jangan sampai tidak terlaksana dan tidak
(64)
4. Dengan adanya upaya-upaya itu, masyarakat lebih mempertahankan lagi kerukunan dalam berumah tangga.
5. Disarankan juga kepada masyarakat agar lebih memperhatikan dampak Perceraian yang akan ditimbulkan.
6. Masyarakat harus lebih memikirkan masa depan keluarga yang sudah dibentuk supaya tidak terjadinya Perceraian.
(65)
56
Subekti, R dan Tjitrosudibio, R. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita, 2009.
Durachman, Budi. Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Fokus Media, 2007.
Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986.
Prakoso, Djoko dan Murtika, I Ketut. Azaz-azaz Hukum Perkawinan.
Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo, 2003. Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: Pusat Peningkatang dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2008.
Yunus, Mahmud. Hukum Perkawinan Dalam Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1996.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Bandung: Citra Umbara, 2007.
Alhamdani, H. S. A. Risalah Nikah. Jakarta: Pustaka Amani, 1985.
Asmawi, Mohammad. Nikah. Yogyakarta: Darussalam, 2004.
Taat Nasution, Amir. Rahasia Perkawinan dalam Islam. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994.
Zein, Satria Effendi M. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Jakarta: Prenada Media, 2004.
(66)
Bunyamin, Iskandar. Panduan Praktis Penghulu, Banten: Kementerian Agama, 2012.
Abbas, Ahmad Sudirman. Pengantar Pernikahan, Jakarta: PT.Prima Heza Lestari, 2006.
Asmin. Status Perkawinan Antar Agama, Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. Fiqh Munakahat, Jakarta: Amzah, 2009.
Kuzari, Achmad. Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995.
Rusdiana, kama dan Aripin Jaenal. Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007.
Nurudin, Amir dan Tarigan, Akmal Azhari. Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004.
Haem, Nurul Huda. Awas Illegal Wedding dari Penghulu Liar Hingga Perselingkuhan, Jakarta: PT Mizan Publika, 2007.
Zain, Muhammad dan Alshodiq, Mukhtar. Membangun Keluarga Humanis, Jakarta: Grahacipta, 2005.
Muhaimin, Abdul Wahab Abd. Ayat-ayat Perkawinan dan Perceraian Dalam Kajian Ibnu Katsir, Jakarta: Gaung Persada, 2010.
Bakri, Sidi Nazar. Kunci Keutuhan Rumah Tangga, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993.
Mulyati, Sri. Relasi Suami Isteri dalam Islam, Jakarta: Pusat Studi Wanita, 2004.
Kisyik, Abdul Hamid. Bimbingan Islam untuk Mencapai Keluarga Sakinah, Bandung: Al-Bayan, 1995.
Tihami, H.M.A. Fiqih Munakahat, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2009.
Syakir, Muhammad Fu’ad. Perkawinan Terlarang, Jakarta: CV. Cendekia Sentra Muslim, 2002.
(67)
(1)
53
b. Ekonomi
Ekonomi merupakan salah satu kepentingan dan kebutuhan dalam rumah tangga. Apabila kebutuhan itu tidak bisa dipenuhi baik oleh suami maupun oleh isteri akan berdampak buruk dalam kehidupan berkeluarga. Sehingga bisa menjadi suatu permasalahan dalam keluarga yang akan mengakibatkan terjadinya Perceraian antara suami isteri apabila tidak terpenuhinya kebutuhan itu.
Maka oleh karena itu Ekonomi menjadi salah satu faktor-faktor yang mempengaruhi akan terjadinya Perceraian. Ketika Ekonomi sudah dijadikan faktor utama terhadap Perceraian, masyarakat seharusnya sadar akan hal itu sehingga bisa mengakibatkan mereka bercerai. c. Lingkungan
Lingkungan merupakan suatu tempat tinggal yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan dalam keluarga. Apabila lingkungan itu tidak baik dan tidak nyaman untuk saling berinteraksi, maka yang akan terjadi salah faham antara beberapa masyarakat dan keluarga.
Semakin baik lingkungan yang kita tinggali, semakin baik pula rumah tangga yang kita jalani.
3. Pelaksanaan Pembinaan Keluarga Sakinah
Pada awalnya Pembinaan Keluarga Sakinah ini tidak dilakukan oleh Penghulu yang berada di Wilayah KUA Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor Karena
(2)
kurangnya sarana dan prasarana yang ada di KUA Kecamtan Parungpanjang. Tetapi dengan banyaknya Perceraian yang ada di Kecamatan Parungpanjang, Penghulu berusaha melakukan dan mencari cara supaya permasalahan mengenai perceraian bisa diatasi. Oleh karena itu akhirnya Penghulu melakukan dan membuat Program Pembinaan Keluarga Sakinah sebagai salah satu usaha untuk meminimalisir Perceraian yang ada di Kecamatan Parungpanjang.
Pembinaan Keluarga Sakinah barulah bisa berjalan apabila Penghulu itu sendiri yang malakukan langsung tanpa ada pihak darimanapun. Karena Penghulu adalah orang yang ditugaskan untuk melakukan Pembinaan Keluarga Sakinah supaya masyarakat lebih mengetahui dampak negatif dari perceraian tersebut.
B. Saran-saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan setelah melakukan penelitian dalam Skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Disarankan kepada Penghulu agar terus berupaya dan berusaha meminimalisir pelaku Perceraian yang terjadi di sebagian masyarakat Parungpanjang.dan terus melakukan langkah-langkah yang baik agar masyarakat Parungpanjang lebih mengetahui dampak negatif akibat Perceraian.
2. Penghulu harus lebih bertanggung jawab terhadap tugas dan fungsi Penghulu. 3. Upaya yang dilakukan Penghulu jangan sampai tidak terlaksana dan tidak
(3)
55
4. Dengan adanya upaya-upaya itu, masyarakat lebih mempertahankan lagi kerukunan dalam berumah tangga.
5. Disarankan juga kepada masyarakat agar lebih memperhatikan dampak Perceraian yang akan ditimbulkan.
6. Masyarakat harus lebih memikirkan masa depan keluarga yang sudah dibentuk supaya tidak terjadinya Perceraian.
(4)
56
Subekti, R dan Tjitrosudibio, R. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita, 2009.
Durachman, Budi. Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Fokus Media, 2007.
Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986.
Prakoso, Djoko dan Murtika, I Ketut. Azaz-azaz Hukum Perkawinan.
Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo, 2003. Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: Pusat Peningkatang dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2008.
Yunus, Mahmud. Hukum Perkawinan Dalam Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1996.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Bandung: Citra Umbara, 2007.
Alhamdani, H. S. A. Risalah Nikah. Jakarta: Pustaka Amani, 1985.
Asmawi, Mohammad. Nikah. Yogyakarta: Darussalam, 2004.
Taat Nasution, Amir. Rahasia Perkawinan dalam Islam. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994.
Zein, Satria Effendi M. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Jakarta: Prenada Media, 2004.
(5)
57
Bunyamin, Iskandar. Panduan Praktis Penghulu, Banten: Kementerian Agama, 2012.
Abbas, Ahmad Sudirman. Pengantar Pernikahan, Jakarta: PT.Prima Heza Lestari, 2006.
Asmin. Status Perkawinan Antar Agama, Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. Fiqh Munakahat, Jakarta: Amzah, 2009.
Kuzari, Achmad. Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995.
Rusdiana, kama dan Aripin Jaenal. Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007.
Nurudin, Amir dan Tarigan, Akmal Azhari. Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004.
Haem, Nurul Huda. Awas Illegal Wedding dari Penghulu Liar Hingga Perselingkuhan, Jakarta: PT Mizan Publika, 2007.
Zain, Muhammad dan Alshodiq, Mukhtar. Membangun Keluarga Humanis, Jakarta: Grahacipta, 2005.
Muhaimin, Abdul Wahab Abd. Ayat-ayat Perkawinan dan Perceraian Dalam Kajian Ibnu Katsir, Jakarta: Gaung Persada, 2010.
Bakri, Sidi Nazar. Kunci Keutuhan Rumah Tangga, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993.
Mulyati, Sri. Relasi Suami Isteri dalam Islam, Jakarta: Pusat Studi Wanita, 2004.
Kisyik, Abdul Hamid. Bimbingan Islam untuk Mencapai Keluarga Sakinah, Bandung: Al-Bayan, 1995.
Tihami, H.M.A. Fiqih Munakahat, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2009.
Syakir, Muhammad Fu’ad. Perkawinan Terlarang, Jakarta: CV. Cendekia Sentra Muslim, 2002.
(6)