Metode Pengumpulan Data Metode Interview Pengertian Perkawinan

untuk membaca dan memahami buku-buku yang terkait dengan masalah perkawinan dan Perceraian. 4. Untuk memberikan sumbangsinya terhadap Kecamatan Parungpanjang dalam upaya meminimalisir angka perceraian dengan cara mensosialisasikan ke masyarakat tersebut dalam bentuk seminar- seminar tentang pengaruh Perceraian.

D. Metode Penelitian

Untuk memudahkan dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini penulis menggunakan berbagai metode diantaranya sebagai berikut:

1. Metode Pengumpulan Data

a. Riset perpustakaan , yaitu penelitian yang dilakukan dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat diruang perpustakaan. b. Riset Lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan sesuai dengan kehidupan sebenarnya, dengan menentukan obyek penelitian yaitu Kantor Urusan Agama KUA Kecamatan Parungpanjang, Kabupaten Bogor. Untuk mendapatkan data serta informasi di lapangan penulis mempergunakan metode-metode pengumpulan data sebagai berikut:

2. Metode Interview

Interview adalah Cara pengumpulan data yang dilakukan dengan bertanya dan mendengarkan jawaban langsung dari sumber utama data. Dalam interview ini penulis menggunakan interview terstruktur maksudnya adalah penulis membawakan kerangka-kerangka pertanyaan untuk disajikan kepada Penghulu,dan Anggota Masyarakat yang melakukan perceraian.

3. Metode Observasi

Observasi adalah Pengamatan-pengamatan dan pencatatan-pencatatan dengan sistematika fenomena-fenomena yang diselidiki. Di sini penulis hanya melakukan pengamatan terhadap obyek yaitu Penghulu, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Anggota Masyarakat yang melakukan Perceraian. 4. Metode Penulisan Dari data-data yang di peroleh di atas, kemudian disusun secara teratur dan sistematis lalu dianalisis secara kualitatif, dengan demikian jenis penelitian dalam karya ilmiah ini adalah penelitian. Adapun teknik penulisan, penulisan menggunakan buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012 ”.

E. Kerangka Teori

Akad nikah adalah masalah penting dalam kehidupan masyarakat dan penting sekali artinya dalam menentukan kebahagiaan rumah tangga. Keadaan menuntut adanya persiapan mental yang matang dalam membina rumah tangga. Suami-isteri dalam ajaran islam tidak boleh terlalu cepat mengambil keputusan bercerai, karena benang kusut itu sangat mungkin disusun kembali. Walaupun dalam ajaran islam ada jalan penyelesaian terakhir yaitu perceraian, namun perceraian adalah suatu hal yangh meskipun boleh dilakukan tetapi dibenci oleh Nabi. 13 Menurut PMA No. 30 Tahun 2005, Penghulu adalah pegawai negeri sipil sebagai pencatat nikah yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku untuk melakukan pengawasan nikahrujuk menurut Agama Islam dan kegiatan kepenghuluan. Tugas Pokok Penghulu berdasarkan pasal 24 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER62M.PAN62005 Tentang jabatan Fungsional Penghulu dan angka kreditnya Bab II Passal 4, Tugas Pokok penghulu adalah melakukan perencanaan kegiatan Kepenghuluan. 13 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Jakarta: Prenada Media, 2004, hal. 97. Yaitu pengawasan pencatatan nikahrujuk, pelaksanaan pelayanan nikahrujuk, penasihatan dan konsultasi nikahrujuk, pemantauan pelanggaran ketentuan nikahrujuk, pelayanan fatwa hukum munakahat, dan bimbingan muamalah, pembinaan keluarga sakinah, serta pemantauan dan evaluasi kegiatan kepenghuluan dan pengembangan kepenghuluan. 14

F. Review Studi Terdahulu

Untuk memudahkan dan meyakinkan pembaca bahwa penulis tidak malakukan plagiasi atau duplikasi maka penulis menjabarkan review studi terdahulu dalam bentuk table berikut ini: No Identitas Substansi Pembeda 1. Ilyas Karta Wijaya, 106044101405, 2011, Implikasi Perceraian di Luar Pengadilan terhadap Hak Asuh Anak. Dalam skripsinya ditulis bahwa akibat yang terjadi setelah adanya perceraian di luar pengadilan terhadap hak asuh anak yang terjadi Dalam skripsi yang saya buat tidak membahas tentang Implikasi Perceraian di Luar Pengadilan terhadap Hak Asuh Anak, 14 Iskandar Bunyamin, Panduan Praktis Penghulu, Banten: Kementerian Agama, 2012, hal. 1. di masyarakat Babakan. malainkan lebih kepada upaya penghulu dalam mengurangi Perceraian di Kecamatan Parungpanjang. 2. Hilmah Ismail, 2007, Perkawinan Usia Muda dan Pengaruhnya Terhadap Tingkat Perceraian Studi Kasus pada Masyarakat Desa Jatisari Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor. Dalam skripsinya di tuilis bahwa Perkawinan Usia Muda itu pula yang ternyata menimbulkan dampak dan akibat tertentu yang dihadapi oleh pasangan usia muda pada masyarakat Desa Jatisari Kecamatan Dalam skripsi yang saya buat tidak membahas Perkawinan Usia Muda dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Perceraian, malainkan lebih kepada upaya penghulu dalam mengurangi Perceraian di Kecamatan Cileungsi Bogor. Parungpanjang.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis akan memberikan gambaran mengenai hal apa saja yang akan dilakukan maka secara garis besar gambaran tersebut dapat dilihat melalui sistematika skripsi berikut ini: BAB KESATU berisi, Pendahuluan yang akan memberikan gambaran umum dan menyeluruh tentang skripsi ini dengan menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Kerangka Teori, Riview Studi Terdahulu dan Sistematika Penulisan. BAB KEDUA berisi, Pengertian Perkawinan dan Penghulu, Syarat dan Dasar Hukum Perkawinan, Hikmah dan Tujuan Perkawinan, Tugas dan Fungsi Penghulu, Pengertian dan Sebab Perceraian. BAB KETIGA berisi, Gambaran Umum KUA Parungpanjang, Letak Geografis dan Demografi KUA Parungpanjang, Kondisi Perekonomian dan Pendidikan Masyarakat Parungpanjang. BAB KEEMPAT berisi, Perceraian di KUA Parungpanjang, Keterlibatan Penghulu dalam Perceraian, Kifrah Penghulu dalam Masyarakat. BAB KELIMA berisi, Penutup, Kesimpulan, Saran-saran. 17

BAB II PERKAWINAN, PENGHULU, PERCERAIAN

A. Pengertian Perkawinan dan Penghulu

1. Pengertian Perkawinan

Kata „Nikah‟ atau „zawaj‟ yang berasal dari bahasa Arab di lihat secara makna etimologi bahasa berarti “berkumpul dan menindih”, atau dengan ungkapan lain bermakna “aqad dan setubuh” yang secara syara‟ berarti aqad pernikahan. Secara terminology istilah „nikah‟ atau „zawaj‟ adalah: 1. Aqad yang mengandung kebolehan memperoleh kenikmatan biologis dari seorang wanita dengan jalan ciuman, pelukan dan bersetubuh. 2. Aqad yang ditetapkan Allah bagi seorang lelaki atas diri seorang perempuan atau sebaliknya untuk dapat menikmati secara biologis antara keduanya. Aqad nikah yang telah dilakukan akan memberikan status kepemilikan bagi kedua belah pihak suami-istri, di mana status kepemilikan akibat aqad tersebut bagi si lelaki suami berhak memperoleh kenikmatan biologis dan segala yang terkait dengan itu secara sendirian tanpa dicampuri atau diikuti oleh lainnya yang dalam term fiqih disebut “Milku al-intifa”, yaitu hak memiliki penggunaan atau pemakaian terhadap suatu benda istri, yang digunakan untuk dirinya sendiri. Bagi perempuan isteri sebagaimana si suami ia pun berhak memperoleh kenikmatan biologis yang sama, akan tetapi tidak bersifat khusus untuk dirinya sendiri, dalam hal ini si isteri boleh menikmati secara biologis atas diri sang suami bersama perempuan lainnya istri suami yang lain. Sehingga kepemilikan di sini merupakan hak berserikat antara para istri.Jelasnya, poliandri haram hukumnya dan sebaliknya poligami dibolehkan secara syara. Pernikahan yang dilakukan manusia merupakan naluri Ilahiyah untuk berkembang biak dan melakukan regenerasi yang akan mewarisi tugas mulia dalam rangka mengemban amanat Allah sebagai „Khalifah‟ di muka bumi. Pemeliharaan alam beserta isinya diserahkan kepada manusia dan sebaliknya kerusakan serta kehancurannya juga oleh ulah manusia. 1 Banyak sarjana Islam telah mencoba memberikan rumusan tentang arti perkawinan, diantaranya adalah: 1. Menurut Prof. Dr. H. Mahmud Yunus: “Perkawinan ialah aqad antara calon laki-isteri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang diatur oleh syari‟at” 2. Menurut Sayuti Thalib, SH: “Pengertian perkawinan itu ialah perjanjian suci membentuk keluarga antara seorang laki-laki dengan seorang perempua n” 1 Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan, Jakarta: PT.Prima Heza Lestari, 2006, hal. 1-2. 3. Menurut M. Idris Ramulyo, SH: “Perkawinan menurut islam ialah suatu perjanjian suci yang kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih mengasihi, aman tenteram bahagia dan kekal. Bermacam-macam pendapat yang dikemukakan orang mengenai pengertian perkawinan itu tidaklah memperlihatkan adanya pertentangan yang sungguh-sungguh antara satu pendapat dengan yang lain tetapi lebih memperlihatkan keinginan pihak perumus dalam memasukkan unsur-unsur perkawinan itu ke dalam rumusannya Hukum melakukan perkawinan menurut pendapat sebagian sarjana Hukum Islam adalah ibahah atau kebolehan atau halal. Tetapi berdasarkan kepada perobahan illahnya, hukum melakukan perkawinan itu dapat beralih menjadi sunnah, wajib, makruh dan haram. Sedangkan sebagian Sarjana Islam lainnya ada yang menyebutkan sunnah dan bahkan ada yang mengatakan wajib hukumnya. 2 .

2. Penghulu