40
Kereta Api Indonesia divisi regional II merupakan layanan PT. KAI yang cukup kecil.
2. Visi dan Misi PT. Kereta Api Indonesia divisi regional II Sumatera Barat
a. Visi
Adapun visi dari PT. Kereta Api Indonesia Persero Divisi Regional II Sumatera Barat Indonesia adalah menjadi penyedia jasa perkeretaapian terbaik
yang fokus pada pelayanan pelanggan dan memenuhi harapan stakeholders. b.
Misi Misi dari PT. Kereta Api Indonesia Persero Divisi Regional II Sumatera
Barat adalah menyelenggarakan bisnis perkeretaapian dan bisnis usaha penunjangnya, melalui praktek bisnis dan model organisasi terbaik untuk
memberikan nilai tambah yang tinggi bagi stakeholder dan kelestarian lingkungan berdasarkan 4 pilar utama: Keselamatan, Ketepatan waktu, Pelayanan, dan
Kenyamanan.
3. PT. Kereta Api Indonesia Saat Ini
PT. Kereta Api Indonesia baru saja merayakan ulang tahun ke 71 tahun pada tanggal 28 September 2016 dengan tag line
“everyday is safety day, safety has no holiday
”. Hal ini menunjukkan bahwa PT. Kereta Api Indonesia memprioritaskan keselamatan dalam setiap operasional kereta api.
4. Jenis Layanan PT. KAI divisi regional II Sumatera Barat
a. Kereta Api penumpang dan wisata yaitu kereta api Sibinuang, kelas ekonomi AC rute Padang
– Pariaman.
Universitas Sumatera Utara
41
b. Kereta Api pengangkutan barang yaitu kereta api semen dalam bentuk curah
PT. Semen Padang Indarung – Teluk Bayur.
5. Perlintasan Indarung – Bukit Putus
Perlintasan Indarung – Bukit Putus mengangkut semen dalam bentuk
curah dari PT. Semen Padang Indarung ke Pelabuhan Teluk Bayur Bukit Putus. Semen dalam bentuk curah ini diangkut oleh PT. Kereta Api Indonesia
dengan 5 lokomotif yang dipakai secara bergantian. Dinasan masinis di perlintasan ini terdiri dari 3 shift yaitu shift pagi, siang dan malam. Shift pagi
mengangkut semen dari Indarung ke Bukit Putus sebanyak 4 kali, sedangkan shift siang dan malam mengangkut semen dari Indarung ke Bukit Putus sebanyak 5
kali. Lokomotif yang digunakan untuk mengangkut semen dari Indarung ke
Bukit Putus terdiri dari 2 lokomotif yang berada di bagian depan gerbong dan membawa beban sebanyak 600 ton, sedangkan untuk kembali dari Bukit Putus ke
Indarung digunakan 3 lokomotif karena kondisi rel yang menanjak sebesar 9 mil,
2 dari 3 lokomotif berada didepan gerbong dan 1 lokomotif berada dibagian belakang sebagai pendorong dengan beban 300 ton.
4.2 Distribusi Frekuensi
Secara umum, data distribusi frekuensi masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat berdasarkan umur, masa kerja, lama
kerja, indeks masa tubuh, kebiasaan merokok, skor MSDs dan Lokomotif yang digunakan dapat dilihat pada tabel 4.1.
Universitas Sumatera Utara
42
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur, Masa Kerja, Lama Kerja, Indeks Masa Tubuh, Kebiasaan Merokok , Skor MSDs
dan Lokomotif yang Digunakan Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat Tahun 2016
No Umur
Tahun Masa
Kerja Tahun
Lama Kerja
Jam IMT
Kebiasaan Merokok
Lokomotif
1 53
18 8.35
23.53 Tidak merokok
L1 2
51 18
8.35 21.74
Merokok L2
3 33
7 8.35
24.44 Merokok
L1 4
55 30
8.35 22.56
Merokok L2
5 44
14 8.35
25.56 Merokok
L1 6
34 6
8.35 24.44
Tidak merokok L2
7 51
20 9.10
21.69 Tidak merokok
L1 8
33 8
9.10 24.22
Merokok L2
9 44
19 9.10
25.36 Merokok
L1 10
33 6
6.35 24.44
Merokok L1
11 34
7 6.35
20.79 Merokok
L2 12
30 2
6.35 24.81
Merokok L1
13 34
8 6.35
21.51 Merokok
L2 14
34 8
8.35 20.63
Merokok L1
15 34
7 8.35
21.86 Merokok
L2 16
52 24
8.35 23.55
Merokok L1
17 32
7 8.35
23.88 Tidak merokok
L2 18
48 17
9.10 22.90
Tidak merokok L1
19 55
30 6.35
24.81 Merokok
L2 20
53 21
8.35 22.56
Tidak merokok L1
21 52
27 8.35
28.99 Merokok
L2 22
45 18
8.35 22.34
Tidak merokok L1
23 53
32 8.35
22.56 Merokok
L2 24
41 18
9.10 21.56
Merokok L2
25 44
15 8.35
23.05 Merokok
L2 26
48 17
9.10 21.56
Tidak merokok L1
27 40
14 6.35
23.05 Merokok
L1 28
30 2
6.35 24.81
Merokok L2
4.2.1 Distribusi Umur Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat Tahun 2016
Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner yang peneliti lakukan pada masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II di
Sumatera Barat, diketahui distribusi umur masinis. Dalam hal ini peneliti
Universitas Sumatera Utara
43
mengkategorikan umur masinis menjadi 2 kategori yaitu: masinis berumur dibawah 35 tahun dan masinis berumur diatas atau sama dengan 35 tahun.
Tabel 4.2 Distribusi Umur Masinis di PT. kereta Api Indonesia di Sumatera Barat Tahun 2016
Umur Masinis Tahun Jumlah Orang
35 11
39.3 ≥35
17 60.7
Total 28
100.0
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa masinis yang berumur 35 tahun sebanyak 11 orang 39.3
, sisanya yaitu masinis berumur ≥35 tahun sebanyak 17 orang 60.7.
4.2.2 Distribusi Masa Kerja Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat Tahun 2016
Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner yang peneliti lakukan pada masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II di
Sumatera Barat, diketahui masa kerja masinis berdasarkan tahun pertama kali bekerja sebagai masinis. Dalam hal ini peneliti mengkategorikan masa kerja
masinis menjadi 2 kategori yaitu: masinis yang bekerja selama ≤ 10 tahun dan
masinis yang bekerja selama 10 tahun.
Tabel 4.3 Distribusi Masa Kerja Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II di Sumatera Barat Tahun 2016
Masa Kerja Tahun Jumlah Orang
≤10 11
39.3 10
17 60.7
Total 28
100.0
Dari tabel diatas dapat dilihat masinis yang bekerja ≤10 tahun adalah
sebanyak 11 orang 39.3, sisanya masinis yang bekerja 10 tahun yaitu sebanyak 17 orang 60.7.
Universitas Sumatera Utara
44
4.2.3 Distribusi Lama Kerja Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat Tahun 2016
Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner yang peneliti lakukan pada 28 orang masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi
Regional II di Sumatera Barat, diketahui lama kerja masinis berdasarkan jam kerja pada saat penelitian. Dalam hal ini peneliti mengkategorikan lama kerja masinis
menjadi 2 kelas yaitu: masinis yang bekerja selama ≤ 8 jam dan masinis yang bekerja selama 8 jam.
Tabel 4.4 Distribusi Lama Kerja Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat Tahun 2016
Lama Kerja Jam Jumlah Orang
≤ 8 7
25.0 8
21 75.0
Total 28
100.0
Dari tabel diatas dapat dilihat masinis yang bekerja ≤ 8 jam adalah
sebanyak 21 orang 75, sisanya masinis yang bekerja 8 jam yaitu sebanyak 7 orang 25.
4.2.4 Distribusi Kebiasaan Merokok Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat Tahun 2016
Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner yang peneliti lakukan pada 28 orang masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi
Regional II di Sumatera Barat, diketahui prilaku merokok masinis. Dalam hal ini peneliti mengkategorikan prilaku merokok masinis menjadi 2 kelas yaitu: masinis
yang merokok dan masinis yang tidak merokok.
Universitas Sumatera Utara
45
Tabel 4.5 Distribusi Kebiasaan Merokok Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat Tahun 2016
Kebiasaan Merokok Jumlah Orang
Merokok 20
71.4 Tidak Merokok
8 28.6
Total 28
100.0
Dari tabel diatas dapat dilihat dari seluruh masinis lebih banyak yang merokok yaitu sebanyak 20 orang 71.4, sisanya masinis yang tidak merokok
yaitu sebanyak 8 orang 28.6.
4.2.5 Distribusi Indeks Masa Tubuh Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat Tahun 2016
Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner yang peneliti lakukan pada masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II di
Sumatera Barat, diketahui indeks masa tubuh masinis berdasarkan hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan yang peneliti lakukan dan kemudian
dihitung dengan rumus berat badan kg dibagi tinggi badan m pangkat dua. Dalam hal ini peneliti mengkategorikan indeks masa tubuh masinis menjadi 2
kategori yaitu: masinis dengan IMT normal yaitu 18-25 dan masinis dengan IMT tidak normal yaitu dibawah 18 atau diatas 25.
Tabel 4.6 Distribusi Indeks Masa Tubuh Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat Tahun 2016
Indeks Masa Tubuh Jumlah Orang
Normal 25
89.3 Tidak Normal
3 10.7
Total 28
100.0
Dari tabel diatas dapat dilihat masinis dengan IMT normal sebanyak 25 orang 89.3 dan dengan IMT tidak normal sebanyak 3 orang 10.7.
Universitas Sumatera Utara
46
4.2.6 Musculoskeletal Disorders
Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner dan Nordic Body Map yang peneliti lakukan pada masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi
Regional II di Sumatera Barat, diketahui tingkat gangguan Musculoskeletal Disorders yang dialami oleh masinis, kemudian skor pada masing-masing bagian
tubuh dijumlahkan menjadi skor total MSDs. Dalam hal ini peneliti mengkategorikan MSDs menjadi 4 kategori yaitu rendah, sedang, tinggi dan
sangat tinggi.
Universitas Sumatera Utara
47
Tabel 4.7 Distribusi Skor Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat
Tahun 2016
No. Responden Skor MSDs
Kategori
1 22
Rendah 2
25 Sedang
3 14
Rendah 4
30 Sedang
5 43
Tinggi 6
18 Rendah
7 27
Sedang 8
12 Rendah
9 42
Tinggi 10
24 Sedang
11 12
Rendah 12
10 Rendah
13 8
Rendah 14
34 Sedang
15 11
Rendah 16
34 Sedang
17 9
Rendah 18
16 Rendah
19 22
Sedang 20
32 Sedang
21 44
Tinggi 22
15 Rendah
23 12
Rendah 24
14 Rendah
25 18
Rendah 26
10 Rendah
27 24
Sedang 28
12 Rendah
Dari tabel diatas dapat diketahui tingkat keluhan Musculoskeletal
Disorders yang dirasakan oleh masing-masing Masinis.
Universitas Sumatera Utara
48
Tabel 4.8 Distribusi Kategori Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera
Barat Tahun 2016
Musculoskeletal Disorders Jumlah Orang
Rendah 16
57.1 Sedang
9 32.1
Tinggi 3
10.7
Total 28
100.0
Dari tabel diatas dapat diketahui Musculoskeletal Disorders yang paling banyak dialami oleh masinis adalah kategori rendah yaitu sebanyak 16 orang
57.1 dari 28 orang, sisanya yaitu masinis yang mengalami MSDs kategori sedang sebanyak 9 orang 32.1 dan kategori tinggi sebanyak 3 orang 10.7.
Dari 28 orang responden kemudian dihitung frekuensi keluhan otot dan tulang yang dirasakan oleh tiap anggota tubuh responden. Pengumpulan data
frekuensi keluhan ini ditujukan kepada responden menggunakan kuesioner Nordic Body Map.
Universitas Sumatera Utara
49
Tabel 4.9 Distribusi Keluhan MSDs pada bagian tubuh Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat Tahun
2016
No Bagian Tubuh Tingkat Kesakitan
Frekuensi Persen
1 2
3
Leher atas 8
16 4
28 100
1 Tengkuk
8 14
6 28
100 2
Bahu kiri 12
14 2
28 100
3 Bahu kanan
12 14
2 28
100 4
Lengan atas kiri 12
11 5
28 100
5 Punggung
7 14
7 28
100 6
Lengan atas kanan 11
15 2
28 100
7 Pinggang
8 7
13 28
100 8
Pinggul 8
8 12
28 100
9 Pantat
6 13
8 1
28 100
10 Siku kiri
17 9
2 28
100 11
Siku kanan 17
9 2
28 100
12 Lengan bawah kiri
17 8
3 28
100 13
Lengan bawah kanan 14
11 3
28 100
14 Pergelangan
tangan kiri
10 13
5 28
100 15
Pergelangan tangan
kanak 11
15 2
28 100
16 Tangan kiri
13 14
1 28
100 17
Tangan kanan 10
15 3
28 100
18 Paha kiri
13 13
2 28
100 19
Paha kanan 13
11 4
28 100
20 Lutut kiri
14 11
3 28
100 21
Lutut kanan 15
7 6
28 100
22 Betis kiri
17 6
5 28
100 23
Betis kanan 16
6 6
28 100
24 Pergelangan kaki kiri
14 12
2 28
100 25
Pergelangan kaki
kanan 16
11 1
28 100
26 Kaki kiri
7 18
3 28
100 27
Kaki kanan 6
18 4
28 100
Pada tabel 4.9 jika dilihat dari skor terbanyak yang merasakan paling banyak tidak sakit adalah pada bagian siku kiri, siku kanan, lengan bawah kiri dan
betis kiri. Bagian tubuh yang paling banyak merasakan agak sakit yaitu bagian kaki kiri dan kaki kanan. Bagian tubuh yang merasakan sakit paling banyak
Universitas Sumatera Utara
50
adalah bagian pinggang. Bagian tubuh yang paling banyak merasakan sangat sakit adalah bagian pantat.
4.2.7 Intensitas Getaran Seluruh Tubuh
Pengukuran intensitas getaran seluruh tubuh dilakukan pada 2 orang masinis yang memiliki masa kerja pada kategori yang berbeda, masinis pada
lokomotif 1 memiliki masa kerja 16 tahun yaitu termasuk pada kategori masa kerja 10 tahun sedangkan masinis pada lokomotif 2 memiliki masa kerja 2 tahun
yaitu termasuk pada masa kerja ≤ 10 tahun. Lokomotif yang digunakan dalam pengukuruan intensitas getaran seluruh
tubuh pada masinis adalah lokomotif yang digunakan secara bergantian oleh seluruh masinis pada lintasan Indarung
– Bukit Putus. Dua lokomotif tersebut adalah lokomotif penarik yang terdapat di depan gerbong. Hasil pengukuran
intensitas getaran seluruh tubuh pada 2 lokomotif di perlintasan Indarung – Bukit
Putus adalah sebagai berikut:
Tabel 4.10 Intensitas Getaran Seluruh Tubuh No
Lokomotif Hasil ms
2
Keterangan
1 Lokomotif 1
0,0092 NAB
2 Lokomotif 2
0,0086 NAB
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa intensitas getaran pada kedua orang masinis di 2 lokomotif berada dibawah nilai ambang batas menurut Peratutan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 13 Men 2011 yaitu sebesar 0,5 ms
2
.
Universitas Sumatera Utara
51
4.3 Hubungan Karakteristik Individu Umur, Masa Kerja, Lama Kerja, Kebiasaan Merokok dan Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders pada Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat Tahun 2016
Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui keterkaitan atau adanya hubungan antara variabel dependen yakni keluhan musculoskleletal disorders
dengan variabel independen yaitu umur, masa kerja, lama kerja, kebiasaan merokok dan indeks masa tubuh. Hasil analisis ini kemudian disajikan dalam
bentuk crosstab sebagai berikut:
Tabel 4.11 Hubungan umur dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Masinis di PT. Kereta Api Divisi Regional II Sumatera Barat
Tahun 2016
Umur tahun
Musculoskeletal Disorders Total
Nilai P Rendah
Sedang Tinggi
≤ 35 10
1 11
0.032
35 6
8 3
17
Total 16
9 3
28
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa masinis yang berumur ≤ 35
tahun yang mengalami MSDs kategori rendah sebanyak 10 orang dan yang mengalami MSDs kategori sedang sebanyak 1 orang, sedangkan masinis yang
berumur 35 tahun yang mengalami MSDs kategori rendah sebanyak 6 orang, yang mengalami MSDs kategori sedang sebanyak 8 orang dan yang mengalami
MSDs kategori tinggi sebanyak 3 orang. Analisis data dengan menggunakan uji Chi Square tidak memenuhi syarat
karena nilai expected count yang kurang dari 5 lebih dari 20 yaitu 50.0, maka dilanjutkan dengan uji alternatife yaitu Kolmogorov-Smirnov Test dan
menunjukkan nilai p = 0,032 p 0,05 ini berarti bahwa H ditolak dan
H
a
Universitas Sumatera Utara
52
diterima. Dapat diinterpretasikan bahwa ada hubungan antara umur dengan keluhan Musculokeletal disorders pada masinis di PT. Kereta Api Indonesia
Divisi Regional II di Sumatera Barat pada Tahun 2016.
Tabel 4.12 Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Masinis di PT. Kereta Api Divisi Regional II
Sumatera Barat Tahun 2016
Masa Kerja Tahun
Musculoskeletal Disorders Total Nilai P
Renda h
Sedang Tinggi
≤10 10
1 11
0,032 10
6 8
3 17
Total 16
9 3
28
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahw a masinis dengan masa kerja ≤
10 tahun yang mengalami MSDs rendah sebanyak 10 orang dan yang mengalami MSDs kategori sedang sebanyak 1 orang, Sedangkan masinis dengan masa kerja
10 tahun yang mengalami MSDs kategori rendah sebanyak 6 orang, yang mengalami MSDs kategori sedang sebanyak 8 orang dan yang mengalami MSDs
tinggi sebanyak 3 orang. Hasil analisis data dengan menggunakan uji Chi Square tidak memenuhi
syarat karena nilai expected count yang kurang dari 5 lebih dari 20 yaitu 50.0, maka dilanjutkan dengan uji alternative yaitu Kolmogorov-Smirnov Test
dan menunjukkan nilai p = 0,032 p 0,05 ini berarti bahwa H ditolak dan
H
a
diterima. Dapat diinterpretasikan bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan Musculokeletal disorders pada masinis di PT. Kereta Api Indonesia
Divisi Regional II di Sumatera Barat pada Tahun 2016.
Universitas Sumatera Utara
53
Tabel 4.13 Hubungan Lama Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Masinis di PT. Kereta Api Divisi Regional II
Sumatera Barat Tahun 2016
Lama kerja jam Musculoskeletal Disorders
Total Nilai P
Rendah Sedang Tinggi
≤ 8 4
3 7
1,000 8
12 6
3 21
Total 16
9 3
28
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa masinis dengan lama kerja ≤ 8 jam yang mengalami MSDS kategori rendah sebanyak 4 orang dan yang
mengalami MSDs kategori sedang sebanyak 3 orang, sedangkan masinis dengan lama kerja 8 jam yang mengalami MSDs kategori rendah sebanyak 12 orang,
yang mengalami MSDs kategori sedang sebanyak 6 orang dan yang mengalami MSDs kategori tinggi sebanyak 3 orang.
Hasil analisis data dengan menggunakan uji Chi Square tidak memenuhi syarat karena nilai expected count yang kurang dari 5 lebih dari 20 yaitu
66.7, maka dilanjutkan dengan uji alternative yaitu Kolmogorov-Smirnov Test dan menunjukkan nilai p = 1,000 p 0,05 ini berarti bahwa H
diterima dan H
a
ditolak. Dapat diinterpretasikan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dengan keluhan Musculokeletal disorders pada masinis di PT. Kereta Api
Indonesia Divisi Regional II di Sumatera Barat pada Tahun 2016.
Universitas Sumatera Utara
54
Tabel 4.14 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Masinis di PT. Kereta Api Divisi Regional II
Sumatera Barat Tahun 2016
Kebiasaan merokok Musculoskeletal Disorders
Total Nilai P
Rendah Sedang
Tinggi
Merokok 11
6 3
20 1.000
Tidak merokok 5
3 8
Total 16
9 3
28
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa masinis yang merokok mengalami MSDS kategori rendah sebanyak 11 orang, yang mengalami MSDs
kategori sedang sebanyak 6 orang dan MSDs tinggi sebanyak 3 orang, sedangkan masinis yang tidak merokok mengalami MSDs kategori rendah sebanyak 5 orang
dan yang mengalami MSDs kategori sedang sebanyak 3 orang. Hasil analisis data dengan menggunakan uji Chi Square tidak memenuhi
syarat karena nilai expected count yang kurang dari 5 lebih dari 20 yaitu 66.7, maka dilanjutkan dengan uji alternative yaitu Kolmogorov-Smirnov Test
dan menunjukkan nilai p = 1.000 p 0,05 ini berarti bahwa H diterima dan
H
a
ditolak. Dapat diinterpretasikan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dengan keluhan Musculokeletal disorders pada masinis di PT. Kereta Api
Indonesia Divisi Regional II di Sumatera Barat pada Tahun 2016.
Universitas Sumatera Utara
55
Tabel 4.15 Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Masinis di PT. Kereta Api Divisi Regional II
Sumatera Barat Tahun 2016
Indeks Masa Tubuh IMT
Musculoskeletal Disorders Total
Nilai P Rendah Sedang
Tinggi
Normal 16
9 25
0,009
Tidak Normal 3
3
Total 16
9 3
28
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa masinis dengan indeks masa tubuh normal yang mengalami MSDS kategori rendah sebanyak 16 orang dan
yang mengalami MSDs kategori sedang sebanyak 9 orang, sedangkan masinis dengan indeks masa tubuh tidak normal tidak ada yang mengalami MSDs kategori
rendah dan sedang dan yang mengalami MSDs kategori tinggi sebanyak 3 orang. Hasil analisis data dengan menggunakan uji Chi Square tidak memenuhi
syarat karena nilai expected count yang kurang dari 5 lebih dari 20 yaitu 66.7, maka dilanjutkan dengan uji alternatife yaitu Kolmogorov-Smirnov Test
dan menunjukkan nilai p = 0,009 p 0,05 ini berarti bahwa H ditolak dan
H
a
diterima. Dapat diinterpretasikan bahwa ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan Musculokeletal disorders pada masinis di PT. Kereta Api
Indonesia Divisi Regional II di Sumatera Barat pada Tahun 2016.
Universitas Sumatera Utara
56
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Musculoskeletal Disorders pada Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat pada Tahun 2016.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II di Sumatera Barat pada Tahun 2016 yang terdiri
dari 28 orang masinis didapatkan hasil bahwa sebanyak 16 orang 57.1 mengalami MSDs kategori rendah, 9 orang 32,1 mengalami MSDs kategori
sedang dan yang mengalami MSDs kategori tinggi sebanyak 3 orang 10,7. Sementara itu keluhan Musculoskeletal itu sendiri merupakan keluhan rasa
tidak nyaman pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Keluhan muncul
diakibatkan oleh otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, sehingga dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada ligamen,
sendi dan tendon. Hasil ini didapatkan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Tarwaka
2015 yang menyatakan bahwa keluhan Musculoskeletal Disorders adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai
dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Metode Nordic Body Map meliputi 28 bagian otot-otot skeletal pada kedua sisi tubuh kanan dan kiri yang
dimulai dari anggota tubuh bagian atas yaitu otot leher sampai dengan paling bawah yaitu otot pada kaki. Setelah selesai melakukan wawancara dan pengisian
Nordic Body Map maka langkah berikutnya adalah menghitung total skor individu
dari seluruh
sistem Muskuloskeletal.
Selanjutnya keluhan
Universitas Sumatera Utara
57
Musculoskeletal Disorders akan dikategorikan berdasarkan skor yang diperoleh pada masing-masing masinis, yaitu sebagai berikut:
0. Kategori rendah untuk skor 0-20
1. Kategori sedang untuk skor 21-41
2. Kategori tinggi untuk skor 42-62
3. Kategori sangat tinggi untuk skor 63-84
Setelah dilakukan penelitian pada masinis yang berjumlah 28 orang diperoleh hasil bahwa 3 orang mengalami MSDs kategori tinggi, 9 orang
mengalami MSDs kategori sedang dan 16 orang mengalami MSDs kategori rendah. Dilihat dari karakteristik individunya 3 orang masinis yang mengalami
MSDs kategori tinggi berumur ≥ 35 tahun yaitu 2 orang diantaranya berumur 44 tahun dan sisanya 52 tahun. Telah bekerja 10 tahun yaitu masing-masing 14
tahun, 19 tahun dan 27 tahun. Bekerja 8 jam dalam sehari yaitu 2 orang diantaranya bekerja selama 8 jam 35 menit dan sisanya bekerja selama 9 jam 10
menit. Tiga orang masinis yang mengalami MSDs kategori tinggi memiliki kebiasaan merokok dan memiliki indeks masa tubuh tidak normal yaitu masing-
masing 25.56, 25.36 dan 28.99. Sebaliknya masinis yang berumur 35 tahun, masa kerja ≤ 10 tahun, lama kerja ≤ 8 jam dalam sehari, tidak merokok dan
memiliki indeks masa tubuh normal juga ada mengalami keluhan Musculoskeletal Disorder tetapi hanya pada kategori rendah dan sedang, tidak ada yang
mengalami MSDs kategori tinggi. Masinis yang berumur ≥ 35 tahun mengalami keluhan MSDs lebih tinggi
dikarenakan pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai
Universitas Sumatera Utara
58
menurun sehingga resiko terjadinya keluhan otot meningkat dan terjadilah keluhan Musculoskeletal Disorders dengan kategori tinggi yaitu sebanyak 3
orang. Masinis dengan masa kerja 10 tahun lama 3 orang diantaranya mengalami tingkat MSDs lebih tinggi karena semakin lama masa kerja
menunjukkan lamanya masinis terpapar getaran seluruh tubuh sehingga dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah yang lama kelamaan akan
mengakibatkan nyeri otot sehingga terjadi keluhan Musculoskeletal Disorders. Lama kerja juga menunjukkan lamanya masinis tersebut terpapar getaran seluruh
tubuh dalam satu hari, dari hasil penelitian 3 orang masinis yang mengalami MSDs kategori tinggi terjadi pada kelompok lama kerja 8 jam dalam sehari. Hal
tersebut juga terjadi pada kelompok masinis yang merokok, kebiasaan merokok akan mengakibatkan penurunan kapasitas paru-paru sehingga kemampuan untuk
mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya tingkat kesegaran tubuh juga akan menurun maka masinis tersebut akan mudah lelah karena kandungan
oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadilah penumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot yang disebut dengan
Musculoskeletel Disorders. Semua masinis yang mengalami MSDs kategori tinggi memiliki indeks masa tubuh tidak normal yaitu melebihi 25 masing-masing 25.56,
25.36 dan 28.99, hal ini disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka didalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban tembahan
lainnya. Karakteristik individu yang paling berperan dalam menyebabkan keluhan
Musculoskeletal Disorders pada masinis adalah indeks masa tubuh, hal ini
Universitas Sumatera Utara
59
dibuktikan oleh hasil uji statistik yang menujukkan nilai P paling kecil atau mendekati 0 yaitu 0.009, hal ini juga dibuktikan oleh hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa seluruh masinis dengan indeks masa tubuh tidak normal IMT 25 mengalami MSDs kategori tinggi. hal ini disebabkan oleh kondisi
badan yang terlampau gemuk akan semakin berisiko untuk mengalami keluhan Muskuloskeletal, karena masinis yang mengalami kelebihan berat badan akan
berusaha menyangga berat badan dengan mengontraksikan otot-otot. Faktor lingkungan fisik pada tempat kerja masinis adalah getaran, setiap
masinis bekerja mengemudi kereta api selalu terpapar getaran seluruh tubuh yang memapari masinis dari tempat duduk hingga ke seluruh tubuh. Getaran dapat
mengakibatkan keluhan Musculoskeleteal Disorders karena getaran akan menyebabkan kontraksi otot statis yang akan mengurangi aliran darah secara
kontinu selama kontraksi tersebut berlangsung. Masinis akan mengalami pengurangan aliran darah pada saat terpapar getaran seluruh tubuh sehingga
oksigen pada otot akan berkurang yang akan meningkatkan asam laktat dan akan mempercepat terjadinya kelelahan otot. Pengukuran intensitas getaran seluruh
tubuh pada masinis yang dilakukan pada 2 lokomotif masing-masing diperoleh hasil 0.0092 dan 0.0086, lokomotif 1 digunakan oleh 14 orang masinis dan
lokomotif 2 juga digunakan oleh 14 orang masinis, hasil pengukuran menunjukkan bahwa intensitas getaran seluruh tubuh memiliki nilai dibawah nilai
ambang batas, sedangkan diantara 28 orang masinis terdapat 3 orang mengalami MSDs kategori tinggi sehingga dapat ditarik kemungkinan bahwa meskipun nilai
intensitas getaran seluruh tubuh pada masinis dibawah nilai ambang batas tetapi
Universitas Sumatera Utara
60
terpapar dalam waktu yang lama akan dapat mengakibatkan keluhan MSDs dengan kategori tinggi, sedang maupun rendah.
Berdasarkan hasil Nordic Body Map terdapat masinis yang mengeluh sangat sakit pada pantat, menurut keterangan masinis hal ini dikarenakan duduk
terlalu lama pada saat bekerja, getaran seluruh tubuh yang memapari melalui tempat duduk juga mendukung untuk terjadinya keluhan sangat sakit pada bagian
pantat. Selanjutnya yang paling banyak dikeluhkan sakit adalah bagian pinggang yaitu sebanyak 13 orang, yang paling banyak dikeluhkan agak sakit yaitu bagian
kaki kiri dan kaki kanan yaitu sebanyak 18 orang dan yang paling banyak tidak ada keluhan yaitu bagian siku kiri, siku kanan, lengan bawah kiri dan betis kiri
yaitu sebanyak 17 orang.
5.2 Hubungan Umur dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat
pada Tahun 2016 Hasil uji statistik menggunakan Kolmogorov Smirnov pada masinis di PT.
Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat diperoleh nilai P 0.05 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara umur dengan keluhan
Musculoskeletal Disorders. Masinis yang berumur 35 tahun mengalami MSDs kategori rendah sebanyak 10 orang dan MSDs kategori sedang sebanyak 1 orang,
sedangkan m asinis yang berumur ≥35 tahun yang mengalami MSDs kategori
rendah sebanyak 6 orang, MSDs kategori sedang sebanyak 8 orang dan MSDs kategori tinggi sebanyak 3 orang.
Masinis yang berumur ≥35 tahun cenderung memiliki keluhan MSDs lebih tinggi dibandingkan dengan masinis yang berumur
35 tahun. Hal ini diperjelas dari pernyataan yang diberikan oleh beberapa orang
Universitas Sumatera Utara
61
masinis yang mengatakan bahwa semakin bertambahnya umur kekuatan otot atau kesehatan jasmani masinis semakin menurun sehingga keluhan selama bekerja
lebih sering dirasakan. Berdasarkan hasil diatas maka dapat digambarkan bahwa umur memiliki
hubungan dengan keluhan MSDs dan dianggap faktor yang penting dalam menyebabkan terjadinya keluhan Musculoskeletal Disorders. Hal ini sejalan
dengan Tarwaka 2015 yang menyatakan bahwa keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan
dengan bertambahnya umur. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cindyastira 2014 yang menunjukkan bahwa ada hubungan
antara umur dengan keluhan Musculoskleletal Disorders pada pekerja unit produksi paving block CV Sumber Galian Makasar pada tahun 2014.
Penelitian Nusa 2013 juga menunjukkan bahwa adanya hubungan antara umur dengan keluhan Musculoskeletal Disorders pada sopir bus trayek Manado
– Langowan di terminal karom basan pada tahun 2013.
5.3 Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat
pada Tahun 2016 Hasil uji statistik menggunakan Kolmogorov Smirnov diperoleh nilai P
0.05 yang berarti masa kerja berhubungan secara signifikan dengan keluhan MSDs pada masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera
Barat pada tahun 2016. Pada kelompok masa kerja ≤10 tahun terdapat 10 orang masinis yang mengalami MSDs kategori rendah dan 1 orang masinis mengalami
MSDs kategori sedang, sedangkan pada kelompok masa kerja 10 tahun terdapat
Universitas Sumatera Utara
62
6 orang yang mengalami MSDs kategori rendah, 8 orang mengalami MSDs
kategori sedang dan 3 orang mengalami MSDs kategori tinggi.
Berdasarkan hasil pengamatan pada saat penelitian, masinis bekerja terpapar getaran seluruh tubuh setiap hari, getaran merupakan salah satu penyebab
sekunder terjadinya Musculoskeletal Disorders, getaran ini memapari seluruh tubuh masinis sehingga dapat mengakibatkan efek fisiologis seperti
Musculoskeletal Disorders. Dilihat dari hasil pengukuran intensitas getaran yang dilakukan pada masinis dengan menggunakan Vibration Meter didapatkan hasil
bahwa nilai intensitas getaran di lokomotif kereta api dibawah nilai ambang batas yaitu 0.5 ms
2
. Meskipun nilai intensitas getaran dibawah nilai ambang batas namun masinis selalu terpapar getaran seluruh tubuh pada saat bekerja, hal ini
menyebabkan masa kerja memiliki hubungan dengan terjadinya keluhan Musculoskeletal Disorders pada masinis di PT. Kereta Api Indonesia divisi
regional II Sumatera Barat. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Budiono 2009, yang
mengemukakan bahwa tekanan melalui fisik beban kerja pada suatu waktu tertentu mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga
berupa pada makin rendahnya gerakan. Keadaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan
– tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang. Keadaan seperti ini yang berlarut
– larut mengakibatkan memburuknya kesehatan, yang disebut juga kelelahan klinis atau kronis.
Universitas Sumatera Utara
63
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat diberikan penjelasan bahwa masa kerja memiliki hubungan dengan terjadinya keluhan MSDs dan dianggap
faktor yang penting dalam terjadinya keluhan MSDs. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti 2009 yang mengatakan bahwa ada
hubungan antara masa kerja dengan keluhan Musculoskeletal Disorders pada buruh angkut sayur di Pedamaran pasar Johar tahun 2009. Hal ini juga sejalan
dengan Ohlsson et.al. 1989 dalam Zulfiqor 2010 yang menyatakan bahwa penyakit MSDs ini merupakan penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama
untuk berkembang dan bermanifestasi, jadi semakin lama waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpajan faktor risiko MSDs ini maka semakin besar pula
risiko untuk mengalami MSDs.
5.4 Hubungan Lama Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat
pada Tahun 2016. Hasil uji statistik Kolmogorov Smirnov diperoleh nilai P 0.05 yang
berarti tidak ada hubungan antara lama kerja dengan keluhan Musculoskeletal Disorders pada masinis di PT. Kereta Api Indonesia divisi regional II Sumatera
Barat tahun 2016. Hal ini diperkuat oleh pernyataan masinis yang menyatakan bahwa keluhan yang dirasakan dapat hilang ketika setelah beristirahat sehingga
lama kerja tidak memiliki hubungan dengan keluhan MSDs terjadi karena masinis dapat menyesuaikan jam kerja dengan jam istirahat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nusa 2013 yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dengan keluhan
Musculoskeletal Disorders. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian
Universitas Sumatera Utara
64
Cindyastira 2014 yang menunjukkan tidak ada hubungan antara lama kerja dengan keluhan Musculoskeletal Disorders pada tenaga kerja unit produksi paving
block CV sumber galian Makasar tahun 2014.
5.5 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II
Sumatera Barat Tahun 2016. Hasil
uji statistik
dengan menggunakan
Kolmogorov Smirnov
menunjukkan nilai p 0,05 berarti bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan Musculoskeletal Disorders pada masinis di PT. Kereta
Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat pada Tahun 2016. Asap rokok yang dihisap baik sebagai perokok aktif maupun pasif dapat
menurunkan kapasitas paru-paru sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun, dan apabila pekerja yang bersangkutan harus melakukan
pekerjaan yang menuntut pengerahan tenaga, akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi
penumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot Tarwaka, 2004. Bahaya rokok menimbulkan efek yang bersifat kronis sehingga kemungkinan
yang bisa diambil adalah pada saat penelitian dilakukan bahaya rokok belum tampak jelas bagi masinis di PT. Kereta Api Indonesia Sumatera Barat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Bukhori 2010 yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok
dengan keluhan MSDs pada tukang angkut beban penambang emas di kecamatan Cilograng kabupaten Lebak tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara
65
5.6 Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II
Sumatera Barat Tahun 2016. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov
menunjukkan nilai P 0.05 yang mempunyai arti bahwa ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan Musculoskeletal Disorders pada masinis di
PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera barat tahun 2016. Seluruh masinis yang memiliki indeks masa tubuh tidak normal mengalami keluhan MSDs
kategori tinggi. Hal ini dikarenakan masinis yang memiliki IMT tidak normal terjadi ketidakseimbangan pada sistem rangkanya dalam menerima beban.
Hal ini sejalan dengan Tarwaka 2015, yang menyatakan bahwa walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan, dan masa tubuh merupakan
faktor yang menyebabkan terjadinya keluhan sistem musculoskeletal, keluhan otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi
keseimbangan struktur rangka didalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan lainnya.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fuady 2013 yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara IMT dengan
keluhan Musculoskeletal Disorders pada pengrajin sepatu di perkampungan industri kecil PIK penggilingan di kecamatan Cakung tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara
66
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat tahun 2016, dapat disimpulkan
sebagai berikut: 1.
Ada hubungan antara umur dengan keluhan Musculoskeletal Disorders MSDs.
2. Ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan Musculoskeletal Disorders
MSDs. 3.
Ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan Musculoskeletal Disorders MSDs.
4. Tidak ada hubungan antara lama kerja dengan keluhan Musculoskeletal
Disorders MSDs. 5.
Tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan Musculoskeletal Disorders MSDs.
6.2 Saran 6.2.1 Bagi Masinis
Melakukan pencegahan terjadinya keluhan Musculoskeletal Disorders dengan melakukan gaya hidup yang sehat.
6.2.2 Bagi Perusahaan
Melakukan pengurangan tingkat keterpaparan getaran seluruh tubuh dengan meletakkan peredam getaran pada tempat duduk masinis.
Universitas Sumatera Utara
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Getaran 2.1.1 Defenisi Getaran
Getaran yaitu gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak balik dari kedudukan keseimbangannya. Getaran ini menyebar kepada
lingkungan dan merupakan bagian dari tenaga yang sumbernya adalah mesin atau peralatan mekanis. Sebagian dari kekuatan mekanis mesin atau peralatan kerja
disalurkan kepada tubuh tenaga kerja atau benda yang terdapat di tempat kerja dan
lingkungan kerja dalam bentuk getaran mekanis Suma’mur, 2009.
Menurut Anizar 2009, ciri utama getaran adalah frekuensi Hz dan intensitas diukur sebagai amplitude, kecepatan, atau percepatan. Getaran atau
vibrasi adalah suatu faktor fisik yang menjalar ke tubuh manusia, mulai dari tangan sampai keseluruh tubuh turut bergetar oscilation akibat getaran peralatan
mekanis yang dipergunakan dalam tempat kerja. Pajanan vibrasi pada seluruh
tubuh umumnya disebabkan oleh mesin industri, Konstruksi, pertanian, atau
peralatan transportasi, dapat dibagi menjadi:
a. Vibrasi frekuensi rendah, misalnya peralatan transportasi darat bus, truk,
kereta api. b.
Vibrasi frekuensi tinggi, misalnya mesin industri, alat-alat berat forklift, traktor, traktor roda gigi, Derek, skop elektrik, motor gandeng, bulldozer,
peralatan transportasi udaralaut helicopter, kapal laut.
Universitas Sumatera Utara
10
c. Syok, peralatan transportasi darat yang berjalan di jalanan yang tidak rata
berlubang.
2.1.2 Sumber getaran
Di tempat kerja terdapat banyak peralatan kerja yang menghasilkan getaran dan secara luas digunakan dalam proses industri seperti dalam perakitan
kapal, otomotif, industri logam, alat angkut transportasi, baik getaran seluruh tubuh whole body vibration ataupun getaran lengan-tangan hand-arm
vibration. Berikut beberapa alat yang menghasilkan getaran:
Tabel 2.1 Sumber dan Tipe Getaran Berdasarkan Jenis Industri Industry
Type of Vibration Common
Vibration Source
Agriculture
Whole body Tractor operation
Boiler making Segmental
Pneumatic tools
Construction Whole body segmental
Heavy equipment vehicles, pneumatic
drills, jackhammers, etc
Diamond cutting Segmental
Vibrating tools
Forestry Whole body segmental
Tracktors operatorc hain saw
Furniture manufacture
Segmental Pneumatic chisel
Iron steel
Segmental Vibrating hand tool
Lumber Segmental
Chain saw
Machine tools Segmental
Brating hand tools
Mining Whole body
Vehicle operators
rock drills
Riveting
Segmental Hand tools
Rubber Segmental
Pneumatic stripping tools
Sheet metal Segmental
Stamping tools
Shipyards Segmental
Pneumatic hand tools
Stone dressing
Segmental Pneumatic hand tools
Textile Segmental
Sewing machine looms
Transportation Whole body
Vehicle operation
Universitas Sumatera Utara
11
2.1.3 Nilai Ambang Batas Getaran Seluruh Tubuh
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13MENX2011 Tahun 2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan
faktor kimia di tempat kerja menyatakan bahwa getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak balik dari kedudukan
keseimbangannya. Pada pasal 7 disebutkan bahwa NAB getaran yang kontak langsung maupun tidak langsung pada seluruh tubuh ditetapkan sebesar 0,5 meter
per detik kuadrat mdetik
2
. 2.1.4
Efek Getaran Seluruh Tubuh terhadap Kesehatan.
Suma’mur 2009, menyatakan bahwa efek dari paparan Whole Body Vibration berbeda-beda tergantung pada tingkatan akselerasi, frekuensi, dan cara
pemaparannya keseluruh tubuh. Secara umum, getaran seluruh tubuh dapat menyebabkan nyeri, penglihatan kabur dan gemetaran, kerusakan organ bagian
dalam serta nyeri tulang belakang. Ada beberapa efek getaran seluruh tubuh terhadap kesehatan, seperti:
a. Getaran seluruh tubuh dapat menyebabkan kelelahan, sulit tidur, sakit kepala
dan “gemetar” secara singkat setelah atau selama pemaparan. Gejala yang sama terhadap kesehatan tersebut kebanyakan orang setelah mengalami
perjalanan panjang dengan mobil atau kapal. Setelah seharian mengalami pemaparan dalam hitungan tahun, getaran seluruh tubuh dapat mempengaruhi
tubuh bagian dalam dan hasilnya pada kerusakan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
12
b. Orang-orang dibawah usia 20 tahun khususnya rentan terhadap pengaruh-
pengaruh getaran. Efek-efek getaran yang merugikan dipertinggi dengan adanya disfungsi otonom, penyakit pembuluh dan syaraf perifer.
c. Efek vibrasi dalam tubuh tergantung dari jaringan. Hal ini didapatkan sebesar-
besarnya pada frekuensi alami yang menyebabkan resonansi. Leher dan kepala, pinggul dan perineum, serta kesatuan otot-otot dan tulang terdiri dari jaringan
lemah dengan bagian keras bersama, dan beresonansi baik terhadap 10 Hz. Pharynk beresonansi terhadap 3-5 Hz. Getaran-getaran kuat menyebabkan
perasaan sakit yang luar biasa. d.
Sistem peredaran darah dipengaruhi hanya oleh getaran-getaran dengan intensitas tinggi.
e. Saat seluruh pekerjaan terpapar, sensitifitas setiap individu beraneka macam
terhadap orang per orang.
2.2 Masinis 2.2.1 Pengertian Masinis
Masinis adalah awak sarana perkeretaapian yang bertugas mengoperasikan kereta api serta bertanggung jawab sebagai pemimpin perjalanan kereta api.
Masinis sah menjadi awak sarana perkeretaapian dibuktikan dengan sertifikat kecakapan yang didapat setelah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan,
yaitu pendidikan dan pelatihan dasar dan pendidikan dan pelatihan kecakapan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 56 Tahun 2009 Tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian.
Universitas Sumatera Utara
13
2.2.2 Kewajiban Masinis
Dalam Undang-Undang No. 72 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan kereta api, pada pasal 14 dijelaskan bahwa pemegang sertifikat
kecakapan awak sarana perkeretaapian dalam melaksanakan tugas wajib: a.
mengoperasikan kereta api sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
b. membawa tanda pengenal smart card sebagai awak sarana perkeretaapian;
c. membawa surat tugas dari penyelenggaraan sarana perkeretaapian;
d. menjaga, memeriksa kesehatan dan mengikuti tes kesehatan minimal 2 dua
tahun sekali; e.
minimal dalam waktu 2 dua tahun harus mengoperasikan sarana perkeretaapian; dan
f. meningkatkan kemampuan sebagai awak sarana perkeretaapian dalam bentuk
mengikuti pelatihan penyegaran dalam waktu sekurang-kurangnya setiap satu tahun yang dilakukan oleh direktorat jenderal perkeretaapian atau oleh badan
hukum atau lembaga yang telah mendapat akreditasi.
2.2.3 Cara Kerja Masinis
Di ruang kabin masinis atau lokomotif, hanya terdapat masinis dan asisten masinis, tidak diperkenankan penumpang memasuki ruangan tersebut. Adapun
tugas masinis selama mengemudi kereta api antara lain sebagai berikut: 1.
Duduk di kursi posisi masinis. 2.
Tangan kiri siap memegang gagang rem dan tangan kanan di gagang throtle atau perseneleng kalau istilah di mobil.
Universitas Sumatera Utara
14
3. Kaki kanan harus sering menginjak deadman pedal.
4. Mata tertuju lurus ke depan melihat ke arah sinyal dan jalur kereta api yang
akan dilalui serta sinyal elektrik dan semboyan rambu-rambu dikanan jalan rel.
5. Dari audio terdengar peluit dan bel tanda aman untuk kereta api berangkat,
kemudian jika bel tersebut telah berbunyi memasukkan gigi dari idle ke 1-2-3 dan seterusnya untuk menambah kecepatan.
Gambar 2.1 Masinis pada saat mengemudi kereta api bekerja 2.3 Sistem Musculoskeletal
Sistem Musculoskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung
jawab terhadap
pergerakan. Komponen
utama sistem
Musculoskeletal adalah jaringan ikat, sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot
Universitas Sumatera Utara
15
rangka, tendon, ligamen dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini Price, 2006.
2.3.1 Sistem Muskuler Sistem Otot
Menurut Sherwood 2011, sistem muskuler terdiri dari: 1.
Otot Otot adalah sebuah jaringan dalam tubuh yang berfungsi sebagai alat gerak
aktif yang menggerakkan tulang. Otot merupakan jaringan tubuh yang memiliki kemampuan berkontraksi. Terdapat tiga jenis otot dalam tubuh manusia yaitu otot
rangka skelet, otot polos dan otot jantung. Muskuler atau otot rangka melekat ke tulang. Kontraksi otot rangka menggerakkan tulang-tulang yang melekat
kepadanya sehingga tubuh dapat melakukan berbagai aktvitas motorik. Tipe otot rangka otot skelet adalah sebagian besar otot ini melekat pada
tulang walaupun dalam jumlah kecil melekat ke fascia, aponeurosis dan tulang rawan. Otot ini juga disebut otot lurik, dan kadang-kadang juga disebut otot sadar.
Setiap orang memiliki sekitar 600 otot rangka, yang ukurannya berkisar dari otot mata eksternal yang halus dan mengontrol gerakan mata serta mengandung hanya
beberapa ratus serat, hingga otot kaki yang besar dan kuat yang mengandung beberapa ratus ribu serat.
2. Tendon
Jaringan ikat akan meluas melewati ujung-ujung otot untuk membentuk tendon kolagenosa. Tendon dapat cukup panjang, melekat ke suatu tulang yang
berjarak dari bagian daging otot. Jadi, tendon berfungsi untuk melekatkan otot dengan tulang atau otot dengan otot.
Universitas Sumatera Utara
16
3. Ligamen
Ligamen berfungsi untuk membentuk bagian sambungan dan menempel pada tulang. Ligamen tersebut berfungsi untuk mencegah adanya dislokasi dan
sekaligus berfungsi untuk membatasi rentang gerakan.
2.3.2 Skeletal
a. Tulang Rangka
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi alat-alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh yang berfungsi untuk menyangga
tubuh dan otot-otot yang melekat pada tulang, metabolisme kalsium dan mineral dan organ hemopoetik. Tulang juga merupakan jaringan ikat yang dinamis. Tubuh
manusia memiliki 206 tulang yang membentuk rangka. b.
Sendi Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan
tulang-tulang tersebut dapat bergerak satu sama lain, maupun tidak dapat bergerak satu sama lain. Secara anatomik, sendi dibagi 3, yaitu sinartrosis, diatrosis, dan
amfiartrosis.
2.4 Keluhan Muskuloskeletal Disorders 2.4.1 Definisi Keluhan Muskuloskeletal
Musculoskeletal Disorders MSDs merupakan sekumpulan gejala gangguan yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligamen, kartilago, sistem
saraf, struktur tulang dan pembuluh darah. MSDs pada awalnya menyebabkan sakit, nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur,
dan rasa terbakar OSHA, 2000.
Universitas Sumatera Utara
17
Menurut Tarwaka 2015, keluhan Musculoskeletal Disorders adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai
dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan
keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang bisa diistilahkan dengan keluhan Musculoskeletal
Disorders MSDs atau cedera pada sistem musculoskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Keluhan sementara reversible, yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, namun demikian keluhan akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.
2. Keluhan menetap presistent, yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.
Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.
2.4.2 Metabolisme Terjadinya Kelelahan Otot
Santoso 2004 menjelaskan bahwa: 1.
Perubahan biokimia yang terjadi selama kontraksi otot “ asam laktat banyak terjadi sehingga menimbulkan rasa lelah”. Kelelahan otot meningkat hampir
berbanding langsung dengan kecepatan penurunan glikogen otot”. 2.
“Kontraksi otot rangka yang lama dan kuat, dimana proses metabolisme tidak mampu lagi meneruskan supply energy yang dibutuhkan serta untuk
membuang metabolism, khususnya asam laktat. Jika asam laktat yang banyak dari penyedian ATP terkumpul, otot akan kehilangan kemampuannya.
Universitas Sumatera Utara
18
Terbatasnya aliran darah pada otot ketika berkontraksi, otot menekan pembuluh darah dan membawa oksigen juga semakin memungkinkan
terjad inya kelelahan”.
3. “Jika yang terjadi adalah kontraksi otot statis, maka kontraksi ini akan
mengurangi aliran darah secara kontinu selama kontraksi tersebut sedangkan pada kontraksi dinamis tidak demikian, yang terjadi hanya sebentar-sebentar
yakni ketika kontraksi itu terjadi. 4.
Ketika aliran darah menurun, metabolit akan terakumulasi dan supply oksigen otot akan berkurang secara cepat. Mungkin akan berpindah metabolism
menjadi anaerobik dan meningkatkan asam laktat yang kemudian mempercepat kelelahan”.
5. Ketika laktat menumpuk dalam otot, maka kelebihannya masuk dalam darah
dan sebagian masuk dalam hati. Asam laktat dalam hati akan diubah menjadi glukosa ketika otot membutuhkan energy, hal itu terjadi dengan siklus Cori.
Siklus Cori
merupakan keterkaitan
glikolisis dalam
otot dengan
glukoneogenesis pembentukan glukosa atau gikogen dari sumber bukan karbohidrat.
Universitas Sumatera Utara
19
2.4.3 Faktor Risiko Keluhan Muskuloskeletal Disorders 2.4.3.1 Faktor risiko secara luas yang berperan pada MSDs
Menurut Sudoyo 2009, faktor risiko MSDs secara luas terdiri dari: 1.
Jenis Industri Angka Musculoskeletal Disorders paling tinggi ditemukan pada industri
pengepakan daging, selanjutnya perusahaan perajutan pakaian, kendaraan bermotor dan pengolahan makanan ternak.
2. Jenis pekerjaan
Tukang batu, tukang kayu, tukang sulam dan lain-lain.
2.4.3.2 Faktor risiko Musculoskeletal Disorder Dilihat dari Karakteristik Individu.
1. Umur
Istilah umur diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam satuan waktu dipandang dari segi kronologik, individu normal yang
memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan fisiologik sama. Menurut Bridger 2003 yang dikutip oleh Zulfiqor 2010, sejalan dengan meningkatnya
umur akan terjadi degenarasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berumur 30 tahun. Pada umur 30 tahun terjadi degenerasi berupa
kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi
berkurang. Menurut Chaffin 1979 dan Guo et al 1995 dalam Tarwaka 2015,
menyatakan bahwa pada umumnya keluhan sistem musculoskeletal sudah mulai
Universitas Sumatera Utara
20
dirasakan pada usia kerja. Namun demikian, keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan
bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan otot
meningkat. Jeyaratnam 2009, menyatakan bahwa terdapat kenaikan angka kejadian
dan prevalensi nyeri punggung dengan bertambahnya usia yang tidak dipengaruhi kondisi kerja. Namun, masalah punggung mungkin secara tidak langsung
berhubungan dengan proses menua vertebra lumbal.
2. Masa Kerja