BAB III PENGATURAN WARALABA DI INDONESIA
A. Dasar Hukum Franchise
Di Indonesia, waralaba sebagai suatu bentuk perjanjian, tunduk pada ketentuan umum yang berlaku bagi sah nya suatu perjanjian sebagaimana yang
diatur dalam buku III KUHPerdata. Sebelum berlakunya PP No.16 tahun 1997 tentang Waralaba yang
sekarang diganti dengan PP No.42 Tahun 2007, masalah waralaba menjadi persoalan besar, karena pewaralaba franchisor harus menggantungkan pada
kesepakatan yang tertulis di dalam kontrak kerja sama. Artinya kedua belah pihak harus sangat teliti dan hati – hati atas apa yang disepakati.
66
Jika kita perhatikan, rumusan yang diberikan dalam pasal 1313 KUH Perdata tersebut menyiratkan bahwa sesungguhnya dari suatu perjanjian lahirlah
kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang pihak kepada satu atau lebih orang pihak lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut
. Perjanjian menurut rumusan pasal 1313 KUH Perdata, didefensikan
sebagai “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
67
66
Adrian Sutedi Op.cit hal 79
67
Gunawan Widjaja Op.cit hal 76
.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, jika dibaca dan disimak dengan baik rumusan yang diberikan dalam pasal 1314 KUH Perdata, tampak bahwa rumusan yang diberikan dalam
Pasal 1314 KUH Perdata mengembangkan lebih jauh pengertian yang diberikan dalam rumusan Pasal 1313 KUH Perdata. Pasal 1314 KUH Perdata menyatakan
bahwa atas prestasi yang wajib dilakukan oleh debitor dalam perjanjian tersebut, debitor yang berkewajiban tersebut dapat meminta dilakukannya kontra-prestasi
dari lawan pihaknya. Ini berarti, pada dasarnya perjanjian dapat melahirkan perikatan yang bersifat sepihak di mana hanya satu pihak yang wajib berprestasi
dan perikatan yang bertimbal balik dengan kedua belah pihak saling berprestasi
68
Waralaba merupakan suatu perjanjian yang bertimbal balik karena, baik pemberi waralaba maupun penerima waralaba, keduanya berkewajiban untuk
memenuhi prestasi tertentu .
69
Perjanjian waralaba memuat kumpulan persyaratan, ketentuan dan komitmen yang dibuat dan dikehendaki oleh franchisor bagi para franchisee –
nya. Di dalam perjanjian waralaba tercantum ketentuan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban franchisee, persyaratan lokasi, ketentuan pelatihan, biaya –
biaya yang harus dibayarkan oleh franchisee kepada franchisor, ketentuan yang berkaitan dengan lama perjanjian waralaba dan perpanjangannya, serta ketentuan
lain yang mengatur hubungan antara franchisor dengan franchisee .
70
68
Ibid hal.77
69
Ibid hal.77
70
Adrian Sutedi Op.cit hal 79
.
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa dalam perjanjian dikenal suatu asas yang disebut sebagai asas kebebasan berkontrak Pasal 1338 KUH Perdata .
Maksudnya para pihak bebas melakukan kontrak apa pun sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kebiasaan, kesopanan atau hal – hal
lain yang berhubungan dengan ketertiban umum. Bahkan, diakui oleh undang – undang. Karena itu pula, suatu perjanjian franchise yang dibuat oleh para pihak
yaitu franchisor dan franchisee berlaku sebagai undang – undang pula bagi mereka
71
Undang – undang KUHPerdata tidak menempatkan perjanjian franchise sebagai suatu perjanjian bernama secara langsung, seperti jual – beli, sewa –
menyewa, dan sebagainya. Karena itu, ketentuan hukum perjanjian yang berlaku suatu kontrak franchise pada umumnya hanya ketentuan dalam bagian umum dari
pengaturan tentang perjanjian .
72
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
. Sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian franchise atau waralaba disebut sebagai perjanjian tidak bernama.
Dalam perjanjian waralaba, juga berlaku pasal 1320 KUH Perdata, yang berkaitan dengan syarat – syarat sahnya suatu perjanjian yaitu :
Pada dasarnya kesepakatan bebas dianggap terjadi pada saat perjanjian dibuat oleh para pihak, kecuali dapat dibuktikan bahwa kesepakatan terjadi
karena adanya kekhilafan, paksaan, maupun penipuan.
71
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis : Menata Bisnis Modern Di Era Global, Bandung :PT.Citra Aditya Bakti, 2008 Hal. 346
72
Ibid Hal.347
Universitas Sumatera Utara
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Adanya kecakapan untuk bertindak merupakan syarat subyektif kedua terbentuknya perjanjian yang sah di antara para pihak. KUH Perdata
menyatakan bahwa prinsipnya semua orang dianggap cakap untuk melakukan tindakan hukum kecuali mereka yang belum dewasa, berada di
bawah pengampuan, dan mereka yang dinyatakan pailit Pasal 1330 KUH Perdata .
3. Suatu hal tertentu.
Tanpa adanya suatu obyek, yang merupakan tujuan dari para pihak, yang berisikan hak dan kewajiban dari salah satu atau para pihak dalam
perjanjian, maka perjanjian itu sendiri absurd tidak jelas adanya. 4.
Suatu sebab yang halal. Yang berarti, suatu perjanjian tersebut dianggap sah, apabila tidak
bertentangan dengan undang – undang, kesusilaan, maupun ketertiban umum
73
a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tentang
Waralaba. .
Selain itu, pengaturan waralaba di Indonesia secara khusus diatur melalui :
73
Gunawan Widjaja Op.cit hal.81
Universitas Sumatera Utara
Lahirnya Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2007 tentang Waralaba yang menggantikan Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 1997 tentang Waralaba
dilandasi upaya pemerintah meningkatkan pembinaan usaha waralaba di seluruh Indonesia sehingga perlu mendorong pengusaha nasional, terutama pengusaha
kecil dan menengah untuk tumbuh sebagai franchisor nasional yang handal dan mempunyai daya saing di dalam negeri dan luar negeri khususnya dalam rangka
memasarkan produk dalam negeri
74
Pemerintah memandang perlu mengetahui legalitas dan bonafiditas usaha franchisor, baik franchisor dari luar dan dalam negeri guna menciptakan
transparansi informasi dalam memasarkan barang danatau jasa melalui bisnis waralaba. Di samping itu, pemerintah perlu memantau dan menyusun data
waralaba, baik jumlah maupun jenis usaha yang diwaralabakan. Untuk itu, sebelum franchisor membuat perjanjian waralaba dengan franchisee, franchisor
harus menyampaikan penawaran kepada pemerintah dan calon franchisee. Selain itu, apabila terjadi kesepakatan perjanjian waralaba, franchisor harus
menyampaikan perjanjian waralaba tersebut kepada pemerintah.Dengan Peraturan Pemerintah yang baru, setidak – tidaknya dapat memberikan kepastian berusaha
dan kepastian hukum bagi franchisor dan franchisee dalam memasarkan produknya
.
75
Dalam PP No.42 Tahun 2007 Pasal 1, terdapat defenisi waralaba, yakni waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan
.
74
Adrian Sutedi, Op.cit. hal.33
75
Ibid. hal 33
Universitas Sumatera Utara
usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha memasarkan barang dan jasa yang telah terbukti berhasil dan digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian
waralaba. PP No.42 Tahun 2007 juga memuat salah satu poin penting, yaitu
persyaratan bisnis yang bisa diwaralabakan, yang dimuat pada Pasal 3. Adapun yang menjadi persyaratannya ialah :
1. Bisnis yang memiliki ciri khas usaha;
Maksudnya adalah dalam bisnis tersebut, harus memiliki ciri khas yang dapat membedakannya dengan bisnis lainnya.
2. Telah terbukti memberikan keuntungan;
Agar melindungi franchisee yang akan mengambil franchise, sehingga dapat memberikan kepastian akan kelanjutan bisnis
franchise tersebut. 3.
Memiliki standar atas pelayanan barang danatau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis;
Agar franchisee mengetahui pelayanan barang danatau ajsa yang ditawarkan oleh franchisor, dan untuk mencegah agar tidak terjadi
kesalahpahaman mengenai pelayanan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
4. Mudah diajarkan dan diaplikasikan;
Teknik menejemen maupun teknik yang berasal dari franchisor haruslah bersifat mudah diajarkan dan diaplikasikan, agar tidak
membuat franchisee baru kesulitan dalam memulai bisnis franchisenya.
5. Adanya dukungan yang berkesinambungan;
Franchisor harus memberikan dukungan berkesinambungan kepada franchisee, untuk menjamin kelanjutan usaha dari
franchisee tersebut. 6.
Hak atas kekayaan intelektual yang telah terdaftar
76
Hak atas kekayaan intelektual yang telah terdaftar, akan memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum akan
merek dagang yang digunakan oleh franchisee. Untuk lebih menjamin kelayakan usaha bisnis yang diwaralabakan, pada
Pasal 5 peraturan pemerintah ini,mengatur mengenai muatan perjanjian atau klausula pada perjanjian waralaba yaitu :
.
1. Nama dan alamat para pihak;
2. Jenis Hak Kekayaan Intelektual;
3. Kegiatan usaha;
76
Ibid.hal 34
Universitas Sumatera Utara
4. Hak dan kewajiban para pihak;
5. Bantuan fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran
yang diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba; 6.
Wilayah usaha; 7.
Jangka waktu perjanjian; 8.
Tata cara pembayaran imbalan; 9.
Kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris; 10.
Penyelesaian sengketal; 11.
Tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian. Peminat baru bisnis waralaba juga patut lebih lega karena sesuai Pasal 5
tersebut, para franchisor tidak dapat seenak hati menjual, kemudian tak acuh lagi dengan bisnis waralaba yang telah diserahkan kepada franchisee. Karena di dalam
Pasal 8 peraturan ini tercantum kewajiban franchisor untuk memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen,
pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada franchisee secara
berkesinambungan. Dalam Pasal 11 1 Peraturan Menteri Perdagangan RI No.12M-DAG-PER32006 dimana pemberi waralaba wajib mendaftarkan
prospectus penawaran waralaba kepada Direktur Jendral Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan sebelum membuat perjanjian waralaba dengan
penerima waralaba.
Universitas Sumatera Utara
Isi prospektus penawaran waralaba tersebut berdasarkan pasal 7 ayat 2 PP No.42 tahun 2007 adalah :
a. Data identitas pemberi waralaba;
b. Legalitas usaha pemberi waralaba;
c. Sejarah kegiatan usahanya;
d. Struktur organisasi pemberi waralaba;
e. Laporan keuangan 2 tahun terakhir;
f. Jumlah tempat usaha;
g. Daftar penerima waralaba;
h. Hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba.
Tujuan pendaftaran prospectus penawaran tersebut adalah agar pemerintah dan pemerintah daerah dapat melakukan pembinaan dan pengawasan ,
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 14 PP No.42 tahun 2007 , yaitu : 1
Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan waralaba. 2
Pembinaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 antara lain berupa pemberian :
a. Pendidikan dan pelatihan waralaba;
b. Rekomendasi untuk memanfaatkan sarana perpasaran;
Universitas Sumatera Utara
c. Rekomendasi untuk mengikuti pameran waralaba baik di dalam
negeri dan di luar negeri; d.
Bantuan konsultasi melalui klinik bisnis; e.
Penghargaan kepada pemberi waralaba lokal terbaik; danatau f.
Bantuan perkuatan permodalan. Dalam Pasal 16 PP No.42 Tahun 2007 ini, memuat sanksi administratif
apabila franchisor dan franchisee tidak melaksanakan kewajibannya,seperti : 1.
Menteri, Gubernur, BupatiWalikota sesuai kewenangannya masing – masing dapat mengenakan sanksi administrative bagi
pemberi waralaba dan penerima waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 10,
danatau Pasal 11. 2.
Sanksi sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dapat berupa : a.
Peringatan tertulis; b.
Denda; danatau c.
Pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba. Penggunaan bahasa Indonesia dalam perjanjian merupakan salah satu hal
penting yang harus diperhatikan untuk melindungi franchisee dalam negeri. Yang juga penting, bisnis waralaba dapat terselenggara berdasarkan perjanjian tertulis
Universitas Sumatera Utara
antara franchisor dengan franchisee berdasarkan hukum di Indonesia. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 4. Pada ayat 1 ditegaskan bahwa “ Waralaba
diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia”. Pada ayat 2
ditegaskan, “Dalam perjanjian sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 ditulis dalam bahasa asing, perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia”
77
Pasal 10 berisi pemberi waralaba pewaralaba dan penerima waralaba terwaralaba harus mendaftarkan usahanya ke Departemen Perdagangan paling
lambat satu tahun sejak Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2007 diberlakukan 23 Juli 2007. Menteri Perdagangan lalu menerbitkan surat tanda pendaftaran
waralaba apabila permohonan telah memenuhi syarat. “Surat tanda pendaftaran waralaba berlaku lima tahun dan dapat diperpanjang, proses ini tidak dipungut
biaya”. Bila tidak melakukan pendaftaran, maka dikenakan sanksi administratif berupa denda Rp.100.000.000,- Seratus Juta Rupiah atau pencabutan STPUW
Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba. Syarat waralaba serta sanksi denda bagi pewaralaba dan terwaralaba yang tidak mendaftarkan diri memang baru ada
. Selanjutnya ketentuan Pasal 6 ayat 1 menyatakan, “Perjanjian waralaba
dapat memuat klausul pemberian hak bagi penerima waralaba untuk menunjuk penerima waralaba lain”. Pasal 6 ayat 2 menyatakan, “Penerima waralaba yang
diberi hak uuntuk menunjuk penerima waralaba lain, harus memiliki dan melaksanakan sendiri paling sendiri 1 satu tempat usaha waralaba.
77
Ibid. hal 35.
Universitas Sumatera Utara
di Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2007. Tujuannya adalah untuk mendidik dan menertibkan para pengusaha waralaba di Indonesia agar patuh kepada
peraturan
78
i. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12 M-DagPer32006 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.
.
Pengertian tentang waralaba dalam Peraturan Menteri Perdagangan yang pokoknya hanya pengulangan dari pengertian yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah No.16 Tahun 1997 tentang Waralaba. Dalam peraturan ini, juga dirumuskan mengenai waralaba lanjutan, kewajiban franchisor untuk
menyampaikan keterangan yang benar kepada franchisee, serta mengatur isi perjanjian waralaba
79
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12M-DagPer32006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha
Waralaba pasal 1 angka 4, pemberian waralaba dapat dilakukan dengan pemberian hak lebih lanjut kepada penerima waralaba utama untuk mewaralabakannya
kembali kepada penerima waralaba lanjutan. Dalam praktek biasanya disebut dengan istilah Master Franchisee, yang kesepakatan pemberian waralabanya
dibuat dalam suatu Master Franchise Agreement. Namun, dalam peraturan ini tidak dirumuskan pengertian Master Franchise Agreement, melainkan hanya
.
78
Ibid. hal 36
79
Ibid. hal 38
Universitas Sumatera Utara
diberikan pengertian dari perjanjian waralaba, yang dibedakan dari perjanjian waralaba lanjutan
80
Kewajiban franchisor untuk menyampaikan keterangan kepada franchisee juga dirumuskan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12M-
DagPer32006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, yang mensyaratkan bahwa, “ Sebelum membuat
perjanjian, pemberi waralaba wajib memberikan keterangan tertulis atau prospectus mengenai data atau informasi usahanya dengan benar kepada penerima
waralaba” .
81
Dalam peraturan ini juga diisyaratkan bahwa sebelum membuat perjanjian waralaba lanjutan, penerima waralaba utama wajib memberitahukan secara tertulis
dengan dokumen otentik kepada penerima waralaba lanjutan bahwa penerima waralaba utama memiliki hak atau izin membuat perjanjian waralaba lanjutan
dengan sepengetahuan pemberi waralaba .
82
Perjanjian waralaba antara pemberi dengan penerima waralaba diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12M-
DegPer32006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, yang menyebutkan bahwa perjanjian waralaba
antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba sekurang – kurangnya membuat klausul, mengenai hal – hal sebagai berikut.
.
80
Gunawan Widjaja. Op.cit. hal.115
81
Adrian Sutedi. Op.cit.hal. 39
82
Ibid.hal 39
Universitas Sumatera Utara
1. Nama, alamat, dan tempat kedudukan perusahaan masing – masing pihak.
Hal ini berhubungan dengan identitas pemberi waralaba, yang meliputi : a.
Pemberi waralaba dari luar negeri harus mempunyai bukti legalitas dari instansi berwenang di negara asalnya dan
diketahui oleh pejabat perwakilan Republik Indonesia setempat;
b. Pemberi waralaba dari dalam negeri wajib memiliki SIUP
danatau izin usaha dari departemen teknis lainnya. 2.
Nama dan jabatan masing – masing pihak yang berwenang menandatangani perjanjian. Ketentuan ini pada prinsipnya berhubungan
dengan kewenangan bertindak para pihak, yang merupakan persyaratan sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan yang diatur dalam
KUHPerdata. 3.
Nama dan jenis hak atas kekayaan intelektual, penemuan atau ciri khas usaha, misalnya sistem menejemen serta cara penjualan atau penataan atau
cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek wisata.
4. Hak dan kewajiban masing – masing pihak serta bantuan dan fasilitas yang
diberikan kepada penerima waralaba
83
83
Ibid. hal 39
.
Universitas Sumatera Utara
Tata cara dan persyaratan penerbitan STPUW diatur dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12M-DegPer32006 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, yaitu : 1.
Penerima waralaba utama yang berasal dari pemberi waralaba luar negeri wajib mendaftarkan perjanjian waralaba beserta keterangan tertulis atau
prospektus kepada Direktur Jendral Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan.
2. Penerima waralaba utama yang berasal dari pemberi waralaba dalam
negeri dan penerima waralaba lanjutan yang berasal dari pemberi waralaba luar negeri dan dalam negeri wajib mendaftarkan perjanjian waralaba
beserta keterangan tertulis atau prospektus kepada Kepala Dinas yang bertanggung jawab dibidan perdagangan daerah setempat.
3. Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 dengan cara mengisi
Daftar Isian permohonan STPUW Model A,sebagaimana tercantum dalam lampiran I peraturan ini paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal
berlakunya perjanjian. Pasal 14, mengatur mengenai jangka waktu berlakunya STPUW yaitu, “
Masa berlaku STPUW selama 5 tahun, dan dapat diperpanjang apabila jangka waktu perjanjian waralaba masih berlaku.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 18, mengatur kewajiban pemilik STPUW : 1.
Pemilik STPUW wajib menyampaikan laporan tahunan kepada pejabat penerbit STPUW mengenai perkembangan kegiatan usaha waralaba setiap
tanggal 31 Januari dengan menggunakan Formulir Model C sebagaimana dimaksud dalam lampiran III peraturan ini.
2. Pemilik STPUW wajib menyampaikan laporan tertulis kepada pejabat
penerbit STPUW mengenai perubahan berupa : a.
Penambahan atau pengurangan tempat usaha outlet ; b.
Pengalihan kepemilikan usaha; c.
Pemindahan alamat kantor pusat atau tempat usaha waralaba; d.
Nama pengurus, pemilik, dan bentuk usaha dari penerima waralaba atau pemberi waralaba.
e. Perpanjanganperubahan jangka waktu perjanjian antara pemberi
waralaba dan penerima waralaba. Tujuan dari ditetapkannya kewajiban pemilik STPUW adalah agar
pemerintah mengetahui fasilitas apa yang dibutuhkan oleh pemilik STPUW,di mana hal itu sesuai dengan Pasal 17 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12
M-DagPer32006 yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1 Pemilik STPUW berhak mendapatkan fasilitas secara selektif sesuai
program pemerintah yang tersedia. 2
Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 antara lain terdiri dari : a.
Pendidikan dan pelatihan; b.
Rekomendasi untuk memanfaatkan sarana perpasaran; c.
Rekomendasi untuk mengikuti pameran baik di dalam dan di luar negeri;
d. Bantuan konsultasi melalui klinik bisnis;
e. Memberi penghargaan kepada pemberi waralaba lokal terbaik.
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12M-DegPer32006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha
Waralaba, juga memuat sanksi terhadap pemilik STPUW,yakni : Pasal 19
1. Pemilik STPUW yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dari pejabat penerbit STPUW.
2. Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diberikan paling
banyak 3 kali berturut – turut dengan tenggang waktu 2 minggu terhitung sejak tanggal pengiriman oleh pejabat penerbit STPUW dengan
Universitas Sumatera Utara
mengeluarkan Surat Peringatan Tertulis Model D, sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran IV peraturan ini.
Pasal 20 1.
Pemilik STPUW yang tidak mengindahkan peringatan tertulis sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 dikenakan sanksi
administratif berupa pemberhentian sementara STPUW paling lama 1 bulan.
2. Pemberhentian sementara STPUW sebagaimana yang dimaksud pada ayat
1 dilakukan oleh pejabat penerbit STPUW dengan mengeluarkan Keputusan Pemberhentian Sementara Model E, sebagaimana yang
tercantum dalam lampiran V peraturan ini. Pasal 21
1. Pemilik STPUW yang tetap tidak mengindahkan atau tidak melakukan
perbaikan setelah pelanggaran ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 20 ayat 1 dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan
STPUW. 2.
Pencabutan STPUW sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dilakukan pejabat penerbit STPUW dengan mengeluarkan Keputusan Pencabutan
STPUW Model F sebagaimana yang tercantum dalam lampiran VI peraturan ini.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 22 Pemilik STPUW yang dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan
STPUW dan tetap melaksanakan kegiatan usaha waralaba dikenakan sanksi pencabutan SIUP atau izin lain yang sejenis.
Pasal 23 Penerima waralaba yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam pasal 11 ayat 1 dan ayat 2 dan tetap melaksanakan kegiatan usaha waralaba meskipun telah diberi peringatan tertulis paling
banyak 3 kali berturut – turut dikenakan sanksi pencabutan SIUP atau izin lain yang sejenis.
Gunawan Widjaja, mengemukakan bahwa dalam Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.259MPPKEP71997 sebelum
diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12M-DegPer32006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha
Waralaba terdapat ketentuan yang bersifat preventif. Maksud dari ketentuan yang bersifat preventif itu adalah ketentuan – ketentuan yang mencegah agar tidak
terjadi perselisihan atau kesalahpahaman antara franchisor dengan franchisee dalam hal keterangan mengenai waralaba tersebut, klausul perjanjian minimum
yang sesuai dengan perjanjian waralaba menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12M-DagPer32006, kewajiban dalam melakukan pendaftaran perjanjian
waralaba, serta kewajiban untuk melaporkan pelaporan berkala atas pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
waralaba. Di mana ketentuan tersebut dapat dilakukan dalam bentuk sebagai berikut:
1. Kewajiban bagi penerima waralaba untuk menyampaikan keterangan
tertulis dan benar kepada penerima waralaba sebelum perjanjian waralabanya ditanda tangani oleh kedua belah pihak.
2. Adanya ketentuan yang mengatur mengenai klausul minimum yang diatur
dalam perjanjian waralaba antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba.
3. Kewajiban untuk melakukan pendaftaran perjanjian waralaba pada Dinas
Perindustrian dan Perdagangan, termasuk atas setiap perubahannya. 4.
Kewajiban untuk melakukan pelaporan berkala atas pelaksanaan waralaba
84
B. Para Pihak Dalam Franchise