2.1.4. Diagnosa
2.1.4.1.Gejala Klinis
Gejala utama dari gagal jantung adalah kelelahan dan sesak napas. Meskipun kelelahan secara tradisional dianggap berasal dari output jantung yang
rendah pada gagal jantung, diperkirakan bahwa ada kemungkinan kelainan tulang-otot dan komorbiditas non-kardiak lainnya misalnya, anemia juga
berkontribusi terhadap gejala ini. Pada tahap awal gagal jantung, dyspnea diamati hanya saat beraktivitas, namun, sebagai penyakit berlangsung, dyspnea terjadi
dengan aktivitas kurang berat, dan akhirnya dapat terjadi bahkan pada saat istirahat. Asal dyspnea pada gagal jantung dapa bersifat multifaktorial.
Mekanisme paling penting adalah kongesti paru dengan akumulasi cairan interstitial atau intra-alveolar. Faktor-faktor lain yang berkontribusi terhadap
dyspnea saat aktivitas termasuk penurunan kepatuhan paru, peningkatan resistensi saluran napas, otot pernapasan dan atau kelelahan diafragma, dan anemia.
Ortopnea, yang didefinisikan sebagai dispnea yang terjadi pada posisi berbaring. Gejala ini hasil dari redistribusi cairan dari sirkulasi splannikus dan
ekstremitas bawah ke sirkulasi pusat selama berbaring, dengan peningkatan resultan tekanan kapiler paru. Batuk malam hari adalah manifestasi sering proses
ini dan gejala yang sering diabaikan gagal jantung. Ortopnea umumnya lega dengan duduk tegak atau tidur dengan bantal tambahan. Meskipun ortopnea
adalah gejala yang relatif spesifik gagal jantung, gejala ini juga bisa terjadi pada pasien dengan obesitas abdominal atau asites dan pada pasien dengan penyakit
paru. Dispnea paroksismal nokturnal, istilah ini mengacu pada episode akut
sesak nafas yang hebat dan batuk yang umumnya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien beristirahat.
Gejala ini mungkin disertai dengan batuk atau mengi, kemungkinan karena peningkatan tekanan pada arteri bronchial menyebabkan kompresi saluran napas,
bersama dengan edema paru interstitial yang menyebabkan peningkatan resistensi saluran napas. Sedangkan ortopnea dapat dihilangkan dengan duduk
tegak di sisi tempat tidur dengan kaki dalam posisi tergantung, pasien dengan
Universitas Sumatera Utara
gajala ini sering memiliki batuk yang bersifat menetap dan mengi bahkan setelah mereka telah mengambil posisi tegak. Asma jantung berkaitan erat dengan
dispnea paroksismal nokturnal, ditandai dengan mengi sekunder untuk bronkospasme, dan harus dibedakan dari asma primer sebagai penyebab paru
mengi. Respirasi Cheyne-Stokes, juga disebut sebagai respirasi periodik atau
siklus respirasi, respirasi Cheyne-Stokes umum dalam lanjutan gagal jantung dan biasanya berhubungan dengan output jantung yang rendah. Respirasi Cheyne-
Stokes disebabkan oleh sensitivitas berkurang dari pusat pernapasan untuk PCO2 arteri. Ada fase apnea, di mana arteri PO2 terjun dan arteri PCO2 naik.
Perubahan-perubahan dalam kandungan gas darah arteri merangsang pusat pernapasan tertekan, sehingga hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti pada
gilirannya dengan kekambuhan apnea. Respirasi Cheyne-Stokes dapat dirasakan oleh pasien atau keluarga pasien sebagai dyspnea parah atau sebagai penghentian
sementara pernapasan. Pasien dengan gagal jantung juga dapat disertai dengan gejala
gastrointestinal. Anoreksia, mual, dan cepat kenyang berhubungan dengan nyeri perut dan kepenuhan sering keluhan dan mungkin berhubungan dengan edema
dinding usus besar dan atau hati sesak. Kemacetan pada hati dan peregangan kapsul yang dapat menyebabkan nyeri kanan atas kuadran. Gejala serebral, seperti
kebingungan, disorientasi, dan tidur dan gangguan mood, dapat diamati pada pasien dengan gagal jantung berat, terutama pasien lanjut usia dengan
arteriosclerosis otak dan mengurangi perfusi serebral. Nokturia adalah umum di gagal jantung dan dapat menyebabkan insomnia.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.2.Pemeriksaan Fisik
Tujuan dilakukannya pemeriksaan fisik adalah untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung sekaligus mengetahui tingkat keparahan dari gejala-
gejalanya, menambah informasi tentang profil hemodinamis dan respon terapi dan menetukan prognosis yang penting untuk tujuan tambahan pada saat dilakukan
pemeriksaan fisik
Pada penderita gagal jantung yang ringan dan sedang-berat, penderita
terlihat dengan keadaan tidak ada gangguan pada saat istirahat, kecuali adanya perasaan tidak nyaman pada saat berbaring untuk beberapa menit. Pada gagal
jantung berat penderita harus duduk tegak, dan mungkin tidak bisa menyelesaikan kata-kata karena pemendekan nafas. Tekanan darah sistolik mungkin normal atau
tinggi pada awal gagal jantung, tetapi secara umum menurun pada gagal jantung lanjutan karena adanya disfungsi ventikel kiri lanjutan. Denyut nadi berkurang
merefleksikan adanya penguranan pada strok volume. Vasokonstriksi perifer menyebabkan akral dingin, sianosis pada bibir dan kuku.
Kemudian pada pemeriksaan vena jugularis untuk memprediksi tekanan atrium kanan. Pada gagal jantung tahap awal tekanan vena jugularis mungkin
normal pada saat istirahat tetapi menjadi abnormal secara bertahap. Pada penderita gagal jantung ada di temukannya krepitasi paru hasil dari
transudasi dari cairan ruang intravaskular ke alveoulus. Pada pasien edema paru, krepitasi mungkin terdengar luas sepanjang kedua lapangan paru dan di tambah
dengan adanya mengi. Krepitasi jarang terjadi pada gagal jantung kronis bahkan ketika tekanan pengisian ventikel kiri mengaami peningkatan, karena adanya
peningkatan drainase limfatik cairan alveolus. Efusi pleura akibat dari
peningkatan tekanan kapiler pleura dan menghasilkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Meskipun efusi pleura sering bilateral pada gagal jantung.
Pada pemeriksaan jantung, meskipun penting, seringkali tidak memberikan informasi yang berguna tentang keparahan gagal jantung. Pada
beberapa pasien, suara jantung ketiga S3 yang terdengar dan teraba di puncak. Pasien dengan pembesaran atau hipertrofi ventrikel kanan mungkin memiliki kiri
impuls parasternal berkelanjutan dan berkepanjangan memperluas seluruh sistol.
Universitas Sumatera Utara
Sebuah S3 ini paling sering ada pada pasien dengan volume overload yang memiliki takikardia dan takipnea, dan sering menandakan kompromi
hemodinamik parah. Bunyi jantung IV S4 bukan merupakan indikator spesifik gagal jantung tetapi biasanya hadir pada pasien dengan disfungsi diastolik. Mitral
murmur dan trikuspid regurgitasi sering hadir pada pasien dengan gagal jantung lanjutan.
Hepatomegali adalah tanda penting pada pasien dengan gagal jantung. ketika ada, pembesaran hati sering teraba lunak dan dapat berdenyut selama
sistole jika regurgitasi trikuspid ada. Asites, tanda akhir, terjadi sebagai akibat dari meningkatnya tekanan di dalam vena hepatika. Jaundice, juga merupakan temuan
akhir gagal jantung, hasil dari gangguan fungsi hati hepatoseluler hipoksia, dan berhubungan dengan ketinggian dari kedua bilirubin langsung dan tidak langsung.
Edema perifer merupakan manifestasi kardinal gagal jantung, namun tidak spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang telah diobati secara
memadai dengan diuretik. Edema perifer biasanya simetris dan bergantung pada gagal jantung dan terjadi terutama di pergelangan kaki dan daerah pretibial pada
pasien rawat jalan. Pada pasien terbaring di tempat tidur, edema dapat ditemukan di daerah sacral edema presacral dan skrotumL.Mann, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Framingham Kriteria untuk Gagal Jantung Kronis.
Kriteria Mayor Kriteria Minor
Paroksismal nokturnal dispnea Distensi vena pada leher
Ronkhi basah Kardiomegali
Edema paru akut Gallop S3
Peningkatan tekanan
vena jugularis
Refluks Hepatojugular Edema ekstremitas
Batuk malam hari Dispnoe d’ effort
Hepatomegali Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 13 dari normal
Takikardia
Mayor atau minor
Penurunan BB≥4,5 kg dalam 5 hari pengobatan. Diagnosis gagal jantung di tegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria
minor Panggabean, 2009.
2.1.4.3.Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram EKG harus dilakukan pada setiap pasien yang di duga gagal jantung . Perubahan elektrokardiografi yang umum juga terlihat pada
pasien yang diduga memiliki gagal jantung. Abnormal EKG memiliki sedikit nilai prediktif untuk menentukan gagal jantung.
Foto toraks merupakan komponen penting dari pemeriksaan diagnostik gagal jantung. Pemeriksaan ini memungkinkan penilaian kongesti paru dandapat
menunjukkan penyebab paru atau toraks dyspnoea. Pemeriksaan dada x-ray juga berguna untuk mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, dan akumulasi cairan
pleura, dan biasa menunjukkan adanya penyakit paru atau infeksi yang menyebabkan atau memberikan kontribusi untuk dyspnoea.
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan ekokardiografi digunakan untuk merujuk kepada semua USG jantung, teknik pencitraan, termasuk gelombang berdenyut dan berkesinambungan
Doppler, Doppler warna dan gambar jaringan Doppler . Konfirmasi dengan echocardiography dari diagnosis gagal jantungdan atau disfungsi jantung adalah
wajib dan harus dilakukan tak lama setelah dicurigai diagnosis gagal jantung. Echocardiography tersedia secara luas, cepat, non-invasif, dan aman, dan
menyediakan luas informasi tentang anatomi jantung volume, geometri, massa, gerakan dinding, dan fungsi katup. Studi ini memberikan informasi penting
pada etiologi gagal jantung. Secara umum diagnosis gagal jantung harus mencakup ekokardiogram Dickstein, 2008.
2.1.4.4.Klasifikasi
Dokter biasanya mengklasifikasikan gagal jantung berdasarkan tingkat keparahan gejala yang timbul. Tabel 1 dan 2 menggambarkan sistem klasifikasi
yang paling sering digunakan, the New York Heart Association NYHA Functional Classification.
Tabel 2.3. The New York Heart Association NYHA Functional Classification.
Kelas Gejala dan Aktivitas Fisik
Kelas 1 Tidak ada gejala pada setiap tingkat tenaga dan tidak ada pembatasan dalam aktifitas fisik biasa
Kelas 2 Gejala ringan dan keterbatasan sedikit selama kegiatan rutin. Nyaman saat istirahat
Kelas 3 Akibat gejala terlihat keterbatasan, bahkan selama aktivitas minimal. Nyaman saat istirahat
Kelas 4 Keterbatasan aktivitas. Gejala timbul bahkan sementara pada saat istirahat duduk dikursi atau menonton TV
Dickstein, 2008
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Komplikasi