14
berkualitas daif. Dalam kajian kritik matan hadits, didapatkan suatu kesimpulan bahwa matan hadits tidak bertentangan dengan ajaran universal yang terdapat
dalam agama Islam, yaitu anjuran untuk senantiasa membaca Al-Quran. Sedangkan bagian dari matan hadits: tidak akan faqir, yang dimaksud adalah faqir
hati, sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat muslim, bahwa kekayaan yang sesungguhnya adalah kekayaan hati, bukan materi.
2.2. Defenisi Penerjemahan
Larson 1984 memberikan defenisi penerjemahan sebagai pemindahan makna, yaitu: satu usaha untuk memindahkan makna atau maksud daripada
bentuk bahasa sumber ke dalam bentuk bahasa sasaran. Maksudnya bentuk bahasanya saja yang boleh berubah akan tetapi maksud yang terkandung dalam
teks asal harus tetap dipelihara setelah dipindahkan ke dalam bentuk bahasa sasaran. Bentuk bahasa yang meliputi beberapa unsur seperti perkataan-perkataan,
frase, klausa, kalimat dan sebagainya yang digunakan secara lisan atau secara tulisan. Faktor leksikon, struktur ke gramatisan, situasi komunikasi dan keadaan
konteks budaya teks daripada bahsa sumber mesti diteliti dan dianalisa, tujuannya untuk dapat lebih menentukan maksud daripada bahasa sumber tersebut.
Adapun Bell 1991 menjelaskan terjemahan adalah penggantian sebuah representasi teks yang sama kedalam bahasa kedua. Teks dalam dua bahasa yang
berbeda dapat sama dalam tingkatan yang berbeda secara penuh atau sebagian. Sementara Nurbayan 1998: 41 mengatakan terjemahan adalah pengungkapan
makna pembicaraan dari suatu bahasa dengan pembicaraan lain dari bahasa yang lain dengan memenuhi semua makna dan maksudnya.
15
Wills 1982: 27 yang disebutkan dalam husnan 2008: 2 mengatakan bahwa penerjemahan bukan saja penerjemahan semata-mata, akan tetapi ia juga
satu pemindahan, transformasi, simulasi, peniruan, penerangan secara bebas, pengalihan semula dan penciptaan kembali.
Menurut Vives 2982: 27 menyatakan bahwa penerjemahan ialah merupakan pemindahan daripada bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan cara
memelihara maksud asal. Maksudnya ialah merujuk kepada pemeliharaan makna daripada bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.
Brislin 1976 mendefenisikan penerjemahan sebagai satu strategi pemindahan buah fikiran dan ide daripada satu bahasa sumber ke dalam bahasa
sasaran, sama ada ia secara bertulis atau secara lisan. Newmark 1981 juga memberi defenisi tentang penerjemahan sebagai penggantian pesan secara bertulis
dalam satu bahasa. Pesan dalam bahasa sumber mesti sama dengan pesan yang sudah dipindahkan ke dalam bahasa sasaran untuk menggantikan pesan yang
sudah ada. Newmark 1991 lebih lanjut mengatakan bahwa penerjemahan ialah satu aktifitas yang terikat dengan beberapa peraturan tertentu. Maksudnya bahwa
penerjemah tidak boleh dilakukan dengan sesuka hati, akan tetapi mesti dibuat dengan menggunakan tata cara atau berpandukan kepada peraturan penerjemahan.
Husnan, 2008: 3-4. Hadi 1999: 23 mengatakan terjemah ialah menjelaskan apa yang
diinginkan oleh kalimat dalam bahasa asalnya, tidak hanya memindahkan makna hakiki, atau majasi suatu lafazh. Penggantian teks bahasa sumber dengan teks
16
bahasa target yang sama dan menyiratkan bahwa terjemahan biasanya dilakukan bukan dalam tataran kalimat, melainkan dalam tataran wacana.
Menurut Catford 1965 penerjemahan berarti mentransfer bahasa sumber ke bahasa sasaran. Penerjemahan merupakan pergantian teks pada bahasa sumber
ke bahasa sasaran. Dalam proses penerjemahan, penerjemah selalu berusaha mendapatkan unsur bahasa sasaran yang sepadan dengan bahasa sumbernya agar
dapat mengungkapkan pesan yang sama dalam teks sasaran. Karena setiap bahasa mempunyai aturan tersendiri, maka perbedaan aturan ini akan menyebabkan
terjadinya pergeseran.
Adapun Simatupang 1999 mengatakan pergeseran di bidang semantik terjadi karena dua hal, yaitu perbedaan sudut pandang dan budaya penutur bahasa-
bahasa yang berbeda. Pergeseran di bidang makna tidak selalu memindahkan makna yang terdapat di dalam teks bahasa sumber ke dalam teks bahasa sasaran
secara tepat atau tetap utuh. Berikut adalah pergeseran di bidang semantik menurut Simatupang.
Pergeseran dari makna generik ke makna spesifik atau sebaliknya. Pergeseran ini terjadi karena padanan yang sangat tepat sebuah kata di dalam
bahasa sumber tidak terdapat di dalam bahasa sasaran. Misalnya, kata bahasa sumber mempunyai makna generik dan padanan kata tersebut dalam bahasa
sasaran tidak mengacu pada makna generik tetapi kepada makna kata yang lebih spesifik. Contohnya, penerjemahan kata leg dan foot dalam bahasa Inggris
menjadi kaki dalam bahasa Indonesia. Pergeseran yang terjadi adalah pergeseran
17
dari makna spesifik menjadi makna generik. Dalam bahasa Indonesia, konsep leg dan foot diungkapkan dengan satu kata yang bermakna lebih generik atau umum,
yaitu kaki.
Pergeseran makna karena perbedaan sudut pandang budaya. Pergeseran atau perbedaan makna juga terjadi karena perbedaan sudut pandang dan budaya
penutur bahasa-bahasa yang berbeda. Contohnya: The space-ship travelled deep into space, mendapat padanan yang mengalami perbedaan makna karena
perbedaan sudut pandang budaya, yaitu: Kapal ruang angkasa itu terbang jauh ke ruang angkasa. Orang Inggris menghubungkan ruang angkasa dengan kedalaman,
sedangakan orang Indonesia dengan ketinggian atau jarak. Oleh karena itu, terjadi pergeseran dari makna deep dengan jauh.
Lorscer 2005 yang disebutkan dalam Silalahi 2012: 23-24 mendefenisikan strategi penerjemahan sebagai prosedur yang digunakan
penerjemahan dalam memecahkan permasalahan penerjemahan. Lorscer membagi strategi penerjemahan menjadi tiga: 1 struktur dasar 2 struktur perluasan 3
struktur kompleks. Struktur dasar terdiri atas lima tipe strategi penerjemahan. Tipe I adalah pengenalan masalah, yang diikuti oleh pemecahan masalah secara
langsung atau diikuti oleh pengenalan masalah yang sementara belum terpecahkan. Tipe II sama dengan tipe I tetapi di dalamnya terdapat fase
tambahan, yaitu fase pencarian solusi untuk memecahkan masalah. Tipe III juga sama dengan Tipe I, tetapi di dalamnya terdapat fase tambahan, yaitu
pemverbalisasian masalah. Tipe IV terdiri atas yang diikuti oleh pemecahan
18
masalah, yang diikuti oleh pemecahan masalah secara langsung atau diikuti oleh pengenalan masalah yang sementara belum terpecahkan, dan di dalamnya terdapat
fase pencarian solusi untuk memecahkan masalah dan fase pemverbalisasian masalah. Tipe V merupakan struktur belah dua. Ketika masalah yang kompleks
timbul dan tidak terpecahkan pada waktu yang bersamaan, penerjemah cenderung memecahnya menjadi beberapa bagian dan kemudian bagian-bagian dari masalah
tersebut dipecahkan secara berurutan. Struktur perluasan terdiri atas struktur dasar yang mengandung satu perluasan atau lebih. Perluasan diartikan sebagai unsur-
unsur tambahan dari strategi itu sendiri. Struktur kompleks terdiri atas beberapa struktur dasar dan struktur perluasan.
Krings 1986 mengklasifikasikan strategi penerjemahan menjadi: 1 Strategi Pemahaman comprehension, yang meliputi penarikan kesimpulan
inferencing dan penggunaan buku referensi, 2 Pencarian Padanan terutama asosiasi interlingual dan intralingual, 3 Pemeriksaan Padanan seperti
membandingkan teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran, 4 Pengambilan Keputusan memilih di antara dua solusi yang sepadan, dan 5 Reduksi misalnya
terhadap porsi teks yang khusus atau metaforis. Seterusnya Krings 1986 juga mengatakan bahwa penerjemah pertama
seringkali tidak mempunyai teknik yang baik dalam menggunakan kamus atau bahkan menggunakan kamus yang tidak standart. Selain penerjemah pertama juga
sangat kurang memahami pengetahuan leksis dalam bahasa sasaran dengan baik. Model Pengembangan penerjemahan dalam hal ini adalah peningkatan kualitas
dan profesionalisme penerjemah pemula melalui sistem yang sistematik. Setiap
19
komponen dalam dalam pelatihan harus memberikan kontribusi yang positif terhadap capaian suatu kegiatan. Pelatihan penerjemahan adalah penyelenggaraan
proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keahlian dan kemampuan penerjemah dalam menerjemahkan sesuai dengan kompetensi profesi
penerjemah. Selanjutnya Jaaskelainen 1993 menggolongkan strategi penerjemahan
menjadi dua, yaitu: 1 Strategi Global, yang menyangkut tugas penerjemahan secara keseluruhan pertimbangan tentang gaya bahasa dan pembacanya dan lain
sebagainya, dan 2 Strategi Lokal, yang menyangkut hal-hal spesifik misalnya: pencarian leksis.
Penelitian komparatif tentang strategi penerjemahan menurut Jaaskelainen 1993 terhadap tiga peringkat yaitu: 1 Penerjemahan professional 2
Penerjemhan semi-perofesional, 3 Penerjemahan non-profesional. Penerjemahan professional dan semi professional cenderung menerapkan
strategi global dan melakukan penerjemahn secara lebih sistematik. Penerjemahan non-profesional melakukan tugas penerjemahan dengan cara serampangan tidak
teratur. Perbedaan antara dua kelompok yang dapat dilihat dari strategi yang digunakan. Dari segi frekuensi, penerjemah professional cenderung menggunakan
pendekatan makna sedangkan penerjemahan non-profesional cenderung menggunakan pendekatan bentuk. Selain itu penerjemahan professional
cenderung memperlakukan penerjemahan pada tataran teks sedangkan penerjemahan non-profesional cenderung pada penerjemahan tataran leksikal.
20
Sementara Mondhal dan Jensen 1996 juga membagi strategi penerjemahan menjadi dua, yaitu: 1 Strategi Produksi, yang dibagi lagi menjadi
dua, yaitu: a asosiasi spontan dan reformulasi, yaitu merupakan padanan makna yang dilakukan penerjemah dalam mencari makna yang sesuai antara BSu kepada
BSa; dan b strategi reduksi, yang terdiri atas strategi penghindaran dan strategi penggantian secara tidak khusus leksis yang khusus, yaitu penghilangan dari
bagian kata yang terdapat dalam bahasa sumber dikarenakan tidak ditemukannya padanan kata yang sesuai pada bahasa sasaran atau penerjemah mengganti
padanan kata pada bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan tetap mempertahankan maknanya; serta 2 Strategi Evaluasi, yang meliputi refleksi
terhadap kememadaian dan keberterimaan padanan terjemahan yaitu penerimaan secara utuh makna dan bentuk yang ada pada BSu untuk diterjemahkan kepada
BSa karena penerjemah menganggap dari segi bentuk dan makna padanan kata tersebut telah berterima di BSa. Roswita, 2012: 23-24.
Dalam kegiatan penerjemahan peneliti harus memiliki teori yang digunakan sebagai alat dalam menyelesaikan suatu penelitian. Teori adalah
merupakan landasan dalam penerjemahan. Selanjutnya akan dipaparkan beberapa kerangka teori penerjemahan yang telah diasaskan oleh beberapa pakar
penerjemahan sebagai berikut: Teori Penerjemahan Menurut Nida 1964:
a. Penerjemahan harus menyesuaikan budaya teks sumber dengan budaya
bahasa sasaran. Terjemahan yang berupa dinamik ialah terjemahan yang
21
memberikan penyesuaian antara bahasa, kebudayaan, konteks isi kandungan teks asli dengan teks bahasa sasaran
b. Terjemahan perlu memperhatikan dua jenis kepadanan kata, yaitu:
kepadanan formal dan kepadanan dinamik Husnan, 2008: 10 Nida mendefinisikan penerjemahan sebagai proses mereproduksi padanan
pesan di dalam bahasa sasaran, pertama dalam hal makna dan kedua dari segi bentuk. Padanan yang direproduksi ini adalah padanan yang alami yang memiliki
pesan yang sama atau paling dekat di dalam bahasa sasaran. Oleh karena itu, tujuan utama penerjemahan adalah pencapaian kesepadanan efek pesan terhadap
pembaca antara teks bahasa sasaran TSa dan teks bahasa sumber TSu. Dengan kata lain, efek yang dirasakan pembaca TSu harus sepadan dengan efek yang
dialami oleh pembaca TSa. Konsep kesepadan seperti inilah yang disebut kesepadanan dinamis. Untuk menjelaskan kesepadanan ini, kesepadanan dinamis
dikontraskan dengan kesepadanan formal bentuk. Jika kesepadanan dinamis menekankan pada efek yang dialami pembaca TSa, maka kesepadanan bentuk
mengupayakan kesamaan bentuk dan isi pesan dari TSu di dalam Tsa Nida, 1964, Nida dan Taber, 1969. Sebagai contoh, kalimat “It’s very hot” yang diucapkan
seseorang kepada temannya yang duduk di dekat jendela di suatu siang yang panas dapat diterjemahkan menjadi “Maaf, bisakah buka jendelanya?”. Jika ini
terjemahannya, inilah kesepadanan dinamis. Namun, jika terjemahannya adalah “Udaranya panas sekali”, maka kesepadanan yang dicapai adalah kesepadanan
bentuk. Dengan teori ini, Nida menarik perhatian kita menuju efek terjemahan pada pembaca bahasa sasaran dan menjauhkan penerjemah dari praktik
22
penerjemehan kata-demi-kata dan makna-demi-makna. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Nida mengambil ide-ide linguistik Chomsky untuk menjelaskan
proses penerjemahan dan mengambil ide-ide dari bidang kajian pragmatik untuk menggambarkan tujuan akhir penerjemahan, http:resources.transbahasa.com20
130927seri-teori-2-teori-penerjemahan-nida. Selanjutnya Palmer 1989 yang disebutkan dalam Husnan 2008: 11
mengatakan kerangka teori Firth dan Malinowski tentang keperihal keadaan yang berikut akan digunakan , yaitu keperihal keadaan melibatkan yang berikut dalam.
a Ciri-ciri relevan mengenai peserta, orang, kepribadiannya i. Gerak ujaran sipeserta
ii. Gerak ujaran bukan sipeserta b Objek-objek yang relevan
c Kesan gerak ujaran tersebut Menurut Firth dan Malinowski 1989 untuk menginterprestasikan suatu
maksud atau pesan, konteks keperihal keadaan budaya dan aspek praktikal kehidupan seharian perlu dilihat dan diperhatikan. Dengan demikian makna suatu
kata ucapan sangat erat kaitannya dengan suatu masalah yang dimaksudkan melalui ucapan tersebut. Dalam hal ini penerjemah semestinya menimbangkan
kesan perkataan terhadap kesemua ayat dan seluruh teks untuk memastikan penyelewengan makna tidak terjadi. Kajian ini akan melibatkan dan
memperhatikan dengan seksama tentang pengaruh makna konteks keperihal
23
keadaan atau makna konteks terhadap hasil terjemahan yang dihasilkan. Husnan, 2008: 11
Dari beberapa teori yang telah dijabarkan di atas. Maka dalam kajian ini, teori yang sesuai digunakan adalah teori Mondhal dan Jensen 1996 yaitu
strategi produksi asosiasi dan strategi produksi evaluasi, dan teori Simatupang 1999 yaitu pergeseran makna. Teori ini digunakan untuk menganalisis padanan
kata dan pergeseran makna dengan menghubungkan teks terhadap tujuan wacana. Contoh kata mu
ḍᾱ’af dalam surat Al-Wᾱqi’ah
ٍﺩﻭُﺪْﻤﱠﻣ ﱟﻞِﻅَﻭ -
۳۰ -
Wa ẓillim mamdūd. Dan naungan yang terbentang luas. Depag RI 2005: 535.
Data di atas dapat dilihat bahwa kata mu ḍᾱ’af:
ﺩﻭﺪﻤﻣ
mam ḍūd yang
terbentang, terhampar Munawir, 2002: 1319 merupakan
ﻞﻮﻌﻔﻤ ﻡﺴﺍ
ism maf’’ūl dari kata
ﺪﻤ -
ﺪﻤﻴ -
ﺍﺪﻤ
madda-yamuddu-maddan membentang Munawir, 2002: 1317.
Ayat ini menjelaskan tentang balasan kepada golongan kanan orang-orang yang menerima buku catatan amal mereka dengan tangan kanan. Mereka berada
di bawah pohon bidara yang dimuliakan dan tidak berduri, pohon pisang yang bersusun-susun buahnya yakni pohon pisang yang terhimpun dan tiada terputus,,
dan naungan yang terbentang luas. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pohon yang apabila penunggang
24
kuda menyusuri bayangannya selama seratus tahun tetap saja tidak dapat mencapai ujungnya”.
Ṣaḥīḥ Al-Bukhᾱri dan Ṣaḥīḥ Muslim. Dan air yang mengalir terus menerus, dan buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti
berbuah dan tidak terlarang mengambilnya. Buah-buahan ini bukanlah buah musiman di mana pohon tidak berbuah jika sudah melewati musimnya, bahkan di
surga segala macam buah-buahan selalu tersedia setiap saat, dan disediakan kasur-kasur yang tebal lagi empuk yang sebelumnya tidak pernah dirasakan
kenyamanannya, dan bidadari-bidadari senantiasa perawan yang penuh cinta serta sebaya.
Kata ini diterjemahkan berbeda yaitu menurut kamus artinya adalah yang terbentang, terhampar sedangkan dalam penerjemahan keseluruhan ayat tersebut
diberi arti terbentang luas. Dapat diketahui bahwa hasil penerjemahan menurut kamus sangat berbeda dengan hasil penerjemahan keseluruhan karena makna dari
memanjangkan tidak berhubungan dengan makna terbentang luas. Oleh karena itu maka strategi penerjemahan yang diaplikasikan pada data di atas merupakan
strategi evaluasi penerimaan secara utuh makna dan bentuk yang ada pada BSu untuk diterjemahkan kepada BSa karena penerjemah menganggap dari segi bentuk
dan makna padanan kata tersebut telah berterima di BSa karena penerjemah dianggap menyesuaikan padanan kata dalam penerjemahan agar hasil terjemahan
dapat berterima dan makna yang terkandung pada teks dapat disampaikan dengan baik.
Dari data di atas, terjadi pergeseran makna generik ke spesifik yakni kata terbentang ke terbentang luas dalam kata
mamdūd. Terjemahan kata mamdūdin
25
dalam kamus adalah terbentang dan terhampar, akan tetapi dalam penerjemahan kata
mamdūdin menggunakan makna konteks yaitu terbentang luas. Unsur yang
mempengaruhi perbedaan makna kata mamdūdin dengan makna konteks adalah
kata ẓillim yang diartikan naungan. Oleh karena itu penerjemah menyesuaikan
dan mencari makna kata yang sepadan sehingga dapat mencapai hasil penerjemahan yang utuh, berterima dan akurat.
2.3. Defenisi Mu