Gambaran Kesiapan Sekolah dalam Implementasi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Berdasarkan Aspek Proses Belajar Mengajar

4.5.1.1.8. Gambaran Kesiapan Sekolah dalam Implementasi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Berdasarkan Aspek Proses Belajar Mengajar

Proses belajar mengajar lebih banyakmemberikan kesempatan belajar kepada siswa melalui pengalaman nyata. Implikasi yang perlu disiapkan dalam komponen proses belajar mengajar meliputi perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi kegiatan belajar mengajar. Terdapat beberapa model pengajaran yang dapat membantu meningkatkan keberhasilan kelas inklusi, model-model tersebut meliputi: pengajaran langsung, intervensi strategi, tim asisten-guru, dan model guru sebagai konsultan.

Data diambil dengan menggunakan angket kesiapan sekolah inklusi berdasar aspek proses belajar mengajar yang terdiri dari 10 butir soal item valid dengan skor maksimum 5 dan skor minimum 1 sehingga kesiapan sekolah berdasar aspek proses belajar mengajar dapat dinyatakan sebagai berikut: Range

= Data maksimal – Data minimal Data Maksimal

= Jumlah item x Skor maksimal = 10 x 5 = 50

Data Minimal = Jumlah item x skor minimal = 10 x 1 = 10

Luas Jarak Sebaran = Jumlah data maksimal – Jumlah data minimal

= 50 - 10 = 40

Deviasi Standar (s) = Luas jarak sebaran : enam satuan deviasi

Mean Teoritisnya (µ) = Jumlah item X 3 (kategori)

= 10 x 3 = 30

Maka didapat pembagiankategori interval sebagai berikut:

Tabel 4.54.

Kategori Interval Kesiapan Sekolah Pada Aspek Proses Belajar

Tidak siap

20 ≤ X < 40

Cukup siap

Siap Deskripsi data tersebut di atas memberikan sebuah gambaran

40 ≤ X

mengenai distribusi skor angket pada kelompok responden yang dikenai pengukuran dan berfungsi sebagai sumber informasi mengenai mengenai distribusi skor angket pada kelompok responden yang dikenai pengukuran dan berfungsi sebagai sumber informasi mengenai

20 hingga 40 maka subyek menilai proses belajar mengajar tergolong cukup siap. Sedangkan jika responden mempunyai skor lebih dari 40 maka responden menilai sekolah dasar telah siap dalam mengimplementasikan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus berdasarkan kesiapan proses belajar mengajar. Lebih lanjut mengenai tingkat kesiapan sekolah dalam implementasi pendidikan anak berkebutuhan khusus berdasarkan aspek proses belajar mengajar dapat dilihat dari distribusi frekuensi seperti yang tercantum dalam tabel berikut:

Tabel 4.55.

Distribusi Frekuensi Kesiapan Sekolah Pada Aspek Proses Belajar

Mengajar Inklusi

Interval

Jumlah subjek Prosentase X < 20

Kategori

3 6,12 % 20 ≤ X < 40

Tidak siap

18 36,74 % 40 ≤ X

Cukup siap

Siap

49 100 % Tabel di atas sebanyak 28 orang menilai proses belajar mengajar di

Jumlah

sekolah inklusi yang ada di Kota Salatiga berada pada kategori siap, sebanyak 18 orang mengkategorikan proses belajar mengajar di sekolah inklusi sebagai cukup siap. Sisanya 3 responden saja yang menilai sekolah dasar inklusi di Kota Salatiga tidak siap dalam proses belajar mengajar. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram persentase kesiapan sekolah dalam implementasi pendidikan anak berkebutuhan khusus berdasarkan aspek proses belajar mengajar berikut ini :

Presentase Kesiapan Aspek Proses Belajar Mengajar

tidak siap

cukup siap

siap

Gambar 4.9. Diagram Presentase Kesiapan Aspek Proses Belajar Mengajar Diagram di atas menunjukan bahwa persentase Sekolah Dasar Inklusi di Kota Salatiga yang telah siap dalam proses belajar mengajar di kelas inklusi sebanyak 57,14%, kategori cukup siap sebanyak 36,73%, dan kategori tidak siap ada 6,12%.

a. Kesiapan Proses Belajar Mengajar SD Blotongan 03 Tingkat kesiapan proses belajar mengajar dalam implementasi kurikulum inklusi di SD Blotongan 03 yang diambil dari data 9 responden dapat dilihat dari distribusi frekuensi seperti yang tercantum dalam tabel berikut:

Tabel 4.56. Distribusi Frekuensi Kesiapan KBM di SD Blotongan 03 Interval

Jumlah subjek Prosentase X < 20

Kategori

1 11,11 % 20 ≤ X < 40

Tidak siap

6 66,67 % 40 ≤ X

Cukup siap

Siap

9 100 % Tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden yaitu 6 dari 9

Jumlah

responden menilai SD Blotongan 03 tergolong cukup siap dalam proses belajar mengajar di kelas inklusi.

b. Kesiapan Proses Belajar Mengajar SD Pulutan 02 Tingkat kesiapan proses belajar mengajar dalam implementasi kurikulum inklusi di SD Pulutan 02 yang diambil dari data 10 b. Kesiapan Proses Belajar Mengajar SD Pulutan 02 Tingkat kesiapan proses belajar mengajar dalam implementasi kurikulum inklusi di SD Pulutan 02 yang diambil dari data 10

Tabel 4.57. Distribusi Frekuensi Kesiapan KBM di SD Pulutan 02 Interval

Jumlah subjek Prosentase X < 20

Kategori

Tidak siap

20 ≤ X < 40

2 20 % 40 ≤ X

Cukup siap

Siap

10 100 % Tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden yaitu 8 dari 10

Jumlah

responden menilai SD Pulutan 02 tergolong siap dalam proses belajar mengajar di kelas inklusi.

c. Kesiapan Proses Belajar Mengajar SD Mangunsari 06 Tingkat kesiapan proses belajar mengajar dalam implementasi kurikulum inklusi di SD Mangunsari 06 yang diambil dari data 9 responden dapat dilihat dari distribusi frekuensi seperti yang tercantum dalam tabel berikut:

Tabel 4.58. Distribusi Frekuensi Kesiapan KBM di SD Mangunsari 06 Interval

Jumlah subjek Prosentase X < 20

Kategori

2 22,22 % 20 ≤ X < 40

Tidak siap

4 44,45 % 40 ≤ X

Cukup siap

Siap

9 100 % Tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden yaitu 4 dari 9

Jumlah

responden menilai SD Mangunsari 06 tergolong cukup siap dalam proses belajar mengajar di kelas inklusi.

d. Kesiapan Proses Belajar Mengajar SD Sidorejo Kidul 02 Tingkat kesiapan proses belajar mengajar dalam implementasi kurikulum inklusi di SD Sidorejo Kidul 02 yang diambil dari data 10 responden dapat dilihat dari distribusi frekuensi seperti yang tercantum dalam tabel berikut:

Tabel 4.59.

Distribusi Frekuensi Kesiapan KBM di SD Sidorejo Kidul 02 Interval

Jumlah subjek Prosentase X < 20

Kategori

Tidak siap

20 ≤ X < 40

5 50 % 40 ≤ X

Cukup siap

Siap

10 100 % Tabel di atas menunjukkan rata-rata responden yaitu dengan nilai 36

Jumlah

menilai SD Sidorejo Kidul 02 tergolong cukup siap dalam proses belajar mengajar di kelas inklusi.

e. Kesiapan Proses Belajar Mengajar SD Dukuh 02 Tingkat kesiapan proses belajar mengajar dalam implementasi kurikulum inklusi di SD Dukuh 02 yang diambil dari data 11 responden dapat dilihat dari distribusi frekuensi seperti yang tercantum dalam tabel berikut:

Tabel 4.60.

Distribusi Frekuensi Kesiapan KBM di SD Dukuh 02 Interval

Jumlah subjek Prosentase X < 20

Kategori

Tidak siap

20 ≤ X < 40

4 90,91 % 40 ≤ X

Cukup siap

Siap

11 100 % Tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden yaitu 7 dari 11

Jumlah

responden menilai SD Dukuh 02 tergolong siap dalam proses belajar mengajar di kelas inklusi. Adapun hasil analisis deskriptif kesiapan sekolah dalam implementasi pendidikan anak berkebutuhan khusus di Kota Salatiga Tahun ajaran 2014/2015 secara lebih ringkas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.61.

Ringkasan Tingkat Kesiapan Sekolah dalam Implementasi Pendidikan

Anak Berkebutuhan Khusus

Mean Mean No

Distribusi

Aspek

empirik teoritik 1 Kurikulum

Frekuensi

Tidak siap

Cukup siap 12

Siap

2 Tenaga

3 6,12 145,94 126 pendidikan

Tidak siap

Cukup siap 24

48,98

22 44,90 3 Sarana prasarana

Siap

Tidak siap

7 14,29 49,73 42

Cukup siap 24

Tidak siap

Cukup siap 13

Tidak siap

2 4,08 25,31 18

Cukup siap 6

12,24

41 83,67 6 Peserta didik

Siap

Tidak siap

57,27 39

Cukup siap 6

Tidak siap

3 6,12 63,61 48

Cukup siap 18

36,74

28 57,14 8 Proses belajar

Siap

3 6,12 38 30 mengajar

Tidak siap

Cukup siap 18

36,74

28 57,14 Berdasarkan penjelasan dari masing-masing aspek kesiapan sekolah

Siap

dalam implementasi pendidikan anak berkebutuhan khusus di atas, secara lebih jelas dapat dilihat dalam diagram sebagai berikut:

Gambar 4.10. Diagram Tingkat Kesiapan Sekolah Inklusi