BAB ENAM HAZEL

BAB ENAM HAZEL

HAZEL BERJALAN PULANG SENDIRIAN dari arena berkuda. alaupun malam itu dingin, sekujur tubuhnya dijalari kehangatan. Sammy baru saja mengecup pipinya.

Hari itu diwarnai peristiwa-peristiwa menyebalkan, juga menyenangkan. Anak-anak di sekolah mengolok-olok ibu Hazel, mengatainya penyihir dan lain-lain. Sudah lama persoalan itu menjadi bahan ejekan mereka, tapi sekarang tambah buruk. Telah tersebar kabar burung mengenai kutukan Hazel. Sekolah tersebut bernama Akademi St. Agnes untuk Anak-anak Kulit Berwarna dan Indian, nama yang sudah seratus tahun belum diubah. Sama seperti namanya, tempat itu menyamarkan kekejian di balik selaput tipis kebaikan hati.

Hazel tidak mengerti, bisa-bisanya anak-anak kulit hitam yang lain bersikap jahat sekali. Mereka semestinya lebih simpatik, sebab mereka sendiri sering dikata-katai. Namun, mereka membentakbentak Hazel dan mencuri makan siangnya, selalu meminta perhiasan yang terkenal itu darinya: "Maria berlian terkutuk itu, Non? Berikan padaku, kalau kau tidak mau kulukai!" Mereka mendorong Hazel agar menyingkir dari keran minuman, dan melemparinya batu jika dia mencoba mendekati mereka di lapangan bermain.

Walaupun mereka kejam, Hazel tak pernah memberi mereka berlian atau emas. Dia tidak sebenci itu pada mereka. Lagi pula dia punya seorang teman —Sammy—dan itu saja sudah cukup.

Sammy suka bercanda bahwa dia adalah murid teladan St. Agnes. Sammy orang Amerika keturunan Meksiko. Jadi, dia menganggap dirinya termasuk orang kulit berwarna sekaligus Indian. "Mereka seharusnya memberiku beasiswa ganda," katanya.

Sammy tidak besar ataupun kuat, tapi dia punya senyuman manis dan dia membuat Hazel tertawa.

Siang itu Sammy mengajak Hazel ke istal tempatnya bekerja sebagai tukang kuda. Tentu saja, tempat kerjanya adalah klub berkuda "khusus kulit putih", tapi klub tersebut tutup pada hari kerja, dan karena sedang perang, konon kabarnya klub itu mungkin harus ditutup sepenuhnya sampai Jepang ditaklukkan dan para tentara pulang ke rumah. Sammy biasanya bisa menyelundupkan Hazel ke dalam untuk membantu merawat kuda. Sesekali mereka menunggang kuda juga.

Hazel suka kuda. Sepertinya kuda adalah satu-satunya makhluk hidup yang tak takut padanya. Orang- orang membencinya. Kucing mendesis. Anjing menggeram. Bahkan hamster tolol di ruang kelas Bu Finley memekik ngeri ketika Hazel memberinya wortel. Ketika Hazel naik ke pelana, dia bisa berkuda cepat sekali sampai-sampai batu berharga tidak sempat muncul di belakangnya. Dia hampirhampir merasa bebas dari kutukannya.

Siang itu, Hazel menunggangi kuda jantan elok berkulit cokelat tua dan bersurai hitam. Kudanya berderap ke padang cepat sekali sampai-sampai Sammy tertinggal di belakang. Pada saat

Sammy berhasil menyusul, dia dan kudanya sama-sama tersenggal. "Kau melarikan diri dari apa?" Sammy tertawa. "Aku tidak sejelek itu, kan?"

Hawanya terlalu dingin untuk piknik, tapi mereka toh tetap melakukannya, duduk-duduk di bawah pohon magnolia, sedangkan kedua kuda diikatkan ke pagar kayu. Sammy membawakan Hazel kue mangkuk yang ditempeli lilin ulang tahun. Meski sudah gepeng dalam perjalanan berkuda, kue itu wrap merupakan hal termanis yang pernah Hazel lihat. Mereka memotong kue menjadi dua dan membaginya.

Sammy membicarakan perang. Dia berharap sudah cukup ;Lmur untuk ikut. Sammy bertanya kepada Hazel apakah dia mau menulis surat untuk Sammy jika dia menjadi tentara di luar negeri.

"Tentu saja. Pertanyaanmu konyol, ah," kata Hazel. Sammy menyeringai. Kemudian, seolah-oleh didorong oleh impuls yang datang tiba-tiba, Sammy mencondongkan badan ke depan dan mengecup pipi Hazel. "Selamat ulang tahun, Hazel."

Bukan apa-apa. Cuma satu kecupan. Namun, Hazel merasa seperti di awang-awang. Dia nyaris tidak ingat perjalanan pulang ke istal, atau ucapan selamat tinggal yang disampaikannya kepada Sammy.

Anak laki-laki itu berkata, "Sampai besok." Seperti biasa. Namun, Hazel takkan pernah bertemu Sammy lagi.

Pada saat Hazel tiba di French Quarter, hari sudah gelap. Semakin Hazel mendekati rumahnya, perasaan hangat tadi memudar, digantikan oleh rasa ngeri.

Hazel dan ibunya —Ratu Mary, begitulah dia suka dipanggil— tinggal di apartemen tua di atas sebuah klub jazz. Meski Amerika Serikat baru saja menyatakan perang, suasana terasa meriah. Para anggota tentara baru keluyuran di jalanan, tertawa-tawa dan membicarakan pertarungan melawan Jepang. Mereka masuk ke salon tato untuk minta dirajah atau melamar kekasih mereka trotoar. Sebagian mendatangi ibu Hazel untuk minta diramal atau untuk membeli jimat dari Marie Levesque, ratu gris-gris yang tersohor.

"Kau dengar, tidak?" Seseorang berkata. "Beli satu jimat, dapat dua keuntungan. Aku membawanya ke orang yang kukenal, dan dia bilang ini biji perak asli. Harganya dua puluh dolar! Hebat benar wanita voodoo itu

Untuk sementara, desas-desus macam itu membuat bisnis Ratu Marie laku keras. Kutukan Hazel keluar pelan-pelan.

Mulanya kutukan itu bagaikan berkah. Batu berharga dan emas hanya muncul sesekali, tidak pernah dalam jumlah banyak. Ratu Marie bisa membayar tagihan. Mereka bisa makan steak untuk 1 makan malam seminggu sekali. Hazel bahkan mendapatkan gaun baru. Namun, tersebarlah kisah-kisah seram. Warga lokal mulai menyadari betapa banyak kejadian mengerikan yang telah menimpa orang-orang yang membeli jimat atau dibayar menggunakan harta karun Ratu Marie. Charlie Gasceaux kehilangan satu lengannya karena kena mesin pemotong selagi mengenakan seuntai gelang emas. Pak Henry di toko kelontong mendadak mati kena serangan jantung setelah Ratu Marie membayar utangnya dengan sebutir mirah.

Orang-orang mulai berbisik-bisik tentang Hazel —betapa dia bisa menemukan perhiasan terkutuk secara kebetulan saat menyusuri jalan. Dewasa ini hanya orang-orang dari luar kota yang mengunjungi ibu Hazel, dan jumlahnya pun tidak banyak. Ibu Hazel menjadi pemarah. Ditatapnya Hazel dengan jengkel.

Hazel menaiki tangga sepelan mungkin, kalau-kalau ibunya sedang kedatangan pelanggan. Dalam klub di lantai bawah, band sedang menyetem alat musik mereka. Toko roti di sebelah telah mulai memasak beignet —roti goreng yang ditaburi gula—untuk pagi, menyelimuti tangga dengan aroma mentega leleh. Ketika dia sampai di atas, Hazel mengira dia mendengar dua suara di apartemen. Namun, ketika dia mengintip ke ruang tamu, ibunya duduk sendirian di balik meja seance3, matanya terpejam, seperti sedang kerasukan.

Hazel sudah sering melihat ibunya seperti itu, pura-pura sedang bicara kepada roh untuk pelanggannya —tapi tak pernah Saat it sedang sendirian. Ratu Marie selalu mengatakan kepada Hazel bahwa gris-gris-nya cuma "omong kosong". Dia sebenarnya tidak percaya pada jimat, ramalan, atau hantu. Dia hanyalah seorang penampil, seperti penyanyi atau aktris, menghaturkan pagelaran demi uang.

Namun, Hazel tahu bahwa ada sihir yang dipercayai ibunya. Kutukan Hazel bukan omong kosong. Ratu Marie semata-mata tidak mau beranggapan bahwa itu adalah salahnya —bahwa dialah yang bertanggung jawab karena Hazel seperti itu.

"Ayahmu yang terkutuklah biang keroknya," gerutu Ratu Marie saat sedang kesal, "datang ke sini sambil memakai setelan perak-hitam yang gaya. Sekali-sekalinya aku betul-betul memanggil roh, dan apa yang kudapat? Mengabulkan keinginanku dan mengacaukan hidupku. Aku seharusnya menjadi ratu sungguhan. Salahnyalah kau menjadi begini."

Dia tak pernah menjelaskan maksudnya, dan Hazel sudah belajar agar tidak bertanya mengenai ayahnya. Menanyakan hal itu malah membuat ibunya makin marah.

3Meja yang digunakan untuk memanggil dan berkomunikasi dengan arwah —Sementara Hazel menonton, Ratu Marie menggumamkan sesuatu kepada dirinya sendiri. Wajahnya damai dan tenang

Hazel terpesona menyaksikan betapa cantik ibunya, tanpa mule cemberut dan alis yang dikerutkan. Ibunya memiliki rambut lebat berwarna pirang kecokelatan seperti Hazel, juga memiliki warna kulit yang sama dengannya, secokelat biji kopi panggang. Dia sedang tidak mengenakan jubah indah kuning kunyit atau gelang-gelang emas untuk membuat pelanggan terkesan —hanya rok terusan putih sederhana. Namun, pembawaannya anggun, duduk tegak dan penuh harga diri di kursi bersepuh emas, bagaikan ratu sungguhan.

"Kau pasti aman di sana," gumamnya, "jauh dari dewa-dewi:

Hazel menahan jeritan. Suara yang keluar dari mulut Ratu Marie bukanlah suara ibunya. Kedengarannya seperti suara wanita tua. Nadanya lembut dan menenangkan, tapi sekaligus penuh kuasa —seperti pakar hipnotis yang sedang melontarkan perintah.

Ratu Marie menegang. Dalam keadaan kerasukan, dia meringis. Kemudian, dia berbicara dengan suara normal: "Letaknya terlalu jauh. Terlalu dingin. Terlalu berbahaya. Dia melarangku.

Suara yang satu lagi merespons: "Apa yang pernah dia perbuat untukmu? Dia memberimu anak beracun! Tapi kita bisa memanfaatkan bakat anak itu. Kita bisa membalas dewa-dewi. Kau akan berada di bawah perlindunganku di utara, di luar wilayah para Dewa. Akan kujadikan putraku pelindungmu. Kau akhirnya akan hidup bagaikan ratu."

Ratu Marie berjengit. "Tapi bagaimana dengan Hazel ...." Lalu wajahnya menampakkan cengiran kejam. Kedua suara bicara serempak, seolah-olah mereka menyepakati sesuatu: "Anak beracun."

Hazel menuruni tangga secepat kilat, denyut nadinya menderu.

Di kaki tangga, dia menabrak seorang pria yang memakai setelan jas berwarna gelap. Pria itu mencengkeram bahu Hazel dengan jemari kuat dan dingin.

"Tenang, Nak," kata pria itu. Hazel memperhatikan bahwa di jari pria itu ada cincin perak berbentuk tengkorak, kemudian memperhatikan bahan pakaiannya yang aneh. Di keremangan bayang-bayang, wol hitam padat seolah berombak dan menggelegak, membentuk wajah'ajah yang tengah tersiksa, seakan jiwa-jiwa yang tersesat sedang -nencoba meloloskan diri dari lipatan pakaiannya.

Dasi pria itu berwarna hitam bergaris-garis putih platina. Kemejanya kelabu seperti batu nisan. Wajahnya —jantung Hazel serasa hampir melompat ke tenggorokan. Wajahnya teramat putih sampai- sampai nyaris tembus pandang, seperti susu dingin. Rambutnya hitam berminyak. Senyumnya lumayan Dasi pria itu berwarna hitam bergaris-garis putih platina. Kemejanya kelabu seperti batu nisan. Wajahnya —jantung Hazel serasa hampir melompat ke tenggorokan. Wajahnya teramat putih sampai- sampai nyaris tembus pandang, seperti susu dingin. Rambutnya hitam berminyak. Senyumnya lumayan

Hazel berusaha menarik diri. Bahkan ketika pria itu melepaskan pegangannya, Hazel tetap tak bisa bergerak. Mata pria itu membekukan Hazel di tempat.

"Hazel Levesque," kata pria itu dengan suara melankolis, "kau sudah besar.),

Hazel mulai gemetaran. Di kaki tangga, semen amblas di bawah kaki pria tersebut. Sebutir batu berkilauan menyembul keluar dari beton, seolah-olah bumi baru saja meludahkan biji semangka. Pria tersebut memandang batu berharga itu, tidak terkejut. Dia membungkuk.

"Jangan!" seru Hazel. "Batu itu terkutuk!"

Sang pria memungut batu itu —zamrud berbentuk sempurna "Ya, memang. Tapi untukku tidak. Cantik sekali harganya melebihi bangunan ini, kurasa." Dia menyelipkan zamrud itu ke sakunya. "Aku minta maaf atas nasibmu, Nak. Kurasa kau pasti membenciku."

Hazel tidak mengerti. Pria itu kedengaran sedih, seolaholah dia secara pribadi bertanggung jawab atas kehidupan Hazel

Kemudian Hazel tersadar: roh berbaju perak-hitam, yang mengabulkan keinginan ibunya dan mengacaukan hidupnya.

Mata Hazel membelalak. "Anda? Anda a ...."

Pria itu memegangi dagu Hazel. "Aku Pluto. Hidup pernah mudah bagi anak-anakku, tapi kau harus memanggil beban istimewa. Kini setelah usiamu tiga belas tahun, kita harus mengadakan penyesuaian —"

Hazel menepis tangan Pluto.

"Ayah yang berbuat begini padaku?" tuntut Hazel. "Ayah mengutukku dan ibuku? Ayah meninggalkan kami sendirian?"

Mata Hazel pedih karena air mata. Laki-laki kulit putih kaya berpakaian bagus ini adalah ayahnya? Kini setelah umur Hazel tiga belas tahun, baru dia muncul untuk pertama kalinya dan minta maaf?

"Ayah jahat!" jerit Hazel. "Ayah mengacaukan hidup kami!

Mata Pluto menyipit. "Apa yang sudah diberitahukan ibumu kepadamu, Hazel? Tak pernahkah dia menjelaskan permohonannya? Tak pernahkah dia menceritakan apa sebabnya kau lahir sambil menanggung kutukan?"

Hazel terlalu marah sehingga tidak sanggup bicara, tapi Pluto sepertinya sudah bisa membaca jawaban Hazel di mukanya.

"Tidak ...." Pluto mendesah. "Sepertinya memang tidak mungkin. Lebih mudah menyalahkanku." "Apa maksud Ayah?"

tidak bisa melihat masa depanmu dengan jelas, tapi suatu hari kelak kau akan menemukan tempat yang tepat bagimu. Keturunan Neptunus akan menghapus kutukanmu dan memberimu kedamaian. Tapi aku khawatir masih bertahun-tahun lagi sebelum itu terjadi ...."

Hazel sama sekali tidak paham. Sebelum dia sempat menangapi, Pluto mengulurkan tangan. Buku gambar dan sekotak pensil -4ama muncul di telapak tangannya.

"Sepengetahuanku kau menggemari seni dan menunggang kuda," kata Pluto, "ini untuk kegiatan senimu, sedangkan kudanya ...." Matanya berkilat-kilat. "Yang itu harus kau urus sendiri. Sekarang aku "Sepengetahuanku kau menggemari seni dan menunggang kuda," kata Pluto, "ini untuk kegiatan senimu, sedangkan kudanya ...." Matanya berkilat-kilat. "Yang itu harus kau urus sendiri. Sekarang aku

Pluto berputar dan menaiki tangga —begitu saja, seolaholah dia sudah mencentang Hazel dari daftar tugasnya dan telah melupakan Hazel. Selamat ulang tahun. Menggambar, sana. Sampai ketemu ti ga belas tahun lagi.

Hazel amat tercengang, amat marah, amat bingung, sampaisampai dia hanya berdiri terpaku di kaki tangga. Dia ingin melempar pensil warna dan menginjak-injak benda itu. Dia ingin menyusul Pluto dan menendang Dewa itu. Dia ingin melarikan diri, mencari Sammy, mencuri seekor kuda, meninggalkan kota, dan tak pernah kembali lagi. Namun, dia tak melakukan itu semua.

Di atas, pintu aparteman terbuka, dan Pluto pun melangkah masuk.

Hazel masih menggigil karena sentuhan Pluto yang dingin, tapi dia toh tetap mengendap-endap naik untuk melihat apa yang akan dilakukan Dewa itu. Apa yang akan dia katakan kepada Ratu Marie? Siapa yang akan balas berbicara —ibu Hazel, atau suara mengerikan itu?

Ketika dia tiba di ambang pintu, Hazel mendengar pertengkaran. Dia mengintip. Ibu Hazel sepertinya sudah kembali normal —menjerit-jerit dan marah-marah, melemparkan barang-barang ke sepenjuru ruang tamu, sedangkan Pluto mencoba berlogika dengannya.

"Marie, ini gila," kata Pluto, "kalian akan berada jauh di luar jangkauan kekuasanku. Aku takkan bisa lagi melindungimu."

"Melindungiku?" bentak Ratu Marie. "Kapan kau pernah melindungiku?"

Setelan hitam Pluto berdenyar, seolah jiwa-jiwa yang terperangkap di kain makin menggila.

"Kau sama sekali tidak tahu," kata Pluto, "aku menjagamu agar tetap hidup, kau dan anakmu. Musuh- musuhku ada di mana-mana di antara dewa-dewi dan umat manusia. Kini setelah perang berkecamuk, keadaan hanya akan bertambah buruk.Kalian harus tetap tinggal di sini supaya aku bisa —"

"Polisi mengira aku ini pembunuh!" teriak Ratu Marie. "Para pelanggan ingin menggantungku sebagai tukang sihir! Dan Hazel —kutukannya tambah parah. Perlindunganmu mengikat kami dalam jerat maut."

Pluto merentangkan tangan, seperti sedang memohon. "Marie, kumohon —"

"Tidak!" Ratu Marie berputar ke lemari, mengeluarkan tas kulit, dan melemparnya ke atas meja. "Kami akan pergi." Dia mengumumkan. "Simpan saja perlindunganmu. Kami akan pergi ke utara."

"Marie, ini jebakan." Pluto memperingatkan. "Siapa pun yang berbisik ke telingamu, siapa pun yang membuatmu berpaling dariku —"

"Kau yang membuatku berpaling darimu!" Ratu Marie memungut vas porselen dan melemparkannya kepada Pluto. Vas itu pecah berkeping-keping di lantai, dan batu-batu berharga kembali Mik pun bertebaran di mana-mana —zamrud, mirah, berlian. Koleksi keluaran Hazel.

"Kau takkan selamat," kata Pluto, "andaikan kalian pergi ke utara, kalian berdua akan mati. Aku bisa menerawangnya dengan

"Keluar!" kata Ratu Marie.

Pernah Hazel berharap Pluto mau bertahan dan berdebat. Apa pun yang dibicarakan ibunya, Hazel punya firasat buruk soal itu.

Namun, ayahnya menyabetkan tangan ke udara dan melebur ke dalam bayang-bayang ... seperti roh sungguhan.

Ratu Marie memejamkan mata. Ditariknya napas dalam-dalam. hazel cemas kalau-kalau suara aneh itu bakal merasuki ibunya lagi. Namun, ketika Ratu Marie berbicara, dia sama seperti biasa.

"Hazel!" bentak ibunya, "keluar dari balik pintu itu."

Hazel gemetaran, dia pun menurut dan keluar sambil Dan menaanai buku gambar dan pensil warna erat-erat ke dadanva.

Ibu Hazel mengamat-amatinya, seolah dia adalah sumber kekecewaan mendalam. Anak beracun, kata suara-suara tadi.

"Kemasi tasmu," perintah Ratu Marie, "kita akan pindah."

"Ke ... ke mana?" tanya Hazel.

"Alaska," jawab Ratu Marie, "kau akan melakukan sesuatu yang bermanfaat. Kita akan memulai hidup baru."

Dari cara ibunya mengatakan itu, kedengarannya mereka hendak menciptakan "hidup baru" untuk orang lain —atau makhluk lain.

"Apa maksud Pluto?" Tanya Hazel. "Apa dia benar-benar ayahku? Dia bilang Ibu mengajukan permohonan —"

"Masuk kamar!" bentak ibunya. "Berkemaslah!"

Hazel kabur, dan mendadak dia terlempar keluar dari masa lalu.

Nico mengguncang-guncangkan bahunya. "Kau kumat lagi. ”

Hazel berkedip. Mereka masih duduk di atap kuil Pluto

Matahari semakin rendah di langit. Di sekeliling Hazel telah bermunculan semakin banyak berlian, sedangkan matanya perih karena menangis.

"M-maaf," gumam Hazel. "Tidak apa-apa," kata Nico, "dari mana kau?" "Aparteman ibuku. Hari ketika kami pindah."

Nico mengangguk. Dia lebih bisa memahami riwayat hidup

Hazel dibandingkan kebanyakan orang. Dia juga anak dari tahun 1940-an. Dia lahir beberapa tahun sesudah Hazel, telah terkurung dalam sebuah hotel magis selama berdasawarsa-dasawarsa. Namun, masa lalu Hazel jauh lebih buruk daripada masa lalu Nico. Hazel telah menimbulkan begitu banyak musibah dan penderitaan ....

"Kau harus belajar mengontrol memorimu." Nico memperingatkan. "Kalau kilas balik seperti barusan terjadi waktu kau sedang bertarung —"

"Aku tahu," kata Hazel, "kucoba."

Nico meremas lengan Hazel. "Tidak apa-apa. Menurutku itu efek samping dari kau tahu, waktu yang kau lewatkan di Dunia Bawah. Moga-moga makin lama makin gampang dikendalikan."

Hazel tidak terlalu yakin. Setelah delapan bulan, dia masih saja pingsan mendadak. Makin parah malah, seolah-olah jiwanya berusaha hidup di dua zaman yang berlainan pada saat bersamaan. Tak seorang Hazel tidak terlalu yakin. Setelah delapan bulan, dia masih saja pingsan mendadak. Makin parah malah, seolah-olah jiwanya berusaha hidup di dua zaman yang berlainan pada saat bersamaan. Tak seorang

"Aku tidak bisa ke utara lagi," kata Hazel, "Nico, jika aku harus kembali ke tempat kejadian itu —"

"Kau bakalan baik-baik saja." Nico berjanji. "Kau memiliki teman kali ini. Percy Jackson —dia pegang peranan juga. Kau bisa merasakannya, kan? Kau beruntung dia ada di pihakmu."

Hazel teringat ucapan yang disampaikan Pluto kepadanya dulu sekali: Keturunan Neptunus akan menghapus kutukanmu dan memberimu kedamaian.

Percy-kah orangnya? Mungkin, tapi Hazel merasakan bahwa kutukannya takkan terhapuskan semudah itu. Hazel bahkan tidak yakin Percy bisa selamat dari hal menyeramkan yang menanti di utara.

"Dari mana Percy berasal?"tanya Hazel. "Kenapa para hantu naemanggilnya orang Yunani?"

Sebelum Nicosempat merespons, tiupan trompet berkumandang dari seberang sungai. Para legiunari mulai berkumpul untuk majelis malam.

"Kita sebaiknya turun ke sana," kata Nico, "aku punya firasat Simulasi Perang malam ini bakal menarik."[]

Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL SIKLUS BELAJAR 5E UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI ASAM BASA Yufitri Nanda, Rody Putra Sartika, Lukman Hadi Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Untan Pontianak Email: yufitrinandagmail Abstrack

0 0 7

Aladawiyah, Masriani, Rody Putra Sartika Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Untan Pontianak Email: aladawiyaahgmail.com Abstract - ANALISIS KETERLAKSANAAN PRAKTIKUM KIMIA DI LABORATORIUM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA UNIVERSITAS TANJUNGURA PONTIANAK

1 0 13

Martin Surya Putra State Polytechnics of Samarinda mrtputrayahoo.com Abstract: This paper describes the assessment upon the 3rd semester Busi-

0 0 8

Pengaruh Variasi Campuran Bioetanol dengan Pertalite terhadap Bentuk dan Warna Api Hardyansah Satria Putra

0 0 7

Sistem Pengaturan dan Pemantauan Kecepatan Putar Motor DC berbasis FPGA dan VHDL _ Agfianto Eko Putra – Academia

0 0 6

METODE SECANT-MIDPOINT NEWTON UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR Supriadi Putra sputraunri.ac.id Laboratorium Komputasi Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293) ABSTRAK - MET

0 0 5

SAKSI IKRAR TALAK MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN PARA FUQAHA Syukran dan Andi Putra syukranuin-suska.ac.id dianarosdiana115gmail.com Abstrak - SAKSI IKRAR TALAK MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN PARA FUQAHA

0 0 14

Tabel 1 Standar Kekuatan Otot Atlet Judo Putra Berdasarkan Perhimpunan Ahli Ilmu Faal Olahraga Indonesia

0 1 6

Analisa Dan Perancangan Studio Desain Online Studi Kasus Toko Baju IGKG Puritan Wijaya ADH dan Pande Putu Putra Pertama

0 0 26

Pahlawan Olympus: Pahlawan yang Hilang

0 1 282