BAB TIGA PULUH HAZEL

BAB TIGA PULUH HAZEL

"HAZEL." PERCY MENGGUNCANG-GUNCANGKAN BAHUNYA. "BANGUN. Kita sudah sampai di Seattle."

Hazel duduk tegak sambil terhuyung-huyung, memicingkan mata untuk menghalau sinar matahari pagi. "Frank?"

Frank mengerang sambil menggosok-gosok matanya. "Apa barusan kita apa aku baru saja —?"

"Kalian berdua pingsan," kata Percy, "aku tidak tahu sebabnya, tapi Ella bilang aku tidak perlu khawatir. Dia bilang kalian berbagi?"

"Berbagi." Ella mengiakan. Dia meringkuk di buritan, sedang membersihkan bulu-bulunya dengan gigi. Sepertinya bukan metode membersihkan diri yang efektif. Dia meludahkan bulubulu merah. "Berbagi itu bagus. Tidak mati lagi. Mati listrik terbesar di Amerika, 14 Agustus 2003. Hazel berbagi. Tidak mati lagi." Percy menggaruk-garuk kepalanya. "Begitu deh kami mengobrol seperti itu semalaman. Aku masih tidak paham apa yang dia maksud."

Hazel menempelkan tangan ke saku jaketnya. Dia bisa merasakan sepotong kayu bakar itu, dibungkus kain.

Hazel memandang Frank. "Kau memang ada di sana." Frank mengangguk. Dia tidak mengucapkan apa- apa, tapi ekspresinya jelas: Perkataannya sungguh-sungguh. Dia ingin Hazel menyimpankan sepotong kayu bakar itu supaya aman. Hazel tidak yakin harus merasa terhormat atau takut. Tak seorang pun pernah memercayakan sesuatu sepenting itu kepada dirinya.

"Tunggu," kata Percy, "maksud kalian, kalian berbagi pengalaman saat pingsan? Apakah kalian berdua bakal pingsan terus mulai sekarang?"

"Tidak," kata Ella, "tidak, tidak, tidak. Tidak pingsan lagi. Makin banyak buku untuk Ella. Buku di Seattle."

Hazel menatap ke seberang perairan. Mereka sedang melayari teluk besar, menuju kumpulan bangunan di tengah kota. Daerah pemukiman terbentang di perbukitan. Dari bukit tertinggi, menjulanglah sebuah menara putih ganjil yang dipuncaki sebuah piring, seperti kapal luar angkasa dari film lama Flash Gordon yang disukai Sammy.

Tidak pingsan lagi? pikir Hazel. Setelah lama sekali pingsan terus-terusan, memikirkan bahwa dirinya takkan pingsan lagi rasanya menyenangkan. Terlalu menyenangkan sehingga sulit dip ercaya.

Kenapa Ella bisa yakin bahwa Hazel takkan pingsan lagi? Tapi Hazel memang merasa lain ... lebih mantap, seolah dirinya tak lagi berusaha hidup di dua zaman. Semua otot di tubuhnya mulai melemas. Hazel merasa seperti sudah melepaskan jaket timah yang dia pakai berbulan-bulan. Entah bagaimana, keikutsertaan Frank telah membantu. Hazel telah menjalani keseluruhan masa lalunya, sampai ke masa kini. Sekarang dia tinggal mengkhawatirkan masa depan —dengan asumsi bahwa dia memang punya masa depan.

FlOkIWRVAN

Percy mengarahkan perahu ke dermaga di tengah kota. Saat mereka makin dekat, Ella menggaruki sarang bukunya dengan gugup.

Hazel mulai merasa gelisah juga. Dia tidak yakin apa sebabnya. Hari itu cerah ceria, dan Seattle kelihatannya merupakan tempat yang indah, memiliki banyak laguna dan jembatan, pulau-pulau berhutan yang tersebar di teluk, serta pegunungan di kejauhan yang puncaknya berselimutkan es. Namun, Hazel merasa seperti sedang diawasi.

"Mm kenapa kita berhenti di sini?" tanya Hazel. Percy menunjuki mereka cincin perak di kalungnya. "Kakak Reyna di sini. Reyna memintaku mencari kakaknya dan menunjukkan ini padanya."

"Reyna punya kakak?" tanya Frank, seolah memikirkannya saja dia jadi ngeri.

Percy mengangguk. "Rupanya Reyna berpendapat bahwa kakaknya bisa mengirimkan bala bantuan ke perkemahan."

"Kaum Amazon," gumam Ella, "negeri Amazon. Hmm. Ella mau cari perpustakaan saja. Tidak suka kaum Amazon. Galak. Perisai. Pedang. Tajam. Sakit."

Frank meraih tombaknya. "Kaum Amazon? Maksudnya pendekar perempuan itu?"

"Itu masuk di akal," kata Hazel, "apabila kakak Reyna adalah putri Bellona juga, aku bisa mengerti apa sebabnya dia bergabung dengan kaum Amazon. Tapi apakah aman bagi kita, datang ke sini?"

"Tidak, tidak, tidak," kata Ella, "ambil buku saja. Jangan Amazon."

"Kita harus mencoba," ujar Percy, "aku sudah janji pada Reyna. Lagi pula, kondisi Pax tidak terlalu bagus. Aku sudah memacunya terlalu keras."

Hazel menunduk, memandang kakinya. Air bocor di antara papan-papan kayu. "Oh."

"Iya." Percy sepakat. "Entah kita harus memperbaikinya atau mencari perahu baru. Saat ini, perahu ini praktis masih bisa bertahan hanya karena kehendakku. Ella, apa kau punya gambaran, di mana kita bisa menemukan kaum Amazon?"

"Eh, satu lagi," kata Frank gugup, "mereka tidak bakal sertamerta, mm, membunuh laki-laki yang mereka lihat, kan?"

Ella melirik dermaga tengah kota, yang jaraknya tinggal beberapa meter lagi. "Nanti Ella can teman. Sekarang Ella mau terbang."

Itulah yang dia lakukan. "Wall ...." Frank memungut selembar bulu merah dari udara. "Menenteramkan sekali."

Mereka menepi di dermaga. Baru saja mereka menurunkan perbekalan, Pax langsung berguncang dan hancur berkepingkeping. Sebagian besarnya tenggelam, hanya menyisakan papan yang bercatkan gambar mata, sedangkan satu papan lainnya yang bertuliskan huruf P naik-turun diayun ombak.

"Sepertinya kita takkan memperbaiki perahu," kata Hazel, "sekarang apa?"

Percy menatap perbukitan curam Seattle. "Kita berharap saja semoga kaum Amazon mau membantu."

Berjam-jam mereka menjelajah. Mereka menemukan karamel cokelat asin yang lezat sekali di toko permen. Mereka membeli kopi yang teramat pekat sampai-sampai kepala Hazel serasa bagaikan gong yang bergetar. Mereka mampir di kafe pinggir jalan dan menikmati roti isi salmon panggang yang luar biasa sedap.

Sekali mereka melihat Ella melesat ke antara gedung-gedung pencakar langit, buku besar dicengkeram masing-masing kakinya.

Namun, mereka tidak menemukan kaum Amazon. Sementara itu, Hazel sadar bahwa waktu kian sempit. Sekarang tanggal 22 Juni, sedangkan Alaska masih sangat jauh.

Akhirnya mereka berjalan ke selatan kota, ke sebuah alunalun yang dikelilingi bangunan-bangunan dari kaca dan bata yang berukuran lebih kecil. Insting Hazel serasa digelitik. Dia menoleh ke sana kemari, yakin bahwa dia sedang diawasi.

"Itu," kata Hazel. Bangunan kantor di kiri mereka memuat satu kata di pintu kacanya: AMAZON.

"Oh," kata Frank, "eh, bukan yang itu, Hazel. Itu Amazon modern. Perusahaan, kan? Mereka menjual barang-barang lewat internet. Mereka bukan kaum Amazon yang kita cari."

"Kecuali ...." Percy berjalan masuk lewat pintu. Hazel punya firasat yang tidak enak mengenai tempat ini, tapi dia dan Frank mengikuti.

Lobi bangunan tersebut menyerupai akuarium kosong — dinding kaca, lantai hitam mengilap, beberapa pot tumbuhan, dan praktis tidak ada apa-apa lagi. Di dinding sebelah belakang, terdapat tangga hitam yang mengarah ke atas dan ke bawah. Di tengah-tengah ruangan tersebut, berdirilah seorang wanita muda mengenakan setelan j as dan celana berwarna hitam. Dia berambut panjang merah kecokelatan dan mengenakan earphone seperti yang biasa dipakai penjaga keamanan. Pada tanda pengenalnya tertulis KINZIE. Senyumnya cukup ramah, tapi ekspresi di matanya mengingatkan Hazel pada polisi di New Orleans yang berpatroli di French Quarter malam-malam. Mereka sepertinya sedang melihat ke dalam diri kita, seolah-olah tengah mempertimbangkan siapa yang akan menyerang mereka selanjutnya.

Kinzie mengangguk kepada Hazel, mengabaikan kedua pemuda. "Ada yang bisa kubantu?"

"Eh ..., kuharap begitu," kata Hazel, "kami mencari kaum Amazon."

Kinzie melirik pedang Hazel, kemudian tombak Frank, meskipun senjata tersebut semestinya tidak kelihatan karena disembunyikan Kabut.

"Ini kompleks utama Amazon," kata Kinzie hati-hati, "apa kau sudah punya janji dengan seseorang, atau —"

"Hylla," potong Percy, `kami mencari perempuan bernama —" Kinzie bergerak begitu cepat sampai- sampai mata Hazel nyaris tak bisa mengikuti. Kinzie menendang dada Frank sampai dia terbang ke seberang lobi. Kinzie mengambil sebilah pedang dari udara kosong, menyapukan permukaan pedangnya ke kaki Percy sehingga dia jatuh, dan menodongkan ujung pedangnya ke bawah dagu Percy.

Hazel terlambat menggapai pedangnya. Selusin perempuan berpakaian serbahitam membanjiri tangga sambil membawa pedang di tangan, dan mengepung Hazel.

Kinzie memelototi Percy. "Aturan pertama: Laki-laki tidak boleh bicara tanpa izin. Aturan kedua, menerobos wilayah kami dapat dikenai hukuman mati. Kau akan bertemu Ratu Hylla, seperti yang kau inginkan. Beliaulah yang akan memutuskan nasib mu."

Kaum Amazon menyita senjata trio tersebut dan menggiring mereka menuruni entah berapa banyak rangkaian tangga. Hazel alpa menghitung, saking banyaknya.

Akhirnya mereka keluar di gua yang teramat besar sehingga bisa saja memuat sepuluh bangunan SMA, termasuk lapangan olahraganya. Lampu floresensi menyilaukan berpendar di sepanjang langit-langit batu. Ban berjalan meliuk-liuk di ruangan tersebut

bagaikan perosotan air, membawa kotak-kotak ke segala arah. Lorong-lorong yang dibatasi rak logam terbentang hingga jauh, berisi tumpukan peti barang dagangan yang menjulang tinggi. Mesin derek berdengung dan tangan robot mendesing, melipat kardus, mengepak kiriman, dan menaik-turunkan barang-barang dari ban berjalan. Sebagian rak tinggi sekali sehingga hanya bisa diakses lewat tangga dan titian yang melintang di langit-langit seperti kuda-kuda di gedung teater.

Hazel teringat cuplikan berita yang pernah dia saksikan semasa kanak-kanak. Dia selalu terkesan tiap kali melihat pabrik yang merakit pesawat dan senjata api untuk perang —beratus-ratus senjata keluar dari lini produksi tiap hari. Namun, tontonan yang pernah dia lihat sama sekali tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ini, dan hampir semua pekerjaan dilakukan oleh komputer serta robot. Manusia yang Hazel lihat hanyalah wanita penjaga keamanan bersetelan hitam yang berpatroli di titian, serta pria yang mengenakan celana terusan jingga, seperti seragam penjara, mengangkut kotak ke sana kemari. Para pria mengenakan kerah besi di leher mereka.

"Kalian punya budak?" Hazel tahu berbicara memang berisiko, tapi dia amat gusar sampai-sampai tidak bisa menahan diri.

"Para pria itu?" Kinzie mendengus. "Bukan budak. Mereka alma tahu diri. Nah, maju sana."

Mereka berjalan jauh sekali sehingga kaki Hazel mulai pegal. Dia kira mereka sudah sampai di ujung gudang ketika Kinzie membuka sepasang pintu ganda besar dan membimbing mereka memasuki gua lapang lainnya, sama besarnya seperti yang pertama.

"Dunia Bawah tidak sebesar ini," keluh Hazel, yang barangkali tidak benar, tapi begitulah rasanya, menurut kakinya.

Kinzie tersenyum pongah. "Kau mengagumi pusat operasional kami? Ya, sistem distribusi kami merambah seluruh dunia. Untuk

membangunnya butuh waktu bertahun-tahun, dan kami juga harus mengeluarkan sebagian besar harta karun simpanan kami. Sekarang, akhirnya, kami mendapat laba. Manusia biasa tidak menyadari bahwa mereka mendanai kerajaan Amazon. Tidak lama lagi, kami akan menjadi lebih kaya daripada bangsa manusia fana yang mana pun di dunia ini. Kemudian —ketika manusia biasa yang lemah sudah menggantungkan diri sepenuhnya pada kami — revolusi akan dimulai!"

"Apa yang akan kalian lakukan?" gerutu Frank. "Meniadakan ongkos kirim gratis?"

Seorang penjaga menghantamkan gagang pedangnya ke perut Frank. Percy mencoba membantu Frank, tapi dua penjaga mendorongnya mundur dengan ujung pedang.

"Kalian akan belajar bersikap hormat," kata Kinzie, "laki-laki seperti kalianlah yang telah merusak dunia fana. Masyarakat hanya bisa selaras jika dikendalikan oleh perempuan. Kami lebih kuat, lebih bijaksana —"

"Lebih rendah hati," ujar Percy. Para pengawal mencoba menghajarnya, tapi Percy menunduk.

"Hentikan!" kata Hazel. Hebatnya, para pengawal menurut. "Hylla akan menilai kami, kan?" tanya Hazel, "jadi, bawa kami menemuinya. Kita hanya buang-buang waktu."

Kinzie mengangguk. "Barangkali kau benar. Kami menghadapi masalah yang lebih penting. Dan waktu waktu memang terbatas."

"Apa maksudmu?" tanya Hazel. Seorang pengawal menggeram. "Kita bisa saja membawa mereka langsung ke Otrera. Mungkin bisa mendapat restunya dengan cara itu!"

"Tidak!" Bentak Kinzie. "Mending aku memakai kerah besi dan mengemudikanforklifi- saja sekalian. Ratu kita adalah Hylla."

"Cukup," kata Kinzie, "ayo!" Mereka menyeberangi lajur forklift, mengarungi labirin yang dibatasi ban berjalan, dan menunduk ke bawah deretan tangan robot yang sedang mengepak kotak.

Kebanyakan barang dagangan kelihatannya biasa-biasa saja: buku, perangkat elektronik, popok bayi. tapi merapat di salah satu dinding, terparkirlah kereta perang yang dibubuhi barcode besar di bagian samping. Dari kuknya, menggelayutlah label yang berbunyi: TINGGAL SATU. PESAN SEGERA! (SERI BARU MENYUSUL)

Akhirnya mereka memasuki gua berukuran lebih kecil yang sepertinya merupakan perpaduan gudang bongkar-muat dan ruang singgasana. Di dinding terdapat deretan rak logam enam tingkat, dihiasi panji- panji perang, perisai warna-warni, serta kepala naga, hydra, singa raksasa, dan babi liar. Di sepanjang dinding sebelah kanan dan kiri terdapat lusinan forklift yang dimodifikasi untuk perang. Masing-masing mesin dikendarai oleh laki-laki berkerah besi, tapi seorang pendekar Amazon berdiri pada panggung di sebelah belakang, berjaga di balik busur silang raksasa. Bilah pengangkut pada masing-masing forklift telah ditajamkan sehingga menjadi pedang kebesaran.

Rak-rak di ruangan ini memuat kandang berisi hewan hidup. Hazel tercengang menyaksikan binatang- binatang yang ada di sana —anjing mastiff hitam, elang raksasa, persilangan singa dan elang yang kalau tidak salah disebut Gryphon, serta semut merah seukuran mobil kecil.

Hazel menyaksikan dengan ngeri saat sebuahforklifi-mendesing masuk ke ruangan, mengangkat kandang berisi pegasus putih cantik, dan melesat pergi sementara kuda itu meringkik protes.

"Apa yang kalian lakukan pada hewan malang itu?" tuntut Hazel. Kinzie mengerutkan kening. "Pegasus itu? ia tidak apa-apa. Pasti ada yang memesannya. Biaya pengiriman dan pemaketannya memang mahal, tapi —"

"Kita bisa membeli pegasus secara online?" tanya Percy. Kinzie memelototinya. "Kau jelas tidak bisa, Laki-laki.Tapi bangsa Amazon bisa. Kami memiliki pengikut di seluruh dunia. Mereka membutuhkan perlengkapan. Ke sini."

Di ujung gudang terdapat podium yang dibangun dari susunan buku: tumpukan novel vampir, dinding dari novel thriller James Patterson, dan singgasana dari sekitar seribu eksemplar buku yang berjudul Lima Kebiasaan Perempuan yang Sangat Agresil

Di kaki tangga, beberapa orang Amazon berbaju kamuflase sedang terlibat pertengkaran sengit, sedangkan seorang wanita muda —Ratu Hylla, menurut tebakan Hazel—menonton dan mendengarkan dari singgasananya.

Hylla berumur dua puluhan, ramping berotot seperti harimau. Dia mengenakan celana terusan hitam dari kulit dan sepatu bot hitam. Dia tidak mengenakan mahkota, tapi, di pinggangnya ada sabuk aneh yang terbuat dari rantai emas, masing-masing bagiannya berkaitan seperti kunci dan gembok. Hazel terperangah melihat betapa miripnya dia dengan Reyna —agak lebih tua, barangkali, tapi rambut hitamnya sama persis, matanya yang berwarna gelap sama persis, dan ekspresinya yang tegas juga sama persis, seperti sedang berusaha memutuskan manakah di antara para perempuan Amazon di hadapannya yang paling layak mati.

Kinzie melihat pertengkaran itu dan mendengus sebal. "Agenagen Otrera, menyebarkan dusta mereka."

"Apa?" tanya Frank. Lalu Hazel berhenti mendadak sekali sampai-sampai para penjaga di belakangnya terbentur. Beberapa kaki dari takhta ratu, dua orang Amazon menjaga sebuah kandang. Di dalamnya terdapat seekor kuda nan rupawan —tidak bersayap, tapi anggun dan perkasa, badannya sewarna madu dan surainya hitam. Mata cokelatnya yang tajam mengamat-amati Hazel, dan dia bersumpah kuda itu kelihatan tidak sabaran, seolah-oleh sedang berpikir: Akhirnya kau datang juga.

"Itu dia," gumam Hazel. "Dia siapa?" tanya Percy. Kinzie memberengut jengkel, tapi ketika dia melihat arah pandangan Hazel, ekspresinya melembut. "Ah, iya. Cantik, ya?"

Hazel berkedip untuk memastikan dia tidak sedang berhalusinasi. Kuda itu sama seperti yang dia kejar di Alaska. Dia yakin tapi itu mustahil. Tidak ada kuda yang bisa hidup selama itu.

"Apa dia ...." Hazel nyaris tak kuasa mengontrol suaranya. -Apa dia dijual?"

Semua penjaga tertawa. "Itu Anion," kata Kinzie sabar, seolah-olah dia memahami kekaguman Hazel, "dia adalah harta karun kaum Amazon —hanya bisa diklaim oleh pendekar kami yang paling pemberani, begitulah kata ramalan, kalau kau percaya."

"Ramalan?" tanya Hazel. Ekspresi Kinzie tampak enggan, hampir-hampir malu. -Lupakan saja. Tapi tidak, dia tak dijual."

"Kalau begitu, kenapa dia dimasukkan kurungan?" Kinzie meringis. "Sebab dia susah diatur."

Seperti diberi aba-aba, kuda itu menghantamkan kepala ke pintu kandang. Jeruji logam bergetar, dan para penjaga pun mundur dengan gugup.

Hazel ingin membebaskan kuda itu. Dia menginginkan hewan itu melebihi apa pun yang dia inginkan sebelumnya. Namun, Frank, Percy, dan selusin pengawal Amazon memperhatikannya. Jadi, Hazel berusaha menutup-nutupi emosinya. "Cuma bertanya." Dia berhasil berkata. "Ayo, kita temui ratu."

Pertengkaran di bagian depan ruangan makin nyaring. Akhirnya sang ratu menyadari bahwa rombongan Hazel mendekat, dan dia pun membentak, "Cukup!"

Kedua perempuan Amazon yang bertengkar langsung tutup mulut. Sang ratu melambai kepada mereka supaya menepi dan menyuruh Kinzie maju.

Kinzie mendesak Hazel dan teman-temannya ke arah takhta. "Ratuku, para Demigod

Sang ratu sontak berdiri. "Kau!" Dia memelototi Percy Jackson dengan amarah dahsyat yang seolah bisa membunuh.

"Papan alas," kata Percy, "spa. Bajak laut." Kata-kata tersebut tidak masuk akal bagi Hazel, tapi sang ratu mengangguk. Dia turun dari podium buku laris dan mencabut sebilah belati dari sabuknya.

"Kau bodoh sekali, berani-berani datang ke sini," kata sang ratu, "kau menghancurkan rumahku. Kau membuatku dan adikku terasing dan menjadi tawanan."

"Percy," kata Frank resah, "apa maksud si wanita seram berbelati?"

"Pulau Circe," ujar Percy, "aku Baru ingat. Darah Gorgon — mungkin pikiranku mulai disembuhkan olehnya. Lautan Monster.

Hylla dia menyambut kami di dermaga, mengajak kami menemui bosnya. Hylla bekerja untuk si penyihir."

Hylla menggeram, alhasil menampakkan gigi-giginya yang putih sempurna. "Apa kau mengatakan padaku bahwa kau kena amnesia? Kau tahu, aku mungkin bisa percaya padamu. Kalau tidak, mana mungkin kau setolol itu sehingga berani datang ke sini?"

"Kami datang dengan damai." Hazel berkeras. "Apa yang dilakukan Percy?"

"Damai?" Sang ratu memandang Hazel sambil mengangkat alis. "Yang dia lakukan? Laki-laki ini menghancurkan sekolah sihir Circe!" "Circe mengubahku menjadi marmot!" protes Percy. "Tidak ada "Damai?" Sang ratu memandang Hazel sambil mengangkat alis. "Yang dia lakukan? Laki-laki ini menghancurkan sekolah sihir Circe!" "Circe mengubahku menjadi marmot!" protes Percy. "Tidak ada

"Annabeth." Percy mengetuk-ngetuk dahi seolah sedang mendesak memorinya agar kembali lebih cepat. "Benar. Aku ke sana bersama Annabeth."

"Kau membebaskan tawanan kami —Blackbeard dan bajak lautnya." Hylla menoleh kepada Hazel. "Pernahkah kau diculik bajak laut? Rasanya tidak menyenangkan. Mereka membumihanguskan spa kami. Adikku dan aku menjadi tahanan mereka selama berbulan-bulan. Untungnya kami ini putri Bellona. Kami cepat belajar bertarung. Jika tidak ...." Dia bergidik. "Ya, para bajak laut belajar menghormati kami. Akhirnya kami sampai di California. Di sana kami —" Dia ragu-ragu, seakan kenangan tersebut menyakitkan. "Di sana adikku dan aku berpisah."

Dia menghampiri Percy sampai hidung mereka nyaris beradu. Ditelusurkannya belati ke bawah dagu Percy. "Tentu saja, aku selamat dan menapaki tangga kesuksesan. Aku naik takhta sebagai ratu kaum Amazon. Jadi, mungkin aku harus berterima kasih kepadamu."

"Sama-sama," kata Percy. Sang ratu menekan pisaunya agak lebih dalam. "Tidak jadi soal. Kurasa akan kubunuh saja kau."

"Tunggu!" pekik Hazel. "Reyna mengutus kami! Adik Anda! Lihatlah cincin di kalung Percy."

Hylla menurunkan pisaunya ke kalung Percy sampai ujung belati tersebut bertengger di cincin perak. Wajahnya kontan menjadi pucat pasi.

"Jelaskan ini." Sang ratu memelototi Hazel. "Yang cepat." Hazel mencoba. Dia menggambarkan Perkemahan Jupiter. Dia memberi tahu kaum Amazon tentang jabatan Reyna sebagai praetor, dan pasukan monster yang tengah berderap ke selatan. Dia memberi tahu mereka tentang misi mereka untuk membebaskan Thanatos di Alaska.

Selagi Hazel berbicara, sekelompok perempuan Amazon lainnya memasuki ruangan. Salah satu lebih tinggi dan lebih tua daripada sisanya. Perempuan itu memiliki rambut perak yang dikepang dan mengenakan jubah sutra indah layaknya seorang wanita Romawi terhormat. Para perempuan Amazon yang lain memberi jalan baginya, memperlakukannya dengan teramat hormat sehingga Hazel menjadi bertanya-tanya apakah dia ibu Hylla —sampai dia memperhatikan betapa Hylla dan wanita sepuh itu beradu pelotot.

"Jadi, kami membutuhkan pertolongan Anda." Hazel menyelesaikan ceritanya. " Reyna butuh pertolongan Anda."

Hylla mencengkeram kalung kulit dan menariknya hingga copot dari leher Percy —manik-manik, keping pro batio, semuanya. "Reyna si bodoh itu —"

"Wah, wah, wah!" potong sang wanita sepuh. "Bangsa Romawi memerlukan pertolongan kita?" Dia tertawa, diikuti oleh para perempuan Amazon di sekelilingnya.

"Berapa kali kita bertempur melawan bangsa Romawi di masaku?" Tanya wanita itu. "Berapa kali mereka membunuhi saudarisaudari kita dalam pertempuran? Sewaktu aku menjadi ratu —"

"Otrera," potong Hylla, "kau di sini sebagai tamu. Kau bukan ratu lagi."

Sang wanita sepuh merentangkan tangan dan membungkukkan badan dengan gaya mengejek. "Terserah katamu —setidaknya, sampai malam ini. Tapi aku bicara sejujurnya, Ratu Hylla." Dia mengucapkan kata itu seperti ejekan. "Aku telah dikembalikan ke muka bumi oleh Ibu Pertiwi sendiri! Aku membawakan kabar mengenai sebuah perang baru. Kenapa kaum Amazon harus menuruti Jupiter, raja Olympus yang tolol itu, padahal kita bisa menjadi pengikut seorang ratu? Ketika aku pegang kendali nanti —"

" Kalau kau pegang kendali," kata Hylla, "tapi untuk saat ini, akulah ratunya. Titahku adalah hukum."

"Begitu." Otrera melirik para perempuan Amazon yang berkumpul. Mereka semua berdiri mematung, seperti sedang verjebak dalam lubang bersama dua ekor harimau liar. "Apakah kita sudah selemah itu sehingga sudi menyimak perkataan Demigod laki-laki? Bersediakah kau mengampuni nyawa putra Neptunus ini, sekalipun dia pernah menghancurkan rumahmu? Barangkali kau akan membiarkannya menghancurkan rumah barumu juga!"

Hazel menahan napas. Kaum Amazon silih berganti memandang Hylla dan Otrera, memperhatikan kalau-kalau terdapat tanda-tanda kelemahan.

"Aku akan memberi penilaian," kata Hylla dengan nada bicara sedingin es, "sesudah aku memperoleh semua fakta. Begitulah caraku memerintah —didasari nalar, bukan rasa takut. Pertamatama, aku akan bicara dengan yang ini." Dia menjulurkan jari ke arah Hazel. "Aku wajib mendengarkan penjelasan seorang pendekar perempuan sebelum aku menjatuhinya atau sekutunya hukuman mati. Begitulah kaidah Amazon. Ataukah ingatanmu sudah kabur karena kelamaan di Dunia Bawah, Otrera?"

Sang wanita sepuh mencemooh, tapi dia tidak berusaha menyanggah.

Hylla menoleh kepada Kinzie. "Bawa kedua laki-laki ini ke sel tahanan. Yang lain, tinggalkan kami."

Otrera menghadap khayalak sambil mengangkat tangan. "Turuti titah ratu kita.Tapi bagi yang ingin mendengar penjelasan lebih lanjut tentang Gaea dan masa depan kita yang cerah bersamanya, ikuti aku!"

Kira-kira setengah kaum Amazon mengikuti Otrera keluar dari ruangan. Kinzie mendengus muak, kemudian dia dan para pengawal menggiring Percy dan Frank menjauh.

Tidak lama kemudian, Hylla dan Hazel tinggal berdua saja, hanya disertai oleh pengawal pribadi ratu. Atas aba-aba Hylla, mereka sekalipun bergerak menjauh, menyingkir dari jangkauan pendengaran.

Sang ratu berpaling kepada Hazel. Amarahnya meluruh, dan Hazel melihat keputusasaan di matanya. Sang ratu tampak bagaikan hewan dalam kurungan yang diangkut lewat ban berjalan.

"Kita harus bicara," kata Hylla, "kita tidak punya banyak waktu. Tengah malam nanti, kemungkinan besar aku sudah

mati." []

Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL SIKLUS BELAJAR 5E UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI ASAM BASA Yufitri Nanda, Rody Putra Sartika, Lukman Hadi Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Untan Pontianak Email: yufitrinandagmail Abstrack

0 0 7

Aladawiyah, Masriani, Rody Putra Sartika Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Untan Pontianak Email: aladawiyaahgmail.com Abstract - ANALISIS KETERLAKSANAAN PRAKTIKUM KIMIA DI LABORATORIUM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA UNIVERSITAS TANJUNGURA PONTIANAK

1 0 13

Martin Surya Putra State Polytechnics of Samarinda mrtputrayahoo.com Abstract: This paper describes the assessment upon the 3rd semester Busi-

0 0 8

Pengaruh Variasi Campuran Bioetanol dengan Pertalite terhadap Bentuk dan Warna Api Hardyansah Satria Putra

0 0 7

Sistem Pengaturan dan Pemantauan Kecepatan Putar Motor DC berbasis FPGA dan VHDL _ Agfianto Eko Putra – Academia

0 0 6

METODE SECANT-MIDPOINT NEWTON UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR Supriadi Putra sputraunri.ac.id Laboratorium Komputasi Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293) ABSTRAK - MET

0 0 5

SAKSI IKRAR TALAK MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN PARA FUQAHA Syukran dan Andi Putra syukranuin-suska.ac.id dianarosdiana115gmail.com Abstrak - SAKSI IKRAR TALAK MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN PARA FUQAHA

0 0 14

Tabel 1 Standar Kekuatan Otot Atlet Judo Putra Berdasarkan Perhimpunan Ahli Ilmu Faal Olahraga Indonesia

0 1 6

Analisa Dan Perancangan Studio Desain Online Studi Kasus Toko Baju IGKG Puritan Wijaya ADH dan Pande Putu Putra Pertama

0 0 26

Pahlawan Olympus: Pahlawan yang Hilang

0 1 282