BAB SEBELAS FRANK
BAB SEBELAS FRANK
FRANK TIDAK PERNAH MERASA SEYAKIN ini sebelumnya.
dia menjadi gugup. Tak satu pun rencananya pernah berjalan lancar. Dia selalu sukses merusak, menghancurkan,
membakar, menduduki, atau menabrak sesuatu yang penting.
meski begitu, dia tahu strategi ini pasti berhasil.
Hazel tidak kesulitan menemukan terowongan untuk ,treka. Malahan, Frank curiga bahwa Hazel tidak menemukan
anrowongan secara kebetulan. Sepertinya, justru terowonganlah
yang terbentuk sesuai dengan kebutuhan Hazel. Lorong-lorong yang sudah tertimbun bertahun-tahun lalu mendadak terkeruk, berubah arah untuk mengantarkan Hazel ke tempat yang ingin dia yang terbentuk sesuai dengan kebutuhan Hazel. Lorong-lorong yang sudah tertimbun bertahun-tahun lalu mendadak terkeruk, berubah arah untuk mengantarkan Hazel ke tempat yang ingin dia
Tanah menghujani mereka.
Frank menyelipkan tangan ke dalam baju tempur. Potongan
kayu masih utuh dan aman dalam saku jaketnya, meskipun
tembakan jitu dari katapel kalajengking mungkin saja membakar
tambatan hidupnya
Frank nakal, dia mengomeli dirinya sendiri. Bakar adalah
terlarang. Tidak boleh dipikirkan.
"Ada bukaan tepat di depan sana." Hazel mengumumk
"Kita akan keluar tiga meter dari tembok timur."
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Percy. "Aku tidak tahu," kata Hazel, "tapi aku yakin."
"Tidak bisakah kita menggali terowongan yang langsung "Tidak bisakah kita menggali terowongan yang langsung
"Tidak," kata Hazel, "para insinyur pintar. Mereka membangun
tembok di atas fondasi lama yang bertopangkan lapisan batu. Dan
jangan tanya bagaimana sampai aku bisa tahu. Pokoknya aku tahu
Frank terantuk sesuatu dan menyumpah. Percy mendekatkan
pedangnya supaya lebih terang. Benda yang menyandung Frank
adalah perak yang berkilauan.
Frank berjongkok. "Jangan sentuh!" kata Hazel.
Tangan Frank berhenti beberapa sentimeter dari bongkahan logam itu. Bentuknya seperti permen cokelat raksasa, kira-kira
seukuran kepalannya.
"Besar sekali," ujar Frank, "perak?" "Platina." Hazel kedengarannya takut setengah mati. "Sebentar lagi juga hilang. Tolong jangan disentuh. Benda itu berbahaya."
Frank tidak mengerti bagaimana mungkin sebongkah logam bisa berbahaya, tapi ditanggapinya peringatan Hazel dengan serius. Selagi mereka memperhatikan, bongkahan platina itu terbenam ke dalam tanah.
Frank menatap Hazel. "Bagaimana kau bisa tahu?" Di bawah sorotan cahaya pedang Percy, Hazel kelihatan mirip
seperti Lar. "Akan kujelaskan nanti." Janjinya.
Ledakan lagi-lagi mengguncangkan terowongan, dan mereka
melangkah maj u.
Mereka keluar dari lubang persis di tempat yang diperkirakan
Di depan mereka, menjulanglah tembok timur benteng. Di
i mereka, Frank bisa melihat regu utama Kohort V sedang maju
formasi kura-kura, tameng-tameng membentuk cangkang
kepala dan di sisi mereka. Mereka sedang berusaha mencapai
gerbang utama, tapi pasukan pertahanan di atas melempari mereka
batu dan peluru api dari katapel, menciptakan kawah hasil batu dan peluru api dari katapel, menciptakan kawah hasil
bunyi BRUM menggemuruh, dan air yang menyembur
menghasilkan parit pada tanah tepat di depan kohort.
Percy bersiul. "Benar, tekanannya besar sekali." Kohort III dan IV bahkan belum maju. Mereka berdiri di
dan tertawa-tawa, menonton "sekutu" mereka dihajar.
pertahanan berkumpul pada tembok di atas gerbang,
meneriakkan hinaan kepada formasi kura-kura yang terhuyung-
maju-mundur. Simulasi perang telah turun derajat menjadi
inan "kalahkan Kohort V".
Frank jadi naik darah karena marah.
`Ay°, kita meriahkan suasana." Frank menggapai ke wadah
iya dan mengeluarkan anak panah yang lebih berat daripada
lain. Mata besinya berbentuk seperti moncong roket. Seutas lain. Mata besinya berbentuk seperti moncong roket. Seutas
t keterampilan melebihi yang sanggup dikerahkan kebanyakan
lab, tapi lengan Frank kuat dan dia jago membidik.
Mungkin Apollo sedang menyaksikan, pikir Frank perharap.
"Itu buat apa?" tanya Percy. "Kait pencengkeram?"
"Namanya panah hydra," kata Frank, "bisakah kau utak-atik
meriam air itu?"
Seorang prajurit pertahanan muncul pada tembok di mereka. "Heir teriaknya kepada kawan-kawannya. "Lihat Ada korban lagi!"
"Percy," ujar Frank, "sekarang saat yang bagus."
Semakin banyak yang datang menyeberangi kubu pertahanan
untuk menertawakan mereka. Segelintir lari ke meriam air terdekat
dan mengayunkan popor meriam ke arah Frank.
Percy memejamkan mata. Diangkatnya tangannya.
Di atas tembok, seseorang berteriak, "Rasakan ini, Pecundang