BAB EMPAT BELAS PERCY

BAB EMPAT BELAS PERCY

INTERIOR GEDUNG SENAT MIRIP RUANG kuliah. Bangku bertingkat-tingkat yang membentuk setengah lingkaran menghadap panggung yang memuat mimbar dan dua kursi. Kursi tersebut kosong, tapi di salah satu dudukannya ada kotak kecil dari beledu.

Percy, Hazel, dan Frank duduk di sisi kiri setengah lingkaran tersebut. Kesepuluh senator dan Nico di Angelo menempati baris depan. Deret-deret atas diisi beberapa lusin hantu dan segelintir veteran dari kota, semuanya mengenakan toga resmi. Octavian berdiri di depan sambil membawa pisau dan boneka bayi singa, kalau-kalau ada yang perlu minta petunjuk dari Dewa Koleksi Mainan Imut. Reyna berjalan ke panggung dan mengangkat tangan untuk minta perhatian.

"Baiklah, ini rapat darurat," katanya, "tidak perlu bersikap formal."

"Aku suka formalitas!" keluh seorang hantu. Reyna melemparkan ekspresi galak kepadanya.

"Pertama-tama," ujar Reyna, "kita hadir di sini bukan untuk mengadakan pemungutan suara mengenai misi itu sendiri. Misi tersebut telah dititahkan oleh Mars Ultor, pelindung Romawi. Kita akan mematuhi kehendaknya. Kita juga tidak akan memperdebatkan pendamping yang dipilih Frank Zhang."

"Ketiga-tiganya dari Kohort V?" seru Hank dari Kohort III. -Tidak adil."

"Dan bukan pilihan pintar," kata anak laki-laki di sebelahnya, -kita tahu Kohort V pasti bakal mengacau. Mereka seharusnya mengajak serta seseorang yang cakap."

Dakota berdiri cepat sekali sampai-sampai dia menumpahkan Kool-Aid. "Kami lumayan cakap kemarin malam waktu kami menendang podex-mu, Larry!"

"Cukup, Dakota," kata Reyna, "jangan bawa-bawa podex Larry dalam perkara ini. Sebagai pemimpin misi, Frank berhak memilih pendampingnya. Dia telah memilih Percy Jackson dan Hazel Levesque."

Seorang hantu dari baris kedua berteriak, "Absurdus! Frank Zhang bahkan belum menjadi anggota penuh legiun! Dia masih dalamprobatio. Sebuah misi mesti dipimpin oleh seseorang yang berpangkat Centurion atau lebih tinggi. Ini benar-benar —"

"Cato," bentak Reyna, "kita harus mematuhi kehendak Mars Ultor. Artinya, diperlukan penyesuaian."

Reyna bertepuk tangan, dan majulah Octavian. Dia meletakkan pisau dan boneka bayi singa serta mengambil kotak beledu dari kursi.

"Frank Zhang," kata Octavian, "majulah." Frank melirik Percy dengan gugup. Kemudian dia bangkit dan menghampiri sang augur.

"Dengan senang hati," kata Octavian, memaksakan katakata terakhir, "kuanugerahi kau Mahkota Mural sebagai orang

pertama yang menyeberangi tembok dalam aksi pengepungan.'

Octavian menyerahkan pin perunggu berbentuk mirip mahkot

daun dafnah. "Selain itu, berdasarkan perintah Praetor Reynad daun dafnah. "Selain itu, berdasarkan perintah Praetor Reynad

Octavian memberi Frank sebuah pin lagi, sebuah bulan sabit

perunggu, dan seisi senat kontan meledak karena protes.

"Dia masih dalam masa percobaan!" teriak salah seorang. "Mustahil!" kata yang lain. "Meriam air menyembur hidungku!" teriak yang ketiga.

"Diam!" Suara Octavian kedengaran lebih tegas daripada

malam sebelumnya di medan tempur. "Praetor kita menyadari bahwa tak seorang pun yang berpangkat di bawah Centurion boleh memimpin sebuah misi. Entah itu baik atau buruk, tapi Frank harus memimpin misi ini —oleh sebab itu, Praetor kita telah menitahkan bahwa Frank Zhang harus dijadikan Centurion."

Tiba-tiba Percy memahami betapa Octavian adalah pembicara yang efektif. Dia kedengaran logis dan suportif, tapi ucapannya penuh sesal. Dia dengan hati-hati menyusun kata-katanya sehingga menimpakan semua tanggung jawab kepada Reyna. Ini ide Reyna, Octavian seolah berkata begitu.

Jika keputusan tersebut keliru, Reyna-lah yang patut disalahkan. Andaikan Octavian yang memegang kendali, akan diambil keputusan yang lebih masuk akal. Sayangnya, dia tidak punya pilihan selain mendukung Reyna, sebab Octavian adalah prajurit Romawi yang loyal.

Octavian berhasil menyampaikan semua itu tanpa mengucapkannya. Dia menenangkan senat sekaligus bersimpati pada mereka. Untuk pertama kalinya, Percy menyadari bahwa si ceking bertampang konyol mirip orang-orangan sawah ini mungkin saja merupakan musuh yang berbahaya.

Reyna pasti menyadarinya juga. Ekspresi jengkel terlintas di Reyna pasti menyadarinya juga. Ekspresi jengkel terlintas di

ira kita, yang juga seorang senator, telah memutuskan untuk

mengundurkan diri. Setelah sepuluh tahun di legiun, dia akan

pensiun ke kota dan kuliah di perguruan tinggi. Gwen dari Kohort

kami berterima kasih atas pengabdianmu."

Semua orang menoleh kepada Gwen, yang mampu

menyunggingkan senyum tegar. Dia kelihatan letih karena cobaan

lam, tapi juga lega. Percy tak bisa menyalahkannya. Daripada

la pilum, perguruan tinggi kedengarannya bagus.

"Sebagai Praetor." Reyna melanjutkan. "Aku berhak. mengganti

vira. Kuakui, memang tidak lumrah menaikkan pangkat

iemah yang masih dalam probatio langsung ke Centurion, iemah yang masih dalam probatio langsung ke Centurion,

memang tidak lumrah. Frank Zhang, tolong berikan tanda

pen ge n alm u."

Frank melepas keping timah yang dikalungkan ke lehernya

dan menyerahkan benda itu kepada Octavian.

"Lenganmu," kata Octavian. Frank mengulurkan lengan bawahnya. Octavian mengangkat

tangan ke angkasa. "Kami menerima Frank Zhang, Putra Mars, ke dalam Legiun XII Fulminata di tahun pertama pengabdiannya. .apa kau bersumpah akan mengabdikan hidupmu kepada senat dan rakyat Romawi?"

Frank menggumamkan sesuatu yang bunyinya seperti "Heeh." Lalu dia berdeham dan berhasil mengucapkan: "Aku bersedia."

Para senator meneriakkan, "Senatus Populusque Romanus!" Api membara di lengan Frank. Sekejap mata Frank dipenuhi kengerian, dan Percy khawatir kalau-kalau temannya bakal pingsan. Kemudian api dan asap padam, dan rajah baru tertoreh

di kulit Frank: SPQR, gambar tombak bersilang, dan satu setrip.

merepresentasikan tahun pertama pengabdiannya.

"Kau boleh duduk." Octavian melirik para hadirin seolah-olah hendak mengatakan: Ini bukan ideku, Kawan-kawan. "Nah," kata

Reyna, "sekarang kita harus membahas misi tersebut."

Para senator bergerak-gerak gelisah dan berkasak-kusuk saat Frank kembali ke tempat duduknya.

"Sakit tidak?" bisik Percy. Frank memandangi lengan bawahnya, yang masih mengepulkan asap. "Iya. Sangat." Dia sepertinya terheran-heran melihat pin di tangannya —penanda Centurion dan Mahkota Mural —seolaholah dia tidak yakin kedua benda itu harus diapakan.

"Sini." Mata Hazel berbinar-binar bangga. "Biar kupasangkan." Hazel menyematkan medali tersebut ke baju Frank. Percy tersenyum. Dia Baru mengenal Frank sehari, tapi dia juga merasa bangga akan temannya itu. "Kau layak menerimanya, Bung," kata Percy, "yang kau lakukan semalam? Kepemimpinan alami."

Frank mengerutkan kening. "Tapi Centurion-" "Centurion Zhang," panggil Octavian, "apa kau dengar pertanyaan barusan?"

Frank berkedip. "Eh ..., maaf. Apa?" Octavian berpaling kepada anggota senat dan menyeringai, seakan-akan berkata Kubilang juga apa?

"Aku tadi bertanya," Octavian berkata seperti sedang bicara kepada anak umur tiga tahun, "apakah kau punya rencana untuk misi ini. Apa kau bahkan tahu ke mana tujuanmu?"

"Eh ...." Hazel meletakkan tangannya di pundak Frank dan berdiri. "Tidakkah kau mendengarkan semalam, Octavian? Kata-kata Mars sudah cukup jelas. Kami akan pergi ke Negeri Nirdewa —Alaska."

Para senator bertoga menggeliat-geliut. Sejumlah hantu berdenyar dan menghilang. Bahkan anjing logam Reyna berguling hingga telentang dan merengek-rengek.

Akhirnya Senator Larry berdiri. "Aku tahu apa kata Mars, tapi itu gila. Alaska tempat yang dikutuk! Orang-orang menyebutnya Negeri Nirdewa bukan tanpa alasan. Saking jauhnya di utara, dewa-dewi Romawi tak lagi punya kekuatan di sana. Monster merajalela di tempat itu. Tak ada Demigod yang kembali dari sana hidup-hidup sejak —"

"Sejak kalian kehilangan elang," ujar Percy. Larry terkejut sekali sampai-sampai dia jatuh ke belakang, podex-nya terduduk kembali.

"Dengar," lanjut Percy, "aku tahu aku masih baru di sini. Aku tahu kalian tidak suka mengungkit-ungkit pembantaian di tahun delapan puluhan —"

"Dia mengungkit-ungkitnya!" Rengek salah satu hantu. " —tapi tidakkah kalian paham?" Lanjut Percy. "Kohort V memimpin ekspedisi itu. Kami gagal, dan kamilah yang berkewajiban memperbaiki kekeliruan tersebut. Itulah sebabnya

Mars mengutus kami. Si Raksasa itu, putra Gaea —dialah yang mengalahkan pasukan kalian tiga puluh tahun lalu. Aku yakin sekali. Sekarang dia sedang duduk-duduk di Alaska sana sambil menawan Dewa Kematian yang terbelenggu, juga menyimpan semua peralatan lama kalian. Dia sedang mengerahkan pasukannya

dan hendak mengirim mereka ke selatan untuk menyerang

perkemahan ini."

"Benarkah?" kata Octavian, "kau sepertinya tahu banyak

tentang rencana musuh kita, Percy Jackson."

Kebanyakan hinaan dapat Percy anggap angin lalu —dikatai

lemah atau bodoh atau apalah. Namun, terbetik di benak Percy bahwa Octavian mengatainya mata- mata —pengkhianat. Konsep

itu teramat asing bagi Percy, sangat tidak mencerminkan dirinya,

sampai-sampai Percy nyaris tak bisa memproses tuduhan ya

tersirat itu. Namun percy aKhirnya paham, Dagunya kontan menegang. Ingin rasanya dia memukul kepala Octavian lagi, tapi

Percy menyadari bahwa Octavian tengah memancingnya, berusaha

membuatnya tampak tidak stabil.

Percy menarik napas dalam-dalam.

"Kami harus menghadapi putra Gaea tersebut," kata Percy.

berusaha mempertahankan ketenangannya, "akan kami rebut

kembali elang kalian dan bebaskan Dewa itu dari belenggu Dia melirik Hazel. "Thanatos, ya?"

Hazel mengangguk. "Letus, dalam bahasa Romawi. Tapi nama Hazel mengangguk. "Letus, dalam bahasa Romawi. Tapi nama

Octavian mendesah kesal. "Ya, apa pun namanya bagaimana

cara kalian melakukan semua itu sudah kembali saat Festival

Fortuna? Festival Fortuna jatuh pada malam tanggal 24. Sekarang sudah tanggal 20. Memangnya kalian tahu harus mencari ke mana? kalian tahu, siapa niirra Craea vanes

zp"Ya." Hazel berbicara dengan amat yakin sampai-sampai Percy

sekalipun merasa kaget. "Aku tidak tahu persis harus mencari ke mana, tapi aku punya gambaran. Raksasa itu bernama Alcyoneus.'

Nama itu sepertinya menurunkan suhu ruangan sepuluh derajat. Para senator bergidik.

Reyna mencengkeram mimbar. "Bagaimana kau tahu, Hazel? Karena kau anak Pluto?"

Nico di Angelo diam saja dari tadi sampai-sampai Percy hampir melupakan kehadirannya. Kini dia berdiri dalam balutan toga hitamnya.

"Praetor, kalau boleh," kata Nico, "Hazel dan aku kami tahu sedikit mengenai para Raksasa dari ayah kami. Masing-masing

Raksasa dilahirkan secara khusus untuk melawan satu dari kedua belas Dewa Olympus —untuk merebut kekuasaan Dewa tersebut. Raja Raksasa adalah Porphyrion, sang anti-Jupiter. Tapi Raksasa tertua adalah Alcyoneus. Dia dilahirkan untuk melawan Pluto. Itulah sebabnya kami tahu tentang dia secara khusus."

Reyna mengerutkan kening. "Begitukah? Kau kedengarannya memang mengenal dia."

Nico mencubit tepian toganya. "Intinya para Raksasa sulit dibunuh. Menurut ramalan, mereka hanya bisa dikalahkan oleh Dewa dan Demigod yang bekerja sama."

Dakota beserdawa. "Maaf, apa maksudmu Dewa dan Demigod harus bertarung berdampingan? Itu takkan mungkin terjadi!" "Itu pernah terjadi," ujar Nico, "pada perang Raksasa yang

pertama, dewa-dewi memanggil para pahlawan untuk menyertai

mereka, dan mereka pun menang. Apakah itu bisa terjadi lagi,

aku tidak tahu. Tapi Alcyoneus dia lain dari yang lain. Dia

sepenuhnya kekal, mustahil dibunuh oleh Dewa atau Demigod,

selama dia masih berada dalam wilayahnya sendiri —tempat dia

Nico terdiam sejenak supaya informasi itu sempat diserap oleh

semuanya. "Dan kalau Alcyoneus dilahirkan kembali di Alaska —"

"Maka dia tidak bisa dikalahkan di sana," pungkas Hazel,

kapan pun waktunya. Apa pun caranya. Oleh sebab itu, ekspedisi

ipshun delapan puluhan memang sudah ditakdirkan gagal total."

Sanggahan dan teriakan lagi-lagi pecah. "Misi ini mustahil!" teriak seorang senator. "Kita celaka!" pekik seorang hantu. "Kool-Aid lagi!" teriak Dakota. "Diam!" seru Reyna. "Senator, kita harus bersikap layaknya

bangsa Romawi. Mars telah memberi kita misi ini, dan kita harus

percaya bahwa misi tersebut bisa ditunaikan. Ketiga Demigod ini

harus pergi ke Alaska. Mereka harus membebaskan Thanatos dan kembali sebelum Festival Fortuna. Alangkah lebih baiknya jika mereka juga bisa merebut kembali elang yang hilang. Yang bisa kita lakukan hanyalah memberi mereka saran serta memastikan bahwa mereka sudah punya rencana."

Reyna memandang Percy tanpa banyak berharap. "Kau sudah punya rencana?"

Percy ingin melangkah maju dengan gagah dan berkata, Tidak, aku tak punya!

Itulah yang sebenarnya, tapi saat melihat semua wajah cemas di sekelilingnya, Percy tahu dia tidak bisa berkata begitu.

"Pertama-tama, ada sesuatu yang perlu kupahami." Percy berpaling kepada Nico. "Kukira Pluto itu Dewa Kematian. Sekarang aku mendengar Dewa yang satu ini, Thanatos, dan Pintu Ajal dari ramalan itu — Ramalan Tujuh. Apa maksudnya semua itu?"

Nico menarik napas dalam-dalam. "Oke. Pluto adalah Dewa Dunia Bawah, tapi Dewa Kematian yang sesungguhnya, yang berkewajiban memasukkan semua jiwa ke alam sana dan mengurung mereka di sana —adalah ajudan Pluto, Thanatos. Dia seperti ya, bayangkan saja Hidup dan Mati sebagai dua negara yang berbeda. Semua orang pasti ingin ke Hidup, kan? Jadi, ada perbatasan yang dijaga ketat, supaya orang-orang tidak mondarmandir tanpa izin. Tapi perbatasan itu besar, banyak lubang di pagarnya. Pluto berusaha menutup lubang-lubang itu, tapi lubang baru terus saja bermunculan sepanjang waktu. Itulah sebabnya Pluto mengandalkan Thanatos, yang tugasnya mirip seperti polisi penjaga perbatasan."

"Thanatos menangkap jiwa-jiwa itu," ujar Percy, "dan mendeportasi mereka ke Dunia Bawah."

"Tepat sekali," kata Nico, "tapi sekarang Thanatos telah ditangkap, dibelenggu."

Frank mengangkat tangan. "Dan ... bagaimana caranya membelenggu Maut?"

"Hal itu pernah dilakukan sebelumnya," kata Nico, "pada zaman dahulu kala, laki-laki bernama Sisyphus mengelabui Maut dan mengikatnya. Kali lain, Hercules memiting Maut ke tanah."

"Dan sekarang seorang Raksasa telah menangkapnya," kata Percy, "jadi, kalau kita bisa membebaskan Thanatos, maka yang mati akan tetap mati?" Dia melirik Gwen. "Mm jangan tersinggung, ya.

"Tidak sesederhana itu," kata Nico. Octavian memutar-mutar bola matanya. "Kenapa aku tidak terkejut mendengarnya?"

"Maksudmu Pintu Ajal," kata Reyna, mengabaikan Octavian, "pintu Ajal disebut-sebut dalam Ramalan Tujuh, yang menyebabkan dikirimnya ekspedisi pertama ke Alaska —"

Cato sang hantu mendengus. "Kita semua tahu bagaimana jadinya ekspedisi itu! Kami para Lar masih ingat!"

Hantu-hantu lain ikut menggerutu tanda setuju. Nico menempelkan jari ke bibirnya. Tiba-tiba semua Lar membisu. Sebagian kelihatan panik, seolah mulut mereka telah dilem. Percy berharap kalau saja dia punya kekuatan macam itu yang bisa diterapkan pada orang hidup tertentu misalnya Octavian. "Thanatos hanyalah sebagian dari solusi." Nico menjelaskan. -Pintu Ajal ya, aku sekalipun tidak memahami konsep itu sepenuhnya. Ada banyak jalan menuju Dunia Bawah —Sungai Styx, Pintu Orpheus —juga berbagai rute pelarian berukuran lebih kecil yang sesekali terbuka. Karena Thanatos kini terpenjara, semua pintu keluar itu bakal lebih mudah dilewati. Kadang-kadang justru kita yang diuntungkan karena jiwa seorang teman bisa hidup kembali —misalnya Gwen. Lebih seringnya, yang diuntungkan

adalah jiwa-jiwa orang jahat dan monster, makhluk-makhluk licik yang memang ingin melarikan diri. Nah, Pintu Ajal adalah pintu pribadi Thanatos —jalan tol antara Hidup dan Mati. Semestinya, hanya Thanatos seorang yang mengetahui letak pintu tersebut, dan lokasinya juga berubah-ubah terus sepanjang zaman. Kalau aku tidak salah mengerti, Pintu Ajal telah dibuka paksa. Kaki tangan Gaea telah merebut kendali pintu tersebut —"

"Artinya, Gaea-lah yang mengontrol siapa yang boleh kembali dari kematian," tebak Percy.

Nico mengangguk. "Gaea bisa memilih siapa yang hendak dia keluarkan —monster terburuk, manusia berjiwa paling jahat. Kalau kita menyelamatkan Thanatos, setidaknya dia bisa menangkapi jiwa-jiwa itu lagi dan mengirim mereka ke bawah. Monster akan mati waktu kita bunuh, seperti sediakala, dan kita akan mendapat sedikit ruang untuk bernapas. Tapi kecuali kita bisa merebut Pintu Ajal kembali, musuh- musuh kita takkan tertahan di bawah lamalama. Mereka bakalan punya jalan yang mudah untuk kembali ke dunia fana."

kita bisa menangkap dan mendeportasi mereka." Percy menyimpulkan. "Tapi mereka bakal menyeberang lagi."

"Bikin depresi, ya? Tapi singkat kata, begitulah," kata Nico. Frank menggaruk-garuk kepalanya. "Tapi Thanatos mengetahui lokasi pintu itu, kan? Kalau kita membebaskannya, dia bisa menguasai pintu itu lagi."

"Menurutku tidak," kata Nico, "tidak kalau hanya sendirian. Dia bukan tandingan Gaea. Untuk merebut Pintu Ajal dari tangan Gaea, bakal dibutuhkan misi besar-besaran sepasukan Demigod terbaik."

"Musuh panggul senjata menuju Pintu Ajal." Reyna berkata. "Begitulah kata Ramalan Tujuh ...." Dia memandang Percy, dan sekejap Percy bisa melihat betapa takutnya Reyna. Reyna pandai

menyembunyikan rasa takutnya, tapi Percy bertanya-tanya apakah dia juga bermimpi buruk tentang Gaea —apakah dia mendapatkan penglihatan mengenai apa yang bakal terjadi jika perkemahan diserbu monster-monster yang tak bisa dibunuh. "Andaikan ini merupakan awal ramalan kuno tersebut, kita tidak punya sumber daya yang mencukupi untuk mengutus pasukan ke Pintu Ajal sekaligus melindungi perkemahan. Menyisihkan tujuh Demigod saja tak terbayangkan olehku —"

"Pertama-tama kita pikirkan saja soal misi dulu." Percy berusaha terkesan percaya diri, meskipun dia bisa merasakan bahwa tingkat kepanikan di ruangan itu telah bertambah tinggi. "Aku tidak tahu siapa tujuh orang itu, atau apa persisnya makna ramalan kuno tersebut. Tapi pertama-tama kami harus membebaskan

Thanatos. Mars memberi tahu kita bahwa hanya butuh tiga orang untuk menempuh misi ke Alaska. Mari kita berkonsentrasi untuk

menyukseskan misi itu dan kembali sebelum Festival Fortuna.

Setelah itu, Baru kita boleh khawatir soal Pintu Ajal."

"Iya," kata Frank dengan suara kecil, "itu saja barangkali sudah

cukup untuk satu minggu."

kau sudah punya rencana?" tanya Octavian dengan kau sudah punya rencana?" tanya Octavian dengan

Percy memandang rekan-rekan setimnya. "Kami pergi ke

Alaska secepat mungkin

"Lalu berimprovisasi," kata Hazel. "Semaksimal mungkin," imbuh Frank. Reyna mengamati mereka. Kelihatannya Reyna sedang menulis obituarinya sendiri dalam kepalanya.

"Baiklah," kata Reyna, "kita tinggal mengadakan pemungutan

untuk memutuskan sokongan apa saja yang bisa kita berikan

misi —transportasi, uang, sihir, senjata." "Praetor, jika diizinkan," kata Octavian.

"Hebat," gerutu Percy, "mulai lagi deh." "Perkemahan ini sedang dirundung bahaya genting," kata Octavian, "dua Dewa telah memperingatkan bahwa kita akan diserang empat hari dari sekarang. Kita tidak boleh menghamburhamburkan sumber daya, terutama dengan cara mendanai proyek yang peluang berhasilnya tipis sekali."

Octavian memandang mereka bertiga dengan ekspresi kasihan, seolah-olah hendak mengatakan, Malangnya kalian. "Mars kentara sekali sudah memilih kandidat yang paling tak diduga-duga untuk misi ini. Mungkin karena dia beranggapan merekalah yang paling layak dikorbankan. Mungkin Mars sedang membuat pertaruhan nekat. Bagaimanapun juga, dia secara bijaksana tidak mengutus misi besar- besaran, juga tidak meminta kita agar mendanai petualangan mereka. Menurutku, sebaiknya kita pertahankan saja sumber daya kita di sini dan lindungi perkemahan ini. Pertarungan menentukan akan terjadi di sini. Jika ketiga orang ini berhasil, bagus sekali! Tapi mereka harus melakukannya sendiri, tanpa bantuan dari kita."

Hadirin berbisik-bisik gelisah. Frank melompat berdiri. Sebelum dia sempat memulai perkelahian, Percy berkata, "Ya sudah! Tidak masalah. Tapi setidaknya beri kami alat transportasi. Gaea Dewi Bumi, kan? Melewati jalan darat, melintasi bumi — kurasa kami sebaiknya menghindari itu. Lagi pula, perjalanan darat terlalu lambat."

Octavian tertawa. "Apa kau ingin kami memesankanmu pesawat?"

Gagasan itu membuat Percy mual. "Tidak. Perjalanan udara aku punya firasat bahwa itu juga jelek. Perahu saja. Bisakah kau setidaknya memberi kami perahu?"

Hazel membuat suara menggerung. Percy meliriknya. Hazel menggelengkan kepala dan mengucapkan, Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja, tanpa suara.

"Perahu!" Octavian menghadap para senator. "Putra Neptunus menginginkan perahu. Perjalanan laut tidak pernah menjadi metode pilihan bangsa Romawi, tapi dia memang bukan orang Romawi sejati!"

"Octavian," kata Reyna galak, "perahu cuma permintaan kecil. Selain itu, tidak menyediakan bantuan lain sepertinya sangat —"

"Tradisional!" seru Octavian. "Sangat tradisional. Mari kita lihat apakah para petualang sanggup bertahan tanpa bantuan, layaknya pendekar Romawi sejati!"

Kasak-kusuk lagi-lagi menggemuruhkan ruangan. Mata para senator memandangi Octavian dan Reyna silih berganti, menyaksikan adu tekad di antara mereka.

Reyna menegakkan diri di kursinya. "Baiklah," katanya kaku, "kita putuskan lewat pemungutan suara. Senator, mosinya sebagai berikut: Misi akan menuju Alaska. Takkan ada bantuan lain. Ketiga petualang harus bertahan atau gagal atas usaha mereka sendiri. Yang setuju?"

Tangan semua senator terangkat. "Mosi disahkan." Reyna menoleh kepada Frank. "Centurion, rombonganmu dipersilakan pergi. Senat harus mendiskusikan perkara lain. Octavian, aku harus berunding denganmu sebentar."

Percy bersyukur sekali bisa melihat sinar matahari. Di aula gelap itu, dipandangi oleh semua pasang mata, dia merasa seolaholah beban dunia ada di pundaknya —dan dia lumayan yakin pernah mengecap pengalaman itu sebelumnya.

Percy mengisi paru-parunya dengan udara segar. Hazel memungut sebutir zamrud besar dari jalan setapak dan menyelipkannya ke saku. "Jadi riwayat kita tamat, ya?"

Frank mengangguk dengan ekspresi nelangsa. "Iya, kecuali kau ingin mundur. Kalau memang begitu, aku tidak menyalahkanmu."

"Apa kau bercanda?" kata Hazel, "dan harus bertugas jaga sampai akhir minggu ini?"

Frank berhasil menyunggingkan senyum. Dia menoleh kepada Percy.

Percy menerawang ke seberang forum. Jangan ke mana-mana, kata Annabeth dalam mimpinya. Namun, kalau dia tidak ke manamana, perkemahan ini bakal dihancurkan. Percy memandangi perbukitan di atas sana, dan membayangkan wajah Gaea yang tersenyum di bayang-bayang dan bubungan. Kau tak mungkin menang, Demigod Mungil, Gaea seolah berkata. Mengabdilah kepadaku dengan cara bertahan di sini, atau mengabdilah kepadaku dengan cara pergi dari sini.

Percy bersumpah tanpa suara: Sehabis Festival Fortuna, dia akan mencari Annabeth. Namun, untuk saat ini, dia harus bertindak. Dia tidak bisa membiarkan Gaea menang.

"Aku ikut denganmu." Percy memberi tahu Frank. "Lagi pula, aku ingin melihat angkatan laut Romawi."

Mereka baru setengah jalan menyusuri forum ketika seseorang memanggil, "Jackson!" Percy menoleh dan melihat Octavian sedang berlari-lari kecil ke arah mereka.

"Apa maumu?" tanya Percy. Octavian tersenyum. "Sudah memutuskan menjadikanku musuh? Itu pilihan gegabah, Percy. Aku ini pendekar Romawi yang loyal."

Frank menggeram. "Dasar ular bermuka —" Percy dan Hazel sama-sama berusaha menahan Frank.

"Ya ampun," kata Octavian, "sama sekali bukan perilaku terpuji bagi seorang Centurion baru. Jackson, aku mengikutimu hanya karena Reyna menitipiku pesan. Dia ingin kau melapor ke

principia tanpa —ah—kedua centeng ini. Reyna akan menemuimu sesudah senat membubarkan diri. Dia ingin bicara empat mata denganmu sebelum kalian berangkat untuk menjalankan misi."

"Tentang apa?" kata Percy. "Tentu saja aku tidak tahu." Octavian tersenyum keji. "Orang terakhir yang dia ajak bicara empat mata adalah Jason Grace. Dan itulah terakhir kalinya aku melihat Jason. Semoga berhasil dan selamat tinggal, Percy Jackson."[]

Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL SIKLUS BELAJAR 5E UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI ASAM BASA Yufitri Nanda, Rody Putra Sartika, Lukman Hadi Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Untan Pontianak Email: yufitrinandagmail Abstrack

0 0 7

Aladawiyah, Masriani, Rody Putra Sartika Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Untan Pontianak Email: aladawiyaahgmail.com Abstract - ANALISIS KETERLAKSANAAN PRAKTIKUM KIMIA DI LABORATORIUM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA UNIVERSITAS TANJUNGURA PONTIANAK

1 0 13

Martin Surya Putra State Polytechnics of Samarinda mrtputrayahoo.com Abstract: This paper describes the assessment upon the 3rd semester Busi-

0 0 8

Pengaruh Variasi Campuran Bioetanol dengan Pertalite terhadap Bentuk dan Warna Api Hardyansah Satria Putra

0 0 7

Sistem Pengaturan dan Pemantauan Kecepatan Putar Motor DC berbasis FPGA dan VHDL _ Agfianto Eko Putra – Academia

0 0 6

METODE SECANT-MIDPOINT NEWTON UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR Supriadi Putra sputraunri.ac.id Laboratorium Komputasi Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293) ABSTRAK - MET

0 0 5

SAKSI IKRAR TALAK MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN PARA FUQAHA Syukran dan Andi Putra syukranuin-suska.ac.id dianarosdiana115gmail.com Abstrak - SAKSI IKRAR TALAK MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN PARA FUQAHA

0 0 14

Tabel 1 Standar Kekuatan Otot Atlet Judo Putra Berdasarkan Perhimpunan Ahli Ilmu Faal Olahraga Indonesia

0 1 6

Analisa Dan Perancangan Studio Desain Online Studi Kasus Toko Baju IGKG Puritan Wijaya ADH dan Pande Putu Putra Pertama

0 0 26

Pahlawan Olympus: Pahlawan yang Hilang

0 1 282