BAB SEMBILAN FRANK

BAB SEMBILAN FRANK

SELAGI DIA BERDERAP KE LOKASI perang-perangan, Frank memutar ulang hari itu dalam kepalanya. Frank tak percaya betapa dia nyaris menyongsong ajal.

Pagi itu saat bertugas jaga, sebelum Percy muncul, Frank hampir saja memberitahukan rahasianya kepada Hazel. Mereka 'berdua sudah berdiri berjam-jam di tengah dinginnya kabut, memperhatikan lalu lintas komuter di Jalur Tol 24. Hazel mengeluhkan hawa dingin.

"Aku rela memberikan apa saja supaya bisa hangat," kata Hazel, giginya bergemeletuk, "kuharap di sini ada api." Sekalipun mengenakan baju tempur, Hazel kelihatan hebat. Frank suka melihat rambut Hazel yang sewarna roti panggang mengikal di tepi helm, dan lesung pipinya yang muncul ketika sedang mengerutkan wajah. Hazel bertubuh mungil jika dibandingkan dengan Frank, alhasil membuatnya merasa seperti lembu besar kikuk. Frank ingin merangkul Hazel untuk menghangatkannya, tapi dia tak pernah nelakukan itu. Hazel barangkali bakal memukulnya, dan bisa-bisa dia kehilangan satu-satunya teman perkemahan.

Aku bisa membuat api yang cukup mengesankan, pikir Frank

Tentu saja, api itu hanya akan menyala selama beberapa menit dan setelah itu aku bakal mati ....

Mempertimbangkannya saja terasa menyeramkan. Hazel menghasilkan efek seperti itu terhadap dirinya. Kapan pun Hazel menginginkan sesuatu, Frank merasakan hasrat tak tertahan untuk memenuhinya. Dia ingin seperti kesatria zaman dulu yang menunggang kuda demi menyelamatkan Hazel. Khayalan yang bodoh, sebenarnya, sebab Hazel lebih cakap dalam segala hal dibandingkan dengan Frank.

Frank membayangkan apa kiranya yang bakal diucapkan 1 neneknya: Frank Zhang menunggang kuda demi menyelamatkan seorang gadis? Ha! Dia pasti akan jatuh dari kudanya dan menderita patah leher.

Susah dipercaya bahwa baru enam minggu lalu dia meninggalkan rumah neneknya —baru enam minggu lalu ibunya dimakamkan.

Semua yang telah terjadi sejak saat itu: serigala tiba di depan pintu rumah neneknya, perjalanan ke Perkemahan Jupiter, pekanpekan yang dia lewatkan di Kohort V sambil berusaha tidak menjadi pecundang total. Sepanjang itu semua, Frank masih menyimpan sepotong kayu yang setengah terbakar dalam balutan kain di saku jaketnya.

Simpan di dekatmu, neneknya memperingatkan. Asalkan kayu itu aman, kau juga aman.

Masalahnya, kayu itu mudah sekali terbakar. Frank ingat perjalanan ke selatan dari Vancouver. Ketika suhu udara merosot hingga mendekati titik beku di dekat Gunung Hood, Frank mengeluarkan sepotong kayu itu dan memegangnya erat-erat, membayangkan betapa nyamannya jika ada api. Serta-merta ujung kayu yang gosong membara, memancarkan lidah api kuning yang melalap-lalap. Kayu bakar tersebut menghangatkan malam dan menghangatkan Frank sampai ke tulang, tapi Frank bisa merasakan hidupnya kian melemah, seakan-akan dialah yang dilalap, kayu itu. Frank menghunjamkan nyala api ke salju. Selama saat mengerikan, api terus menyala. Ketika api akhirnya padam, rasa panik Frank pun surut. Frank membalutkan kain ke dan mengembalikan benda itu ke saku jaketnya, bertekad mengeluarkan kayu tersebut lagi. Namun, dia tidak bisa melupakan benda itu.

Rasanya seperti ada seseorang yang berkata, "Apa pun yang kau lakukan, jangan pikirkan kayu yang mendadak terbakar itu!"

Jadi, tentu saja, cuma itu yang dia pikirkan. Saat bertugas jaga dengan Hazel, Frank berusaha mengenyahkan pemikiran itu dari benaknya. Dia suka sekali menghabiskan waktu bersama Hazel. Frank menanyakan bagaimana rasanya tumbuh besar di New Orleans, tapi Hazel menjadi tegang saat mendengar pertanyaan Frank. Jadi, akhirnya mereka mengobrol basa-basi saja. Hanya untuk senang- senang, mereka mencoba bercakapcakap dalam bahasa Prancis. Hazel masih berdarah Kreol dari pihak ibunya. Frank pernah mengambil pelajaran bahasa Prancis di sekolah. Mereka sama-sama tidak fasih, dan bahasa Prancis Louisiana berbeda sekali dengan bahasa Prancis Kanada sehingga hampir mustahil berbincang-bincang. Ketika Frank menanyai Hazel bagaimana kabar dagingnya hari ini, dan Hazel menjawab bahwa sepatunya hijau, mereka memutuskan untuk menyerah.

Kemudian, datanglah Percy Jackson. Memang, Frank sudah pernah melihat remaja yang bertarung melawan monster sebelumnya. Dia sendiri sudah bertarung dengan banyak monster dalam perjalanan dari Vancouver. Namun, dia tidak pernah melihat Gorgon. Dia tidak pernah melihat Dewi secara langsung. Dan kelihaian Percy dalam mengontrol Tiberis Kecil —wow, Frank berharap kalau saja dia punya kekuatan macam itu.

Frank masih bisa merasakan cakar Gorgon yang menereh lengannya dan membaui napas mereka yang mirip napas ular-bearoma tikus mati dan racun. Kalau bukan karena Percy, monster betina bertampang seram itu pasti sudah membawanya pergi dan Sekarang dia pasti sudah tinggal tulang belulang yang teronggok di belakang Supermarket Supermurah.

Setelah kejadian di sungai, Reyna mengutus Frank ke gudang

Sambil memoles pedang, Frank mengingat-ingat Juno, ya memperingatkan mereka agar membebaskan Maut.

Sayangnya, Frank punya gambaran mengenai apa tepatnya yang dimaksud sang Dewi. Frank berusaha menyembunyikan perasaannya yang terguncang ketika Juno muncul, tapi penampilannya persis seperti yang dipaparkan nenek Frank —bahkan sampai ke selempang kulit kambingnya.

Dia memilihkan jalanmu bertahun-tahun lalu, nenek memberitahunya. Dan jalan tersebut takkan mudah.

Frank melirik busurnya di pojok gudang senjata. Dia bakal merasa baikan jika Apollo mengklaimnya sebagai putra. Frank mulai yakin orangtua dewanya bakal angkat bicara pada ulang tahunnya yang keenam belas. Namun, ulang tahunnya sudah dua minggu lalu.

Enam belas adalah batu pijakan yang penting bagi bangsa Romawi. Itulah ulang tahun Frank yang pertama di perkemahan. Namun, tak ada yang terjadi. Kini Frank berharap dirinya bakal diklaim setidaknya saat Festival Fortuna, meskipun dari yang dikatakan Juno, mereka bakal bertarung mempertahankan nyawa pada hari itu.

Ayahnya pasti Apollo. Panahan adalah satu-satunya keahlian Frank. Bertahun-tahun lalu, ibunya memberi tahu Frank bahwa mama keluarga mereka, Zhang, bermakna "empu busur" dalam bahasa China. Itu pasti merupakan petunjuk mengenai ayah Frank.

Frank meletakkan kain lap. Dia menengok ke langit-langit.

`Kumohon, Apollo, kalau kau memang ayahku, beri tahu aku. Aku ingin menjadi pemanah sepertimu."

"Tidak, kau tidak mau," gerutu sebuah suara.

Frank terlompat dari kursinya. Vitellius, Lar Kohort V, berdenyar di belakang Frank. Nama lengkapnya Gaius Vitellius yang Kenculus, tape kohort-kohort lain memanggilnya bitellius si Kese.

"Hazel Levesque mengutusku untuk mengecekmu," kata vitellius sambil menaikkan sabuk pedangnya, - untung saja. Lihat keadaan gudang senjata ini! ” Vitellius sebetulnya tidak pantas bicara begitu. Toeanya tuniknya yang melar di atas perutnya nyaris tidak cukup, sedangkan sabuk pedangnya terlepas dari sabuk tiap tiga menit menggelikan sekali, tapi Frank tidak repot-repot menunjukkan itu semua.

"Sedangkan mengenai pemanah," kata si hantu, "mereka itu bakal pengecut! Di zamanku dulu, panahan adalah pekerjaan kaum Frank In barbar. Orang Romawi yang baik seharusnya turut serta dalam ulang bentrokan, memburaikan usus musuh dengan tombak dan pedang dua layaknya pria beradab! Itulah yang kami lakukan dalam Perang Punisia! Jadilah Romawi sejati, Nak!" —Frank mendesah. "Kukira kau anggota pasukan Caesar."

"Memang!"

Caesar hidup ratusan tahun sesudah Perang Punisia.

yang Kau tidak mungkin hidup selama itu." —Mempertanyakan kehormatanku Vitellius kelihatan marah sekali sampai-sampai aura ungunya berpendar. Vitellius menghunus gladius gaibnya dan berteriak, "Rasakan ini!"

Vitellius menghunjamkan pedang, yang sama mematikannya seperti pulpen laser, hingga menembus dada Frank beberapa

"Aduh," kata Frank, semata-mata karena kebaikan hatinya.

Vitellius kelihatan puas dan mengembalikan pedangnya

"Mungkin lain kali kau akan berpikir dua kali sebelum meragukan tetuamu! Nah ..., baru-baru ini kau berulang tahun yang keenam belas, bukan?"

Frank mengangguk. Dia tidak tahu pasti bagaimana sampai Vitellius tahu, sebab Frank tidak pernah memberi tahu siapa-siapa selain Hazel, tapi hantu punya cara tersendiri untuk menemukan rahasia tersembunyi. Salah satunya mungkin menguping selagi tak kasatmata.

"Pantas tingkahmu seperti gladiator penggerutu," kata sang Lar, "dapat dipahami. Ulang tahun keenam belas adalah hari ketika kau menjadi lelaki dewasa! Orangtua dewamu semestinya mengklaimmu, tak diragukan lagi, meski hanya lewat pertanda kecil. Barangkali dia kira usiamu lebih muda. Kau memang kelihatan lebih muda, kau tahu, gara-gara wajah montokmu yang kebayi-bayian."

"Terima kasih, sudah mengingatkan," gerutu Frank.

"Ya, aku ingat ulang tahunku yang keenam belas," kata Vitellius riang, "pertanda yang luar biasa! Ayam di pakaian dalamku:

"Maaf?"

Vitellius mendengus bangga. "Benar! Aku sedang di sungai, berganti baju untuk merayakan Liberalia. Upacara menyongsong kedewasaan bagi anak laki-laki, kau tahu. Kami menjalankan tradisi secara sepantasnya pada masa itu. Aku melepas toga kanakkanakku dan sedang membasuh diri sebelum mengenakan toga dewasa. Tiba-tiba, seekor ayam putih bersih berlari entah dari mana, terjun ke dalam cawatku, dan membawa kabur pakaian dalamku. Aku sedang tidak memakainya saat itu."

"Untung saja ya," kata Frank, "dan izinkan aku untuk berkata: tidak mau tahu."

Vitellius tidak mendengarkan. "Itu merupakan pertanda bahwa aku ini keturunan Aesculapius, Dewa Pengobatan. aku pun menyandang Reticulus sebagai kognomen, nama igaku, yang artinyapakaian dalam, supaya aku senantiasa ingat hari nan mujur itu, ketika seekor ayam mencuri pakaianku."

"Jadi namamu artinya Tuan Pakaian Dalam?" "Terpujilah dewa-dewi! Aku menjadi juru bedah di legiun, sisanya adalah sejarah." Vitellius merentangkan lengan dengan gaya murah hati. "Jangan menyerah, Bocah. Mungkin ayahmu terlambat. Kebanyakan pertanda tidak sedramatis ayam, tentu saja. Aku kenal seorang lelaki yang pernah kedapatan kotoran kumbang —"

"Terima kasih, Vitellius," kata Frank, "tapi aku harus menyelesaikan pekerjaan memoles baju tempur —"

"Lalu darah Gorgon itu?"

Frank terpaku. Dia belum memberi tahu siapa-siapa tentang Sejauh yang Frank ketahui, hanya Percy yang melihatnya mengantongi vial di sungai, dan mereka belum sempat membicarakannya.

"Ayolah," tegur Vitellius, "aku ini penyembuh. Aku mengetahui Benda tentang darah Gorgon. Tunjukkan vial itu kepadaku." Dengan enggan, Frank mengeluarkan dua Tabung keramik yang dia ambil di Tiberis Kecil. Rampasan perang acap kali tertinggal ketika monster terbuyarkan —kadang-kadang berupa gigi, atau senjata, atau bahkan kepala utuh monster. Frank serta-merta mengetahui apa isi kedua vial itu. Berdasarkan tradisi, keduanya adalah milik Percy, yang telah membunuh Gorgon, tapi Frank mau tak mau berpikir, Bagaimana kalau aku bisa memanfaatkannya?

viteilius mengamat-amati vial itu dengan ekspresi penuh persetujuan. "Darah yang diambil dari sebelah kanan tubuh Gorgon dapat menyembuhkan penyakit apa saja, bahkan menghidupkan orang mati. Dewi Minerva pernah memberi sevial bahan itu kepada leluhur dewataku, Aesculapius. Tapi darah yang diambil dari sisi kiri tubuh Gorgon —seketika berdampak fatal. Jadi, mana yang sebelah mana?"

Frank memandangi kedua vial tersebut. "Aku tidak tahu. Dua-duanya identik."

"Ha! Tapi kau berharap vial yang tepat dapat memecah masalahmu terkait kayu yang terbakar itu, bukan? Mungkin mematahkan kutukanmu?"

Frank tercengang sekali sampai-sampai dia tidak bisa bicara.

"Oh, jangan khawatir, Nak." Si hantu terkekeh- kekeh. “takkan bilang siapa-siapa. Aku ini Lar, pelindung kohort! takkkan melakukan apa pun yang dapat membahayakanmu.'

"Kau menikam dadaku dengan pedangmu."

"Percayalah padaku, Nak! Aku bersimpati padamu, karena kutukan Argonaut itu."

"Kutukan ... apa?"

Vitellius mengesampingkan pertanyaan tersebut. "Tidak perlu bersikap rendah hati. Cikal bakalmu kuno sekali berdarah Romawi, sekaligus Yunani. Tidak heran Juno —" Vitellius menelengkan kepala, seolah sedang mendengarkan suara dari atas wajahnya melemas. Keseluruhan auranya berkilat-kilat hijau

"Tapi sudah cukup yang kukatakan! Pokoknya, akan kubiarkan kau merenungkan siapa yang layak mendapatkan darah Gorgon. Kurasa Percy si pendatang baru juga bisa memanfaatkannya

mengingat dia punya penyakit ingatan."

Frank bertanya-tanya apa yang hendak dikatakan Vitellius apa sebabnya dia takut sekali, tapi Frank punya firasat bahwa sekali ini, Vitellius bakal tutup mulut.

Frank menunduk untuk memandangi kedua vial. Frank bahkan belum mempertimbangkan bahwa Percy mungkin membutuhkannya. Dia merasa bersalah karena berniat menggunakan darah itu untuk dirinya sendiri. "Iya. Tentu saja. Percy harus menyimpan vial ini."

"Ah, tapi jika kau ingin saranku ...." Vitellius lagi-lagi menengok ke atas daengan gugup. jangan pakai darah gorgon itu dulu. Jika sumberku benar, kau akan membutuhkannya dalam misimu.

"Misi?"

Pintu gudang senjata menjeblak terbuka. Reyna menerjang masuk beserta Greyhound logamnya.

vitallius menghilang. Dia mungkin suka ayam, tapi dia tidak menyukai anjing Praetor.

"Frank." Reyna kelihatan resah. "Sudah cukup bersih-bersih baju tempurnya. Cari Hazel. Bawa Percy Jackson ke sini. Dia sudah terlalu lama di sana. Aku tidak mau Octavian ...." Dia ragu-ragu. `Pokoknya bawa saja Percy ke sini."

Jadi, Frank harus lari sepanjang jalan hingga ke Bukit Kuil.

Dalam perjalanan kembali, Percy mengajukan runtutan pertanyaan mengenai adik Hazel, Nico, tapi Frank tidak tahu banyak.

"Dia baik," kata Frank, "dia tidak seperti Hazel —" "Apa maksudmu?" tanya Percy. "Oh, mmm ...." Frank batuk-batuk. Maksudnya Hazel lebih rupawan dan lebih ramah, tapi Frank memutuskan tak mengatakan itu. "Nico orangnya misterius. Dia membuat orang lain gugup karena dia putra Pluto dan sebagainya."

"Tapi kau tidak?"

Frank mengangkat bahu. "Pluto keren kok. Bukan salahnya dia menguasai Dunia Bawah. Dia cuma bernasib sial waktu para Dewa membagi-bagi dunia, iya, kan? Jupiter mendapat langit, Neptunus dapat laut, sedangkan Pluto mendapat ruang bawah tanah."

"Maut tidak membuatmu takut?" Frank hampir saja ingin tertawa. Tidak sama sekali! PuR korek?

Namun, dia justru berkata, "Pada zaman dahulu kala tepatnya sih pada zaman Yunani, ketika Pluto dipanggil Hades dia lebih dianggap sebagai Dewa Kematian. Ketika dia menjadi dewa bangsa Romawi, dia menjadi lebih entahlah, lebih dihormati. Dia menjadi Dewa Kekayaan juga. Segala sesuatu di bawah bur adalah miliknya. Jadi, menurutku dia tidak seram-seram amat."

Percy menggaruk-garuk kepalanya. "Bagaimana mungkin. Dewa berubah menjadi bangsa Romawi? Kalau dia Dewa Yunani bukankah dia Bakal terus menjadi Yunani?"

Frank berjalan beberapa langkah sambil berpikir soal itu Vitellius pasti bakal memberi Percy ceramah satu jam penuh mengenai topik tersebut, barangkali dengan presentasi PowerPoint, tapi Frank memutuskan mencoba sebaik mungkin. "Menurut bangsa Romawi, mereka mengadopsi peninggalan Yunani dan menyempurnakannya. Percy memberengutkan wajah. "Menyempurnakannya?

Memangnya ada yang salah dengan peninggalan Yunani?"

Frank teringat perkataan Vitellius tadi: Cikal bakalmu kuno sekali. Kau berdarah Romawi, sekaligus Yunani. Neneknya pernah mengatakan sesuatu yang serupa tidak tahu," Frank mengakui, "Romawi lebih sukses dari Yunani. Mereka menciptakan kekaisaran besar. Dewa-

menjadi lebih penting di masa Romawi —lebih perkasa dan dikenal luas. Itulah sebabnya mereka masih ada sampai hari. Banyak sekali peradaban yang menjadikan Romawi sebagai Dewa-dewi berubah menjadi Romawi karena di sanalah saat berpusat saat itu. Jupiter ..., ya, lebih bertanggung saat menjadi Dewa Romawi, dibandingkan saat dia menjadi Mars menjadi lebih penting dan

"Dan Juno menjadi wanita hippie yang digendong," komentar percy, "jadi, maksudmu dewa-dewi Yunani kuno —mereka langsung berubah secara permanen menjadi dewa-dewi Romawi? Tidak yang tersisa dari Yunani?"

"Hmm ...." Frank menoleh ke sana kemari untuk memastikan ada pekemah atau Lar di sekitar sana, tapi gerbang utama berjarak sembilan puluh meter lagi. "Itu topik sensitive sebagian orang bilang, pengaruh Yunani masih ada, masih menjadi dari kepribadian dewa-dewi. Aku pernah mendengar cerita kadang demigod meninggalkan Perkemahan Jupiter. mereka menolak latihan gaya Romawi dan berusaha menjalani flava Yunani yang lebih tua —misalnya menjadi pahlawan tunggal ahh-alih bekerja dalam tim sebagaimana yang dilakukan legiun. Dan pada zaman kuno dulu, ketika Romawi runtuh, bagian timur kekaisaran tetap bertahan —bagian Yunani."

Percy menatapnya. "Aku tidak tahu itu." "Namanya Byzantium." Frank suka mengucapkan kata itu. Kedengarannya keren. "Kekaisaran timur bertahan hingga seribu tahun lagi, tapi dari semula, kekaisaran tersebut lebih dipengaruhi budaya Yunani daripada Romawi. Bagi kita yang mengikuti tradisi Romawi, itu semacam topik tabu. Itulah sebabnya, di negara mana pun kita menetap, Perkemahan Jupiter selalu terletak di barat —bagian Romawi di wilayah tersebut. Bagian timur dianggap basil sial."

"Hmm." Percy mengerutkan kening.

Frank tidak bisa menyalahkan Percy kalau dia bingunii Perkara Yunani/Romawi tersebut juga membuat kepalanya

"Akan kuajak kau ke rumah mandi untuk membersihkan diri kata Frank, "tapi pertama-tama ... soal vial yang kutemukan di sungai."

"Darah Gorgon," kata Percy, "satu vial menyembuhhkan,

Satunya lagi racun mematikan."

Mata Frank membelalak. "Kau tahu tentang itu? Dengar, tidak bermaksud menyimpannya. Aku hanya —"

"Aku tahu kenapa kau melakukannya, Frank." "Kau tahu?"

"Iya." Percy tersenyum. "Kalau aku masuk ke perkemahan sambil membawa vial berisi racun, kesannya bakalan jelek. berusaha melindungiku."

"Oh ..., benar." Frank menyeka keringat dari telapak tangannya. "Tapi kalau kita bisa menebak vial mana yang apa, mungkin memorimu bisa dipulihkan."

Senyum Percy memudar. Dia menatap ke seberang bukit.

"Mungkin saja. Siapa tahu. Namun, untuk saat ini, kau pegang saja vial-vial itu. Akan ada pertempuran. Kita mungkin Bakal membutuhkannya untuk menyelamatkan nyawa."

Frank menatap Percy, agak terkagum-kagum. Percy berkesempatan memperoleh ingatannya kembali, dan dia bersedia menunggu kalau-kalau ada orang lain yang lebih membutuhkan vial tersebut? Bangsa Romawi memang seharusnya tidak egois dan rela membantu rekan-rekan mereka, tapi Frank tidak yakin di perkemahan itu ada orang lain yang bakal membuat pilihan tersebut.

"Jadi, kau tidak ingat apa-apa?" tanya Frank. "Teman,

Percy memain-mainkan manik-manik tanah liat di kalungnya. sekilas. Samar-samar. Pacar kukira dia bakal berada di perKemahan." Percy memandang Frank dengan saksama, seolah-

tengah membuat keputusan. "Namanya Annabeth. Kau tidak kenal dia, kan?"

Frank menggelengkan kepala. "Aku kenal semua orang di perkemahan, tapi tidak ada yang bernama Annabeth. Bagaimana dengan keluargamu? Apakah ibumu manusia biasa?"

"Kurasa begitu ... dia barangkali khawatir setengah mati. Apa ibumu sering bertemu denganmu?"

Frank berhenti di pintu masuk rumah mandi. Diambilnya beberapa lembar handuk dari gudang perlengkapan. "Ibuku sudah meninggal."

Percy mengerutkan alis. "Bagaimana meninggalnya?" Biasanya Frank berbohong. Dia akan mengatakan kecelakaan dan mengakhiri perbincangan. Kalau tidak begitu, bisa-bisa emosinya menjadi tak terkendali. Dia tidak boleh menangis di Perkemahan Jupiter. Dia tidak boleh menunjukkan kelemahan. N'amun, dengan Percy, Frank merasa lebih mudah bicara.

"Ibuku meninggal dalam perang," kata Frank, "Afghanistan." "Ibumu anggota militer?" "Militer Kanada. Iya." "Kanada? Aku tidak tahu —" "Kebanyakan orang Amerika tidak tahu." Frank mendesah. Tapi, iya, Kanada menempatkan pasukan di sana. Ibuku seorang kapten. Dia salah satu wanita pertama yang meninggal dalam pertempuran. Dia menyelamatkan sejumlah prajurit yang dikepung oleh tembakan musuh. Ibuku ibuku tidak berhasil meloloskan diri. Pemakamannya tepat sebelum aku datang ke sini."

Percy mengangguk. Dia tidak menanyakan detail lebih lanjut Frank menghargai sikap Percy. Dia tidak mengucapkanka ta prihatin, atau melontarkan komentar simpati yang selalu didengar Frank: Oh, kasihan kau. Pasti berat sekali bagimu. Kusampaikan belasungkawa yang mendalam.

Kesannya, Percy sudah pernah menghadapi kematiaj sebelumnya, sudah tahu tentang duka. Yang penting adabi mendengarkan. Kita tidak perlu mengatakan ikut berduka cis Satu-satunya yang membantu mengurangi duka adalah tents sail melanjutkan hidup —melangkah maju.

"Bagaimana kalau kau antar aku ke kamar mandi sekarang?"

Percy mengusulkan. "Badanku kotor."

Frank berhasil tersenyum. "Iya. Memang kau agak kotor:

Selagi mereka berjalan masuk ke ruang uap, Frank memikirkan neneknya, ibunya, dan masa kanak- kanaknya yang dirundung kutukan, berkat Juno dan sepotong kayu bakar itu. Frank hanya berharap semoga dia bisa melupakan masa lalunya, sama seperti Percy. []

Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL SIKLUS BELAJAR 5E UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI ASAM BASA Yufitri Nanda, Rody Putra Sartika, Lukman Hadi Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Untan Pontianak Email: yufitrinandagmail Abstrack

0 0 7

Aladawiyah, Masriani, Rody Putra Sartika Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Untan Pontianak Email: aladawiyaahgmail.com Abstract - ANALISIS KETERLAKSANAAN PRAKTIKUM KIMIA DI LABORATORIUM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA UNIVERSITAS TANJUNGURA PONTIANAK

1 0 13

Martin Surya Putra State Polytechnics of Samarinda mrtputrayahoo.com Abstract: This paper describes the assessment upon the 3rd semester Busi-

0 0 8

Pengaruh Variasi Campuran Bioetanol dengan Pertalite terhadap Bentuk dan Warna Api Hardyansah Satria Putra

0 0 7

Sistem Pengaturan dan Pemantauan Kecepatan Putar Motor DC berbasis FPGA dan VHDL _ Agfianto Eko Putra – Academia

0 0 6

METODE SECANT-MIDPOINT NEWTON UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR Supriadi Putra sputraunri.ac.id Laboratorium Komputasi Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293) ABSTRAK - MET

0 0 5

SAKSI IKRAR TALAK MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN PARA FUQAHA Syukran dan Andi Putra syukranuin-suska.ac.id dianarosdiana115gmail.com Abstrak - SAKSI IKRAR TALAK MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN PARA FUQAHA

0 0 14

Tabel 1 Standar Kekuatan Otot Atlet Judo Putra Berdasarkan Perhimpunan Ahli Ilmu Faal Olahraga Indonesia

0 1 6

Analisa Dan Perancangan Studio Desain Online Studi Kasus Toko Baju IGKG Puritan Wijaya ADH dan Pande Putu Putra Pertama

0 0 26

Pahlawan Olympus: Pahlawan yang Hilang

0 1 282