Alur (Plot)

2. Alur (Plot)

a. Eksposition atau Pelukisan awal

Rangkung : Iya wa, iya. Wa aku ora susah, atiku seneng waton

cedhak terus karo Wa Sri kok

Wa Sri

: Gek-gek malah kowe ki mikir cah lanang. Rangkung : Wa, kowe ki kok aneh-aneh ta Wa. Wong lanang ngendi sing gelem tak pikir, aneh Wa kanggoku.

Wa Sri

: Lho ya ora aneh kok. Lawong kowe ki ya wis prawan, mangka ya ayu, lha sapa ngerti nek wis ana priya sing nyedhaki kowe, njur kowe mikir, njur sangga uwang teruuuussss kaya iki mau .

Rangkung : Ora kok Wa. Ora. Wa Sri

: Wangsulanmu ki mung ora, ora, ora thok-thok. Eh kosik…ngko gek kowe mikir priya sing nek jajan mrene

ora mulih-mulih kae . (halaman 5-6) Terjemahan : Rangkung : Iya Wa, iya. Wa aku tidak sedih, aku senang kalau bisa

dekat dengan Wa Sri kok.

Wa Sri

: jangan-jangan kamu sedang memikirkan laki-laki. Rangkung : Wa, kamu kok aneh-aneh saja. Laki-laki mana yang mau

ku pikirkan, aneh Wa Buatku.

Wa Sri

: Lho ya tidak aneh. kamu kan sudah dewasa, cantik juga, siapa tahu ada laki-laki yang mendekatimu, terus kamu memikirkannya, kemudian melamun terus kayak tadi.

Rangkung : Tidak kok Wa, tidak. Wa Sri

: Jawabanmu dari tadi cuma tidak dan tidak. Sebentar …kamu pasti memikirkan laki-laki kalau membeli disini tidak pulang-pulang.

Dialog tersebut menggambarkan Rangkung sedang merasakan jatuh cinta dengan seorang laki-laki. Rangkung selalu melamun dan ada yang sedang dipikirkannya. Hal tersebut diketahui oleh Wa Sri yang selalu memperhatikan tingkah laku Rangkung. Wa Sri merasa khawatir dengan sikap Rangkung. Setelah didesak

Rambat, laki-laki yang disukainya. Rangkung merasa rendah diri dengan keadaan fisiknya yang tidak sempurna seperti wanita kebanyakan, namun Wa Sri tetap meyakinkan Rangkung untuk tidak rendah diri. Wa Sri juga memberi nasihat kepada Rangkung untuk tetap menjaga kehormatannya sebagai seorang wanita. Untuk melindungi kehormatan Rangkung, Wa Sri membuat peraturan bagi pembeli laki-laki di warung makannya untuk tidak boleh terlalu mendekati Rangkung. Rambat, laki-laki yang disukai Rangkung juga menjadi orang yang harus menurut perintah yang dibuat Wa Sri.

b. Komplikasi atau Pertikaian Awal

Peristiwa dimulai ketika Rambat, pemuda yang disukai Rangkung datang ke warung makan. Ada niat lain yang ingin disampaikan Rambat selain untuk membeli makanan di warung makan tersebut.

Rambat kaget ketika membeli di warung makan tersebut karena tidak biasanya ada peraturan yang tidak memperbolehkan pembeli terlalu mendekati Rangkung. Akan tetapi, demi bisa bertemu dan bisa melihat Rangkung, Rambat mematuhi peraturan yang dibuat Wa Sri.

Wa Sri sudah curiga dengan Rambat yang selalu datang paling awal dan pulang paling akhir jika membeli di warung makannya, langsung memberi pertanyaan kepada Rambat. Rambat kemudian mengaku jika dirinnya ingin menyampaikan sesuatu hal kepada Rangkung.

kepada Rangkung. Rambat tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dengan sebuah tembang macapat Asmaradana, Rambat mengeluarkan apa yang dipendamnya selama ini.

Rangkung tidak menolak lamaran Rambat, akan tetapi juga tidak begitu saja menerimanya karena hal ini bukan sekedar permainan saja. Wa Sri sebagai orang tua Rangkung menyuruh Rambat membawa orang tuanya jika niatnya melamar Rangkung itu sungguh-sungguh. Rambat bersedia dan pulang memanggil ayahnya.

c. Klimaks atau Titik Puncak Cerita

Keadaan memuncak yaitu ketika Ganggeng, Gleyong, dan Glombyor, pemuda yang memiliki perilaku kurang baik datang ke warung makan tempat Wa Sri dan Rangkung berjualan. Sama halnya dengan Rambat, mereka juga memiliki rasa suka terhadap Rangkung. Awal mula kedatangan ketiga pemuda tersebut hanya untuk membeli makanan.

Keadaan memanas ketika salah satu dari pemuda tersebut menyatakan ingin melamar Rangkung. Hal tersebut membuat dua pemuda lain marah. Pertikaian antara mereka bertiga tidak bisa dihindari. Mereka saling pukul dan tendang demi memperebutkan cinta Rangkung. Bekel Rangga, seorang utusan keraton Yogyakarta datang ketika terjadi perkelahian, kemuadian Bekel Rangga melerai perkelahian tersebut. Bekel Rangga memberi nasihat kepada ketiga pemuda itu, hal tersebut membuat ketiga pemuda itu marah. Salah satu dari mereka memukul Bekel Rangga

Sri, dan Rangkung khawatir akan peristiwa yang telah terjadi. Mereka takut jika Bekel Rangga meninggal dan bisa membuat mereka dihukum.

d. Resolusi atau Penyelesaian atau falling action

Penyelesaian dari drama ini, setelah Bekel Rangga tidak sadarkan diri, Rambat datang bersama ayahnya yaitu Den Sasra. Den Sasra melihat ada yang tidak wajar di sekitar warung makan tersebut. Ketiga pemuda tadi bertingkah aneh, mereka bermain kuda-kudaan dengan tubuh Bekel Rangga yang terus dipegangi agar tidak terlihat seperti orang mati. Ketiga pemuda tersebut mengatakan kepada Den Sasra jika Bekel Rangga sedang mabuk. Den Sasra menyuruh ketiga pemuda tersebut untuk membiarkan Bekel Rangga tergeletak.

Den Sasra kemudian memberi tahu jika Belanda sudah mengetahui jika dusun Lengkong menjadi tempat pengungsian. Den Sasra mengajak mereka untuk pindah ke tempat pengungsian yang lebih tinggi dan aman. Rambat sangat mengkhawatirkan Rangkung. Tanpa berpikir panjang, Rambat menarik Rangkung dari tempat duduknya. Hal tersebut membuat mereka kaget karena mengetahui jika Rangkung hanya memiliki satu kaki atau cacat. Ketiga pemuda yang awalnya memperebutkan cinta Rangkung, menarik diri dan rasa ketertarikan kepada Rangkung menjadi hilang.

e. Catastrophe atau Denounment atau Keputusan

Akhir dari cerita, ketika ketiga pemuda menarik diri untuk mendapatkan cinta Rangkung, Rambat tetap mencintai Rangkung walaupun keadaannya yang tidak

Rambat bisa menerima Rangkung apa adanya.

Tidak lama setelah itu Bekel Rangga sadar, hal tersebut membuat ketiga pemuda tadi kaget dan takut karena mereka mengira sudah meninggal. Bekel Rangga memarahi ketiga pemuda itu lagi, dan menjelaskan ke Den Sasra bahwa dia tidak mabuk tetapi mencoba melerai perkelahian. Bekel Rangga kemudian mengajak ketiga pemuda itu untuk ikut melawan Belanda karena memiliki ilmu beladiri. Ketiga pemuda tersebut bersedia. Tidak hanya mereka saja, Rambat, Rangkung, dan Wa Sri juga bersedia ikut perang dan mengusir Belanda dari Pulau Jawa.