Polusi Industri

2.12 Polusi Industri

2.12.1 Pengertian Limbah Industri

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

Karakteristik limbah:

1. Berukuran mikro.

2. Dinamis.

3. Berdampak luas (penyebarannya).

4. Berdampak jangka panjang (antar generasi). Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah:

1. Volume limbah.

2. Kandungan bahan pencemar.

3. Frekuensi pembuangan limbah.

Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi:

1. Limbah cair.

2. Limbah padat.

3. Limbah gas dan partikel.

4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:

1. Pengolahan menurut tingkatan perlakuan.

2. Pengolahan menurut karakteristik limbah.

2.12.2 Dampak-Dampak Berbagai Jenis Limbah Industri

1. Limbah Industri Pangan Sektor Industri/usaha kecil pangan yang mencemari lingkungan

antara lain; tahu, tempe, tapioka dan pengolahan ikan (industri hasil laut). Limbah usaha kecil pangan dapat menimbulkan masalah dalam penanganannya karena mengandung sejumlah besar karbohidrat, protein, lemak , garam-garam, mineral, dan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan dan pembersihan. Sebagai contohnya limbah industri tahu, tempe, tapioka industri hasil laut dan industri pangan lainnya, dapat menimbulkan bau yang menyengat dan polusi berat pada air bila pembuangannya tidak diberi perlakuan yang tepat. Air buangan (efluen) atau limbah buangan dari pengolahan pangan dengan Biological Oxygen Demand (BOD) tinggi dan mengandung polutan seperti tanah, larutan alkohol, panas dan insektisida. Apabila efluen dibuang langsung ke suatu perairan akibatnya menganggu seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan dapat menyebabkan kematian ikan dan biota perairan lainnya.

2. Limbah Industri Kimia & Bahan Bangunan Industri kimia seperti alkohol dalam proses pembuatannya

membutuhkan air sangat besar, mengeakibatkan pula besarnya limbah membutuhkan air sangat besar, mengeakibatkan pula besarnya limbah

a. Keracunan yang akut, yakni keracunan akibat masuknya dosis tertentu kedalam tubu melalui mulut, kulit, pernafasan dan akibatnya dapat dilihat dengan segera, misalnya keracunan H2S, Co dalan dosis tinggi. Dapat menimbulkan lemas dan kematian. Keracunan Fenal dapat menimbulkan sakit perut dan sebagainya.

b. Keracunan kronis, sebagai akibat masuknya zat-zat toksis kedalam tubuh dalam dosis yang kecil tetapi terus menerus dan berakumulasi dalam tubuh, sehingga efeknya baru terasa dalam jangka panjang misalnya keracunan timbal, arsen, raksa, asbes dan sebagainya. Industri fermentasi seperti alkohol disamping bisa membahayakan pekerja apabila menghirup zat dalam udara selama bekerja apabila tidak sesuai dengan Threshol Limit Valued (TLV) gas atau uap beracun dari industri juga dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat sekitar. Kegiatan lain sektor ini yang mencemari lingkungan adalah industri yang menggunakan bahan baku dari barang galian seperti batako putih, genteng, batu kapur/gamping dan kerajinan batu bata. Pencemaran timbul sebagai akibat dari penggalian yang

dilakukan terus-menerus sehingga meninggalkan kubah-kubah yang sudah tidak mengandung hara dilakukan terus-menerus sehingga meninggalkan kubah-kubah yang sudah tidak mengandung hara

3. Limbah Industri Sandang Kulit & Aneka Sektor sandang dan kulit seperti pencucian batik, batik printing,

penyamakan kuit dapat mengakibatkan pencemaran karena dalam proses pencucian memerlukanair sebagai mediumnya dalam jumlah yang besar. Proses ini menimbulkan air buangan (bekas proses) yang besar pula, dimana air buangan mengandung sisa- sisa warna, BOD tinggi, kadar minyak tinggi dan beracun (mengandung limbah B3 yang tinggi).

4. Limbah Industri Logam & Ekektronika Bahan buangan yang dihasilkan dari industri besi baja seperti

mesin bubut, cor logam dapat menimbulkan pemcemaran lingkungan. Sebagian besar bahan pencemarannya berupa debu, asap dan gas yang mengotori udarasekitarnya. Selain pencemaran udara oleh bahan buangan, kebisingan yang ditimbulkan mesin dalam industri baja (logam) mengganggu ketenangan sekitarnya. kadar bahan pencemar yang tinggi dan tingkat kebisingan yang berlebihan dapat mengganggu kesehatan manusia baik yang bekerja dalam pabrik maupun masyarakat sekitar. Walaupun industri baja/logam tidak menggunakan larutan kimia, tetapi industri ini memcemari air karena buanganya dapat mengandung minyak pelumas dan asam-asam yang berasal dari proses pickling untukmembersihkan bahan plat, sedangkan bahan buangan padat dapat dimanfaatkan kembali.

Bahaya dari bahan-bahan pencemar yang mungkin dihaslkan dari proses-prosesdalam industri besi-baja/logam terhadap kesehatan yaitu:

a. Debu, dapat menyebabkan iritasi, sesak nafas.

b. Kebisingan, mengganggu pendengaran, menyempitkan pembuluh darah, ketegangan otot, menurunya kewaspadaan, kosentrasi pemikiran dan efisiensi kerja.

c. Karbon Monoksida (CO), dapat menyebabkan gangguan serius, yang diawali dengan napas pendek dan sakit kepala, c. Karbon Monoksida (CO), dapat menyebabkan gangguan serius, yang diawali dengan napas pendek dan sakit kepala,

d. Karbon Dioksida (CO 2 ), dapat mengakibatkan sesak nafas, kemudian sakit kepala, pusing-pusing, nafas pendek, otot lemah, mengantuk dan telinganya berdenging.

e. Belerang Dioksida (SO 2 ), pada konsentrasi 6-12 ppm dapat menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan, peradangan lensa mata (pada konsentrasi 20 ppm), pembengkakan paru-paru/celah suara.

f. Minyak pelumas, buangan dapat menghambat proses oksidasi biologi dari sistem lingkungan, bila bahan pencemar dialirkan keseungai, kolam atau sawah dan sebagainya.

g. Asap, dapat mengganggu pernafasan, menghalangi pandangan, dan bila tercampur dengan gas CO 2 , SO 2 , maka akan memberikan pengaruh yang nenbahayakan seperti yang telah diuraikan diatas.

Berbagai industri rumah tangga banyak menghasilkan limbah-limbah yang bisa mencemari lingkungan,misalnya saja industri pengolahan ikan, penolahan tepung tapioca, industri tahu tempe, industri pengolahan aren seperti uraian di bawah ini. diharapkan dapat menjadi produk andalan industri kecil.

2.12.3 Dampak Limbah Terhadap Lingkungan

Limbah cair yang dihasilkan jika tidak diproses terlebih dahulu maka akanmenyebabkan timbulnya bau disekitar lingkungan dan air sungai menjadi keruh kecoklatan yang disebabkan oleh proses pemarutan dan pengendapan.Penanganan limbah cair dapat dilakukan mulai dari proses pemarutan hinggaperendaman, dimana limbah yang dihasilkan diproses terlebih dahulu padainstalasi pengolahan air limbah (IPAL) sederhana dan tidak langsung dibuang kesungai.

Limbah dari industri terutama yang mengandung bahan-bahan kimia, sebelum dibuang harus diolah terlebih dahulu. Hal tersebut akan mengurangi bahan pencemar di perairan. Denan demikian, bahan dari limbah pencemar yang mengandung bahan-bahan yang bersifat racun dapat dihilangkan sehingga tidak mengganggu ekosistem.Menempatkan pabrik atau kawasan industri di daerah yang jauh dari keramaian penduduk. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengaruh buruk dari limbah pabrik dan asap pabrik terhadap kehidupan masyarakat.

Gejala umum pencemaran lingkungan akibat limbah industri

(jangkapendek)

1. Air sungai atau air sumur sekitar lokasi industri pencemar, yang semula berwarna jernih, berubah menjadi keruh berbuih dan terbau busuk, sehingga tidak layak dipergunakan lagi oleh warga masyarakat sekitar untuk mandi, mencuci, apalagi untuk bahan baku air minum.

2. Ditinjau dari segi kesehatan. kesehatan warga masyarakat sekitar dapat timbul penyakit dari yang ringan seperti gatal-gatal pada kulit sampai yang berat berupa cacat genetic pada anak cucu dan generasi berikut.

3. Terjadinya penurunan kualitas air permukaan di sekitar daerah-daerah industri.

4. Kelangkaan air tawar semakin terasa, khususnya di musim kemarau, sedangkan di musim penghujan cenderung terjadi banjir yang melanda banyak daerah yang berakibat merugikan akibat kondisi ekosistemnya yang telah rusak.

5. Temperatur udara maksimal dan minimal sering berubah-ubah, bahkan temperatur tertinggi di beberapa kola seperti Jakarta sudah mencapai 37 derajat celcius.

6. Terjadi peningkatan konsentrasi pencemaran udara seperti CO, NO 2 SO 2 , dan debu.

Gejala umum pencemaran lingkungan akibat limbah industri (jangka panjang)

Penyakit akibat pencemaran ada yang baru muncul sekian tahun kemudian setelah cukup lama bahan pencemar terkontaminasi dalam bahan makanan menurut daur ulang ekologik, seperti yang terjadi pada kasus penyakit minaimata sekitar 1956 di Jepang. terdapat lebih dari 100 orang meninggal atau cacat karena mengkonsumsi ikan yang berasal dari Teluk Minamata. Teluk ini tercemar merkuri yang berasal dari sebuah pabrik plastik. Bila merkuri masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pencernaan, dapat menyebabkan kerusakan akut pada ginjal sedangkan pada anak-anak dapat menyebabkan Pink Disease/ acrodynia, alergi kulit dan kawasaki disease/mucocutaneous lymph node syndrome.

2.13 Pengembangan Wisata Kontra-Ekologis

2.13.1 Ekologi Pariwisata

Pariwisata telah menjadi salah satu kegiatan ekonomi global terbesar dan menjadi industri sipil yang terpenting di dunia. Hampir 10% jumlah pekerja dunia, bekerja di sektor pariwisata dan tidak kurang dari 11% GDP seluruh dunia juga berasal dari sektor ini. Di Indonesia, pariwisata juga telah memberikan kontribusi yang besar terhadap devisa negara. Namun seiring dengan perkembangannya, pariwisata yang dikembangkan di negara-negara berkembang telah menjadi sorotan para pemerhati lingkungan karena dampak yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut cukup memprihatinkan. Meskipun pariwisata merupakan usaha yang sangat menguntungkan namun jika dilakukan secara masal (mass tourism ) dapat menimbulkan dampak negatif sebagai akibat kunjungan yang berlebihan.

Wisata Ekologis sebagai alternatif pengelolaan pariwisata "ramah

lingkungan" Dalam model ecotourism atau wisata ekologis, kegiatan pariwisata

dikembangkan sebagai sebuah perjalanan (wisata) bertanggung jawab ke wilayah-wilayah alam, yang melindungi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat (Western dalam Lindberg & Hawkins, 1993).Sedangkan

Organization (WTO) dan United Nation Ecotourism Program(UNEP), wisata ekologis setidaknya harus melingkupi, tidak hanya memberi perhatian pada alam, tetapi juga pada penduduk asli dan kultur umumnya di wilayah itu sebagai bagian dari pengalaman menarik para pengunjung (wisatawan). Wisata Ekologis memiliki muatan pendidikan dan interpretasi sebagai bagian yang ditawarkan pada wisatawan.Wisata ekologis setidaknya harus melingkupi, tidak hanya memberi perhatian pada alam, tetapi juga pada penduduk asli dan kultur umumnya di wilayah itu sebagai bagian dari pengalaman menarik para pengunjung (wisatawan).

menurut World

Tourism

Secara umum, wisata ekologis harus dikembangkan secara partisipatif misalnya dikelola oleh kelompok kecil, dengan usaha kecil yang di kelola masyarakat setempat. Dengan demikian wisata ekologis sebenarnya berupaya mengembangkan sumber-sumber lokal dan peluang kerja lokal menjadi potensi-potensi wisata dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat serta sekaligus meningkatkan perhatian penduduk lokal dan pengunjung pada pelestarian alam. Selain itu, wisata ekologis ditujukan untuk mengurangi pengaruh negatif pada alam dan sosial budaya masyarakat setempat serta mendukung perlindungan dan pelestarian alam dengan memberikan manfaat (benefit) dari pengelolaan alam tersebut.Saat ini, perubahan pola pengelolaan wisata massal menuju pengelolaan wisata ekologis mendesak untuk segera didorong. Namun perubahan dan pengembangnya masih memerlukan proses dan waktu. Dukungan kebijakan pariwisata, peningkatan kapasitas teknis masyarakat Secara umum, wisata ekologis harus dikembangkan secara partisipatif misalnya dikelola oleh kelompok kecil, dengan usaha kecil yang di kelola masyarakat setempat. Dengan demikian wisata ekologis sebenarnya berupaya mengembangkan sumber-sumber lokal dan peluang kerja lokal menjadi potensi-potensi wisata dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat serta sekaligus meningkatkan perhatian penduduk lokal dan pengunjung pada pelestarian alam. Selain itu, wisata ekologis ditujukan untuk mengurangi pengaruh negatif pada alam dan sosial budaya masyarakat setempat serta mendukung perlindungan dan pelestarian alam dengan memberikan manfaat (benefit) dari pengelolaan alam tersebut.Saat ini, perubahan pola pengelolaan wisata massal menuju pengelolaan wisata ekologis mendesak untuk segera didorong. Namun perubahan dan pengembangnya masih memerlukan proses dan waktu. Dukungan kebijakan pariwisata, peningkatan kapasitas teknis masyarakat

2.14 Kebijakan Hukum Kontra Ekologis Sejalan dengan terjadinya pergantian pemerintahan di Indonesia, pada tahun

2004 yang lalu telah diadakan pemilihan umum untuk pertama kalinya memilih langsung Presiden RI, dan terpilihlah pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden. Dalam pemerintahannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004- 2009. Dalam ketentuan Perpres Nomor 7 Tahun 2005 pada poin 8 tentang Pemenuhan Hak Atas Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, dinyatakan bahwa peningkatan akses masyarakat miskin dalam pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan hidup dan sumber daya alam dilakukan melalui berbagai program. Program-program tersebut antara lain (Supriadi, 2008: 174-175):

1. Program Pemanfaatan Sumber Daya Hutan. Di dalam program sumber daya hutan ini tercakup 2 (dua) hal:

a) Pengembangan sistem pemanfaatan sumber daya alam yang berpihak pada masyarakat dan memperhatikan pelestarian hutan;

b) Pengembangan hutan kemasyarakatan dan usaha perhutanan rakyat.

2. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam. Di dalam program ini tercakup 8 (delapan) hal, yakni:

a) Restrukturisasi peraturan tentang pemberian Hak Pengelolaan Sumber Daya Alam;

b) Penguatan organisasi masyarakat adat/lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup;

c) Pengembangan dan penyebarluasan pengetahuan tentang pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, termasuk kearifan lokal;

d) Pengembangan sistem insentif bagi masyarakat miskin yang menjaga lingkungan; d) Pengembangan sistem insentif bagi masyarakat miskin yang menjaga lingkungan;

f) Kerja sama dan tukar pengalaman dengan negara lain dalam meningkatkan kemampuan konservasi sumber daya alam;

g) Rehabilitasi ekosistem (lahan kritis, lahan marginal, hutan bakau, terumbu karang, dan lain-lain) berbasis masyarakat;

h) Meningkatkan dan mengefektifkan kerja sama antarnegara dalam mengatasi dan mencegah perdagangan hasil alam yang dilakukan secara ilegal dan merusak alam.

3. Program pengembangan Kapasitas Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Di dalam program ini terdapat 5 (lima) hal yang menjadi sorotan, yaitu:

a) Pengembangan sistem pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat;

b) Pengembangan sistem pengelolaan sumber daya alam yang memberikan hak kepada masyarakat secara langsung;

c) Berorientasi kerja sama dengan perusahaan multinasional yang memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan hidup agar lebih berpihak pada masyarakat miskin;

d) Kerja sama dan tukar pengalaman dengan negara lain dalam meningkatkan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan;

e) Meningkatkan dan mengefektifkan kerja sama antarnegara dalam mengatasi dan mencegah perdagangan hasil alam yang dilakukan secara ilegal dan merusak alam.

4. Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup. Di dalam program ini mencakup: Peningkatan peran sektor informal khususnya pemulung dan lapak dalam upaya pemisahan sampah;

5. Penegakan hukum bagi pihak yang merusak sumber daya alam dan lingkungan hidup;Kerja sama dan tukar pengalaman dengan negara lain dan lembaga internasional dalam mengatasi dan mencegah pencemaran lingkungan hidup dan mengembangkan kode etik global bagi perusahaan multinasional.

Saat ini kebijakan lingkungan hidup Indonesia untuk jangka panjang mengacu pada Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP) dalam 20 tahun ke depan dalam berbagai aspek/sektor pembangunan sebagai upaya menyebarkan dan mencapai tujuan nasional sebagaimana tersebut dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Adapun misi jangka panjang Indonesia yang berkaitan dengan lingkungan hidup ada pada Visi dan Misi Pembangunan Nasional 2005-2025, pada butir ke 6, yaitu: “Mewujudkan Indonesia asri dan lestari”.

Dalam rangka mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari sasaran dan arah pembangunan Lingkungan Hidup yang digariskan dalam RPJP 2005-2025 sesuai Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang RPJP telah ditetapkan oleh pemerintah. Sasaran RPJP 2005-2025 tentang lingkungan hidup menurut Undang- Undang No. 27 Tahun 2007, sebagai berikut (Presiden RI, 2007) Sasaran RPJP 2005-2025 khususnya Lingkungan Hidup:

1. Membaiknya pengelolaan dan penggunaan SDA dan pelestarian fungsi LH yang dicerminkan oleh tetap terjaganya fungsi daya dukung dan kemampuan pemulihannya dalam mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi, seimbang dan lestari.

2. Terpeliharanya kekayaan keragaman jenis dan kekhasan SDA untuk mewujudkan nilai tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan.

3. Meningkatnya kesadaran, sikap mental dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan SDA dan pelestarian fungsi LH untuk menjaga kenyamanan dan kualitas kehidupan.

Arah kebijakan RPJP 2005-2025 tentang lingkungan hidup menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 yaitu (Presiden RI, 2007) Arah RPJP 2005-2025 khususnya Lingkungan Hidup:

1. Mendayagunakan SDA yang terbarukan. SDA terbarukan dimanfaatkan secara rasional, optimal, efisien dan bertanggung jawab dengan menggunakan seluruh fungsi dan manfaat secara seimbang.

2. Mengelola SDA yang tidak terbarukan. Pengelolaan SDA tak terbarukan, seperti bahan tambang, mineral, dan sumber energi diarahkan untuk tidak dikonsumsi secara langsung, melainkan diperlakukan sebagai masukan, baik 2. Mengelola SDA yang tidak terbarukan. Pengelolaan SDA tak terbarukan, seperti bahan tambang, mineral, dan sumber energi diarahkan untuk tidak dikonsumsi secara langsung, melainkan diperlakukan sebagai masukan, baik

3. Menjaga keamanan ketersediaan energi. Menjaga keamanan ketersediaan energi diarahkan untuk menyediakan energi dalam waktu yang terukur antara tingkat ketersediaan sumber-sumber energi dan tingkat kebutuhan masyarakat.

4. Menjaga dan melestarikan sumber daya air. Pengelolaan diarahkan menjamin keberlanjutan daya dukungnya dengan menjaga kelestarian fungsi daerah tangkapan air dan keberadaan air tanah.

5. Mengembangkan sumber daya kelautan. Pembangunan ke depan perlu memperhatikan pendayagunaan dan pengawasan wilayah laut yang sangat luas. Pemanfaatan sumber daya tersebut melalui pendekatan multisektor, integratif dan komprehensif untuk meminimalkan konflik dan tetap menjaga kelestariannya.

6. Meningkatkan nilai tambah atas pemanfaatan SDA tropis yang unik dan khas. Deversifikasi produk dan inovasi pengolahan hasil SDA terus dikembangkan agar mampu menghasilkan barang dan jasa yang memiliki nilai tambah tinggi.

7. Memperhatikan dan mengelola keragaman jenis SDA yang ada di setiap wilayah. Pengelolaan SDA untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, mengembangkan wilayah strategis dan cepat tumbuh serta memperkuat daerah dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

8. Mitigasi bencana alam sesuai dengan kondisi geologi Indonesia. Mengembangkan kemampuan sistem deteksi dini, sosialisasi dan desiminasi informasi terhadap ancaman kerawanan bencana alam kepada masyarakat.

9. Mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pembangunan ekonomi diarahkan pada pemanfaatan jasa lingkungan yang ramah lingkungan. Pemulihan kondisi lingkungan untuk meningkatkan daya dukung lingkungan.

10. Meningkatkan kapasitas pengelolaan SDA dan LH. Meliputi: peningkatan kelembagaan, penegakan hukum, SDM yang berkualitas, penerapan etika lingkungan, internalisasi etika lingkungan dalam kegiatan produksi, konsumsi, pendidikan formal dan kehidupan sehari-hari.

11. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.1.1 Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula.

3.1.2 Permasalahan kesehatan lingkungan di Indonesia antara lain: 1. Illegal logging, illegal mining, illegal fishing 2. Deforestation 3. Rusak-berkurangnya-hilangnya biodiversity 4. Kerusakan sumbaer daya kelautan 5. Pengelolaan daerah pertambangan Vs. Area konservasi hutan 6. Penurunan kualitas lingkungan urban 7. Persediaan air dan sanitasi 8. Pengelolaan limbah padat 9. Emisi kendaraan di daerah urban 10. Polusi industri 11. Pengembangan wisata kontra-ekologi 12. Kebijakan hukum kontra-ekologis

3.1.3 Faktor yang mempengaruhi permasalahan kesehatan lingkungan di Indonesia adalah antara lain:

1. Urbanisasi penduduk 2. Tempat pembuangan sampah 3. Penyediaan air bersih 4. Pencemaran udara 5. Pembuangan industri dan rumah tangga 6. Bencana alam/pengungsian

7. Perencanaan tata kota dan kebijakan pemerintah

3.2 Saran

1. Makalah ini diharapkan dapat membatu pembaca untuk memahami permasalahan kesehatan lingkungan di Indonesia 2. Perlu diadakan diskusi, penelitian dan penulisan lebih lanjut mengenai permasalahan kesehatan lingkungan di Indonesia