Sejarah Politik di Jepang

27 pemerintahan penganti Kaisar. Pada akhir abad ke-6 didirikan kuil Horyujidi Kyoto, yaitu kuil kayu tertua yang sampai sekarang pun masih dapat dijumpai di Kyoto. 44 Setelah Shotokutaishi meninggal penguasa digantikan anaknya Nakatomi no Kamatari yang kemudian membuat reformasi Taika, dimana pemerintahan meniru sistem Cina yang berpusat pada kerajaan dengan membuat undang-undang taihounoritsuryou. Dalam taihounoritsuryou ditetapkan pemikiran kochikomin yaitu bahwa tanah dan warga adalah di bawah kekuasaan pemerintah pusat dan para keluarga bangsawan menjadi pegawai pemerintah pusat yang bertugas di daerah maupun di pusat.

II.4. Sejarah Politik di Jepang

Dasar sejarah politik di Jepang dimulai dari pembentukan negara kesatuan yang berasal dari kerajaan-kerajaan kecil yang bersifat kedaerahan. Kerajaan Yamato adalah pemimpin pertama dalam usaha penyatuan itu dan kan-yamato-iwarehiko-no-mikoto menjadi kaisar pertama Jepang dengan sebutan Kaisar Jimmu yang menuntut tradisi terjadi pada tahun 660 sebelum masehi. Selanjutnya pemerintahan tertinggi dipimpin oleh seorang kaisar secara turun- temurun dan memimpin negara kesatuan dari pusat kekaisaran yang berada di provinsi Yamato. Pada awal Jepang sebagai negara kesatuan, lahirlah sistem politik pemerintahan pada masa kepemimpinan kaisar Sujin, kaisar ke-10. Selain itu, pada masa kaisar ke-15, Ojin, telah diadakan hubungan bilateral dengan Korea sehingga banyak warga negara Korea yang menjadi warga Jepang. Banyaknya hubungan dengan negara lain memberikan pengaruh unsur-unsur dalam budaya, baik pada huruf dan tulisan yang menggunakan huruf Cina maupun pengetahuan tentang Kong Hu Chu. Zaman sejarah Jepang dimulai dari zaman Nara, zaman Heian 794-1192 sampai dengan zaman Meiji 1868-sekarang. Dari urutan-urutan zaman sejarah Jepang yang telah terjadi maka dikenallah sistem pemerintahan di Jepang. Bentuk sistem pemerintahan di Jepang yang dimaksud adalah administrasi pemerintahan, militer, dan kebijkan penarikan pajak. Dengan peristiwa tersebut dikenallah gelar-gelar, antara lain; Tenno Kaisar, Shogun Jenderal, Daimyo tuan tanah, perdana menteri dan menteri-menteri. 44 Hamzon Situmorang, Op.Cit., Hal. 10 Universitas Sumatera Utara 28

1. Zaman Shotoku Taishi

Dalam perkembangannya, pembaruan dalam bidang politik yang diusahakan terjadi pada Zaman Shotoku Taishi. Sistem politik yang lahir pada zaman ini ditandai dengan adanya sistem pangkat resmi atau pada zaman sekarang dikenal dengan sebutan klasifikasi struktural dan mulai melaksanakan Undang-Undang Dasar. Adanya sistem pangkat resmi dengan memberikan topi warna yang berbeda-beda pada setiap pemangku jabatan tertentu menjadikan kelas dan jabatan seseorang menjadi jelas dalam hirarkinya yang resmi dalam hubungan sosial. Tujuan dari ini adalah agar terwujudnya kedaulatan kaisar dan pemerintahan dan sekaligus menciptakan anggota-anggota pemerintahan yang kompeten di bidangnya dengan persaingan terbuka bukan karena garis kelahiran atau kerturunan. Sementara proses aplikatif dalam undang-undang dasar yang terdiri dari 17 pasal yang mengatur dasar-dasar sehubungan dengan pemeliharaan negara dan moralitas, penghargaan akan keselarasan, pelajaran Agama Buddha, dan ketaatan pada kaisar. Shotoku Taishi yang sebagai putra mahkota menjadi penyebar Agama Buddha dan menjadikannya cara untuk memperhalus pandangan nasional guna menaikkan derajat kebudayaan bangsa. Mimpi besar pada zaman Shotoku belum semuanya terwujud semasa hidupnya hingga masuknya Jepang baru yang disebut zaman Taika. 45

2. Zaman Taika

Reformasi Taika pada tahun 645, dimana satu kelompok inovator merebut kekuasaan untuk lebih mendorong penggunaan pengetahuan dan teknologi Cina. Gerakan ini mendorong Jepang dari suatu daerah terbelakang menjadi wilayah yang maju menurut model Cina. Yang menonjol adalah terbentuknya pemerintahan terpusat centralized government serta birokrasi atau sistem kepegawaian yang bersangkutan dengan itu. 46 Pada masa dua puluh tahun pasca wafatnya Shotoku Taishi terjadilah “Pembaharuan Taika” yang dipelopori oleh dua orang bangsawan yang bernama Naka-no-Oe dan Fujiwara. Wujud dari pembaharuan Taika yang telah mereka lakukan adalah menjatuhkan kekuasaan yang dimiliki oleh para tuan tanah yang kekayaannya melebihi dari kekuasaan keluarga istana. Tindakan ini dapat dilihat dari adanya sistem pengambilalihan semua tanah yang dimiliki oleh pribadi untuk diserahkan pada negara. Selain itu, kebijakan yang diambil adalah adanya pembentukan provinsi dan membaginya menjadi 3 bagian, yaitu Kuni, Kori, dan Sato. Kuni 45 Taro Sakamoto, Jepang Dulu dan Sekarang Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1982, Hal. 9 46 Suryoharjodiprojo, Sayidiman, Manusia dan Masyarakat Jepang Jakarta: Universitas Indonesia, 1987, Hal. 12 Universitas Sumatera Utara 29 diperintah oleh gubernur resmi Kokoshi yang diutus dari ibukota, sedangkan Kori dan Sato masing-masing dipimpin oleh warga setempat yang paling berpengaruh dan masing-masingnya disebut dengan Gunji dan Richo. Pembaharuan Taika ini berjalan dengan lancar selama 5 tahun dan hal yang paling baik dalam penerapan sistem politik pada masa ini adalah sistem penyampaian langsung kondisi daerah kepada pemerintah pusat yang dipimpin oleh kaisar. 47 Wafatnya ayah Naka-no-Oe, Saimei, membuat kedudukan kaisar otomatis jatuh ke tangan Naka-no-Oe putra mahkota pertama. Dalam kepemimpinannya, roda pemerintahan tidak berjalan sesuai keinginan dikarenakan adanya kondisi internal dan eksternal. Kegagalan Naka-no-Oe menjadikannya turun tahta hingga adiknya, Kaisar Temmu, maju dengan semangat Pembaharuan Taika. Kebijakan pasca naiknya Temmu adalah peresmian kitab Undang-Undang Dasar yang dikenal dengan Ritsuryo. Sistem Ritsuryo adalah sistem politik yang berlandaskan pada ajaran Kong Hu Chu dan adanya penekanan hubungan alamiah rakyat dan penguasa Kaisar Temmu adalah pemuja dewa-dewa asli Jepang dan patuh terhadap Agama Buddha. Dengan demikian, diperolehnya hasil-hasil gemilang karena dianggap membawa perubahan dalam bidang moralitas hingga akhirnya dipuja sebagai dewa. Pada masa inilah negara kesatuan yang berpusat pada kaisar menjadi sebuah kenyataan dalam kehidupan sosial dan bernegara. 48 Pada masa pemerintahan Kaisar Mommu, cucu Temmu, ritsuryo diubah dan mencapai bentuknya yang terakhir dalam apa yang dikenal sebagai Taiho Ritsuryo atau Undang-Udang Taiho. Ritsu yang terdiri atas enam kitab merupakan kitab undang-undang pidana, sedangkan kesebelas kitab Ryo merupakan kitab undang-undang administratif. Dalam kitab undang-undang ini, Pembaharuan Taika menjadi landasan bagi pemerintahan negara selama berabad-abad. 49 Pada tahun 710, ibukota negara pada masa pemerintahan Kaisar Gemmei yang menggantikan Kaisar Mommu dipindahkan ke Nara selama 70 tahun yang meliputi pemerintahan tujuh kaisar sehingga zaman ini dikenal dengan Zaman Nara. Adanya Ritsuryo, membuat pengaruh baik bagi perkembangan kehidupan bangsa. Ini ditandai dengan adanya kekuasaan kaisar yang memuncak, keuangan negara yang baik, dan adanya kesanggupan negara dalam menyalurkan tenaga menurut kehendak. Pada awal pemerintahan, sistem Ritsuryo berjalan dengan baik hingga akhirnya terdapat sistem penerapan pembagian tanah pertanian pada rakyat yang membuat sistem ini bergoncang. Sistem ini merupakan pengaruh dari adanya Agama 47 Taro Sakamoto, Op.Cit., Hal. 11 48 Taro Sakamoto, Op.Cit., Hal. 12 49 Taro Sakamoto, Op.Cit., Hal. 13 Universitas Sumatera Utara 30 Buddha yang akan dijadikan sebagai pusat kegiatan pemerintahan oleh Kaisar Shomu. Kaisar Shomu berusaha dalam melindungi negara dan menolak kekuatan jahat demi terkendalinya krisis yang mengancam dengan pedoman pada kekuatan magis Agama Buddha. Ia juga membangun kuil dan biara di enam puluh provinsi sebagai media untuk menyampaikan surat-surat keamanan dan kemakmuran negara. Dengan adanya pembangunan kuil dan biara di beberapa daerah membuat pengeluaran negara semakin membengkak sehingga menyebabkan keuangan nasional yang terkikis. Selain itu, masalah yang timbul juga dikarenakan adanya campur tangan para pendeta dalam hal kekuasaan dan pemerintahan. 50

3. Zaman Nara

Zaman Nara merupakan zaman yang terjadinya masa perubahan pemerintahan menurut Kong Hu Chu ke pemerintahan menurut Agama Buddha, serta pertarungan politik antara kaum bangsawan dengan kaum pendeta. Wafatnya Kaisar Shomu membuat struktur pemerintahan kembali berubah dan digantikan oleh Fujiwara-no-Nakamaro, seorang keturunan dari Fujiwara- no-Kamatari yang bergelut di politik menurut cara Kong Hu Chu. Tetapi masa pemerintahannya tidak berjalan lama karena munculnya seorang rahib Buddha bernama Dokyo. Selama lima tahun setelah berjalannya pemerintahan, Dokyo pun tergantikan lagi oleh kehadiran kaum Fujiwara sehingga membuat sistem pemerintahan di zaman ini selalu mengalami perubahan dan perubahan ini terjadi karena adanya perebutan kekuasaan dari masing-masing pihak, baik itu Kong Hu Chu maupun Buddha yang menginginkan sistem pemerintahan sesuai agama yang mereka yakini. Dalam hal ini, Agama Buddha memperoleh penghargaan sehingga membuat agama ini mengalami perkembangan yang cukup baik. Penghargaan ini didapatkan setelah adanya penilaian pada hasil-hasil seni pahat yang indah serta kuil-kuil yang mengagumkan dari seniman Cina sehingga menjadikan ini sebagai ciri khas dari negara Jepang. 51

4. Zaman Heian

Pada tahun 794, kaisar Kammu bertujuan dalam menjalankan sistem pemerintahan Ritsuryo secara ketat dengan cara memindahkan ibukota Jepang dari Nara ke Desa Uda di provinsi Yamashiro, yang sekarang disebut dengan Kyoto. Hal ini dilakukan untuk memutus hubungan Agama Buddha dengan perpolitikan. Kota Kyoto menjadi ibukota negara kurang lebih 1100 tahun hingga akhirnya dipindah lagi ibukota Jepang ke Tokyo pada tahun 1869. Pada 50 Taro Sakamoto, Op.Cit., Hal. 13 51 Taro Sakamoto, Op.Cit., hal. 14 Universitas Sumatera Utara 31 periode pertama yang berlangsung selama empat abad, semua peraturan politik berasal dari ibukota sehingga periode ini dikenal dengan Zaman Heian. 52 Untuk penerapan sistem Ritsuryo, Kaisar Kammu mengubah hal-hal yang tidak sesuai dengan kebutuhan pada zaman ini, seperti adanya penumpasan pemberontakan Bangsa Ainu di Timur Laut Honshu dengan tujuan untuk membuka daerah terpencil, adanya pengutusan dua rahib, Saicho dan Kukai, ke Cina dengan tujuan untuk memajukan perkembangan Agama Buddha di Jepang. Pada masa pemerintahan Kaisar Saga, putra Kaisar Kammu, terdapat lembaga Kurodo dan Kebiishi yang didirikan dengan tujuan untuk mempermudah urusan pemerintahan. Kurodo bertugas untuk menyampaikan perintah kaisar kepada bawahannya dan merupakan pembantu pribadi bagi kaisar, sedangkan Kebiishi bertugas untuk menjaga keamanan di provinsi. Terbentuknya lembaga-lembaga ini merupakan usaha pemerintahan dalam penyesuaian Ritsuryo dengan kebutuhan zaman yang semakin berkembang. 53 Selama pemerintahan dari masa Kaisar Kammu hingga sampai Kaisar Saga, segalanya berjalan dengan baik dan tidak ada terjadi perbedaan pendapat dengan para menterinya. Tetapi pada saat putra Kaisar Saga, Nimmyo, berkuasa keluarga Fujiwara mulai berkuasa kembali. Adanya kebiasaan keluarga Fujiwara untuk mendapatkan kekuasaan di istana dengan menikahkan anak perempuannya dengan kaisar dan berharap melahirkan calon kaisar pula. Seperti Fujiwara-no-Yoshifusa yang menikahkan anaknya dengan Kaisar Montoku yang kemudian anak mereka, Pangeran Korehito, diangkat menjadi kaisar pada umur 9 tahun. Fujiwara yang menjabat sebagai perdana menteri Korehito, mengambilalih pemerintahan sebagai mangkubumi. Sedangkan anak angkatnya, Mototsune, pada masa Kaisar Uda menjadi kampaku yang memiliki hak untuk memeriksa laporan kepada kaisar. Jabatan mangkubumi sessho dan kampaku merupakan jabatan yang menggantikan perdana menteri dan menjadi jabatan tertinggi yang diatur oleh undang-undang yang sejak saat itu menjadikan keluarga Fujiwara memonopoli segala sistem pemerintahan. 54 Demi mendapatkan kekuasaan penuh di istana, keluarga Fujiwara berusaha untuk mengeluarkan anggota keluarga lain. Usaha Kaisar Uda untuk menghancurkan monopoli keluarga Fujiwara, menjadikan Sugawara Michizane sebagai pihak oposisi. Tetapi usaha Kaisar Uda tidak berjalan baik, ia pun terpaksa harus mundur karena adanya serangan gabungan kaum 52 Taro Sakamoto, Op.Cit., hal. 15 53 Taro Sakamoto, Op.Cit., hal. 15 54 Taro Sakamoto, Op.Cit., hal. 16 Universitas Sumatera Utara 32 Fujiwara. Ia diturunkan dari kedudukannya sebagai menteri dan dibuang ke Kyushu. Pemulihan pemerintahan atas sistem Ritsuryo yang dilakukan oleh putra Uda, Kaisar Daigo, tidak berhasil dilakukan. Kaum bangsawan dan pendeta memiliki tanah yang sangat luas sehingga sistem pembagian tanah kepada rakyat tidak terjadi lagi. Tanah pribadi kaum bangsawan dan pendeta ini dikenal dengan sebutan shoen yang pada masa ini tanah mereka tidak dikenakan pajak. Adanya kekuasaan yang dimiliki oleh kaum bangsawan menjadikan mereka satu kesatuan dalam politik dan ekonomi. Rakyat biasa yang di bawah sistem Ritsuryo menjadi milik negara dan berlindung pada shoen. Sistem Ritsuryo yang seharusnya berpihak adil pada rakyat malah tidak berjalan dengan sesuai lagi. Pemerintahan dan kaisar juga bergantung pada tanah dan rakyat milik pribadi untuk mempertahankan kedudukan. 55 Pada masa Heian, timbul semangat ke-Jepang-an yang lebih kuat dan hubungan dengan Cina pun mulai dikurangi. Pada akhir bagian masa Heian, terjadi perubahan-perubahan yang mempunyai akibat besar terhadap perkembangan sejarah Jepang. Selanjutnya, yaitu terbentuknya sistem feodal yang menghasilkan kaum samurai atau bushi yang mempunyai peranan penting dalam sejarah Jepang, bahkan sampai ini masih terasa juga. 56 Di Zaman Heian ini terjadinya aristokrat lokal atau samurai, juga menyebutkan timbulnya satu golongan militer tersendiri, lepas dari kekuasaan pemerintahan pusat. Untuk selanjutnya kita kenal dengan samurai atau bushi di Jepang sebagai kaum pejuang perang dan sekaligus sebagai penegak administrasi. 57 Adanya pemberian kekuasaan pada kaum samurai menguatkan golongan ini di daerah kekuasaannya masing-masing. Hal ini mendorong lahirnya kekuatan baru di luar kekuatan pemerintahan pusat. Semakin menguatnya kaum samurai di satu sisi memberikan pengaruh terhadap melemahnya pemerintahan pusat hingga akhirnya menyebabkan jatuhnya kekuasaan Heian. Dengan adanya fenomena ini, terjadi banyak sengketa di dalam pemerintahan pusat yang berujung pada masing-masing golongan berkoalisi dengan kelompok-kelompok samurai tertentu. Di satu pihak, ada kaum Taira sedangkan di pihak lainnya ada kaum Minamoto yang menjadi kaum superior di masa itu. 58 Setelah perang dunia kedua berakhir zaman sejarah Jepang menjadi lebih panjang, yaitu bukan dimulai abad 8, tetapi dimulai dari abad ke 4 dan kemudian zaman prasejarah dilanjutkan 55 Taro Sakamoto, Op.Cit., Hal. 16 56 Taro Sakamoto, Op.Cit., Hal. 16 57 Ibid Hal. 14 58 Hamzon Situmorang, Op.Cit., Hal. 13 Universitas Sumatera Utara 33 dengan penelitian arkeologi, sehingga ditemukan zaman prasejarah Jomon dan Yayoi. 59 Berdasarkan zaman sejarah Jepang dibagi atas 7 zaman yaitu: 1. Zaman Nara. 2. Zaman Heian 794-1192. 3. Zaman Kamakura 1192-1333. 4. Zaman Muromachi 1338-1573. 5. Zaman Azuchimomoyama 1573-1603. 6. Zaman Edo 1603-1868. 7. Zaman Meiji hingga perang dunia II 1868 - 1945. Sebelum Meiji restorasi, pemerintahan keshogunan berada di tangan keluarga Tokugawa 1603-1867. Dalam masa ini, Tokugawa memantapkan ide pengabdian diri berdasarkan ajaran Konfusionis, yaitu mengajarkan pengabdian bertingkat, yang akhirnya seluruh masyarakat Jepang pada waktu itu pengabdiannya bertumpu di tangan shogun. 60

II.5 Bentuk dan Sistem Struktur Sosial