20
II.2 Sejarah Kebudayaan Jepang
Kebudayaan selalu dibedakan dengan budaya. Jika ditanya apa contoh kebudayaan Jepang, maka mungkin akan dijawab adalah Chanoyu, Ikebana, masakan Sukiyaki atau pakaian
Kimono. Tetapi kalau ditanya apa contoh budaya Jepang maka akan dijawab dengan budaya rasa malu, budaya kelompok atau budaya nenkoujoretsu senioritas dan sebagainya. Oleh karena itu,
dari contoh-contoh di atas orang menunjukkan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang konkrit, sedangkan budaya adalah sesuatu yang Semiotik, tidak kentara atau bersifat laten.
28
Ienaga Saburo 1990:1 membedakan pengertian kebudayan bunka dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, kebudayaan adalah seluruh cara hidup manusia ningen no
seikatsu no itonami kata. Dijelaskan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan hal yang bukan alamiah, misalnya ikan adalah suatu benda alamiah, tetapi dalam suatu masyarakat ikan tersebut
dibakar, atau di pepes atau dibuat sashimi maka ikan bakar atau ikan pepes atau ikan shashimi tersebut adalah kebudayaan. Sedangkan pengertian kebudayaan dalam arti sempit, menurut
Ienaga adalah terdiri dari, ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni. Oleh karena itu, di sini Ienaga mengatakan kebudayaan dalam arti luas adalah segala sesuatu yang bersifat konkrit
yang diolah manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan pengertian kebudayaan dalam arti sempit adalah sama dengan pengertian budaya dalam pengertian yang diuraikan di atas, yaitu
kebudayaan dalam arti sempit menurut Ienaga Saburo adalah sama dengan budaya yang berisikan sesuatu yang tidak kentara atau yang bersifat Semiotik.
29
Hubungan dari kebudayaan yang bersifat semiotik abstrak atau yang bersifat ideologi dengan kebudayaan yang bersifat konkrit adalah berada dalam satu lapisan struktur. Kebudayaan
dalam arti konkrit berada dalam struktur luar dan budaya yang bersifat semiotik berada dalam struktur dalam. Oleh karena itu, apabila dua buah kebudayaan berinteraksi, maka struktur luar
adalah yang paling duluan dapat diterima oleh kebudayaan lain, sedangkan struktur dalam budaya tersebut adalah sesuatu yang paling sulit dapat diterima oleh kebudayaan lain. Sebagai
contoh, apabila orang Indonesia berinteraksi dengan orang Jepang, maka yang pertama-tama dapat dimengerti atau yang menarik bagi orang Indonesia adalah sesuatu yang bersifat konkrit.
28 http:monicanippon.blogspot.com201105japan‐historial.html diakses pada tanggal 13 Oktober 2013 pukul
15.44 WIB
29 Situmorang, Hamzon, Ilmu Kejepangan, Medan, USU PRESS: 2006 Hal. 2‐3
Universitas Sumatera Utara
21
Misalnya, hasil Industri, ekonomi dan sebagainya. Sementara yang bersifat ideologis akan sangat sulit dapat dimengerti apalagi untuk diterima.
Apabila kebudayaan adalah segala sesuatu yang sudah dijamah manusia untuk memenuhi kehidupannya, maka kajian kebudayaan adalah sesuatu yang sangat kompleks misalnya kalau
kita hendak mengkaji kebudayaan ikebana merangkai bunga maka kita tidak cukup hanya mengkaji objek bunga saja karena itu hanya berupa teknik merangkai bunga saja, tetapi kita
harus mengkaji kehidupan masyarakat penghasil ikebana tersebut. Selain itu, kita juga harus mengkaji hal-hal yang semiotik dari masyarakat tersebut supaya kita dapat mengerti ikebana
dalam kehidupan dan sejarah orang Jepang karena ikebana itu muncul dari dalam sejarah sistem pendidikan dan juga dalam sistem religi masyarakat Jepang. Ikebana dihasilkan dalam
kebudayaan Jepang karena sesuai dengan kebudayaan semiotik kemudian tumbuh dalam proses pendidikan masyarakat Jepang. Oleh karena itu, dalam mempelajari kebudayaan ada tiga hal
yang menjadi pusat perhatian kita, yaitu masyarakat penghasil kebudayaan tersebut sejarah lahirnya kebudayaan tersebut, objek kebudayaan itu sendiri, dan masyarakat pengguna
kebudayaan atau fungsi kebudayaan tersebut dalam masyarakat pengguna. Namun, kebudayaan tersebut dapat juga diterima di negeri asing. Seperti contohnya karate, judo, ikebana sering kita
jumpai juga dipergunakan oleh masyarakat di luar masyarakat Jepang. Namun terkadang sudah melalui proses adaptasi budaya sehingga sering ada pengurangan atau penambahan maknanya.
Sebagian besar penduduk Jepang bekerja pada bidang yang berhubungan dengan bidang industri serta pertanian. Tingkat pengangguran relatif sangat rendah jika dibandingkan dengan
negara-negara maju lainnya, yakni dengan rasio 2,7.
30
WorkForce By Industry Unit 10.000 persons
Mals Total
Total 3.626 6.020
Employed 3.526 5.853
Totaly Unemployed 99
167 Ratio of Tataly Unemployed
2,7 2,8
Not in Labor Force 1.007
3.513
30 Ibid Hal. 6
Universitas Sumatera Utara
22
Population 13 years old over 4.662
9.387
Source: Management and Coodination Agency
EMPLOYED PERSONS BY INDUSTRY Unit 10.000 persons
1984 1985
1986 All
industry 5.766 5.807 5.853
Agricultural Forestry 468
464 450
Fisheries 44 45 45
Mining 8 9 8
Construction 527 530
534 Manufacturing
1.438 1.453 1.444 Electricity, Gas, Heat, Water Supply and Transport
Communication 376 376 384
Wholesale Retail Trade and Eating and Drinking Place 1.319
1.318 1.339
Finance, Insurance, dan Real Estate 216
217 225
Service 1.154 1.174 1.205
Government not elsewhere Classifield 195
199 197
Source: Statistics Bureau, Management and Coordination Agency. Monthly Report and the Labour Force Survey
Menurut latar belakang asal usul penduduk yang menempati kepulauan ini, maka bangsa Jepang adalah keturunan dari ras Yamato yang sangat dominan sejak berdirinya Jepang sampai
saat ini. Oleh karena itu, bangsa Jepang disebut bangsa yang sangat homogen. Namun, kalau dilihat secara saksama, di negeri ini juga terdapat kelompok minoritas yaitu penduduk keturunan
ras Ainu, suku bangsa yang terdapat di daerah utata Jepang yang jumlahnya semakin berkurang. Di samping itu, di negeri juga dapat dijumpai keturunan Bangsa Korea ataupun Bangsa Cina
yang menjadi penduduk tetap. Negara ini banyak dikunjungi oleh penduduk tidak tetap dari berbagai bangsa yang ada di
dunia, yakni para mahasiswa yang belajar di Jepang baik yang dibiayai oleh pemerintah Jepang ataupun yang belajar dengan biaya sendiri. Menurut catatan tahun 1989, mahasisiwa yang belajar
Universitas Sumatera Utara
23
di Jepang sebanyak 25.000 orang, 85, mahasisiwa yang belajar berasal dari Benua Asia. Pada awal abad 21 nanti, pemerintah Jepang akan berusaha agar mahasisiwa asing yang belajar di
negeri ini berjumlah 100.000 orang, dengan perincian 10.000 orang akan dibiayai oleh pemerintah Jepang dan sisanya dengan biaya sendiri. Tentu jumlah ini tidak begitu besar jika
dibandingkan dengan Amerika Serikat dimana jumlah mahasiswa asing yang belajar di sana dewasa ini mencapai 400.000 orang.
31
II.3 Sejarah Jepang