Kajian energi pengeringan beku dengan penerapan pembekuan vakum dan pemanasan dari bawah

(1)

KAJIAN ENERGI PENGERINGAN BEKU

DENGAN PENERAPAN PEMBEKUAN VAKUM

DAN PEMANASAN DARI BAWAH

BELYAMIN

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa disertasi saya dengan judul “Kajian Energi Pengeringan Beku Dengan Penerapan Pembekuan Vakum dan Pemanasan dari Bawah“ adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan bukan hasil jiplakan atau tiruan dari tulisan siapapun serta belum dipublikasikan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun.

Bogor, Maret 2008

Belyamin


(3)

RINGKASAN

BELYAMIN. Kajian Energi Pengeringan Beku dengan Penerapan Pembekuan Vakum dan Panas dari Bawah. Dibimbing oleh ARMANSYAH H TAMBUNAN, M IDRUS ALHAMID, dan HADI K PURWADARIA.

Pengeringan beku merupakan proses pengeringan untuk produk bernilai jual tinggi disebabkan oleh kemampuan untuk meminimalkan reaksi kerusakan seperti perubahan produk menjadi kecoklatan, perusakan protein, dan kemampuan meminimalkan kehilangan rasa dan aroma. Keunggulan lain adalah tingginya kemampuan rehidrasi. Pengeringan beku, di sisi lain, merupakan proses pengeringan yang mahal dan pengkonsumsi energi yang tinggi disebabkan rendahnya laju pengeringan. Laju pengeringan rendah terjadi karena pengeringan beku umumnya merambatkan panas melalui lapisan kering yang konduktivitas panasnya rendah. Untuk mengatasi hal ini, penelitian ini menerapkan pemanasan dari bawah sebagai tambahan pemanasan dari permukaan atas produk. Dengan pemanasan dari bawah, perambatan panas dapat dilakukan melalui lapisan beku yang konduktivitas panasnya jauh lebih besar dari lapisan kering, sehingga efektifitas perambatan panas menjadi jauh lebih baik. Kekurangan pengeringan beku juga diatasi dengan pembekuan vakum sehingga pembekuan dan pemvakuman dijadikan satu proses yang simultan. Dengan menjadikan pembekuan dan penurunan tekanan sebagai satu proses, maka energi yang dibutuhkan tidak lagi terpisah menjadi energi pembekuan dan energi penurunan tekanan, tetapi hanya energi penurunan tekanan. Dengan pembekuan vakum dan penerapan pemanasan dari bawah, diharapkan akan diperoleh pengurangan pemakaian energi.

Tujuan penelitian ini adalah melakukan pengkajian energi pada penerapan pembekuan vakum dan pemanasan dari bawah, dan mempelajari karakteristik pengeringan beku. Sebagai rangkaian awal penelitian, sistim pengeringan beku telah dirancang bangun sedemikian sehingga dapat menerapkan proses pemanasan dari bawah dan pembekuan vakum. Hasil rancang bangun tersebut telah diuji dan menunjukkan kinerja yang baik dan sesuai dengan yang diharapkan.

Hasil kajian energi terhadap pengeringan beku lidah buaya menunjukkan pengeringan beku dengan pembekuan vakum menggunakan energi lebih sedikit dari pada pengeringan beku dengan pembekuan lempeng sentuh Pengurangan pemakain energi ini berkisar antara 10.3–10.6 %. Selain itu penggunaan pemanasan bawah dan pemanasan atas dapat menghemat energi sebesar 14 % dibanding hanya menggunakan pemanasan atas saja. Penggunaan pemanas atas dan pemanas bawah juga dapat menghemat waktu total pengeringan beku sebesar 4 jam dibanding hanya menggunakan pemanas atas. Meskipun demikian, tingkat pemanasan dari bawah perlu dikaji lebih lanjut agar suhu pada lapisan beku tidak meningkat melebihi suhu pencairan (melting).

Selain pengurangan pemakaian energi pengeringan beku, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik pengeringan beku seperti waktu pembekuan dan laju pengeringan optimal dapat diperoleh dengan penggunaan formulasi campuran produk yang tepat. Penelitian ini menunjukkan campuran lidah buaya 65% diblansir adalah formulasi yang dapat menghasilkan waktu pembekuan dan laju pengeringan optimal.


(4)

ABSTRACT

BELYAMIN. Study of Energy of Freeze Drying with Vacuum Freezing and Back Heating. Supervised by ARMANSYAH H TAMBUNAN, M IDRUS ALHAMID, and HADI K PURWADARIA.

Freeze drying is one of the best method of drying especially for high value product. The drying method minimizes the quality degradation such as non enzymatic browning, protein denaturizing, and loss of flavor and aroma. The method also produces dry material with high rehydration. However, the drying cost is expensive due to the slow drying rate and high energy consumption.

The drying rate is low because the heat is transferred through the dried layer of product which has low conduction coefficient. Application of back heating, through the frozen layer of the product is expected to be more efficient for sublimation process. In addition to the back heating, vacuum is also implemented in this research to obtain simultaneous effect so that the total energy consumption of the freeze drying is expected to decrease.

The objective of this research is to assess the energy of freeze dryer implementing vacuum freezing and back heating, and to analyze the freeze drying characteristics. The research is started by designing and constructing the dryer in order to be able to implement back heating and vacuum freezing. The dryer constructed is then examined. The dryer showed the performance is within the spesification expected.

The use of vacuum freezing instead of contact plate freezing reduced energy consumption for 10.3% to 10.6%. In addition, the use of back (lower) and upper heating, reduced energy consumption 14%. It was also found out that upper and lower heating freeze drying could reduce the freezing time up to 4 hours compared with upper heating vacuum freezing.

Application for Aloe vera indicated that freezing period and drying rate were optimized when best formulation was 65% with blanching treatment.


(5)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Penulisan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(6)

KAJIAN ENERGI PENGERINGAN BEKU DENGAN PENERAPAN PEMBEKUAN VAKUM

DAN PEMANASAN DARI BAWAH

BELYAMIN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008


(7)

Penguji Luar Komisi

Ujian Tertutup : Dr Sutrisno M.Agr Ujian Terbuka : Dr Ir Leopold O Nelwan


(8)

JUDUL DISERTASI : Kajian Energi Pengeringan Beku Dengan Penerapan Pembekuan Vakum dan

Pemanasan dari Bawah

NAMA : Belyamin

NRP : F161020051

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir.Armansyah H.Tambunan Ketua

Prof.Dr.Ir.Hadi K Purwadaria, MSc. Dr.Ir.M.Idrus Alhamid

Anggota Aggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Keteknikan Pertanian

Prof.Dr.Ir.Armansyah H.Tambunan Prof.Dr.Ir.Khairil A.Notodiputra,MS


(9)

PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT yang hanya dengan rahmat dan inayah Nya Alhamdulillah dapat diselesaikan disertasi yang diberi judul Kajian Pengeringan Beku Dengan Penerapan Pembekuan Vakum dan Pemanasan dari Bawah.

Penghargaan yang setinggi tingginya dan rasa hormat penulis sampaikan atas pendidikan, bimbingan, dorongan, pengorbanan dan doa orangtua yang tiada henti hentinya sejak penulis kecil sampai dapat menyelesaikan pendidikan Doktor ini.

Penulis mengucapkan banyak banyak terima kasih atas bantuan, nasehat, bimbingan keilmuan dan diskusi-diskusi, dorongan dan doa yang telah diberikan oleh berbagai pihak selama penulis mengikuti program perkuliahan , penelitian dan penulisan disertasi ini. Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan penghargaan yang tinggi dan terima kasih secara khusus kepada :

1. Prof. Dr. Ir Armansyah H Tambunan sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan sebagai Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian.

2. Dr. Ir. M. Idrus Alhamid sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

3. Prof. Dr. Ir Hadi K Purwadaria MSc. sebagai Anggota Komisi Pembimbing. 4. Dr. Sutrisno M.Agr. sebagai Dosen Penguji Luar Komisi Pembimbing. 5. Dr Ir Nasruddin sebagai Dosen Penguji Luar Komisi Pembimbing.

6. Dr Ir Leopold O Nelwan sebagai Dosen Penguji Luar Komisi Pembimbing. 7. Pimpinan Institut Pertanian Bogor atas kesempatan yang telah diberikan untuk

menempuh pendidikan S3 di perguruan tinggi ini.

8. Pimpinan Politeknik Negeri Jakarta atas bantuan dan dukungan selama penulis mengikuti pendidikan di IPB.

9. Dirjen DIKTI atas bantuan pendanaan pendidikan melalui program BPPS dan bantuan dana penelitian dengan program Hibah Bersaing.

10.Bapak dan Ibu staf Pengajar di Departemen Teknik Pertanian,IPB.

11.Staf dan Teknisi Laboratorium Pindah Panas dan Massa dan Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian , Bpk Harto, Firman dan Darman.

12.Dra. Erlin Nurtiyani MSi, pimpinan PT. Kavera Biotech, atas bantuan sampel dan data-data Lidah Buaya.

13.Ir. Rudiyanto MT atas bantuan akses untuk mendapatkan Jurnal.

14.Teman teman satu angkatan pada program pendidikan ini yang telah memberikan dorongan, bantuan, ide dan diskusi : Dr Ir Dianta M. MT, Ir Yogi MT , Dr.Ir.Yushardi MSc.,Dr.Ir.Lystianto MT, Dr.Ir.Syaiful MT, Ir. Rofiudin MT. dan Ir. Effi.

15.Ir M Sjahrul Anas MT dan kawan kawan atas bantuan dananya.

16.Nur Hadi Sukmana MSc atas bantuan penelusuran kesalahan program komputer. 17.Teman teman pada Lab Pindah panas yang tak dapat disebutkan satu persatu atas

dukungan dan saran sarannya.

18.Bagus dan Windi atas bantuan dalam menggambar dan foto.

Semua fihak yang tak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan moril, materiil, kerjasama dan dukungannya.

Apresiasi yang mendalam juga disampaikan kepada istri dan anak anak yang telah bersabar selama pendidikan penulis. Terima kasih banyak juga penulis sampaikan kepada adik-adik yang telah banyak membantu penulis.


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan sebagai anak ketiga dari (Alm) H.A. Latif Husin dan Hj. Habibah di Jakarta pada tanggal 16 Januari 1963. Pendidikan SD, SMP sampai SMA diselesaikan di Jakarta masing masing tahun 1974, 1977 dan 1981. Setelah lulus dari SMAN 14 Jakarta, penulis melanjutkan kuliah di Politeknik UI jurusan Teknik Mesin sampai lulus tahun 1986. Pendidikan S1 dan S2 diselesaikan di Inggris pada Mechanical Engineering Department masing masing di The Polytechnic of Huddersfield, West Yorkshire dan di The University of Liverpool. Pendidikan Bachelor Engineering (S1) diselesaikan tahun 1989 sedangkan Master of Science (Engineering) diselesaikan tahun 1991. Dari Tahun 1991 sampai 1992 penulis bertugas sebagai Master Teacher di Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik di Bandung dan selanjutnya dari tahun 1992 sampai saat ini penulis bertugas sebagai staf pengajar di Politeknik Negeri Jakarta. Program pendidikan S3 di IPB pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian diikuti penulis sejak Agustus 2002 dengan mendapatkan bantuan beasiswa BPPS. Selama studi di IPB, penulis menghasilkan karya ilmiah dengan judul “Simulasi Pengeringan Beku Dengan dan Tanpa Pemanasan dari Bawah”, “Rancang Bangun Pengering Beku dengan Penerapan Pembekuan Vakum dan Pemanasan dari Bawah” , dan “Penerapan Sistem Pembekuan Vakum dan Pemanasan dari Bawah pada Mesin Pengering Beku”.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xv

DAFTAR SIMBOL... xvi

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan ...………... 5

1.4 Manfaat Penelitian... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 6

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan Beku... 7

2.2 Pembekuan Vakum... 8

2.3 Perambatan Panas... 11

III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian……... 15

3.2 Bahan dan Alat... 15

3.3 Tahapan Penelitian ... 16

3.3.1 Pembuatan, Uji Kinerja dan Kajian Karakteristik Pengering... 17

3.3.2 Kajian Energi Pengeringan Beku... 18

3.4 Parameter Penelitian... 27

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan dan Kinerja Pengering Beku ...…………... 28

4.1.1 Pembuatan Pengering Beku... 28

4.1.2 Kinerja Pengering Beku... 32

4.2 Karakteristik Pengeringan Beku Lidah Buaya... 35

4.2.1 Karakteristik Pembekuan... 36

4.2.2 Karakteristik Sublimasi... 37

4.3 Kajian Energi Pengeringan Beku... 40

4.3.1 Energi Pembekuan Vakum... 47

4.3.2 Energi Pemanasan... 48

4.3.3 Simulasi Pemberian Panas Sublimasi………... 51

V SIMPULAN

DAN

SARAN………... 57

DAFTAR PUSTAKA... 59


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Nilai konduktivitas termal dan permeabilitas uap air lapisan kering

beku cabe jawa, sebagai pengaruh tekanan dan laju pembekuan……….... 11 2 Massa dan kadar awal dan akhir lidah buaya pada berbagai

Persentase campuran... 38 3 Perbandingan hasil perhitungan pemakaian energi pada Pengeringan

Beku Pembekuan Lempeng Sentuh dan Pengeringan Beku

Pembekuan Vakum... 47 4 Hasil pengukuran pemakaian energi listrik pada Pengeringan Beku

Pembekuan Vakum dan Pengeringan Beku Pembekuan Vakum

Pemanas Atas dan Bawah... 49 5 Laju pembekuan dan laju pengeringan seluruh jenis

pengeringan beku yang diteliti... 50 6 Perubahan waktu pengeringan, energi sublimasi dan cold trap


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.1 Aliran panas dan massa pengeringan beku...2

1.2 Diagram tekanan-suhu Pengeringan Beku Pembekuan Mekanis, Kryogenik, dan Lempeng Sentuh... 3

1.3 Diagram tekanan-suhu Pengeringan Beku Pembekuan Vakum... 4

1.4 Pemanasan bahan dari atas melalui lapisan kering... 4

1.5 Pemanasan bahan dari atas dan bawah masing-masing melalui lapisan kering dan beku... 5

2.1 Perbandingan laju pembekuan vakum dengan pembekuan lempeng sentuh... 10

2.2 Pengaruh tekanan operasi terhadap suhu produk yang dibekukan... 10

2.3 Model fisik pengering beku dengan pemanas bawah... 12

3.1 Wadah sampel untuk pengujian pengeringan beku pembekuan vakum lidah buaya... 16

3.2 Diagram alir penelitian ... 17

3.3 Model fisik pengeringan beku yang digunakan... 21

3.4 Elemen kecil pada lapisan kering... 22

3.5 Diagram alir penyelesaian persamaan matematika... 27

4.1 Susunan alat dan aliran fluida pengering beku... 28

4.2 Skema peralatan pengering beku... 30

4.3 Peralatan pengering beku... 31

4.4 Ruang pengering dengan pemanas atas dan pemanas bawah... 30

4.5 Peralatan refrigerasi... 31

4.6 Tangki air panas... 31

4.7 Penurunan tekanan terhadap waktu selama pembekuan vakum... 32

4.8 Profil perubahan suhu bahan terhadap waktu selama pembekuan vakum.33 4.9 Peningkatan tekanan terhadap waktu selama pengeringan... 34

4.10 Profil perubahan suhu bahan terhadap waktu selama pengeringan... 35

4.11 Pengaruh persentase campuran lidah buaya terhadap waktu pembekuan..36

4.12 Pengaruh persentase campuran lidah buaya terhadap laju pembekuan .... 37

4.13 Pengaruh persentase campuran lidah buaya terhadap waktu pengeringan.38 4.14 Pengaruh persentase campuran lidah buaya terhadap massa tersublimasi... 39

4.15 Pengaruh persentase campuran lidah buaya terhadap laju pengeringan.... 40

4.16 Perbandingan perubahan suhu permukaan bahan terhadap Pengeringan Beku Pembekuan Vakum dengan diagram fasa air ... 43

4.17 Perbandingan perubahan suhu pusat bahan terhadap tekanan Pengeringan Beku Pembekuan Vakum dengan diagram fasa air... 43

4.18 Perbandingan perubahan suhu permukaan bahan terhadap tekanan Pengeringan Beku Pembekuan Vakum Pemanas Atas dan Bawah dengan diagram fasa air...44

4.19 Perbandingan perubahan suhu pusat bahan terhadap tekanan Pengeringan Beku Pembekuan Vakum Pemanas Atas dan Bawah dengan diagram fasa air...45 4.20 Perbandingan daging daun lidah sebelum diblender (atas), setelah


(14)

4.21 Perbandingan Serbuk lidah buaya hasil pengeringan beku pembekuan vakum...46 4.22 Hasil simulasi komputer dengan batas suhu permukaan atas 40 0C…….. 52 4.23 Hasil simulasi komputer dengan batas suhu permukaan atas 30 0C…….. 52 4.24 Perbandingan suhu hasil simulasi lapisan 0.5 cm dari permukaan

atas sampel dengan hasil penelitian... 53 4.25 Hubungan suhu hasil penelitian dengan hasil simulasi pada

lapisan 0.5 cm……….54

4.26 Perbandingansuhuhasil simulasi lapisan 1 cm

dari permukaan atas sampel dengan hasil penelitian……… 54 4.27 Hubungan suhu hasil penelitian dengan hasil simulasi


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Perhitungan untuk pembuatan pengering beku... 63

2 Ruang pengering beku... 67

3 cold trap... 68

4 Tangki air pemanas...69

5 Pemanas... 70

6 Jenis termokopel yang dapat digunakan... 71

7 Perubahan suhu selama pemanasan pada pengeringan beku pembekuan vakum pada tekanan kerja 226 Pa... 74

8 Tahapan pengujian kinerja pengering beku... 73

9 Verifikasi thermokopel air pemanas... 74

10 Listing program simulasi pengeringan beku... 77

11 Hasil analisa variansi (Anova dua arah) Waktu Pembekuan... 84

12 Hasil analisa variansi (Anova dua arah) Laju Pembekuan... 84

13 Hasil analisa variansi (Anova dua arah) Waktu Pengeringan... 85

14 Hasil analisa variansi (Anova dua arah) Massa Tersublimasi... 85


(16)

DAFTAR SIMBOL

a peubah penyimpan nilai batas A Luas penampang,m2.

Ap Luas permukaan pemanas,m2

Alfa hasil dari konduktivitas/(kerapatan*kapasitas panas) produk, m2/det Asect luas permukaan wadah sampel, m2

Cp Kapasitas panas, kJ/kg K

Cpbh Kapasitas panas spesifik pembekuan produk, kJ/kg K Cp k Kapasitas panas spesifik produk kering, kJ/kg K. Cpi Kapasitas panas spesifik es, kJ/kg K

Cpg Kapasitas panas spesifik gas di dalam pori-pori lapisan kering, kJ/kg K Cpte kapasitas panas lapisan kering, kJ/kgK

d. Diameter ruang pengering,m

dp Perubahan tekanan ruang pengering karena diberikan kerja pada pompa vakum ,Pa

dt delta waktu yang digunakan pada perhitungan, det dx delta ketebalan produk yang digunakan pada hitungan, m e Emisivitas produk,

F Factor pelihatan Ft Gaya tarik , kN.

FV view factor, non dimensional Hsg entalhphi sublimasi, kJ/kg Hs Panas sublimasi es, kJ/kg

K konduktivitas panas produk, W/mK

k Konduktivitas, W/mK

kd Konduktivitas thermal lapisan kering, W/mK

kkk counter penghitung jumlah lapisan produk, non dimensional kf Konduktivitas thermal lapisan beku, W/mK

L Jarak antara Lempeng pemanas dengan produk yang dikeringkan, dan ketebalan produk, mm

Li Panas laten pembekuan, kJ/kg l Panjang ruang pengering, m.

Masstotal peubah penyimpan massa air yang dikeluarkan dari produk, kg Mass massa air yang dikeluarkan dari produk, kg

ma Massa akhir produk , kg. ert

ga air

m& + sin Massa udara ditambah gas yang dimasukkan ke pori produk, kg/det mbh Massa produk , kg.

mi Massa es, kg

msb Massa tersublimasi, kg w

m& Laju penguapan air, kg/det

Nt Flux massa total lapisan kering, kg/m2det Nw Flux uap air, kg/m2det

n Faktor keamanan bahan. patm Tekanan atmosfir, kPa.


(17)

pv Tekanan ruang pengering, kPa. pst Tekanan set pompa vakum, kPa.

Δp Beda tekanan antara bagian dalam pengering dan udara luar, kPa. Q panas radiasi, kJ

Qb Panas pembekuan produk, kW Qsb Panas pengeringan produk, kW

Qtotal peubah penyimpan harga panas radiasi, kJ q Perpindahan panas,kW

r hasil dari (dt*alfa)/dx2, non dimensional rhote kerapatan lapisan kering, m3/kg

Sp Kapasitas pemompaan, m3/det.

Stef konstanta Stefan-Boltman 5.68 10-11, kW/m2K4 Ta Suhu akhir produk, K

Tbh Suhu rata-rata produk, K. Tb Suhu produk beku, K. Td Suhu produk kering, K. Tf Suhu pembekuan produk, K. Th Suhu pemanas, K.

Ti Suhu keseimbangan es dengan tekanan ruang pengering, K TL Suhu pada lapisan produk pada ketebalan L, K

Tmuka suhu permukaan bahan, K Tpa suhu pemanas atas, K

TX Suhu pada lapisan sublimasi, K Ts Suhu permukaan, K

Tsb Suhu sublimasi, K

Ttb Suhu pada permukaan atas produk, K

T Suhu, K

t Waktu pembekuan produk, det t0 Waktu awal pemvakuman, det tap Waktu akhir pemvakuman, det

Wv Kerja pompa vakum memvakumkan ruang pengering (kJ) W0 Kadar air awal per volume produk, kg air/m3

WL Kadar air produk pada pengeringan primer per volume produk, kg air/m3 Vch Vol ruang beku, m3.

X Lebar lempeng pemanas, dan posisi lapisan sublimasi, mm x Posisi lapisan pada produk, mm

xpp Tebal pintu pengering, mm. xdp Tebal dinding pengering, mm.

Xpert dx/dt, m/det t1 Waktu pengeringan primer, det

Y Panjang lempeng pemanas,mm, Panjang produk yang dikeringkan, mm

α 1- tingkat kepercayaan, pada Anova

αte Konduktivitas per kerapatan per kapasitas panas efektif lapisan kering, 1/m2det

Δx Tebal elemen kecil, mm Δt Interval waktu, det


(18)

σi Tegangan ijin bahan, MPa. σy Tegangan mulur bahan, MPa. σult Tegangan putus bahan, MPa. ρ Kerapatan , kg/m3

subscript

I Lapisan kering II Lapisan beku te Lapisan kering efektif


(19)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengeringan beku merupakan metode pengeringan termahal disebabkan biaya pengeringan yang terlalu tinggi. Biaya pengeringan yang tinggi ini disebabkan pengering beku menggunakan energi dalam jumlah besar dalam selang waktu yang lama dan dapat melebihi 24 jam. Hal ini mengakibatkan penerapan metode pengeringan beku pada produk-produk baru kurang diminati dan penerapan metode pengeringan beku ini masih terbatas pada produk-produk dengan nilai jual tinggi. Biaya pengeringan yang tinggi ini juga menyebabkan penerapan metode pengeringan beku tidak dapat dijalankan untuk pengungkapan potensi produk baru.

Pengeringan beku berlangsung dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, pengeringan beku yang dapat berlangsung singkat tanpa mengakibatkan kehilangan kwalitas penting produk, menjadi hal yang sangat diinginkan. Pengeringan beku ini terdiri atas pembekuan, pengeringan primer (sublimasi), dan pengeringan sekunder. Sedangkan pengeringan primer selalu menjadi bagian yang terlama pada proses pengeringan beku. Karena itu, untuk mengembangkan pengering beku yang ekonomis, perlu diusahakan pengurangan waktu pengeringan primer. Dalam hal ini, peningkatan laju sublimasi merupakan faktor terpenting pada proses pengurangan waktu pengeringan primer (Pikal dan Shah, 1990).

Proses pengeringan beku merupakan suatu proses pengeringan terbaik yang terdiri dari tahapan-tahapan berupa pembekuan produk, dan pengeringan pada tekanan vakum di bawah tekanan tripple. Dengan metode ini, mula-mula dilakukan pembekuan pada tekanan atmosfir, kemudian dilakukan penurunan tekanan dan dilanjutkan dengan pengeringan secara sublimasi. Dengan cara ini, pembekuan dilakukan pada tekanan yang berbeda dengan tekanan sublimasi. Dengan demikian energi yang dibutuhkan meliputi energi pembekuan, energi penurunan tekanan dan energi pengeringan. Agar dapat dilakukan penghematan pemakaian energi, maka diterapkan metode pembekuan vakum yang akan membekukan dan menurunkan tekanan produk pada saat yang bersamaan. Dengan


(20)

cara ini diharapkan akan terjadi penurunan pemakaian energi total untuk pembekuan dan penurunan tekanan. Hal ini diharapkan menjadi keunggulan dari penerapan pembekuan vakum selain keuntungan lain berupa peningkatan mutu produk dengan cara pengurangan kemungkinan kerusakan mekanis dan penularan penyakit.

Penerapan metode pembekuan vakum ini akan mengurangi langkah pengeringan beku dari tiga tahap menjadi dua yaitu pembekuan sekaligus penurunan tekanan, dan sublimasi yang dilanjutkan dengan desorpsi. Dengan cara ini diharapkan dapat dilakukan penghematan energi, karena pembekuan dilakukan bersamaan dengan pemvakuman.

Selain menerapkan pembekuan vakum, pengering ini akan menerapkan pemanasan dari bawah. Hal ini dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang dimiliki pengering beku pada umumnya berupa biaya pengeringan tinggi yang disebabkan oleh rendahnya laju pengeringan. Laju pengeringan rendah ini terjadi karena panas yang dibutuhkan untuk sublimasi dirambatkan melalui lapisan kering yang mempunyai nilai konduktivitas rendah seperti terlihat pada Gambar 1.1. Melor (1978) menyatakan konduktivitas thermal lapisan beku 45 kali konduktivitas lapisan kering.

Gambar 1.1. Aliran panas dan massa pengeringan beku

Dengan metode penambahan pemanas dari bawah, panas untuk sublimasi diharapkan akan merambat melalui lapisan beku produk selain juga melalui lapisan kering. Karena nilai konduktivitas thermal lapisan beku lebih tinggi, maka efisiensi perambatan panas menjadi lebih baik sehingga pemakaian energi dan waktu pengeringan dapat dikurangi, demikian juga dengan biaya pengeringannya.

Lap. kering

Lap. beku Pf Tf

Permukaan

Lap sublimasi

Dasar produk

Ts Ps

Flux panas, QI

Flux massa, m

x = 0

x = X(t)

x = L Pemanas atas

Produk yang Dike- ringkan


(21)

1.2 Perumusan Masalah

Kekurangan pengeringan beku berupa langkah yang banyak yang terdiri dari pembekuan, penurunan tekanan, dan kemudian pengeringan (Gambar 1.2) diatasi dengan menerapkan pembekuan vakum (Gambar 1.3). Ketika pengeringan beku terdiri dari tiga langkah (pembekuan, penurunan tekanan, dan pengeringan), maka energi yang dibutuhkan juga terdiri dari tiga jenis energi ini. Dengan penerapan metode pembekuan vakum, pembekuan dan penurunan tekanan dijadikan hanya satu langkah saja yaitu pembekuan yang berjalan simultan dengan penurunan tekanan. Dengan metode pembekuan vakum ini, energi yang dibutuhkan adalah energi pemvakuman (sekaligus pembekuan) dan energi pengeringan. Dengan penurunan jumlah langkah ini dihipotesakan jumlah pemakaian energinya juga akan berkurang.

Dengan demikian maka diperlukan perencanaan agar ruang pengering dapat menghasilkan tekanan vakum yang memenuhi kebutuhan pembekuan vakum ini. Ruang pengering yang digunakan telah dibuat oleh Zainuddin (2003) tetapi perlu dilakukan penambahan peralatan-peralatan karena ruang ini ditujukan untuk proses pembekuan vakum , bukan untuk pengeringan beku. Permasalahan lain yang perlu diatasi adalah penentuan suhu maksimum agar bahan lidah buaya tidak mengalami kerusakan pada bahan aktifnya

Gambar 1.2. Diagram tekanan-suhu Pengeringan Beku Pembekuan Mekanis, Kryogenik, dan Lempeng Sentuh (Tambunan et al 2004).

suhu

tekanan

Pembekuan

P

enuru

n

an

teka

na

n

Pengeringan (sublimasi) Tekanan


(22)

Permasalahan lambatnya laju pengeringan karena perambatan panas melalui lapisan kering yang konduktivitas panasnya rendah (Gambar 1.4) akan diatasi dengan penambahan pemanas dari bawah (Gambar 1.5) . Panas yang diterapkan dari bawah ini tidak boleh melebihi suhu aman bahan beku agar tidak terjadi pelelehan bahan (melting).

Gambar 1.4. Pemanasan bahan dari atas melalui lapisan kering Lapisan beku

Konduktifitas panas tinggi

Lapisan kering

Konduktifitas panas rendah

Sisi sublimasi

Panas hilang

Panas Panas

sublimasi

Plat pemanas atas

uap Gambar 1.3. Diagram tekanan-suhu Pengeringan Beku

Pembekuan Vakum (Tambunan et al 2004). suhu

tekan

an

Pembekuan vakum dan

Pengeringan (sublimasi) Tekanan


(23)

Gambar 1.5. Pemanasan bahan dari atas dan bawah, masing-masing melalui lapisan kering dan beku

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pemakaian energi pada pengeringan beku dengan pembekuan vakum dan pemanasan dari bawah. Tujuan khusus dapat dirinci sebagai berikut

1. Membuat aparatus pengering beku dengan penerapan metode pembekuan vakum dan pemanasan dari bawah.

2. Mempelajari karakteristik pengeringan beku pada pembekuan vakum dengan pemanasan dari bawah.

3. Melakukan kajian energi pada penerapan metode pembekuan vakum dengan pemanasan dari bawah.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan sistem pengeringan beku yang efisien sehingga proses pengeringan beku dapat lebih banyak diterapkan, khususnya untuk produk-produk biologik, seperti lidah buaya, bahan rempah dan obat-obatan, dan bahan pangan/hasil pertanian khas tropik

Lapisan kering

Konduktifitas panas rendah

Sisi sublimasi Lapisan beku

Konduktifitas panas tinggi

Panas hilang

Panas Panas

sublimasi

Plat pemanas atas

uap


(24)

lainnya. Pengembangan metode pengeringan beku yang efisien juga akan sangat bermanfaat untuk meningkatkan prospek pemasaran produk khas tropis Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang berjudul kajian energi pengeringan beku dengan penerapan pembekuan vakum dan pemanasan dari bawah ini meliputi perancangan dan pembuatan sistem pengering beku, simulasi model pengeringan beku, penerapan pengeringan beku lidah buaya untuk mengetahui karakteristik pengeringannya, dan pengkajian energi pengeringan beku lidah buaya (Aloe vera Linn).

Pengkajian energi pembekuan dan pemanasan pada proses pengeringan beku dilakukan dengan membandingkan pemakaian energi ketika dilakukan pemanasan dari bawah saja dan ketika dilakukan pemanasan dari bawah dan atas. Pengkajian pemakaian energi meliputi seluruh jenis energi yang dipakai berupa energi pembekuan, energi pemvakuman, energi pengeringan, dan energi cold trap. Pengkajian juga dilakukan dengan mempelajari pemakaian energi pembekuan ketika diterapkan pembekuan vakum dan pembekuan dengan lempeng sentuh.

Penelitian ini menggunakan peralatan pengering beku yang dibuat lebih dulu. Pembuatan peralatan pengering meliputi seluruh peralatan berupa ruang pengering yang dilengkapi pemanas atas dan pemanas bawah, sistem vakum, dan wadah sampel.


(25)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan Beku

Pengeringan beku telah dikenal dan diakui sebagai metode pengeringan yang dapat memberikan mutu hasil pengeringan paling baik dibandingkan metode pengeringan lainnya (Liapis and Bruttini, 1995; Martinez et al., 2001; Horadczek dan Viernstein, 2004 ). Keunggulan produk hasil pengeringan beku antara lain adalah struktur yang tidak mengkerut sehingga memungkinkan rehidrasi yang sangat cepat, retensi flavor yang tinggi karena pengeringan berlangsung pada suhu rendah, serta daya hidup dan rekonstitusi sel-sel hidup pada produk kering-beku tetap tinggi. Pengeringan beku sangat dikenal pada proses liofilisasi (lyophilization) produk(Carapelle et al., 2001; Hua et al., 2003).

Pengeringan beku telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Shishehgarha (2002) melakukan pengeringan beku untuk produk strawberry. Pengeringan beku untuk produk lain juga telah dilakukan oleh peneliti lain : Tambunan (2001) melakukannya untuk bahan pangan berbentuk pasta, Carapelle et al (2001) untuk kertas, Liu (2001) untuk liposome, Irzyniec et al (1995) untuk black currant juice, Grabowski et al (2002) untuk Cranberries dan Sagara (1984) untuk konsentrat larutan kopi. Shishehgarha (2002) mendapatkan bahwa waktu dehidrasi bertambah secara proporsional dengan ketebalan produk dan berkurang terhadap suhu plat pemanas. Selain itu juga didapatkan bahwa pada suhu lebih besar dari 50 oC, kemungkinan terjadinya collaps, yaitu gagalnya proses pengeringan beku karena adanya bagian yang mencair, bertambah besar.

Pengeringan beku meskipun merupakan proses pengeringan terbaik, mempunyai kelemahan berupa laju pengeringan yang lambat (Liapis dan Bruttini,1995; Martinez et al.,2001; Horadczek dan Viernstein,2004). Hal ini disebabkan panas dari atas, yang akan digunakan untuk sublimasi, harus dirambatkan melalui lapisan kering produk. Lapisan kering produk yang berstruktur rongga (porous) mempunyai konduktivitas yang sangat rendah, sehingga penghantaran panas ke permukaan sublimasi sangat rendah Penelitian pengeringan beku dengan pemanasan dari atas ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, pengeringan bahan herbal oleh Tambunan et al. (2001),


(26)

pengeringan durian oleh Siregar (2004), dan pengeringan larutan kopi oleh Araki et al. (2001). Selain itu sejumlah peneliti juga telah melakukan berbagai kajian yang berkaitan dengan optimalisasi proses Sung et al. (2002) dan kajian perpindahan panas dan massa selama proses, (Sagara 2001 ; Cheng et al. 2002).

Pada penelitian Cheng et al. (2002), telah dilakukan analisa pemanasan dari bawah untuk memperbaiki efisiensi perambatan panas ke lapisan sublimasi, tetapi penelitian ini belum sampai pada tahap pengujian dengan pemanasan dari bawah. Penelitian Cheng et al (2002) menekankan pada analisa matematisnya saja.

Tambunan (2001) melakukan pengeringan dengan siklus tekanan dan mendapatkan bahwa lama pengeringan ditentukan oleh tekanan pengering selain oleh suhu permukaan produk. Jika tekanan naik dan laju pembekuan juga naik maka waktu pengeringan primer dan waktu pengeringan sekunder turun. Xiang (2004) menyatakan suhu pengering mempunyai pengaruh yang besar terhadap laju sublimasi. Suhu pengering yang tinggi menyebabkan laju sublimasi yang juga tinggi. Xiang (2004) melakukan penelitiannya pada tekanan pengering 4 dan 133 Pa.

Sejumlah peneliti juga telah melakukan berbagai kajian yang berkaitan dengan optimalisasi proses (Song, et al., 2002; Carapelle et al., 2001), kajian perpindahan panas dan massa selama proses (Sagara, 2001; Cheng, et al., 2002; Farial, et al.,2003), kajian mutu hasil pengeringan (Mishra, et al., 1996; Tambunan, et al., 2001; Martinez, et al., 2001), dan lain-lain. Disamping itu, Araki, et al. (2001) melakukan kajian yang lebih mendalam terhadap proses pembekuan yang mengawali proses pengeringan beku tersebut. Dalam kajian tersebut dilakukan penentuan titik beku larutan kopi dan mobilitasnya berdasarkan metode Differential Scanning Calorimeter (DSC).

2.2 Pembekuan Vakum

Kinetika pengeringan beku dipengaruhi oleh laju pembekuan dan laju perpindahan panas dan massa selama proses sublimasi. Disamping sangat berperan dalam menentukan kinetika pengeringan, pembekuan merupakan salah satu tahap pengeringan beku yang sangat intensif energi. Oleh sebab itu, pencarian metode yang lebih tepat merupakan salah satu upaya yang sangat diperlukan.


(27)

Proses pembekuan untuk pengeringan beku dapat dilakukan dengan metode lempeng sentuh, semburan udara, atau pemanfaatan bahan cyogenic, seperti nitrogen cair. Salah satu metode pembekuan yang jarang diterapkan, tetapi prospektif, adalah pembekuan vakum (Carapelle et al., 2001). Pada pembekuan vakum ini, efek pembekuan diperoleh dengan penguapan sebagian air bahan pada kondisi ruang bertekanan rendah. Penguapan ini memerlukan panas laten yang diambil dari produk, sehingga produk tersebut mengalami penurunan suhu bahkan sampai akhirnya membeku. Dalam hal ini efek pembekuan bukan karena perpindahan panas dari bahan ke media pembeku, tetapi karena pelepasan panas laten penguapan. Dengan demikian, energi yang dibutuhkan untuk proses pembekuan produk ini adalah energi untuk penurunan tekanan ruang pembekuan.

Beberapa penelitian telah dilakukan diantaranya penelitian pembekuan vakum (Zainuddin 2003; Siregar 2004) dan penelitian konsumsi energi pengeringan beku bahan biologik (Sutanto, 2004). Pada penelitian terdahulu didapatkan laju pembekuan vakum udang windu berkisar pada 3,91 cm/jam, 4,49 cm/jam dan 7,23 cm/jam. Pembekuan ini tergolong pembekuan cepat sehingga kristal es yang terbentuk kecil. Kristal es yang kecil ini dapat mengurangi kerusakan sel produk. Selain itu pada penerapan metode pembekuan vakum untuk durian, didapatkan bahwa pembekuan vakum menghasilkan kandungan protein yang lebih tinggi dibanding pembekuan lempeng sentuh (Siregar, 2004). Penelitian lain menyatakan bahwa keunggulan sistem vakum terletak pada proses pengolahannya. Dengan sistem pembekuan vakum, proses pembekuan mengurangi kemungkinan penularan penyakit, selain menyebabkan pembekuan lebih cepat (Tambunan, 2000). Hasil-hasil yang telah diperoleh, antara lain, ditunjukkan dalam bentuk perbandingan laju pembekuan vakum dengan pembekuan lempeng sentuh (Gambar 2.1), dan pengaruh tekanan operasi terhadap suhu berbagai produk yang dibekukan (Gambar 2.2).

Terkait dengan ini, Krokida et al (1998) dan Irzyniec et al (1996) mendapatkan pengeringan beku dengan pembekuan vakum merupakan metode pengurangan kadar air terbaik yang menghasilkan produk dengan kwalitas tertinggi. Metode pengeringan beku ini juga digunakan secara luas untuk menghasilkan kopi instan berkualitas (Sagara dan Ichiba, 1998).


(28)

Pengembangan metode pembekuan vakum untuk produk-produk pertanian telah dilakukan oleh Tambunan (2000), Rochanah (2001), Wulandani, et al (2002) dan Zainuddin (2003). Pembekuan vakum ini diterapkan pada produk produk berupa jus jeruk dan pulp markisa pada berbagai konsentrasi, dan udang windu.

Keterangan :

VF: vacuum freezing PF: plate freezing Suhu PF = -42 0C, tekanan VF = 0.01 kPa

Kadar air sampel 1, 2, dan 3 masing-masing 60.2%,73.5% dan 86.7%

Gambar 2.1. Perbandingan laju pembekuan vakum dengan pembekuan lempeng sentuh (Tambunan, 2000).

Gambar 2.2. Pengaruh tekanan operasi terhadap suhu produk yang dibekukan (Tambunan, 2000).

-40 -30 -20 -10 0

0 50 100 150

Tekanan (Pa)

Suh

u

ba

h

a

n

(

0 C)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Laj

u

P

e

m

b

ek

uan (c

m/jam)


(29)

2.3 Perambatan Panas

Laju perpindahan panas dan massa melalui lapisan kering bahan selama proses sublimasi sangat rendah akibat nilai konduktivitas termal dan permeabilitas uap air yang rendah (Tambunan dan Manalu, 2000; Sagara, 2001). Pada Tabel 1 ditunjukkan nilai konduktivitas termal dan permeabilitas uap air pada lapisan kering cabe jawa selama pengeringan beku, serta pengaruh tekanan dan laju pembekuan pada nilai-nilai tersebut. Pada penelitian tersebut, pemanasan dilakukan dengan cara radiasi panas dari lempeng pemanas ke permukaan bahan, dan selanjutnya dengan cara konduksi melalui lapisan kering bahan ke permukaan sublimasi. Struktur lapisan kering yang berongga mempunyai konduktivitas panas yang rendah sehingga ketika beda suhu dan ketebalan bahan yang digunakan adalah sama, dengan rumus perpindahan panas konduksi, didapatkan laju perambatan panas menjadi lambat sehingga efisiensi energi pemanasan menjadi rendah.

Tabel 1. Nilai konduktivitas termal dan permeabilitas uap air lapisan kering beku cabe jawa, sebagai pengaruh tekanan dan laju pembekuan (Tambunan et al, 2001)

Tekanan (Pa)

Laju pembekuan

(cm/h)

Ukuran rongga (10-3 mm2)

Konduktivitas termal (10-1 W/mK)

Permeabilitas (10-2 m2/s)

24.0 kisaran: 3.3 hingga 4.3

cm/h

2.337 1.1 ± 0.1 1.2 ± 0.2

48.0 2.244 1.1 ± 0.1 1.0 ± 0.1

76.0 1.908 1.3 ± 0.1 5.6 ± 0.4

kisaran: 73.3 to 76.0

Pa

1.6 2.592 1.1 ± 0.0 6.7 ± 1.3 2.7 1.984 1.1 ± 0.2 5.6 ± 0.9 3.3 1.908 1.3 ± 0.1 5.6 ± 0.4 Berdasarkan kenyataan tersebut, pemanasan dengan perambatan panas melalui lapisan kering, dianggap kurang menguntungkan, sehingga pada penelitian ini akan dilakukan pemanasan melalui permukaan bawah bahan (lapisan beku produk). Karena nilai konduktivitas panas lapisan beku lebih tinggi daripada lapisan kering, metode ini diharapkan akan meningkatkan laju penghantaran panas ke permukaan sublimasi. Akan tetapi, masalah lain yang akan


(30)

dihadapi adalah kemungkinan terjadinya peleburan es atau terjadinya collaps (bahan beku mencair, bukan menyublim), sehingga perlu dicari mekanisme penyampaian panas yang efektip. Hal ini dilakukan misalnya dengan pembatasan jumlah panas yang dirambatkan melalui lapisan beku.

Perpindahan panas dan massa terjadi secara simultan ketika dilakukan radiasi atau konduksi panas untuk mensublimasi es dan mengangkut uap air keluar produk secara permeasi. Oleh karena itu, ukuran produk yang dikering-bekukan akan sangat berpengaruh terhadap laju perpindahan panas dan massa ini. Cheng et al (2002) melakukan penelitian untuk menganalisa pergerakan lapisan permukaan es pada pengeringan beku dengan atau tanpa pemanasan dari bawah. Cheng mengunakan model sheng/peck (Sheng dan Peck 1975) dan model URIF (King, 1971). Model ini mengasumsikan proses pengeringan dibagi menjadi dua tahap :

1. Air yang dapat dibekukan selama proses pembekuan akan tersublimasi dan dikeluarkan bersama sebagian air terikat selama proses pengeringan primer.

2. Pengeluaran air melalui difusi pada proses pengeringan sekunder.

Model fisik pengeringan beku dengan pemanas atas ditunjukkan dengan Gambar 1.1, sedangkan model dengan pemanas atas dan bawah ditunjukkan dengan Gambar 2.3.

Pada penelitian ini, pengertian pemanas dari atas adalah penyampaian panas melalui permukaan luar bahan yang telah mengalami pengeringan, sehingga panas merambat melalui lapisan kering ke lapisan sublimasi. Sementara itu pemanasan dari bawah adalah proses pemanasan yang menyebabkan panas merambat ke lapisan sublimasi melalui lapisan beku bahan.

Gambar 2.3. Model fisik pengering beku dengan pemanas bawah Lapisan Sublimasi Pemanas Atas

Pemanas Bawah Uap

Bahan Kering

Bahan Beku

Panas

Panas x = 0


(31)

Pada pengeringan beku dengan pemanasan atas dan bawah, panas dipindahkan ke lapisan sublimasi melalui lapisan kering dan melalui lapisan beku. Panas ini digunakan untuk sublimasi dan mengeluarkan sebagian air terikat (Gambar 2.3). Pada pengeringan dengan pemanasan atas saja, suhu lapisan sublimasinya dianggap tetap sebesar Ttb, sedangkan pada pengeringan dengan pemanasan atas dan bawah, suhu lapisan sublimasi , TX, akan naik dari Ttb, (pada

x=0) ke TL (pada x=L). TX = Ttb + (TL – Ti)(X/L)n, 0 ≤ X ≤ L. [1]

merupakan faktor approksimasi profil suhu interface.

Sedangkan flux massa airnya,

(

)

1 L 0 w dt dX W W

N = − . [2]

Berdasarkan Gambar 2.3, persamaan keseimbangan energi pada lapisan sublimasinya adalah s w X L f X s

d N H

X L T T k X T T k = − − + − [3]

Dengan substitusi Persamaan 1 dan 2 ke Persamaan 3 maka akan didapat waktu pengeringan primer.

Energi yang digunakan untuk pengeringan beku ini meliputi : energi pembekuan, energi pengeringan dan energi komponen pendukung seperti perangkap uap (cold trap). Energi pembekuan produk dapat dihitung dengan Persamaan 4.

) (

)

( bh f i i i i b f

bh bh

b m Cp T T mL mCp T T

Q = − + + − [4]

Sedangkan energi pengeringan dihitung dengan Persamaan 5.

(

a sb

)

k a s sb

sb m H m Cp T T

Q = + − [5]

Sementara itu untuk menghitung energi yang digunakan pada cold trap, digunakan pendekatan bahwa energi untuk menangkap uap ke dinding pipa tembaga cold trap (koil) adalah energi untuk mengubah uap menjadi lapisan es, atau kebalikan dari sublimasi. Dengan demikian energi cold trap per kg produk dapat diketahui dengan membaca nilai enthalpi hgi dari tabel uap. Selain itu, untuk menghitung Energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan kondisi vakum digunakan Persamaan 6.


(32)

sedangkan besarnya tekanan vakum pada detik tertentu ditunjukkan dengan Persamaan 7.

(

)

st

ch p t

s o

v p

V t S exp p p

p ⎟⎟+

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − −

= [7]

Dengan demikian maka Wv dihitung dengan mengintegralkan Persamaan 8 dari to = awal pemvakuman sampai tap = t akhir pemvakuman.

(

)

[ ]

(

)

− − +

=V p p exp p dp

Wv ch 0 st VchSp st [8]

Penyelesaian Persamaan 8 dilakukan dengan integral numerik menggunakan metode simpson.


(33)

III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama 1.5 tahun dari Januari 2005. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pindah Panas dan Massa, Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang dikeringkan adalah lidah buaya Barbadensis yang dipanen di kebun lidah buaya Atang Sanjaya, Bogor dan Lidah buaya pada kebun PT Kavera, Depok.

Alat yang digunakan selama penelitian berlangsung meliputi :

• Mesin pengering beku yang telah dirancang dan dikonstruksi, dengan dimensi umum 75 cm x 165 cm x 120 cm, dan terdiri dari

1) Ruang pengering, tekanan terendah pada ruang 70 Pa, (diameter 34 cm, panjang 47 cm, volume 59 liter).

2) Perangkap uap (cold trap),

3) Dua buah tangki air panas masing-masing berkapasitas 30 liter dan berfilamen 2000W. Suhu air panas dikendalikan dengan thermostat dengan kisaran antara 30 0C sampai dengan 110 0C, Gambar 4.6,

4) Pompa air Shinil SL126SP,

5) Sistem refrigerasi menggunakan R134A dengan kompresor hermetik L’Unite Hermetique CAJ4511Y, 1 fasa, 5.3ª, 220 V, Gambar 4.5, dan

6) Pompa vakum rotari Tokuda model RP6002, 0.75 kW, 3 fasa, laju aliran udara 600 l/menit dan tekanan ultimate 6.7 10-2 Pa.

• Alat lain yang digunakan berupa :

1 Timbangan elektronik AND EK1200A.

2 Wadah sampel lidah buaya berbentuk silinder dengan diameter 9.5 cm dan tinggi 11 cm atau volume 0.9 liter, kapasitas wadah 100 g lidah buaya dengan isolasi pada bagian dasarnya (Gambar 3.1).


(34)

Gambar 3.1. Wadah sampel untuk pengujian pengeringan beku pembekuan vakum lidah buaya

Keterangan :

TB1 Termokopel pada permukaan atas produk (1.5 cm dari dasar produk). TB2 Termokopel pada jarak 1 cm dari dasar. TB3 Termokopel pada jarak 0.5 cm dari dasar. TB4 Termokopel pada dasar produk.

3 Blender Maspion MT 1210, 4 Hibrid recorder Yokogawa 3181,

5 Pengukur tekanan vakum Okano VA2076-6, gelas ukur, dan penyaring. 6 Termokopel type E (Lampiran 6)

3.3 Tahapan Penelitian

Keseluruhan penelitian pengeringan beku dengan pembekuan vakum dan pemanasan dari bawah dilakukan mengikuti diagram aliran seperti Gambar 3.2. Bagian utama penelitian ini adalah kajian energi pengeringan beku dengan pembekuan vakum dan pemanasan dari bawah. Karena diperlukan peralatan pengering sebagai alat penelitian, maka yang pertama dilakukan pada penelitian ini adalah perancangan pengering beku. Setelah peralatan pengering tersedia,

TB1 TB2 TB3 TB4

Gabus Insulasi

9 cm

8.5 cm 11 cm 13.5 cm


(35)

kemudian dapat dilakukan pengujian kinerjanya, pengujian karakteristik pengeringan beku dan pengkajian pemakaian energi pada pengeringan beku.

Gambar 3.2. Diagram Alir Penelitian

3.3.1 Pembuatan, Uji Kinerja dan Kajian Karakteristik Pengering beku 3.3.1.1 Pembuatan Pengering beku

Pengkajian energi yang akan dilakukan membutuhkan peralatan pengering beku yang akan diteliti dan dianalisa sehingga peralatan pengering beku ini dibuat lebih dulu. Peralatan pengering beku ini dirancang untuk bekerja dengan tekanan operasi 65 Pa. Tidak semua bagian sistem pengering yang akan digunakan, dibuat pada penelitian ini. Ruang pengering dan sistem refrigerasi telah dibuat oleh peneliti terdahulu, Zainuddin (2003). Meskipun demikian, ruang pengering yang telah dibuat tidak dapat langsung digunakan tetapi perlu dilengkapi dengan pemanas atas dan bawah (Gambar 4.4). Pemanas atas dan bawah ini menggunakan air panas sebagai media pemanasannya sehingga kelengkapan sistem pemanas seperti perpipaan dan sistem pengendalian suhu air panas juga perlu dirancang dan dibuat lebih dulu. Selain itu sistem refrigerasi dan cold trap yang telah dibuat oleh Zainuddin (2003) diperiksa kembali dan disempurnakan kinerjanya.

Kajian Energi Pengeringan Beku Pembuatan Pengering

Pengujian Kinerja Pengering


(36)

3.3.1.2 Uji Kinerja Pengering Beku

Setelah pembuatan peralatan pengering beku kemudian dilakukan uji kinerja untuk memeriksa apakah kriteria yang dibutuhkan pada sistem pengering dapat dipenuhi. Pada sistem pengering ini kriteria keberhasilannya ditentukan dengan kemampuan untuk mencapai suhu produk beku sekitar -18 oC untuk memenuhi syarat minimal suhu pembekuan produk pangan agar tidak terjadi collaps, (Liapis et al. 1995). Pengujian kinerja pengering beku ini dilakukan dengan penerapan pengeringan beku lidah buaya. Pada pengeringan beku yang berhasil tanpa collaps, produk yang terbentuk adalah serbuk lidah buaya tanpa ada bagian yang mencair. Untuk melakukan uji kinerja pengeringan beku lidah buaya dilakukan tahapan tahapan persiapan seperti ditunjukkan pada Lampiran 8.

3.3.1.3 Kajian Karakteristik Pengeringan Beku

Pada tahap penelitian ini, pengkajian karakteristik dilakukan untuk menentukan waktu pembekuan dan pengeringan, laju pembekuan dan pengeringan, perubahan massa dan suhu bahan, dan tekanan ruang pengering. Penelitian dilakukan pada beberapa formulasi campuran lidah buaya dengan bahan tambahnya. Bahan yang ditambahkan pada lidah buaya adalah Maltodextrin dan Aquadest. Dengan digunakannya berbagai formulasi campuran lidah buaya ini diharapkan akan didapat formulasi optimum yang dapat menghasilkan karakteristik pengeringan beku terbaik sehingga dengan digunakannya formula optimum ini pemakaian energi pengeringan beku dapat diminimalkan. Formulasi yang digunakan pada kajian karakteristik ini adalah lidah buaya dengan kadar 45, 65, dan 85%, dengan dan tanpa diblansir lebih dulu. Pada masing-masing formulasi ditambahkan maltodextirn sebanyak 5% dan sisanya adalah pengencer (aquadest)

3.3.2 Kajian Energi Pengeringan Beku

Perhitungan pemakaian energi meliputi perhitungan energi pembekuan, energi pengeringan , energi pemvakuman, dan energi perangkap uap (cold trap). Energi pembekuan dihitung dengan Persamaan 4 sedangkan energi pengeringan dihitung dengan Persamaan 5. Untuk menghitung energi pembekuan maka


(37)

terlebih dulu perlu difahami bahwa untuk mencapai pembekuan, proses yang dilalui terdiri dari tiga tahapan. Tahap pertama adalah proses pendinginan untuk menurunkan suhu bahan dari suhu ruang ke suhu beku bahan tersebut. Untuk menghitung ini perlu diketahui massa bahan yang akan dibekukan, kapasitas panas bahan, dan beda suhu antara suhu ruang dan suhu bekunya. Tahap kedua adalah perubahan fasa dari kondisi cair ke kondisi beku. Pada perubahan fasa ini tidak terjadi perubahan suhu bahan tetapi hanya terjadi perubahan fasa dari cair ke beku. Oleh sebab itu energi untuk merubah fasa ini dicari dengan perkalian massa bahan yang dirubah fasanya dengan panas laten perubahan fasa dari cair ke beku. Tahap ketiga adalah penurunan suhu dari suhu beku ke suhu bahan yang diperlukan. Pada tahap ketiga ini, perhitungan energi penurunan suhu bahan beku juga membutuhkan kapasitas panas bahan. Berbeda dengan proses pada tahap pertama, pada tahp ketiga ini, kapasitas panas yang digunakan adalah nilai kapasitas panas dibawah suhu beku. Dari penjumlahan energi pada tiga tahap ini maka diperoleh nilai dari energi pembekuan yang dibutuhkan.

Energi pengeringan dihitung dengan lebih dulu menentukan massa bahan yang disublimasi dan panas sublimasi per kg bahan sehingga diketahui jumlah seluruh panas sublimasi yang dibutuhkan. Pada proses pengeringan ini, selain dilakukan penyubliman bahan beku juga dilakukan pemanasan bahan keringnya yang dihitung dengan diketahui lebih dulu massa bahan, kapasitas panas bahan kering, dan perubahan suhu dari sublimasi ke suhu akhir bahan kering.

Untuk menghitung energi pemvakuman digunakan hasil integral Persamaan 8. Pada dasarnya kerja pompa vakum dihitung dengan mengalikan volume dengan tekanan vakum yang dihasilkan pada volume tersebut. Tekanan vakum didapat dengan memperhitungkan tekanan kerja pompa vakum, displacement pompa, waktu pemvakuman, dan tekanan setting ruang vakum ini. Tekanan vakum hasil perhitungan ini adalah tekanan pengukuran. Untuk menghitung energi pemvakuman, digunakan tekanan absolut yang didapat dengan menambahkan tekanan pengukuran dengan tekanan atmosfir.

Energi perangkap uap ditentukan dengan perkalian massa air yang menguap dan menyublim dengan entalphi spesifik perubahan dari uap ke es (hgi). Massa bahan yang menyublim dapat ditentukan dengan pengukuran atau dengan


(38)

simulasi. Pada penelitian ini, hasil simulasi digunakan untuk menentukan massa air yang menyublim, lama waktu pengeringan secara keseluruhan, dan profil suhu pada lapisan-lapisan bahan yang dikering-bekukan. Dengan mengetahui waktu total pengeringan beku dan masssa air yang menyublim total energi yang digunakan pada pengeringan beku ini juga dapat ditentukan.

3.3.2.1 Pemodelan dan Simulasi

A Penentuan Model Fisik

Penelitian ini menggunakan model fisik pengering beku lapisan sublimasi bergerak seperti Gambar 3.3. Dengan model ini, mula mula keseluruhan produk dalam keadaan beku. Pembekuan ini dapat dilakukan dengan pembekuan vakum atau dengan metode pembekuan lainnya. Jika metode pembekuan yang digunakan adalah pembekuan vakum, tekanan diturunkan terus sampai tercapai pembekuan. Penurunan tekanan bahkan terus dilakukan sampai tercapai tekanan sublimasi (tekanan kerja).

Sebelum pemanas dioperasikan (setelah pembekuan selesai) semua lapisan produk dari x = 0 sampai x = L masih berbentuk lapisan beku (Gambar 3.3). Lapisan sublimasi baru mulai terbentuk setelah pemanasan dimulai. Setelah panas diberikan (pada proses sublimasi) beberapa lama, lapisan sublimasi bergerak dari x = 0 ke x = L. Pemanasan yang dilakukan dalam hal ini diasumsikan satu arah, (dinding wadah sampel di isolasi). Sublimasi berakhir ketika lapisan ini mencapai posisi x = L, dan merupakan akhir dari pengeringan primer.

Setelah pengeringan primer berakhir, pemanasan yang diberikan selanjutnya digunakan untuk pengeringan sekunder. Pada pengeringan primer, terjadi sublimasi air beku (air bebas), sedangkan pada pengeringan sekunder terjadi proses difusi uap air dari rongga bahan ke lingkungan.


(39)

Gambar 3.3. Model fisik pengeringan beku yang digunakan

B Pengembangan Model Matematika

Secara umum pemodelan matematika dilakukan dengan pendekatan berikut:

⎥ ⎦ ⎤ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ energi tan pembangki energi keluar Laju energi masuk Laju energi perubahan laju [9]

B.1 Pengeringan Primer

Untuk pengeringan primer Persamaan 9 dapat diuraikan menjadi persamaan berikut. ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + − + − = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ energi tan pembangki keluar sensible Panas masuk sensible Panas keluar konduksi masuk konduksi energi perubahan laju [10]

B.1.1 Lapisan Kering

Dengan ilustrasi elemen kecil pada lapisan kering seperti Gambar 3.4, maka Persamaan 10 dapat diturunkan menjadi persamaan keseimbangan energi seperti Persamaan 11 sampai 13.

Lap. kering Lap. beku Pf Tf Permukaan Lap Sublimasi Dasardiisolasi Ts Ps Flux panas, QI Flux massa, m

Flux panas, Q II

x = 0 x = X(t)

x = L

Pemanas bawah Pemanas atas


(40)

Gambar 3.4. Elemen kecil pada lapisan kering

Pada produk yang dikeringkan ini tidak terjadi pembangkitan energi sehingga persamaan energinya menjadi :

(

)

x x inert gas air x inert gas air x x x bh

bh m CpT m CpT

dx dT kA dx dT kA T cp m dt d Δ + + + Δ + − + − = ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣

& &

v terikat

air H

m& Δ

+ [11] x x inert gas air x inert gas air x x x CpT m CpT m dx dT kA dx dT kA dt dT cp x A Δ Δ Δ ρ + + + + − + −

= & &

v terikat

air H

m& Δ

+ [12]

( )

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂ = ∂ ∂ t Csw Cp ρΔ H x 1 T Nt Cp ρ Cp 2 x 1 T 2 te α t 1 T te te te te g

0≤ x ≤ X [13] Pada lapisan kering ini terjadi perpindahan panas konduksi, konveksi maupun perpindahan panas laten. Konduksi digambarkan dengan ruas pertama kanan persamaan. Konveksi terjadi untuk menaikkan suhu flux uap (ruas kedua kanan persamaan). Sedangkan panas laten (ditunjukkan ruas ketiga sebelah kanan tanda persamaan) untuk menguapkan air terikat.

B.1.2 Lapisan Beku

Pada lapisan beku, jika hanya dioperasikan pemanas atas, suhu pada seluruh lapisan beku diasumsikan sama dengan suhu lapisan sublimasi, sedangkan jika pemanas bawah juga dioperasikan maka yang terjadi pada lapisan beku ini adalah

Lap sublimasi

x = 0

Lapisan kering

x

Lapisan beku x = X

x = L


(41)

kenaikan suhu sebelum terjadi sublimasi. Perpindahan panas pada lapisan beku terjadi secara konveksi sehingga persamaan distribusi suhunya menjadi :

2 x T 2 t T II te II ∂ ∂ = ∂ ∂

α X≤ x ≤ L [14]

te te te te Cp k ρ

α = [15]

Kondisi batas dan kondisi awal persamaan di atas ditunjukkan dengan persamaan 16 sampai 21. pada t = 0, TI = TII = Tx = To, 0≤ x ≤ L [16] pada x = 0,

x T k

q te I

I

∂ −

= , t > 0 [17]

dan untuk pindah panas radiasi pada permukaan atas lapisan kering,

(

4 0

)

1 4 1 = − = x up T T F

q σ t > 0 [18]

pada x= X,

(

Cp T Cp T

)

NtCp Tx HsNw

V x T k x T

kII II te 1 + ρ11 II II −ρ1 I 1 + g =−Δ ∂ ∂ − ∂ ∂

0< t ≤ tx=L [19]

pada x = X, TI = TII = Tx, t > 0 [20]

pada x = L,

L x II II II x T k q = ∂ ∂ −

= , t > 0 [21]

B.2 Pengeringan Sekunder

Pengeringan ini dilakukan setelah semua lapisan beku selesai disublimasi. Dengan demikian pemanasan sekunder digunakan untuk difusi uap air dari dalam rongga bahan ke bagian luar. Persamaan energi pada pengeringan sekunder sama dengan Persamaan 13.

(

)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂ = ∂ ∂ Ct Csw Cp ρ ΔH x 1 T Nt Cp ρ Cp 2 x 1 T 2 te α t 1 T te te te te g

0≤ x ≤ L [22] Kondisi batas dan kondisi awal pengeringan sekunder ini ditunjukkan dengan Persamaan 23 sampai 25.


(42)

ts > 0, x = 0 , 0 x 1 te 1

x

T

k

q

=

=

[23]

ts > 0,

(

)

0 x 4 1 4 up

1

F

T

T

q

=

=

σ

[24]

Untuk radiasi, pindah panas ke lapisan atas produk

pada x = L,

0 x 1 te I 1

x

T

k

q

=

=

[25]

C Pemecahan Model Matematika

Dengan menggunakan metode implisit maka dari Persamaan 13. diperoleh Persamaan 26 sampai 28.

[26] [27] Jika 2 te x t r Δ α Δ

= dan

x Cp Nt tCp s te te g Δ ρ Δ

= dari Persamaan 27 dapat diperoleh [28]

T I dicari dengan Persamaan 28 dengan membuat matrik diagonal tiga. Untuk i = 1 sampai N.

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + − − + − + − − + − + − − + − − + + + j 1 N I j 2 I j 1 I 1 j N I 1 j 1 I 1 j 0 I T . T T T . T T s r s r 2 1 r 0 0 0 . . . . . . 0 0 s r s r 2 1 r 0 0 0 0 s r s r 2 1 r

penyelesaian matriks ini dilakukan dengan menggunakan algoritma Thomas Dengan cara yang sama , TII, dapat dicari dengan menurunkan Persamaan 14 menjadi persamaan berikut,

) T T 2 T ( x t T

T II ij 11 II ij 1 II ij 11

2 II j i II 1 j i

II + − = αΔ Δ ++ − + + −+ [29]

(

j 1

)

i I 1 j 1 i I te te g 2 1 j 1 i I 1 j i I 1 j 1 i I te j i I 1 j i I T Nt T Nt x Cp Cp x ) T T 2 T ( t T

T + +

+ + − + + + + − − + − = −

Δ

ρ

Δ

α

Δ

j i I 1 j 1 i I 1 j i I 1 j 1 i

I (1 2r s)T ( r s)T T

T

r + + − + − + =

+ + ++

(

j 1

)

i I 1 j 1 i I g 1 j 1 i I 1 j i I 1 j 1 i I 2 te j i I 1 j i

I NtT NtT

x Cpte te tCp ) T T 2 T ( x t T

T + −+ ++ +

+ + + = +

Δ

ρ

Δ

Δ

α

Δ


(43)

Jika 2 II 2 x t r Δ Δ α

= maka Persamaan 29 menjadi

j i II 1 j 1 i II 2 1 j i II 2 1 j 1 i II

2T (1 2r )T r T T

r + + − =

+ + ++ [30]

dan untuk n = 1 sampai N, matrik diagonal tiga nya menjadi

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − + − − + − − + − − + + + j 1 N II j 2 II j 1 II 1 j N II 1 j 1 II 1 j 0 II T . T T T . T T r r 2 1 r 0 0 0 . . . . . . 0 0 r r 2 1 r 0 0 0 0 r r 2 1 r [31]

pemecahannya juga dengan dikerjakan dengan menggunakan algoritma Thomas.

Penyelesaian secara numerik didapatkan dengan menggunakan analisa

numerik. Distribusi suhu pada lapisan produk ditentukan dengan metode finite difference sedangkan Suhu permukaan produk ditentukan dengan metode Euler-Cauchy. Penyelesaian matriks dilakukan dengan menggunakan algoritma Thomas dan menggunakan program Visual Basic. Diagram alir program untuk menyelesaikan persamaan ini ditunjukkan pada Gambar 3.5 dan listing program

ditunjukkan pada Lampiran 10. Setelah program komputer ini dapat dijalankan,

validasi model kemudian dilakukan terhadap hasil pengukuran parameter

pengujian dengan kondisi pengeringan yang sesuai. Selanjutnya pada proses

simulasi dilakukan beberapa skenario untuk mengkaji pengeringan beku dengan

dan tanpa pemanasan dari bawah. Skenario yang dilakukan meliputi dua hal

yaitu 1) perubahan pengaturan suhu permukaan produk, dan 2) perubahan


(44)

(45)

Gambar 3.5. Diagram alir penyelesaian persamaan matematika

3.4 Parameter Penelitian

Parameter yang diamati meliputi : laju dan waktu pembekuan , laju dan waktu pengeringan, suhu dan tekanan, serta massa awal dan akhir bahan. Parameter parameter ini digunakan untuk menentukan karakteristik pengeringan beku dan pembekuan vakum. Parameter-parameter ini juga digunakan untuk menentukan konsumsi energi Pengeringan Beku Pembekuan Vakum dan Pengeringan Beku Pembekuan Vakum Pemanas Atas dan Bawah. Dengan diketahui perubahan massa dan perubahan suhu bahan maka panas pembekuan dan panas sublimasi produk beku dapat dicari dengan menggunakan Persamaan 4 dan 5. Ketika suhu pemanasan dan perubahan massa bahan diketahui, maka dapat ditentukan pengaruh tingkat pemanasan terhadap karakteristik pengeringan


(46)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan dan Kinerja Pengering Beku 4.1.1 Pembuatan Pengering Beku

Pengering beku yang dibuat untuk dikaji pemakaian energinya meliputi keseluruhan bagian sistem pengering yang terdiri dari : ruang pengering, sistem pemanas, peralatan refrigerasi termasuk perangkap uapnya (cold trap), dan sistem perpipaan. Susunan alat ini ditunjukkan dengan Gambar 4.1.

(a) Tampak atas

(b) Tampak samping


(47)

Pada sistem vakum, udara vakum mengalir dari ruang pengering ke pompa vakum melalui cold trap. Cold trap ini digunakan untuk menangkap uap air yang ada dalam udara sehingga hanya udara kering yang masuk ke dalam pompa vakum. Uap air yang ditangkap ini akan menempel pada koil pipa tembaga yang ada di dalam cold trap. Koil tembaga ini didinginkan dengan aliran refrigeran yang bersirkulasi pada peralatan refrigerasi.

Sistem pemanas yang digunakan terdiri dari pompa, alat pengukur laju aliran air panas, sistem perpipaan dan dua buah tangki air panas (masing-masing tangki mempunyai satu elemen pemanas dan satu pengendali suhu air pemanas berupa thermostat on/off). Pemanas yang digunakan adalah pemanas atas (pada bagian atas di dalam ruang pengering) dan pemanas bawah (pada bagian bawah di dalam ruang pengering). Air untuk pemanasan dipanaskan di dalam tangki dengan elemen pemanas dan dikendalikan dengan thermostat untuk mencapai suhu air panas yang diinginkan. Aliran air pemanas dimulai dari masing-masing tangki, mengalir melalui katup pengatur aliran melalui pengukur aliran untuk kemudian masuk ke pemanas di dalam ruang pengering. Dari pemanas, air diisap masuk ke pompa sirkulasi kemudian kembali ke tangki. Pemanas atas mempunyai satu aliran tersendiri, demikian juga dengan pemanas bawah. Pompa sirkulasi yang digunakan hanya satu sehingga aliran air keluar dari kedua pemanas ini kemudian disatukan untuk masuk ke satu pipa masuk pompa. Demikian juga dengan pipa keluar dari pompa. Satu pipa keluar dari pompa dipecahkan alirannya ke masing-masing tangki. Perhitungan untuk pembuatan peralatan pengering ini ditunjukkan pada Lampiran 1. Peralatan pengering beku yang dibuat ditunjukkan dengan Gambar 4.3 sampai 4.6, sedangkan spesifikasi keseluruhan peralatan pengeringan beku yang dibuat, ditunjukkan pada


(48)

Gambar 4.2. Skema peralatan pengering beku

Gambar 4.3. Peralatan pengering beku Pompa Vakum

Ruang pengering

Tangki air panas Cold trap


(49)

Gambar 4.4. Ruang pengering dengan pemanas atas (pipa tembaga dibagian atas) dan pemanas bawah (pipa tembaga di bagian bawah)

Gambar 4.5. Peralatan refrigerasi


(50)

4.1.2 Kinerja Pengering Beku

Untuk pengujian kinerja pengering maka dilakukan pengeringan beku lidah buaya. Dengan percobaan pengeringan beku ini didapat grafik penurunan tekanan dan suhu terhadap waktu selama pembekuan vakum (Gambar 4.9 dan 4.10) dan selama proses pengeringan beku (Gambar 4.9 dan 4.12).

0 20 40 60 80 100 120 140

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0

Waktu (jam)

T

eka

na

n (

P

a

)

Gambar 4.7. Penurunan tekanan terhadap waktu selama pembekuan vakum

Penurunan tekanan terjadi secara drastis selama 15 menit pertama. Penurunan tekanan pada menit-menit awal dapat berlangsung dengan lebih cepat karena pemompaan udara dari ruang pengering ke udara bebas lebih mudah disebabkan beda tekanan didalam dan diluar ruang belum terlalu besar. Ketika ruang pengering sudah mencapai tekanan vakum, maka kerja pompa vakum menjadi lebih terbebani sehingga pengeluaran udara dari ruang pengering menjadi lebih sedikit sehingga terjadi penurunan pengurangan tekanan. Pompa vakum digunakan untuk mempertahankan tekanan dengan mengimbangi kebocoran udara dan kenaikan tekanan karena pengelepasan uap air di pengering. Ketika kebocoran udara sangat rendah, pengoperasian pompa vakum hanya untuk mengatasi pelepasan uap air diruang pengering. Pada lima menit pertama, kedua, dan ketiga laju penurunan tekanannya masing-masing mencapai 19435.1 (Pa/menit), 319.9 dan 16 (Pa/menit) atau terjadi penurunan laju penurunan tekanan. Setelah itu


(51)

penurunan tekanan mencapai 1.3 (Pa/menit). Pencapaian tekanan keseimbangan pembekuan sebesar 40 Pa dalam waktu 25 menit menunjukkan alat pengering beku yang dibuat dapat berfungsi seperti yang direncanakan. Tekanan keseimbangan ini bahkan lebih rendah dari tekanan yang dirancang yaitu 65 Pa. Tekanan ini juga dapat bertahan selama proses pembekuan berlangsung. Setelah proses pembekuan berlangsung selama dua jam, Gambar 4.7 menunjukkan terjadinya kenaikan tekanan. Hal ini dapat terjadi ketika permukaan atas bahan dan lapisan 1 cm dari wadah, mulai terjadi pengeringan selain pembekuan. Hal ini ditunjukkan dengan profil perubahan suhu bahan selama pembekuan. Pengeringan dapat terjadi dengan mulai dikeluarkannya uap air dari bahan beku. Penambahan molekul uap air pada ruang pengeringan ini akhirnya dapat menaikkan tekanan karena tumbukan molekul yang makin besar disebabkan jumlah molekul uap air yang makin banyak. Ketika mulai dilakukan pemanasan, tekanan akan semakin naik karena jumlah uap air yang dilepaskan ke ruang pengering semakin banyak. Kenaikan akan terhenti ketika terjadi keseimbangan antara pengeluaran uap bahan dengan penangkapan uap oleh cold trap.

-40 -30 -20 -10 0 10 20 30

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

Waktu (jam)

Su

hu (

0 C )

Lapisan 1.5 cm dari permukaan wadah sampel Lapisan 1 cm dari permukaan wadah sampel Lapisan 0.5 cm dari permukaan wadah sampel Lapisan permukaan wadah sampel

coldtrap

Gambar 4.8. Profil perubahan suhu bahan terhadap waktu selama pembekuan vakum


(52)

Percobaan pembekuan dilakukan selama hampir 2.5 jam sedangkan pada proses pembekuan ini, suhu seluruh lapisan mengalami penurunan sampai pada kisaran suhu -10 0C sampai -15 0C hanya dalam waktu 1 jam dan suhu lapisan permukaan atas bahan dan Lapisan bahan 1 cm dari wadah sampel mengalami kenaikan suhu setelah pembekuan selama 1 jam ini. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan pembekuan pembekuan yang dilakukan terlalu lama. Dalam hal ini pengurangan pemakaian energi pembekuan dapat dilakukan dengan melakukan pembekuan sesuai dengan kebutuhannya (dalam hal waktu maupun suhu pembekuannya). Kenaikan suhu lapisan bahan teratas dapat terjadi karena berkurangnya volume bahan karena pengisapan oleh tekanan vakum sehingga thermokopel pada lapisan teratas tidak lagi mengukur lapisan bahan tetapi mengukur udara di atas bahan. Hal ini diketahui dengan melihat posisi lapisan permukaan bahan yang telah berada dibawah posisi thermokopel setelah proses pengeringan selesai. Dengan demikian pada pengujian dengan pembekuan vakum ini dibutuhkan ketinggian bahan yang dilebihkan dari ketinggian thermokopel pada wadah contoh.

0 20 40 60 80 100 120 140 160

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26

Waktu (jam)

T

eka

na

n (

P

a

)

Gambar 4.9. Peningkatan tekanan terhadap waktu selama pengeringan

Pengeringan beku umumnya perlu dilakukan di bawah titik tripple air sebesar 610 Pa (Liapis et al. 1995). Data perubahan tekanan menunjukkan bahwa


(53)

pengering beku ini bekerja pada tekanan operasi 40 Pa selama pembekuan dan 130 Pa selama pengeringan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengering beku ini berfungsi sesuai kebutuhan.

-40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28

Waktu (jam)

Su

hu (

0 C )

Lapisan permukaan atas bahan

Lapisan bahan 1 cm dari dasar wadah sampel Lapisan bahan 0.5 cm dari dasar wadah sampel Lapisan bahan pada dasar wadah sampel T coldtrap

Gambar 4.10. Profil perubahan suhu bahan terhadap waktu selama pengeringan

Keseluruhan proses pada Gambar 4.10 dilakukan selama 27 jam. Pada Gambar proses pengeringan beku ini terlihat bahwa lapisan permukaan bahan, lapisan 1 cm dari wadah sampel, dan lapisan 0.5 cm dari wadah sampel mempunyai suhu yang sama setelah 18 jam. Dengan demikian dapat dikatakan keseluruhan proses telah selesai setelah pengeringan beroperasi selama 18 jam ini. Karena itu maka penghematan pemakaian energi pada pengeringan beku juga dapat dicapai dengan pengaturan waktu pengeringan dan pembekuan yang sesuai dengan kebutuhan.

4.2 Karakteristik Pengeringan Beku Lidah Buaya

Pada penelitian ini pengeringan beku diterapkan pada beberapa campuran lidah buaya dengan bahan pengisinya. Hal ini dilakukan untuk menentukan formula lidah buaya yang dapat menghasilkan karakteristik pengeringan yang


(54)

optimum. Campuran lidah buaya dan pengisinya ini terdiri dari lidah buaya segar, Maltodextrin , dan Aquadest. Maltodextrin yang ditambahkan adalah sebanyak 5% sehingga pada campuran lidah buaya 45%, komposisi keseluruhan komponennya adalah : lidah buaya 45%, Maltodextrin 5 %, dan sisanya adalah Aquadest.

4.2.1 Karakteristik Pembekuan

Seluruh sampel lidah buaya dibekukan sampai suhu pada kisaran -15 0C. Suhu pembekuan ini memenuhi syarat minimum suhu bahan produk pertanian agar tidak terjadi collapse, yaitu kegagalan proses pengeringan beku karena terjadi pencairan produk beku yang akan dikeringkan, (Liapis et al. 1995).

Kajian karakteristik pengeringn beku dilakukan terhadap lidah buaya diblansir (dipanaskan dengan air 70 0C selama 10 menit ) dan lidah buaya segar tanpa blansir pada berbagai formula. Gambar 4.11 menunjukkan waktu pembekuan tersingkat dicapai oleh campuran lidah buaya 65% tanpa blansir. Gambar yang sama menunjukkan ketika lidah buaya ini diblansir (berapapun persentase campurannya), waktu pembekuannya menjadi semakin singkat lagi. Ketika dilakukan analisa variansi dengan Anova dua arah dan α = 0.1 didapatkan bahwa lidah buaya diblansir menyebabkan waktu pembekuan berkurang (Lampiran 11).

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

45 65 85

Campuran lidah buaya (%)

W

a

kt

u

pe

m

b

eku

a

n

(j

a

m

)

blansir tanpa blansir

Gambar 4.11. Pengaruh persentase campuran lidah buaya terhadap waktu pembekuan


(55)

(Lembaga Refrigerasi Internasional 1971, diacu dalam Heldman dan Singh 1981) mendefinisikan laju pembekuan suatu massa pangan sebagai perbandingan antara jarak minimal permukaan produk dan titik pusat panas dengan waktu yang diperlukan agar suhu permukaan produk 0 0C dan suhu pusat panas produk menjadi 5 0C lebih rendah dari suhu dimulainya pembentukan es pada pusat panas tersebut. Semakin besar laju pembekuan, maka kristal es yang terbentuk akan semakin halus dan tidak tajam (Barnett, 1984). Kristal es yang tidak tajam memungkinkan perusakan permukaan sel menjadi lebih kecil sehingga akan menyebabkan tingkat pengkerutan bahan semakin kecil yang pada akhirnya menyebabkan kemampuan rehidrasinya menjadi lebih baik. Pada penelitian pengeringan beku ini laju pembekuan lidah buaya ditunjukkan dengan Gambar 4.12. Analisa Anova dua arah menunjukkan faktor blansir dan persentase campuran lidah buaya berpengaruh terhadap laju pembekuan ini jika α yang digunakan 0.3. Hasil analisa yang ditunjukkan Lampiran 12 menyatakan bahwa blansir mempengaruhi laju pembekuan campuran lidah buaya dengan tingkat kepercayaan 70%. Demikian juga dengan persentase campuran lidah buaya.

0 1 2 3 4

45 65 85

Campuran lidah buaya (% )

L

a

ju

p

em

be

k

ua

n (

cm

/j

a

m

)

blansir tanpa blansir

`

Gambar 4.12. Pengaruh persentase campuran lidah buaya terhadap laju pembekuan

4.2.2 Karakteristik Sublimasi

Perubahan waktu pengeringan terhadap perubahan persentase campuran lidah buaya ditunjukkan dengan Gambar 4.13. Jika dibandingkan antara campuran lidah buaya diblansir dan tidak blansir, campuran lidah buaya diblansir


(1)

Form1.Spreadsheet1.Cells(2, J) = 0 End Sub

Sub Initial() For I = 1 To uk1 F(I) = Tb Next I End Sub

Sub Cetak()

'Menyimpan nilai untuk dicetak CTK(2, 1) = 0

CTK(row - 1, 2) = Tmuka I = 0

For J = 1 To (1 + uk) Step Stxsubl I = I + 1

CTK(row - 1, 1) = Waktu / 3600 CTK(row, 2) = Tmuka

CTK(row, I + 2) = Dum(J) Next J

'Kolom terakhir tiap baris

If J - Stxsubl < (1 + uk) Then ujg = I + 3 Else ujg = I + 2 CTK(row - 1, ujg) = Tmuka

CTK(row, ujg) = Tmuka CTK(1, ujg) = xmax CTK(row, ujg + 1) = PV End Sub

Sub Cetak2()

With Form1.Spreadsheet1 .Cells(2, 1) = CTK(2, 1)

.Cells(row - 1, 2) = CTK(row - 1, 2) 'Tbdry .Cells(row - 1, ujg) = CTK(row - 1, ujg) .Cells(row, ujg) = CTK(row, ujg)

.Cells(row, ujg + 1) = CTK(row, ujg + 1) I = 0

For J = 1 To (1 + uk) Step Stxsubl I = I + 1

.Cells(row, 1) = CTK(row, 1) 'Waktu .Cells(row, 2) = CTK(row, 2)

.Cells(row, I + 2) = CTK(row, I + 2) 'Dum(j) Next J

End With End Sub


(2)

81 Sub DefMatriks(uks)

'Definisi nilai matriks M = uks

N = uks + 1 For I = 1 To M For J = 1 To M a(I, J) = 0 Next J, I

For I = 1 To M For J = 1 To M

If J = I Then a(I, J) = 1 + 2 * rte If J = I - 1 Then a(I, J) = -rte If J = I + 1 Then a(I, J) = -rte Next J, I

a(M, M) = 1 + rte ' perpindahan dari ruas kiri End Sub

Sub DefMatriks2(uks) Dim I As Integer Dim J As Integer 'Definisi nilai matriks M = uks

N = uks + 1 For I = 1 To M For J = 1 To M a(I, J) = 0

Next J, I For I = 1 To M For J = 1 To M

If J = I Then a(I, J) = 1 + 2 * r - s If J = I - 1 Then a(I, J) = -r

'If J = I + 1 Then a(I, J) = -r + s / 2 If J = I + 1 Then a(I, J) = -r + s Next J, I

End Sub

Sub DefMatriks3(uks)

'Definisi nilai matriks pemanasan sekunder M = uks

N = uks + 1 For I = 1 To M For J = 1 To M a(I, J) = 0


(3)

For I = 1 To M For J = 1 To M

If J = I Then a(I, J) = 1 + 2 * r ' / 2 If J = I - 1 Then a(I, J) = -r - s / 2 If J = I + 1 Then a(I, J) = -r + s / 2

Next J, I End Sub Sub Thomas()

U(N) = 0 ' menolkan U ke (M+1) For I = 1 To M

AA(I - 1) = ((-1) * a(I, I + 1)) / ((a(I, I) + a(I, I - 1) * AA(I - 2))) c(I) = a(I, N)

Caks(I - 1)=((-1)* a(I, I - 1)* Caks(I - 2) + c(I))/(a(I, I) + a(I, I - 1)*AA(I - 2)) Next I

For I = M To 1 Step -1

U(I) = AA(I - 1) * U(I + 1) + Caks(I - 1) Next I

End Sub

Function newton(Stef, Tm, x, FV, Asect, Tpa, Tb, k) 10

Tm1 = Tm

ffx = FV*Asect * Stef * (Tpa ^ 4 -Tm ^ 4) - (k*Asect * (Tm -Tb) / (0.001 * x)) ffxt = -4 * FV * Asect * Stef * Tm ^ 3 - k * Asect / (0.001 * x)

Tm = Tm - ffx / ffxt

If Abs(Tm1 - Tm) < 0.0001 Then newton = Tm

Else

GoTo 10 End If End Function


(4)

83 Lampiran 11. Hasil analisa variansi (Anova dua arah ) Waktu Pembekuan Parameter dependen : Waktu Pembekuan (jam)

Sumber Variansi

Jumlah kwadrat

Derajat bebas

Rat-rata Kwadrat

F hitung Signifikansi

blan 0.482 1 0.482 9.323 0.093

kons 0.163 2 0.082 1.581 0.387

Error 0.103 2 0.052

Total

Harga signifikansi blansir Waktu Pembekuan < 0.1 sehingga ada perbedaaan antara proses blansir dan tidak blansir dengan tingkat keyakinan 90%. Hal ini berarti bahwa faktor blansir mempengaruhi Waktu Pembekuan. tetapi harga signifikansi kons (% campuran) > 0.1 sehingga faktor konsentrasi mempengaruhi waktu pembekuan dengan tingkat keyakinan 61%. Dengan merujuk pada hasil analisa variansi dan Gambar 4.12 dapat disimpulkan bahwa proses blansir dapat mengurangi Waktu Pembekuan

Lampiran 12. Hasil analisa variansi (Anova dua arah ) Laju Pembekuan Parameter dependen : Laju Pembekuan (cm/jam)

Sumber Variansi

Jumlah kwadrat

Derajat bebas

Rat-rata Kwadrat

F hitung Signifikansi

blan 0.680 1 0.680 2.371 0.263

kons 1.286 2 0.643 2.241 0.309

Error 0.574 2 0.643

Signifikansi faktor blansir Laju Pembekuan > 0.1 yang berarti blansir mempengaruhi Laju Pembekuan dengan tingkat keyakinan 73%. Demikian juga dengan perubahan persentase campuran lidah buaya yang mempunyai nilai Signifikansi kons > 0.1.


(5)

Lampiran 13. Hasil analisa variansi (Anova dua arah ) Waktu Pengeringan Parameter dependen : Waktu Pengeringan (jam)

Sumber Variansi

Jumlah kwadrat

Derajat bebas

Rat-rata Kwadrat

F hitung Signifikansi

blan 1.215 1 1.215 6.231 0.130

kons 2.830 2 1.415 7.256 0.121

Error 0.390 2 0.195

Signifikansi faktor blansir Waktu Pengeringan > 0.1 sehingga blansir mempengaruhi Waktu Pengeringan dengan tingkat keyakinan 87%. Signifikansi faktor kons juga > 0.1 sehingga persentase campuran lidah buaya ini juga mempengaruhi Waktu Pengeringan beku lidah buaya dengan keyakinan 88%.

Lampiran 14. Hasil analisa variansi (Anova dua arah ) Massa Tersublimasi Parameter dependen : Massa Tersublimasi (g)

Sumber Variansi

Jumlah kwadrat

Derajat bebas

Rat-rata Kwadrat

F hitung Signifikansi

blan 2.160 1 2.160 2.204 0.276

kons 1.480 2 0.740 0.755 0.570

Error 1.960 2 0.980

Signifikansi faktor blansir Massa Tersublimasi > 0.1 jadi blansir mempengaruhi jumlah Massa Tersublimasi dengan keyakinan 72%. Signifikansi faktor kons juga > 0.1 sehingga persentase campuran lidah buaya juga mempengaruhi jumlah Massa Tersublimasi dengan keyakinan 43%.


(6)

85 Lampiran 15. Hasil analisa variansi (Anova dua arah ) Laju Pengeringan

Parameter dependen : Laju Pengeringan (jam) Sumber

Variansi

Jumlah kwadrat

Derajat bebas

Rat-rata Kwadrat

F hitung Signifikansi

blan 0.047 1 0.047 90.613 0.011

kons 0.051 2 0.026 49.387 0.020

Error 0.001 2 0.001

Harga signifikansi blansir Laju Pengeringan < 0.1 sehingga ada perbedaaan antara proses blansir dan tidak blansir dengan keyakinan 98%. Hal ini berarti bahwa faktor blansir mempengaruhi Laju Pengeringan. Nilai signifikansi kons (% campuran) juga < 0.1 sehingga faktor konsentrasi juga mempengaruhi Laju Pengeringan dengan keyakinan 98%. Dengan merujuk pada hasil analisa variansi dan Gambar 4.16 dapat disimpulkan bahwa proses blansir dapat meningkatkan Laju Pengeringan. Selain itu persentase campuran lidah buaya juga meningkatkan Laju Pengeringannya.