18 3.3.1.2 Uji Kinerja Pengering Beku
Setelah pembuatan peralatan pengering beku kemudian dilakukan uji kinerja untuk memeriksa apakah kriteria yang dibutuhkan pada sistem pengering dapat
dipenuhi. Pada sistem pengering ini kriteria keberhasilannya ditentukan dengan kemampuan untuk mencapai suhu produk beku sekitar -18
o
C untuk memenuhi syarat minimal suhu pembekuan produk pangan agar tidak terjadi collaps, Liapis
et al . 1995. Pengujian kinerja pengering beku ini dilakukan dengan penerapan
pengeringan beku lidah buaya. Pada pengeringan beku yang berhasil tanpa collaps
, produk yang terbentuk adalah serbuk lidah buaya tanpa ada bagian yang mencair. Untuk melakukan uji kinerja pengeringan beku lidah buaya dilakukan
tahapan tahapan persiapan seperti ditunjukkan pada Lampiran 8. 3.3.1.3 Kajian Karakteristik Pengeringan Beku
Pada tahap penelitian ini, pengkajian karakteristik dilakukan untuk menentukan waktu pembekuan dan pengeringan, laju pembekuan dan
pengeringan, perubahan massa dan suhu bahan, dan tekanan ruang pengering. Penelitian dilakukan pada beberapa formulasi campuran lidah buaya dengan
bahan tambahnya. Bahan yang ditambahkan pada lidah buaya adalah Maltodextrin dan Aquadest. Dengan digunakannya berbagai formulasi campuran lidah buaya
ini diharapkan akan didapat formulasi optimum yang dapat menghasilkan karakteristik pengeringan beku terbaik sehingga dengan digunakannya formula
optimum ini pemakaian energi pengeringan beku dapat diminimalkan. Formulasi yang digunakan pada kajian karakteristik ini adalah lidah buaya dengan kadar 45,
65, dan 85, dengan dan tanpa diblansir lebih dulu. Pada masing-masing formulasi ditambahkan maltodextirn sebanyak 5 dan sisanya adalah pengencer
aquadest
3.3.2 Kajian Energi Pengeringan Beku
Perhitungan pemakaian energi meliputi perhitungan energi pembekuan, energi pengeringan , energi pemvakuman, dan energi perangkap uap cold trap.
Energi pembekuan dihitung dengan Persamaan 4 sedangkan energi pengeringan dihitung dengan Persamaan 5. Untuk menghitung energi pembekuan maka
19 terlebih dulu perlu difahami bahwa untuk mencapai pembekuan, proses yang
dilalui terdiri dari tiga tahapan. Tahap pertama adalah proses pendinginan untuk menurunkan suhu bahan dari suhu ruang ke suhu beku bahan tersebut. Untuk
menghitung ini perlu diketahui massa bahan yang akan dibekukan, kapasitas panas bahan, dan beda suhu antara suhu ruang dan suhu bekunya. Tahap kedua
adalah perubahan fasa dari kondisi cair ke kondisi beku. Pada perubahan fasa ini tidak terjadi perubahan suhu bahan tetapi hanya terjadi perubahan fasa dari cair ke
beku. Oleh sebab itu energi untuk merubah fasa ini dicari dengan perkalian massa bahan yang dirubah fasanya dengan panas laten perubahan fasa dari cair ke beku.
Tahap ketiga adalah penurunan suhu dari suhu beku ke suhu bahan yang diperlukan. Pada tahap ketiga ini, perhitungan energi penurunan suhu bahan beku
juga membutuhkan kapasitas panas bahan. Berbeda dengan proses pada tahap pertama, pada tahp ketiga ini, kapasitas panas yang digunakan adalah nilai
kapasitas panas dibawah suhu beku. Dari penjumlahan energi pada tiga tahap ini maka diperoleh nilai dari energi pembekuan yang dibutuhkan.
Energi pengeringan dihitung dengan lebih dulu menentukan massa bahan yang disublimasi dan panas sublimasi per kg bahan sehingga diketahui jumlah
seluruh panas sublimasi yang dibutuhkan. Pada proses pengeringan ini, selain dilakukan penyubliman bahan beku juga dilakukan pemanasan bahan keringnya
yang dihitung dengan diketahui lebih dulu massa bahan, kapasitas panas bahan kering, dan perubahan suhu dari sublimasi ke suhu akhir bahan kering.
Untuk menghitung energi pemvakuman digunakan hasil integral Persamaan 8. Pada dasarnya kerja pompa vakum dihitung dengan mengalikan
volume dengan tekanan vakum yang dihasilkan pada volume tersebut. Tekanan vakum didapat dengan memperhitungkan tekanan kerja pompa vakum,
displacement pompa, waktu pemvakuman, dan tekanan setting ruang vakum ini.
Tekanan vakum hasil perhitungan ini adalah tekanan pengukuran. Untuk menghitung energi pemvakuman, digunakan tekanan absolut yang didapat dengan
menambahkan tekanan pengukuran dengan tekanan atmosfir. Energi perangkap uap ditentukan dengan perkalian massa air yang menguap
dan menyublim dengan entalphi spesifik perubahan dari uap ke es h
gi
. Massa bahan yang menyublim dapat ditentukan dengan pengukuran atau dengan
20 simulasi. Pada penelitian ini, hasil simulasi digunakan untuk menentukan massa
air yang menyublim, lama waktu pengeringan secara keseluruhan, dan profil suhu pada lapisan-lapisan bahan yang dikering-bekukan. Dengan mengetahui waktu
total pengeringan beku dan masssa air yang menyublim total energi yang digunakan pada pengeringan beku ini juga dapat ditentukan.
3.3.2.1 Pemodelan dan Simulasi A Penentuan
Model Fisik
Penelitian ini menggunakan model fisik pengering beku lapisan sublimasi bergerak seperti Gambar 3.3. Dengan model ini, mula mula keseluruhan produk
dalam keadaan beku. Pembekuan ini dapat dilakukan dengan pembekuan vakum atau dengan metode pembekuan lainnya. Jika metode pembekuan yang digunakan
adalah pembekuan vakum, tekanan diturunkan terus sampai tercapai pembekuan. Penurunan tekanan bahkan terus dilakukan sampai tercapai tekanan sublimasi
tekanan kerja. Sebelum pemanas dioperasikan setelah pembekuan selesai semua lapisan
produk dari x = 0 sampai x = L masih berbentuk lapisan beku Gambar 3.3. Lapisan sublimasi baru mulai terbentuk setelah pemanasan dimulai. Setelah panas
diberikan pada proses sublimasi beberapa lama, lapisan sublimasi bergerak dari x = 0 ke x = L. Pemanasan yang dilakukan dalam hal ini diasumsikan satu arah,
dinding wadah sampel di isolasi. Sublimasi berakhir ketika lapisan ini mencapai posisi x = L, dan merupakan akhir dari pengeringan primer.
Setelah pengeringan primer berakhir, pemanasan yang diberikan selanjutnya digunakan untuk pengeringan sekunder. Pada pengeringan primer, terjadi
sublimasi air beku air bebas, sedangkan pada pengeringan sekunder terjadi proses difusi uap air dari rongga bahan ke lingkungan.
21
Gambar 3.3 . Model fisik pengeringan beku yang digunakan
B Pengembangan Model
Matematika Secara umum pemodelan matematika dilakukan dengan pendekatan berikut:
⎥ ⎦
⎤ ⎟⎟
⎠ ⎞
⎜⎜ ⎝
⎛ +
⎟⎟ ⎠
⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
− ⎢
⎣ ⎡
⎟⎟ ⎠
⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
= ⎥
⎦ ⎤
⎢ ⎣
⎡ energi
tan pembangki
energi keluar
Laju energi
masuk Laju
energi perubahan
laju [9]
B.1 Pengeringan Primer Untuk pengeringan primer Persamaan 9 dapat diuraikan menjadi persamaan
berikut.
⎥ ⎦
⎤ ⎢
⎣ ⎡
+ −
+ −
= ⎥
⎦ ⎤
⎢ ⎣
⎡ energi
tan pembangki
keluar sensible
Panas masuk
sensible Panas
keluar konduksi
masuk konduksi
energi perubahan
laju [10]
B.1.1 Lapisan Kering Dengan ilustrasi elemen kecil pada lapisan kering seperti Gambar 3.4, maka
Persamaan 10 dapat diturunkan menjadi persamaan keseimbangan energi seperti Persamaan 11 sampai 13.
Lap. kering Lap. beku
Pf Tf
Permukaan Lap Sublimasi
Dasar diisolasi Ts
Ps Flux panas,
Q
I
Flux massa, m
Flux panas, Q
II
x = 0 x = Xt
x = L
Pemanas bawah Pemanas atas
22
Gambar 3.4
. Elemen kecil pada lapisan kering Pada produk yang dikeringkan ini tidak terjadi pembangkitan energi sehingga
persamaan energinya menjadi :
x x
inert gas
air x
inert gas
air x
x x
bh bh
CpT m
CpT m
dx dT
kA dx
dT kA
T cp
m dt
d
Δ +
+ +
Δ +
− +
− =
⎥⎦ ⎤
⎢⎣ ⎡
v terikat
air
H m
Δ +
[11]
x x
inert gas
air x
inert gas
air x
x x
CpT m
CpT m
dx dT
kA dx
dT kA
dt dT
cp x
A
Δ Δ
Δ ρ
+ +
+ +
− +
− =
v terikat
air
H m
Δ +
[12]
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
∂ ∂
+ ⎟
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎜ ⎝
⎛ ∂
∂ −
∂ ∂
= ∂
∂ t
Csw Cp
ρ ΔH
x 1
T Nt
Cp ρ
Cp 2
x 1
T 2
te α
t 1
T
te te
te te
g
≤ x ≤ X [13] Pada lapisan kering ini terjadi perpindahan panas konduksi, konveksi
maupun perpindahan panas laten. Konduksi digambarkan dengan ruas pertama kanan persamaan. Konveksi terjadi untuk menaikkan suhu flux uap ruas kedua
kanan persamaan. Sedangkan panas laten ditunjukkan ruas ketiga sebelah kanan tanda persamaan untuk menguapkan air terikat.
B.1.2 Lapisan Beku Pada lapisan beku, jika hanya dioperasikan pemanas atas, suhu pada seluruh
lapisan beku diasumsikan sama dengan suhu lapisan sublimasi, sedangkan jika pemanas bawah juga dioperasikan maka yang terjadi pada lapisan beku ini adalah
Lap sublimasi x = 0
Lapisan kering
x
Lapisan beku
x = X
x = L x +
∆ x
23 kenaikan suhu sebelum terjadi sublimasi. Perpindahan panas pada lapisan beku
terjadi secara konveksi sehingga persamaan distribusi suhunya menjadi :
2 x
T 2
t T
II te
II
∂ ∂
= ∂
∂ α
X ≤ x ≤ L
[14]
te te
te te
Cp k
ρ α
= [15]
Kondisi batas dan kondisi awal persamaan di atas ditunjukkan dengan persamaan 16 sampai 21. pada t = 0, T
I
= T
II
= T
x
= T
o
, 0 ≤ x ≤ L
[16] pada x = 0,
x T
k q
I te
I
∂ ∂
− =
, t 0 [17]
dan untuk pindah panas radiasi pada permukaan atas lapisan kering,
4 1
4
1
=
− =
x up
T T
F q
σ t 0
[18] pada x= X,
Nw Hs
Tx Cp
Nt T
Cp T
Cp V
x T
k x
T k
g 1
I 1
II II
11 1
te II
II
Δ ρ
ρ −
= +
− +
∂ ∂
− ∂
∂ 0 t
≤ tx=L [19]
pada x = X, T
I
= T
II
= Tx, t 0 [20]
pada x = L,
L x
II II
II
x T
k q
=
∂ ∂
− =
, t 0 [21]
B.2 Pengeringan Sekunder Pengeringan ini dilakukan setelah semua lapisan beku selesai disublimasi.
Dengan demikian pemanasan sekunder digunakan untuk difusi uap air dari dalam rongga bahan ke bagian luar. Persamaan energi pada pengeringan sekunder sama
dengan Persamaan 13. ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛ ∂ +
⎟⎟ ⎠
⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
∂ ∂
− ∂
∂ =
∂ ∂
Ct Csw
Cp ρ
ΔH x
1 T
Nt Cp
ρ Cp
2 x
1 T
2 te
α t
1 T
te te
te te
g
≤ x ≤ L [22] Kondisi batas dan kondisi awal pengeringan sekunder ini ditunjukkan dengan
Persamaan 23 sampai 25.
24 t
s
0, x = 0 ,
x 1
te 1
x T
k q
=
∂ ∂
− =
[23] t
s
,
x 4
1 4
up 1
T T
F q
=
− =
σ
[24] Untuk radiasi, pindah panas ke lapisan atas produk
pada x = L,
x 1
te I
1
x T
k q
=
∂ ∂
− =
[25]
C Pemecahan Model Matematika
Dengan menggunakan metode implisit maka dari Persamaan 13. diperoleh Persamaan 26 sampai 28.
[26]
[27] Jika
2 te
x t
r Δ
α Δ
= dan
x Cp
Nt tCp
s
te te
g
Δ ρ
Δ =
dari Persamaan 27 dapat diperoleh [28]
T
I
dicari dengan Persamaan 28 dengan membuat matrik diagonal tiga. Untuk i = 1 sampai N.
⎥ ⎥
⎥ ⎥
⎥
⎦ ⎤
⎢ ⎢
⎢ ⎢
⎢
⎣ ⎡
= ⎥
⎥ ⎥
⎥ ⎥
⎦ ⎤
⎢ ⎢
⎢ ⎢
⎢
⎣ ⎡
⎥ ⎥
⎥ ⎥
⎥
⎦ ⎤
⎢ ⎢
⎢ ⎢
⎢
⎣ ⎡
+ −
− +
− +
− −
+ −
+ −
− +
−
− +
+ +
j 1
N I
j 2
I j
1 I
1 j
N I
1 j
1 I
1 j
I
T .
T T
T .
T T
s r
s r
2 1
r .
. .
. .
. s
r s
r 2
1 r
s r
s r
2 1
r
penyelesaian matriks ini dilakukan dengan menggunakan algoritma Thomas Dengan cara yang sama , T
II
, dapat dicari dengan menurunkan Persamaan 14 menjadi persamaan berikut,
T T
2 T
x t
T T
1 j
1 i
II 1
j i
II 1
j 1
i II
2 II
j i
II 1
j i
II +
− +
+ +
+
+ −
= −
Δ Δ
α [29]
1 j
i I
1 j
1 i
I te
te g
2 1
j 1
i I
1 j
i I
1 j
1 i
I te
j i
I 1
j i
I
T Nt
T Nt
x Cp
Cp x
T T
2 T
t T
T
+ +
+ +
− +
+ +
+
− −
+ −
= −
Δ ρ
Δ α
Δ
j i
I 1
j 1
i I
1 j
i I
1 j
1 i
I
T T
s r
T s
r 2
1 T
r =
+ −
+ −
+ +
−
+ +
+ +
−
1 j
i I
1 j
1 i
I g
1 j
1 i
I 1
j i
I 1
j 1
i I
2 te
j i
I 1
j i
I
T Nt
T Nt
x Cpte
te tCp
T T
2 T
x t
T T
+ +
+ +
− +
+ +
+
− −
+ −
= −
Δ ρ
Δ Δ
α Δ
25 Jika
2 II
2
x t
r Δ
Δ α
= maka Persamaan 29 menjadi
j i
II 1
j 1
i II
2 1
j i
II 2
1 j
1 i
II 2
T T
r T
r 2
1 T
r =
− +
+ −
+ +
+ +
−
[30] dan untuk n = 1 sampai N, matrik diagonal tiga nya menjadi
⎥ ⎥
⎥ ⎥
⎥
⎦ ⎤
⎢ ⎢
⎢ ⎢
⎢
⎣ ⎡
= ⎥
⎥ ⎥
⎥ ⎥
⎦ ⎤
⎢ ⎢
⎢ ⎢
⎢
⎣ ⎡
⎥ ⎥
⎥ ⎥
⎥
⎦ ⎤
⎢ ⎢
⎢ ⎢
⎢
⎣ ⎡
− +
− −
+ −
− +
−
− +
+ +
j 1
N II
j 2
II j
1 II
1 j
N II
1 j
1 II
1 j
II
T .
T T
T .
T T
r r
2 1
r .
. .
. .
. r
r 2
1 r
r r
2 1
r [31]
pemecahannya juga dengan dikerjakan dengan menggunakan algoritma Thomas. Penyelesaian secara numerik didapatkan dengan menggunakan analisa
numerik. Distribusi suhu pada lapisan produk ditentukan dengan metode finite difference sedangkan Suhu permukaan produk ditentukan dengan metode Euler-
Cauchy. Penyelesaian matriks dilakukan dengan menggunakan algoritma Thomas dan menggunakan program
Visual Basic. Diagram alir program untuk menyelesaikan persamaan ini ditunjukkan pada Gambar 3.5 dan listing program
ditunjukkan pada Lampiran 10. Setelah program komputer ini dapat dijalankan, validasi model kemudian dilakukan terhadap hasil pengukuran parameter
pengujian dengan kondisi pengeringan yang sesuai. Selanjutnya pada proses simulasi dilakukan beberapa skenario untuk mengkaji pengeringan beku dengan
dan tanpa pemanasan dari bawah. Skenario yang dilakukan meliputi dua hal yaitu 1 perubahan pengaturan suhu permukaan produk, dan 2 perubahan
pengaturan tekanan ruang pengering.
26
27
Gambar 3.5
. Diagram alir penyelesaian persamaan matematika
3.4 Parameter Penelitian