11
2.3 Perambatan Panas
Laju perpindahan panas dan massa melalui lapisan kering bahan selama proses sublimasi sangat rendah akibat nilai konduktivitas termal dan permeabilitas
uap air yang rendah Tambunan dan Manalu, 2000; Sagara, 2001. Pada Tabel 1 ditunjukkan nilai konduktivitas termal dan permeabilitas uap air pada lapisan
kering cabe jawa selama pengeringan beku, serta pengaruh tekanan dan laju pembekuan pada nilai-nilai tersebut. Pada penelitian tersebut, pemanasan
dilakukan dengan cara radiasi panas dari lempeng pemanas ke permukaan bahan, dan selanjutnya dengan cara konduksi melalui lapisan kering bahan ke permukaan
sublimasi. Struktur lapisan kering yang berongga mempunyai konduktivitas panas yang rendah sehingga ketika beda suhu dan ketebalan bahan yang digunakan
adalah sama, dengan rumus perpindahan panas konduksi, didapatkan laju perambatan panas menjadi lambat sehingga efisiensi energi pemanasan menjadi
rendah.
Tabel 1. Nilai konduktivitas termal dan permeabilitas uap air lapisan kering
beku cabe jawa, sebagai pengaruh tekanan dan laju pembekuan Tambunan et al, 2001
Tekanan Pa
Laju pembekuan
cmh Ukuran
rongga 10
-3
mm
2
Konduktivitas termal
10
-1
WmK Permeabilitas
10
-2
m
2
s
24.0 kisaran: 3.3
hingga 4.3 cmh
2.337 1.1
± 0.1 1.2
± 0.2 48.0 2.244
1.1 ± 0.1
1.0 ± 0.1
76.0 1.908 1.3
± 0.1 5.6
± 0.4 kisaran:
73.3 to 76.0 Pa
1.6 2.592 1.1
± 0.0 6.7
± 1.3 2.7 1.984
1.1 ± 0.2
5.6 ± 0.9
3.3 1.908 1.3
± 0.1 5.6
± 0.4
Berdasarkan kenyataan tersebut, pemanasan dengan perambatan panas melalui lapisan kering, dianggap kurang menguntungkan, sehingga pada
penelitian ini akan dilakukan pemanasan melalui permukaan bawah bahan lapisan beku produk. Karena nilai konduktivitas panas lapisan beku lebih tinggi
daripada lapisan kering, metode ini diharapkan akan meningkatkan laju penghantaran panas ke permukaan sublimasi. Akan tetapi, masalah lain yang akan
12 dihadapi adalah kemungkinan terjadinya peleburan es atau terjadinya
collaps bahan beku mencair, bukan menyublim, sehingga perlu dicari mekanisme
penyampaian panas yang efektip. Hal ini dilakukan misalnya dengan pembatasan jumlah panas yang dirambatkan melalui lapisan beku.
Perpindahan panas dan massa terjadi secara simultan ketika dilakukan radiasi atau konduksi panas untuk mensublimasi es dan mengangkut uap air
keluar produk secara permeasi. Oleh karena itu, ukuran produk yang dikering- bekukan akan sangat berpengaruh terhadap laju perpindahan panas dan massa ini.
Cheng et al 2002 melakukan penelitian untuk menganalisa pergerakan lapisan permukaan es pada pengeringan beku dengan atau tanpa pemanasan dari bawah.
Cheng mengunakan model shengpeck Sheng dan Peck 1975 dan model URIF King, 1971. Model ini mengasumsikan proses pengeringan dibagi menjadi dua
tahap : 1. Air yang dapat dibekukan selama proses pembekuan akan tersublimasi
dan dikeluarkan bersama sebagian air terikat selama proses pengeringan primer.
2. Pengeluaran air melalui difusi pada proses pengeringan sekunder. Model fisik pengeringan beku dengan pemanas atas ditunjukkan dengan
Gambar 1.1, sedangkan model dengan pemanas atas dan bawah ditunjukkan dengan Gambar 2.3.
Pada penelitian ini, pengertian pemanas dari atas adalah penyampaian panas melalui permukaan luar bahan yang telah mengalami pengeringan, sehingga panas
merambat melalui lapisan kering ke lapisan sublimasi. Sementara itu pemanasan dari bawah adalah proses pemanasan yang menyebabkan panas merambat ke
lapisan sublimasi melalui lapisan beku bahan.
Gambar 2.3. Model fisik pengering beku dengan pemanas bawah
Lapisan Sublimasi Pemanas Atas
Pemanas Bawah Uap
Bahan Kering Bahan Beku
Panas
Panas
x = 0
x = L
13 Pada pengeringan beku dengan pemanasan atas dan bawah, panas
dipindahkan ke lapisan sublimasi melalui lapisan kering dan melalui lapisan beku. Panas ini digunakan untuk sublimasi dan mengeluarkan sebagian air terikat
Gambar 2.3. Pada pengeringan dengan pemanasan atas saja, suhu lapisan sublimasinya dianggap tetap sebesar T
tb
, sedangkan pada pengeringan dengan pemanasan atas dan bawah, suhu lapisan sublimasi , T
X
, akan naik dari T
tb
, pada x=0 ke T
L
pada x=L. T
X
= T
tb
+ T
L
– T
i
XL
n
, 0 ≤ X ≤ L. [1]
merupakan faktor approksimasi profil suhu interface. Sedangkan flux massa airnya,
1 L
w
dt dX
W W
N −
= . [2]
Berdasarkan Gambar 2.3, persamaan keseimbangan energi pada lapisan sublimasinya adalah
s w
X L
f X
s d
H N
X L
T T
k X
T T
k =
− −
+ −
[3] Dengan substitusi Persamaan 1 dan 2 ke Persamaan 3 maka akan didapat waktu
pengeringan primer. Energi yang digunakan untuk pengeringan beku ini meliputi : energi
pembekuan, energi pengeringan dan energi komponen pendukung seperti perangkap uap cold trap. Energi pembekuan produk dapat dihitung dengan
Persamaan 4.
f b
i i
i i
f bh
bh bh
b
T T
Cp m
L m
T T
Cp m
Q −
+ +
− =
[4] Sedangkan energi pengeringan dihitung dengan Persamaan 5.
sb a
k a
s sb
sb
T T
Cp m
H m
Q −
+ =
[5] Sementara itu untuk menghitung energi yang digunakan pada cold trap,
digunakan pendekatan bahwa energi untuk menangkap uap ke dinding pipa tembaga cold trap koil adalah energi untuk mengubah uap menjadi lapisan es,
atau kebalikan dari sublimasi. Dengan demikian energi cold trap per kg produk dapat diketahui dengan membaca nilai enthalpi h
gi
dari tabel uap. Selain itu, untuk menghitung Energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan kondisi vakum
digunakan Persamaan 6. dW
v
= V
ch
dp, [6]
14 sedangkan besarnya tekanan vakum pada detik tertentu ditunjukkan dengan
Persamaan 7.
st ch
p t
s o
v
p V
t S
exp p
p p
+ ⎟⎟
⎠ ⎞
⎜⎜ ⎝
⎛ −
− =
[7] Dengan demikian maka Wv dihitung dengan mengintegralkan Persamaan 8
dari t
o
= awal pemvakuman sampai t
ap
= t akhir pemvakuman.
[ ]
∫
+ −
− =
dp p
exp p
p V
Wv
st Vch
Sp st
ch
[8] Penyelesaian Persamaan 8 dilakukan dengan integral numerik menggunakan
metode simpson.
15
III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian