Elektrokardiografi EKG pada infark miokardial akut IMA .1 Peran EKG pada IMA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Elektrokardiografi EKG pada infark miokardial akut IMA 2.1.1 Peran EKG pada IMA Penyakit jantung koroner PJK saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara maju dan negara berkembang Depkes, 2006. Data gabungan dari Klienman dkk dan GUSTO-I menunjukan angka mortalitas dalam 30 hari pertama rawatan pasien dengan IMA adalah 52 saat sebelum masuk RS, 19 dalam 24 jam rawatan RS, 8 saat 48 jam rawatan RS, dan 21 setelah 30 hari gambar 1. Secara global, dari 55 juta kematian dalam setahun, 30 disebabkan penyakit kardiovaskular dimana hampir 50 akibat serangan IMA Yusuf, S et al 2001. Gambar 1. Distribusi persentasi waktu pasien meninggal akibat IMA ECC guidelines, 2000 Identifikasi pasien dengan keluhan nyeri dada akut yang tepat dan cepat merupakan suatu tantangan klinik dalam rangka mendapatkan mamfaat terapi yang optimal yaitu terapi reperfusi. Elektrokardiografi merupakan alat diagnosa pertama yang paling bermamfaat, mudah tersedia dan umum dipakai pada pasien dengan nyeri Universitas Sumatera Utara dada akut dalam penegakkan diagnosa IMA Noris RM, 2000; Sgarbossa dkk, 1996; Katritis GD, 2003. Peranan elektrokardiografi masih sangat penting dalam diagnosis dini dan penatalaksanaan pasien dengan persangkaan IMA, meski telah ada pemeriksaan pencitraan yang lebih mutakhir seperti ekokardiografi, perfusi miokardial, serta biomarker jantung baru troponin I dan T. Elektrokardiografi menjadi alat bantu yang paling mudah, sederhana, tepat dan murah pada evaluasi rutin pada pasien dengan keluhan nyeri dada di unit gawat darurat Estes dkk, 1999; Chia dkk, 2004; Kadish dkk, 2001. Secara definisi, elektrokardigrafi merupakan rekaman grafik potensial listrik jantung yang direkam pada permukaan tubuh, yang merupakan perbedaan potensial listrik. Sebagai organ, jantung adalah otot tubuh yang memiliki sifat yang dapat membentuk impuls sendiri dan berkontraksi secara teratur. Impuls listrik terbentuk dalam sistem penghantaran listrik sehingga menimbulkan kontraksi otot jantung. Perekaman elektrokardiografi dilakukan dengan menggunakan elektroda-elektroda yang diletakkan pada beberapa titik di permukaan tubuh, kemudian dihubungkan dengan alat perekam. Hubungan ini akan menyebabkan defleksi ke atas menghasilkan potensial positif dan defleksi ke bawah menghasilkan potensial negatif. Timbulnya perbedaan potensial ini dikarenakan ion-ion masuk melewati membran sel dan menyebabkan perbedaan tegangan sehingga sel miokard teraktivasi Goldman dkk, 1984; Goldberger, 1984; Hurst, 2001. Dijumpai empat peristiwa elektrofisiologis yang berperan dalam pembentukan elektrokardiografi yaitu pembentukan impuls pada pacu jantung primer, penghantaran impuls melalui serabut penghantar khusus, pengaktifan depolarisasi miokardium, dan repolarisasi relaksasi miokardium. Saat awal depolarisasi, terjadi perubahan permiabilitas membran sel yang cepat dengan masuknya ion Na ke dalam sel yang akan mengakibatkan potensial aksi intrasel akan meningkat tajam dari -90 menjadi +20 mV fase 0. Setelah fase depolarisasi ini, potensial aksi akan melambat secara perlahan ke potensial istirahat proses repolarisasi, dimana fase 1 adalah proses kembalinya potensial intrasel cepat ke 0 mV akibat penutupan ion Na; fase 2 terjadi akibat masuknya ion Ca secara lambat ke dalam sel plateu; fase 3 terjadi akibat Universitas Sumatera Utara pengembalian potensial intrasel ke potensial istirahat akibat pengeluaran ion K dari sel. Kompleks QRS timbul akibat potensial aksi sel miokardium ventrikel pada fase 0, fase 2 sesuai dengan segmen ST, sedangkan fase 3 sesuai dengan gelombang T Goldman dkk, 1984; Hurst, 2001. Elektrokardiografi merupakan alat bantu diagnosa sederhana dan non invasif yang pemeriksaannya dapat dilakukan di tempat pasien. Untuk jangka waktu yang lama, elektrokardiografi merupakan bagian yang penting dalam penegakkan diagnosis dan pemberian terapi pada pasien dengan nyeri dada. Elektrokardiografi memberikan informasi tentang aspek patofisiologi pada IMA dibandingkan informasi yang diberikan oleh ekokardiografi atau angiografi koroner. Angiografi koroner dapat menilai anatomi pembuluh darah koroner, sedangkan elektrokardiografi mencerminkan fisiologi dari miokardium selama proses iskemik akut. Elektrokardiografi juga mengobservasi pemulihan patensi koroner pada angiografi koroner dengan bukti EKG yang masih mengalami proses iskemik on going ischemic akibat aliran pada pembuluh darah koroner yang tersumbat no reflow, atau kerusakan miokardial yang baru berkembang sebelum reperfusi terjadi injury reperfusion. Elektrokardiografi dapat membantu dalam memperkirakan luasnya area iskemik, membedakan iskemik subendokardial atau transmural, dan adanya infark sebelumnya. Adanya elevasi segmen ST pada pasien dengan keluhan nyeri dada yang khas, dikombinasi dengan adanya resiprokal, akan mempunyai nilai prediktif yang tinggi untuk terjadinya suatu IMA Goldman dkk, 1984; Norris RM, 2000; Hurst, 2001. 2.2 Patofisiologi elevasi segmen ST 2.2.1 Perubahan arus listrik pada fase diastolik