geometri antara elektroda yang terekam dan area iskemik adalah determinan mayor dari derajat elevasi ST. Jika sudut padang solid angle yang terbentuk lebih besar
maka akan lebih besar juga amplitudo pada elevasi segmen ST Goldman dkk, 1984; Hurst, 2001.
Berdasarkan perbedaan gradient voltase, elevasi segmen ST merupakan hasil dari pembentukan arus listrik injury oleh gradien voltase antara area iskemik dan
normal selama fase diastolik dan sistolik. Makin besar perbedaan potensial membran ini maka akan lebih besar pula elevasi segmen ST yang terekam pada
elektrokardiografi. Oleh karena beberapa faktor yang meningkatkan gradien voltase antara zona normal dan iskemik akan meningkatkan jumlah elevasi ST. Karena
kompleksnya determinan tersebut, maka besarnya elevasi absolut segmen ST tidak boleh dipakai sebagai indikator yang dapat dipercaya dari ukuran infark. Elevasi
segmen ST yang khas pada fase akut infark miokard dapat disimpulkan sebagai hasil kombinasi efek dari pergeseran TQ primer, yang berkorelasi dengan penurunan
primer dari potensial membran istirahat, dan perpindahan positif primer dari segmen ST, sebagai akibat percepatan paradoksal atau repolarisasi dini dari miokardial yang
mengalami iskemik akut Goldman dkk, 1984; Hurst, 2001.
2.3 Distorsi terminal QRS pada IMA
Elevasi segmen ST merupakan manifestasi dari kerusakan segmental miokardial Birnbaum dkk, 2003. Pada fase awal terjadinya infark miokard, vektor
ST menghadap ke anterior dan kiri, mengakibatkan elevasi segmen ST pada sandapan I dan prekordial kiri. Daerah yang nekrosis death zone dari infark biasanya
dikelilingi oleh area injury epikardial segmental predominan, dimana area injury ini lebih besar pada epikardium daripada endokardium. Sebagai hasilnya, vektor segmen
ST yang abnormal yang mengarah menuju injury epikardial dihasilkan oleh miokardial infark Schweitzer dan Keller, 2001; Thomson, 2003.
Timbulnya gelombang T hiperakut pada kasus IMA akan terekam 30 menit setelah onset dari oklusi arteri koroner dan infark transmural. Ini merupakan
fenomena yang singkat dan akan dengan cepat berkembang menjadi elevasi segmen
Universitas Sumatera Utara
ST. Gelombang hiperakut pada IMA dini sering asimetris dengan dasar lebar. Berbeda pada kasus hiperkalemi juga didapatkan gelombang T yang tinggi, tetapi
cenderung tinggi, tajam dan lancip. Elevasi segmen ST disebabkan karena arus listrik dari daerah injury yang dihubugkan dengan celluler compromise dan atau kematian
sel. Pada keadaan adanya disfungsi miosit, terjadinya kebocoran terutama ion negatif dari intaseluler menuju ekstraseluler yang mengubah listrik di dalam membran sel.
Akibatnya adalah sel miokardial tidak mampu lebih lama untuk mempertahankan potensial membran istirahat normal selama fase diastol. Perbedaan relatif pada
membran potensial antara daerah injury dan sel normal menghasilkan arus listrik dari daerah injury yang bermanifestasi sebagai elevasi segmen ST pada elektrokardiogram
Goldman dkk, 1984; Hurst, 2001; Birnbaum dkk, 2003; Thomson, 2003. Terjadinya distorsi terminal komplek QRS selama iskemik miokard
disebabkan oleh adanya perubahan kecepatan konduksi dari gelombang aktifasi pada serabut purkinye melalui jalan daerah iskemik. Perlambatan konduksi ini
meningkatkan amplitudo gelombang R pada sandapan dengan terminal gelombang qR I, II, III, aVL, aVF, V4-V6 dan menyebabkan hilangnya gelombang S pada
sandapan dengan gelombang S terminal. Hilangnya gelombang S pada sandapan dengan konfigurasi rS pada V1-V3 dengan mudah dikenal Birnbaum dkk, 2003;
Sucu dkk, 2004. Sistem purkinye adalah kurang sensitif terhadap iskemik daripada miosit kontraktil jantung. Terhadap perubahan pada bagian terminal komplek QRS,
harus ada derajat iskemik yang berat dan berkepanjangan yang akan menimbulkan kerusakan injury pada sistem purkinye. Tingginya kejadian disfungsi miokard yang
berat pada pada pasien dengan distorsi terminal komplek QRS disebabkan karena arteri yang berhubungan dengan infark mungkin mengalami oklusi yang tiba-tiba,
yang menghasilkan iskemi berat atau nekrosis dari miokardium yang tidak terproteksi unprotected. Sedangkan pasien tanpa distrosi, oklusi terjadi secara perlahan atau
dari preexiting coronary narrowing, yang memberikan beberapa proteksi oleh kolateral atau ischemic preconditioning Sucu dkk, 2004. Jadi pada pasien dengan
sirkulasi kolateral, tidak perubahan yang terdeteksi pada komplek QRS. Tidak adanya distorsi terminal QRS walaupun lamanya iskemik, mungkin karena adanya proteksi
Universitas Sumatera Utara
miokardial. Proteksi ini karena tetapnya aliran koroner karena oklusi subtotal, sirkulasi kolateral atau akibat myocardial preconditioning Birnbaum dkk, 2003;
Sucu dkk, 2004.
Gambar 2. EKG pasien STEMI tanpa distorsi QRS a dan c dan distorsi b dan d
2.4 Intervensi Koroner Perkutan primer IKPp