Optimasi keadaan penyimpanan buah pepaya sebelum pemeraman dengan algoritma genetika

(1)

OPTIMASI KEADAAN PENYIMPANAN BUAH PEPAYA

SEBELUM PEMERAMAN DENGAN

ALGORITMA GENETIKA

ENRICO SYAEFULLAH


(2)

RINGKASAN

ENRICO SYAEFULLAH. Optimasi Keadaan Penyimpanan Buah Pepaya Sebelum Pemeraman Dengan Algoritma Genetika. Dibimbing oleh HADI K. PURWADARIA, SUTRISNO, SUROSO.

Buah-buahan merupakan komoditas pertanian yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan, baik untuk pasar dalam negeri maupun sebagai komoditas ekspor. Pepaya merupakan salah satu buah tropis yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan berpotensi sebagai sumber pendapatan dan mempunyai peran penting dalam ketersediaan gizi. Masalah yang membatasi perdagangan buah-buahan adalah daya simpannya yang relatif singkat dan besarnya variasi tingkat ketuaan sehingga mutunya tidak seragam. Penanganan pascapanen adalah tahapan kegiatan yang sangat penting dilakukan sejak produk dipanen hingga produk dipasarkan dan sampai di tangan konsumen. Metode pasca panen yang umum digunakan untuk memperpanjang umur simpan buah segar adalah penyimpanan dengan pendinginan dilanjutkan dengan pemeraman untuk mendapatkan buah matang yang seragam. Untuk memenuhi kebutuhan pasar modern dewasa ini diperlukan keadaan yang optimum pada penyimpanan buah pepaya sebelum pemeraman. Mutu buah yang diinginkan setelah penyimpanan dan pemeraman dapat diduga dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan dan optimasi keadaan penyimpanan sebelum pemeraman dapat dilakukan menggunakan algoritma genetika.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan optimasi keadaan penyimpanan buah pepaya IPB 1 sebelum pemeraman dengan algoritma genetika. Identifikasi tingkat ketuaan dan umur buah pada tingkat tua menggunakan pengolahan citra dan jaringan syaraf tiruan. Citra diproses menggunakan algoritma pengolahan citra. Algoritma pengolahan citra dibangun untuk 150 pepaya dari tiga tingkat ketuaan yaitu muda, tua dan lewat tua dan 150 pepaya dari tiga tingkat umur buah pada tingkat tua berdasar pada umur petiknya. Indeks warna dan tekstur didapat dari citra pepaya menggunakan algoritma pengolahan citra yang dibangun. Hasil pengolahan citra digunakan sebagai input untuk membangun jaringan syaraf tiruan yang dimodelkan dengan 7 input dengan tingkat ketuaan dan umur buah pada tingkat tua sebagai output.

Perlakuan suhu penyimpanan pada beberapa tingkat tua buah menggunakan buah pepaya dengan tingkat tua 0% dan10%. Penyimpanan bertujuan untuk memperpanjang masa simpan buah pepaya. Buah dimasukkan ke dalam chamber dan ditempatkan dalam lemari pendingin masing-masing bersuhu 10oC dan 15oC dan suhu ruang. Pengamatan terhadap laju respirasi, kekerasan, total padatan terlarut, warna dan susut bobot dilakukan secara periodik. Model disusun berdasarkan data hasil penelitian terhadap perubahan mutu pepaya IPB 1 selama penyimpanan. Penyusunan model laju perubahan mutu pepaya IPB 1 dilakukan dengan menggunakan persamaan Arrhenius.

Perlakuan konsentrasi etilen dan suhu pemeraman dilakukan dengan cara pepaya disimpan selama 10 hari. Setelah penyimpanan hari ke-10 pepaya diberi pelakuan etilen dengan konsentrasi 0, 100 dan 200 ppm untuk diperam pada suhu 20ºC, 25ºC, dan suhu ruang selama 24 jam. Pendugaan parameter mutu buah pepaya IPB 1 dengan metode near

infrared. Sistem NIR dikembangkan dan digunakan masing-masing untuk 100 pepaya


(3)

meliputi kalibrasi dan validasi data absorbansi (Log 1/R) dengan beberapa metode yaitu Stepwise Multiple Linier Regression, Principal Component Regression, dan Partial Least Squares. Data dari seluruh sampel yang diukur dibagi dua bagian yaitu untuk proses kalibrasi dan untuk proses validasi.

Optimasi keadaan penyimpanan buah pepaya menggunakan buah pepaya IPB 1 pada tingkat tua 0% dan10%. Penyimpanan bertujuan untuk memperpanjang masa simpan buah pepaya sebelum dilakukan proses pemeraman. Buah pepaya dimasukkan ke dalam lemari pendingin bersuhu 10ºC dan 15oC selama 10, 12, 14, 16, 18 dan 20 hari. Pemeraman buah pepaya bertujuan agar pepaya matang seragam dengan kondisi yang baik. Pepaya yang telah disimpan pada suhu 10ºC dan 15oC dimasukkan dalam chamber dan diberi perlakuan etilen dengan konsentrasi 100 ppm. Selanjutnya pepaya diperam pada suhu 20ºC selama 24 jam. Kemudian pada suhu ruang dilakukan pengamatan laju respirasi setiap 6 jam dan pengukuran kekerasan, warna, total padatan terlarut, susut bobot dan uji organoleptik setiap hari

.

Model jaringan syaraf tiruan yang dikembangkan untuk menduga mutu buah pepaya setelah penyimpanan dan pemeraman menggunakan algoritma backpropagation

yang terdiri dari tiga layer yaitu input layer, hidden layer dan output layer. Data yang digunakan sebagai input layer adalah data suhu penyimpanan, lama penyimpanan dan tingkat tua. Sedangkan sebagai output layer adalah warna buah, susut bobot, total padatan terlarut dan kekerasan buah. Hasil dari jaringan syaraf tiruan ini adalah nilai pembobot yang menghubungkan input dan output. Model algoritma genetika yang dikembangkan bertujuan untuk mendapatkan suhu penyimpanan, lama penyimpanan dan tingkat tua yang optimal didapatkan dari warna kulit buah, nilai total padatan terlarut, kekerasan dan susut bobot yang sesuai. Pada kasus ini dicari nilai suhu penyimpanan, lama penyimpanan dan tingkat tua yang optimal. Buah pepaya matang dengan baik apabila nilai suhu, lama penyimpanan dan tingkat tua optimal. Adapun sebagai input dari algoritma genetika ini adalah nilai warna, nilai total padatan terlarut, nilai susut bobot dan nilai kekerasan buah. Sedangkan sebagai output adalah adalah suhu penyimpanan, lama penyimpanan, tingkat tua buah pepaya IPB 1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan konstanta laju pembelajaran 0.6, konstanta momentum sebesar 0.5, nilai fungsi aktivasi 1 dan dilatih sampai 10000 iterasi serta 3 lapisan tersembunyi pada jaringan syaraf tiruan yang digunakan diperoleh tingkat keakuratan yang tinggi mencapai 97.89% dan 100% pada klasifikasi pepaya berdasarkan tingkat ketuaan dan umur buah pada tingkat tua.

Model hubungan suhu penyimpanan dengan perubahan mutu selama penyimpanan menghasilkan persamaan k = 1.53 x 10-12.e-8579.2(1/T) untuk kekerasan pepaya 0% ; k = 9.73 x 10-11.e-8479.2(1/T) untuk kekerasan pepaya 10%; k = 3.69 x 10

-5

.e4142.2(1/T) untuk TPT pepaya 0%; k = 3.38 x 10-4.e4074.2(1/T) untuk TPT pepaya 10%; k

= 1.87 x 10-21.e14435(1/T) untuk warna pepaya 0%; dan k = 2.85 x 10-21.e14531(1/T) untuk warna pepaya 10%. Parameter mutu yang paling baik pada pemeraman yaitu buah pepaya yang diperam pada suhu 200C dan konsentrasi etilen 100 ppm.


(4)

dan 0.97 untuk metode PCR; serta 0.56, 49.84%, dan 1.49 untuk metode PLS. Laju respirasi buah pepaya dengan tingkat tua 0% selama penyimpanan 20 hari pada suhu 10oC sebesar 4.38 ml CO2/kg/jam, pada suhu 15oC sebesar 6.48 ml CO2/kg/jam,

sedangkan pada suhu ruang sebesar 16.49 ml CO2/kg/jam. Laju respirasi buah pepaya

dengan tingkat tua 10% selama penyimpanan pada suhu 10oC sebesar 10.47 ml CO2

/kg/jam, pada suhu 15oC sebesar 11.01 ml CO2 /kg/jam dan pada suhu ruang sebesar

20.28 ml CO2 /kg/jam. Hasil algoritma genetika dapat menentukan berbagai suhu dan

lama penyimpanan optimum untuk berbagai tingkat tua pepaya. Untuk penyimpanan pepaya IPB 1 pada tingkat tua 5% (117 hsa) disarankan kombinasi suhu penyimpanan 13-14oC dan lama penyimpanan 274 jam agar memperoleh mutu buah pepaya yang disukai konsumen setelah pemeraman.

Kata kunci : pepaya, optimasi, keadaan penyimpanan, pemeraman, pengolahan citra, jaringan syaraf tiruan, algoritma genetika


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan optimasi keadaan penyimpanan buah pepaya sebelum pemeraman dengan algoritma genetika. Pada tahap pertama penelitian prediksi umur dan ketuaan pepaya IPB 1 dengan pengolahan citra dan jaringan syaraf tiruan memperoleh ketepatan 100%.

TPT dan kekerasan pepaya IPB 1 dapat diduga dengan teknologi NIR dan metode analisis SMLR dengan standar error, CV dan rasio SD/SE adalah 0.25, 2.51%, dan 3.07 untuk TPT dan 0.35, 0.14%, dan 3.1 untuk kekerasan. Optimasi keadaan penyimpanan sebelum pemeraman pepaya IPB 1 dengan tingkat tua 0% dan 10% dilakukan berdasarkan waktu simpan selama 10, 12, 14, 16, 18 dan 20 hari pada suhu 10oC dan 15oC. Kemudian buah pepaya dimatangkan menggunakan etilen 100 ppm dan suhu pemeraman 20oC. Hasil algoritma genetika dapat menentukan berbagai suhu dan lama penyimpanan optimum untuk berbagai tingkat tua pepaya.

Kata kunci : pepaya, optimasi, keadaan penyimpanan, pemeraman, pengolahan citra, jaringan syaraf tiruan, algoritma genetika


(6)

ABSTRACT

The objective of this research was to determine the optimum storage condition for papaya fruit prior to ripening using genetic algorithms. In the previous step, image processing was applied along with neural network program to classify papaya based on their maturity and harvest time. The developed neural network program was capable to classify papaya with 100% accuracy.

Prediction of total soluble solid has standard error (SE), coefficient of variation (CV) and the ratio of standard deviation over the standard error prediction (SD/SE) of 0.25, 2.51% and 3.07 respectively for a Stepwise Multiple Linier Regression (SMLR). Similarly, the validation for hardness were 0.35, 0.14%, and 3.1 for the related parameters. The storage conditions applied to papaya IPB 1 prior to ripening were 10, 12, 14, 16, 18 and 20 days in 10oC and 15oC with an ethylene trigger 100 ppm and 20oC ripening temperature for the ripening process. The genetic alghorthms was capable to determine the optimum temperature and storage time at various maturity of fruit for papaya prior to ripening.

Key words : papaya, optimum, storage condition, ripening, image processing, artificial neural network, genetic algorithms


(7)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul : “Optimasi Keadaan Penyimpanan Buah Pepaya Sebelum Pemeraman Dengan Algoritma Genetika” adalah bener merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada peguruan tinggi manapun. Semua sumber daya dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, September 2008

Enrico Syaefullah Nrp.F161040051


(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(9)

OPTIMASI KEADAAN PENYIMPANAN BUAH PEPAYA

SEBELUM PEMERAMAN DENGAN

ALGORITMA GENETIKA

ENRICO SYAEFULLAH

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian


(10)

Judul Disertasi : Optimasi Keadaan Penyimpanan Buah Pepaya Sebelum Pemeraman Dengan Algoritma Genetika Nama Mahasiswa : Enrico Syaefullah

Nomor Pokok : F161040051

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hadi K Purwadaria, M.Sc. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr. Ketua Anggota

Dr. Ir. Suroso, M.Agr. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Ilmu Keteknikan Pertanian

Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :


(11)

Penguji Luar Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, MAgr


(12)

PRAKATA

Bismillaahirrahmanirrahiim. Alhamdulillaahirabbil’alamin. Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi yang berjudul ”Optimasi Keadaan Penyimpanan Buah Pepaya Sebelum Pemeraman Dengan Algoritma Genetika”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih yang tulus serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, MSc., selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Sutrisno M.Agr, Dr. Ir. Suroso M.Agr masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu memberikan bimbingan, arahan, saran dan dukungan yang tidak terhingga sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan.

2. Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, M.Agr, Prof. Dr. Ir. Roedy Poerwanto, M.Sc. dan Dr. Ir. Winarno yang telah memberi banyak masukan sebagai dosen penguji di ujian tertutup dan ujian terbuka.

3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodipuro, MS, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Dr. Ir. Sam Herodian, Wakil Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Dr. Ir. Sugiyono, Ketua Program Studi Keteknikan Pertanian Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan beserta staf pengajar yang telah memberi ilmu dan bimbingan kepada penulis selama menimba ilmu di IPB.

4. Kepala Badan Litbang Pertanian Dr. Ir. Gatot Irianto, Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Pertanian Dr. Ir. Muhrizal, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Dr. Ir. Masganti atas ijin, kesempatan dan dukungan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S3.


(13)

5. Pengelola Program Insentif Riset Terapan di Kementerian Negara Riset dan Teknologi serta LPPM-IPB, Pengelola Yayasan Damandiri atas bantuan dana penelitiannya.

6. Ayahanda Drs H. Suharna A. Rasjid dan Ibunda Hj. Siti Maemunah, Ayah Chairul M Saad dan Ibu Melati kecintaan dan rasa hormat penulis persembahkan atas ketulusan dalam doa dan pengorbanan yang tiada tara.

7. Istri tercinta Maya Hairina SP, ananda tersayang Shofiatasya Qonitatussakinah dan Muhammad Zaky Nur Ilmi yang bersamanya selalu tercipta bahagia dalam suka dan duka. Juga Yudha, Levy dan Brian, Yopie, Kak Desi, Bang Adi, Roby dan Elma serta Noval yang telah memberikan dorongan moral dan materil sehingga perjuangan ini dapat diselesaikan.

8. Pak Sulyaden, Pak Sugiyono, Warji, Slamet, Rudi, Renato dan rekan-rekan yang dengan tulus ikhlas membantu dari awal kuliah sampai akhir penulisan disertasi.

Demikian juga kepada semua pihak yang banyak membantu penulis selama mengikuti pendidikan sampai selesainya disertasi ini, dihaturkan banyak terima kasih, semoga Allah membalas kebaikan kita semua. Akhirnya semoga disertasi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat luas.


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada 4 April 1973 sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan Drs. H. S.A. Rasjid dan Hj. Siti Maemunah. Pada tahun 1997 penulis lulus sebagai Sarjana Teknologi Pangan pada Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Pada tahun 2002 melanjutkan studi pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Pasca Panen dan lulus pada tahun 2004. Studi S3 pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian mulai ditempuh tahun ajaran 2004/2005 dengan biaya sendiri.

Sejak tahun 1999 penulis bertugas sebagai staf peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah. Selama bekerja sebagai staf peneliti di BPTP Kalimantan Tengah penulis pernah menjadi Ketua Tim Pengkajian Pascapanen Buah-buahan di Kalimantan Tengah 2000-2002. Publikasi ilmiah yang telah diterbitkan selama dua tahun terakhir, adalah (1) Identifikasi Tingkat Ketuaan dan Kematangan Pepaya (Carica papaya L.) IPB 1 Dengan pengolahan Citra Digital dan Jaringan Syaraf Tiruan (Agritech Vol. 27 No.2 Juni 2007 Fateta UGM Yogyakarta) dan (2) Penentuan Parameter Mutu Pepaya IPB 1 Secara Non Destruktif (Prosiding Seminar Nasional Ketahanan Pangan PERTETA 2007 Unila Lampung). Kedua publikasi ilmiah tersebut telah dipresentasikan secara oral dalam Seminar PERTETA (Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia) di Yogyakarta dan Lampung.


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 5

1.3. Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Pepaya ... 6

2.2. Penyimpanan ... 9

2.3. Pemeraman ... 12

2.4. Respirasi ... 14

2.5. Hubungan Etilen dengan Pematangan Buah ... 16

2.6. Teknologi Near Infrared (NIR) ... 18

2.5. Jaringan Syaraf Tiruan (JST) ... 20

2.6. Pengolahan Citra (Image Processing) ... 22

2.7. Algoritma Genetika (AG) ... 23

III. METODE PENELITIAN ... 24

3.1. Tempat, Bahan dan Alat Penelitian ... 24

3.2. Identifikasi Ketuaan ... 26

3.3. Perlakuan Suhu Pada Beberapa Tingkat Tua ... 30

3.4. Perlakuan Konsentrasi Etilen dan Suhu Pemeraman ... 33

3.5. Pengukuran TPT dan Kekerasan dengan NIR ... 34

3.6. Optimasi Keadaan Penyimpanan Buah Pepaya ... 38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1. Identifikasi Ketuaan ... 41

4.2. Perlakuan Suhu Pada Beberapa Tingkat Tua ... 47

4.3. Perlakuan Konsentrasi Etilen dan Suhu Pemeraman ... 58

4.4. Pengukuran TPT dan Kekerasan dengan NIR ... 75

4.5. Optimasi Keadaan Penyimpanan Buah Pepaya ... 89

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 107


(16)

DAFTAR TABEL

Teks Halaman

Tabel 1. Kriteria mutu buah pepaya malang segar (SNI 01–4230–1996) ... 7

Tabel 2. Tabel keluaran JST tingkat ketuaan pepaya IPB 1 ... 29

Tabel 3. Tabel keluaran JST umur buah pepaya IPB 1 ... 30

Tabel 4. Hasil Perhitungan statistik indeks warna merah buah pepaya pada berbagai tingkat ketuaan ... 42

Tabel 5. Hasil validasi tingkat ketuaan buah pepaya dengan JST ... 44

Tabel 6. Hasiil perhitugnan statistik indeks warna merah buah pepaya pada berbagai umur buah ... 45

Tabel 7. Hasil validasi umur buah pada tingkat tua dengan JST ... 47

Tabel 8. Laju respirasi selama penyimpanan buah pepaya IPB 1 ... 48

Tabel 9. Perubahan kekerasan buah pepaya selama penyimpanan ... 50

Tabel 10. Perubahan TPT buah pepaya selama penyimpanan ... 51

Tabel 11. Perubahan derajat warna kuning (b*) pepaya selama penyimpanan ... 54

Tabel 12. Persamaan regresi perubahan kekerasan, total padatan terlarut pepaya IPB 1 selama penyimpanan ... 56

Tabel 13. Nilai –E/R, dan k0 untuk kekerasan dan total padatan terlarut pepaya IPB 1 selama penyimpanan ... 56

Tabel 14. Nilai r dan RMSE model perubahan mutu selama penyimpanan ... 58

Tabel 15. Hasil analisis data total padatan terlarut dengan metode Stepwise Multiple Linier Regression (SMLR) ... 79

Tabel 16. Hasil analisis data kekerasan buah pepaya dengan metode Stepwise Multiple Linier Regression (SMLR) ... 81

Tabel 17. Variasi komponen utama nilai absorbansi NIR ... 82

Tabel 18. Hasil analisis data TPT buah pepaya dengan metode Principal Component Regression (PCR) ... 83

Tabel 19. Variasi komponen utama nilai absorbansi NIR ... 84

Tabel 20. Hasil analisis data kekerasan buah pepaya dengan metode Principal Component Regression (PCR) ... 85

Tabel 21. Hasil analisis data TPT buah pepaya metode Partial Least Squares (PLS) ... 86

Tabel 22. Hasil analisis data kekerasan buah pepaya metode Partial Least Squares (PLS) ... 87

Tabel 23. Perbandingan hasil kalibrasi dan validasi TPT metode SMLR, PCR, dan PLS ... 88

Tabel 24. Perbandingan hasil kalibrasi dan validasi kekerasan metode SMLR, PCR, dan PLS ... 88

Tabel 25. Parameter training JST ... 101

Tabel 26. Parameter AG ... 102


(17)

DAFTAR GAMBAR

Teks Halaman

Gambar 1. Buah dan daging buah pepaya varietas IPB 1 ... 7

Gambar 2. Waktu pencapaian klimakterik dengan produksi etilen selama penyimpanan ... 13

Gambar 3. Fase dari periode klimakterik (Watada et al. 1984, diacu dalam Sutrisno, 1994) ... 14

Gambar 4. Model fisik proses respirasi sistem pemeraman pada ruang pemeraman tertutup ... 16

Gambar 5. Proses binerisasi dan thresholding citra buah pepaya ... 26

Gambar 6. Arsitektur jaringan syaraf tiruan ... 27

Gambar 7. Model JST untuk menduga tingkat ketuaan buah pepaya ... 29

Gambar 8. Model JST untuk menduga umur buah pada tingkat tua ... 30

Gambar 9. Model JST untuk pendugaan mutu buah hasil penyimpanan ... 38

Gambar 10. Sebaran nilai indeks warna merah untuk tingkat ketuaan ... 41

Gambar 11. Sebaran indeks warna merah untuk umur buah ... 44

Gambar 12. Grafik laju respirasi pepaya IPB 1 selama penyimpanan ... 48

Gambar 13. Grafik perubahan indeks warna merah pepaya IPB 1 selama penyimpanan ... 52

Gambar 14. Grafik susut bobot pepaya IPB 1 selama penyimpanan... 54

Gambar 15. Laju respirasi CO2 pepaya IPB1 selama pemeraman dengan konsentrasi etilen (a). 100 ppm, (b). 200 ppm, (c). 0 ppm pada suhu 20oC, 25oC dan suhu ruang ... 58

Gambar 16. Laju respirasi CO2 pepaya IPB 1 selama pemeraman pada suhu (a). 20oC, (b). 25oC, dan (c). suhu ruang dengan konsentrasi etilen 100, 200, dan 0 ppm ... 61

Gambar 17. Perubahan kekerasan pepaya IPB 1 selama penyimpanan dilanjutkan dengan pemeraman ... 63

Gambar 18. Perubahan TPT pepaya IPB 1 setelah penyimpanan dilanjutkan dengan pemeraman ... 65

Gambar 19. Perubahan susut bobot pepaya IPB 1 yang disimpan pada suhu 20oC selama 10 hari dan diperam dengan konsentrasi etilen 0 ppm, pada suhu 20oC, 25oC dan pada suhu ruang ... 66

Gambar 20. Nilai perbandingan derajat warna kuning pada image dengan chromameter ... 67


(18)

Gambar 21. Perubahan derajat warna kuning selama penyimpanan

sampai pemeraman ... 69 Gambar 22. Penilaian uji organoleptik terhadap warna kulit dan

daging pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 70 Gambar 23. Penilaian uji organoleptik terhadap aroma dan rasa

pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 71 Gambar 24. Penilaian uji organoleptik terhadap tekstur dan keseluruhan

pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 73 Gambar 25. Grafik absorbsi NIR pada beberapa sampel pepaya ... 75 Gambar 26. Grafik perbandingan TPT dugaan NIR dengan TPT referensi

pada tahap kalibrasi log (1/R) dan validasi log (1/R) dengan

metode SMLR ... 77 Gambar 27. Grafik perbandingan kekerasan dugaan NIR dengan kekerasan

referensi pada tahap kalibrasi log (1/R) dan validasi log (1/R)

dengan metode SMLR ... 79 Gambar 28. Grafik perbandingan TPT dugaan NIR dengan TPT referensi

tahap kalibrasi log (1/R) dan validasi (1/R)

dengan metode PCR ... 81 Gambar 29. Grafik perbandingan kekerasan dugaan NIR dengan

kekerasan referensi pada tahap kalibrasi log (1/R) dan

validasi (1/R) dengan metode PCR ... 83 Gambar 30. Grafik perbandingan TPT dugaan NIR dengan TPT

referensi pada tahap kalibrasi log (1/R) dan validasi (1/R)

dengan metode PLS ... 85 Gambar 31. Grafik perbandingan kekerasan dugaan NIR dengan

kekerasan referensi pada tahap kalibrasi log (1/R) dan

validasi (1/R) dengan metode PLS ... 86 Gambar 32. Laju respirasi selama penyimpanan 10 hari (a) dan

12 hari (b) dilanjutkan dengan pemeraman ... 88 Gambar 33. Laju respirasi selama penyimpanan 14 hari (a) dan

16 hari (b) dilanjutkan dengan pemeraman ... 89 Gambar 34. Laju respirasi selama penyimpanan 18 hari (a) dan

20 hari (b) dilanjutkan dengan pemeraman ... 90 Gambar 35. Perubahan warna pepaya selama penyimpanan 10 hari (a)

dan 12 hari (b) dilanjutkan dengan pemeraman... 92 Gambar 36. Perubahan warna pepaya selama penyimpanan 14 hari (a)

dan 16 hari (b) dilanjutkan dengan pemeraman ... 92 Gambar 37. Perubahan warna pepaya selama penyimpanan 18 hari (a)

dan 20 hari (b) dilanjutkan dengan pemeraman ... 93


(19)

Gambar 38. Perubahan kekerasan pepaya selama penyimpanan

10 hari (a) dan 12 hari (b) dilanjutkan dengan pemeraman ... 94 Gambar 39. Perubahan kekerasan pepaya selama penyimpanan

14 hari (a) dan 16 hari (b) dilanjutkan dengan pemeraman ... 98 Gambar 40. Perubahan kekerasan pepaya selama penyimpanan

18 hari (a) dan 20 hari (b) dilanjutkan dengan pemeraman ... 95 Gambar 41. Perubahan TPT pepaya selama penyimpanan 10 hari (a)

dan 12 hari (b) dilanjutkan dengan pemeraman ... 96 Gambar 42. Perubahan TPT pepaya selama penyimpanan 14 hari (a)

dan 16 hari (b) dilanjutkan dengan pemeraman ... 97 Gambar 43. Perubahan TPT pepaya selama penyimpanan 18 hari (a)

dan 20 hari (b) dilanjutkan dengan pemeraman ... 97 Gambar 44. Susut bobot pepaya selama penyimpanan 10 hari (a)

dan 12 hari (b) dilanjutkan dengan pemeraman ... 98 Gambar 45. Susut bobot pepaya selama penyimpanan 14 hari (a)

dan 16 hari (b) dilanjutkan dengan pemeraman ... 98 Gambar 46. Susut bobot pepaya selama penyimpanan 18 hari (a)

dan 20 hari (b) dilanjutkan dengan pemeraman ... 99 Gambar 47. Grafik hubungan kekerasan (a) dan TPT (b) hasil pendugaan

JST dan hasil pengamatan pada saat training ... 100 Gambar 48. Grafik hubungan warna (a) dan susut bobot (b) hasil

pendugaan JST dan hasil pengamatan pada saat training ... 101 Gambar 49. Grafik perubahan nilai fitness selama proses optimasi ... 104 Gambar 50. Grafik perubahan nilai optimal suhu penyimpanan

selama proses optimasi ... 104 Gambar 51. Grafik perubahan nilai optimal lama penyimpanan

selama proses optimasi ... 105 Gambar 52. Grafik perubahan nilai optimal tingkat tua

selama proses optimasi ... 105 Gambar 53. Tampilan hasil optimasi suhu penyimpanan,


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Teks Halaman

Lampiran 1. Data hasil pengolahan citra papaya IPB 1 ... 116 Lampiran 2. Data pelatihan dan validasi untuk pendugaan tingkat ketuaan ... 122 Lampiran 3. Data pelatihan dan validasi untuk pendugaan umur buah ... 124 Lampiran 4. Analisis sidik ragam organoleptik skor warna kulit buah

pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 126 Lampiran 5. Analisis sidik ragam organoleptik skor warna daging buah

pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 127 Lampiran 6. Analisis sidik ragam organoleptik skor aroma buah pepaya

IPB 1 setelah pemeraman ... 128 Lampiran 7. Analisis sidik ragam organoleptik skor rasa buah pepaya

IPB 1 setelah pemeraman ... 129 Lampiran 8. Analisis sidik ragam organoleptik skor tekstur buah pepaya

IPB 1 setelah pemeraman... 130 Lampiran 9. Analisis sidik ragam organoleptik skor keseluruhan penerimaan

buah pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 131 Lampiran 10. Data mutu fisik buah papaya IPB 1 sebagai data training ... 132 Lampiran 11. Hasil training model pendugaan mutu fisik buah pepaya IPB 1 ... 133 Lampiran 12. Populasi awal proses optimasi ... 134 Lampiran 13. Perubahan nilai fitness selama proses optimasi ... 135 Lampiran 14. Populasi akhir proses optimasi ... 136


(21)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Buah-buahan merupakan komoditas pertanian yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan, baik untuk pasar dalam negeri maupun sebagai komoditas ekspor. Pepaya merupakan salah satu buah tropis yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan berpotensi sebagai sumber pendapatan dan mempunyai peran penting dalam ketersediaan gizi. Pepaya (Carica papaya) merupakan salah satu tanaman buah yang sangat penting dalam pemenuhan kalsium dan sumber vitamin A dan C (Nakasome dan Paull, 1998). Selain dikonsumsi sebagai buah segar, buah pepaya yang masak dapat diolah menjadi minuman penyegar, dan sebagai bahan baku industri makanan (Villegas, 1997). Getah pepaya (papain) mengandung enzim proteolitik, dapat digunakan sebagai pelunak daging. Villegas (1992) menyatakan bahwa karpaina yang terkandung dalam daun pepaya berguna untuk mengurangi gangguan jantung, obat anti amuba, serta biji buah pepaya dapat digunakan sebagai obat peluruh kencing.

Sebagai buah segar yang tidak mengenal musim di Indonesia tanaman pepaya dapat tumbuh di semua daerah, produksi pepaya di Indonesia dari tahun 2002 sampai tahun 2006 sebesar 605.194 ton, 626.745 ton, 732.611 ton, 548.657 ton, 643.451 ton, dengan total ekspor pada tahun 2006 sebesar 140.083 kg yang bernilai USD 62.924 (Departemen Pertanian, 2007).

Salah satu jenis pepaya unggul yang dikembangkan di Indonesia adalah pepaya IPB 1. Pepaya IPB 1 yang lebih dikenal dengan nama Arum memiliki kulit buah yang berwarna hijau muda, berubah menjadi kuning pada bagian ujungnya ketika mulai matang. Daging buah matang berwarna kuning sampai jingga kemerahan serta memiliki aroma yang khas. Bentuk buah lonjong, ukuran buah kecil, panjang buah ± 14 cm, diameter buah ±10 cm, dan bobot per buah ±500 gr (Dirjen Hortikultura, 2005). Pepaya


(22)

2 Masalah yang membatasi perdagangan buah-buahan adalah daya simpannya yang relatif singkat dan besarnya variasi tingkat kematangan sehingga mutunya tidak seragam. Umumnya, pedagang dan pemasok membeli buah-buahan dari petani saat buah tersebut cukup tua tapi belum matang dengan harapan dapat sampai ke tangan konsumen dalam kondisi segar, kualitas kematangan seragam dan siap dikonsumsi. Kenyataannya, masalah ketidakseragaman kematangan buah sering terjadi karena kurangnya kendali proses pascapanen. Penanganan pascapanen adalah tahapan kegiatan yang sangat penting dilakukan sejak produk dipanen hingga produk dipasarkan dan sampai di tangan konsumen. Penanganan pascapanen harus dapat mempertahankan mutu, kesegaran, keseragaman buah serta kandungan vitamin dan mineral, sehingga dapat diterima konsumen dan dapat disimpan lebih lama. Adapun beberapa kegiatan pascapanen yang perlu diperhatikan yaitu pengemasan, pengangkutan, perlakuan panas, penyimpanan, dan pemeraman.

Setelah dipanen buah pepaya tetap melakukan kegiatan metaboliknya seperti respirasi, fotosintesis dan transpirasi. Respirasi merupakan kegiatan metabolik oksidatif yang penting dalam fisiologi pascapanen. Menurut Pantastico (1989), sebagian besar perubahan fisikokimia buah pascapanen berhubungan dengan respirasi seperti proses pemeraman, pembentukan aroma dan kemanisan, pelunakan daging buah dan penurunan nilai mutu. Sebagai buah klimakterik, kenaikan pola respirasi buah pepaya dapat digunakan sebagai acuan untuk waktu simpan dan pemeraman. Buah pepaya mudah mengalami kerusakan setelah pemanenan baik kerusakan fisik, mekanis maupun kerusakan mikrobiologis.

Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan penanganan pascapanen yang selalu terkait dengan faktor waktu, tujuan menjaga dan mempertahankan nilai komditas yang disimpan. Tujuan utama penyimpanan buah segar adalah pengendalian laju transpirasi dan respirasi (Pantastico 1989). Peranan penyimpanan antara lain dalam hal penyelamatan dan pengamanan hasil panen, juga memperpanjang waktu simpan, terutama untuk komoditas hortikultura. Umur pemasaran pepaya dapat diperpanjang dengan metode penyimpanan yang tepat. Kondisi optimal untuk penyimpanan pepaya adalah kondisi yang memungkinkan buah tersebut disimpan selama mungkin tanpa banyak


(23)

kehilangan citarasa, tekstur dan kadar air. Jangka waktu penyimpanan juga tergantung dengan aktivitas respirasi, ketahanan terhadap kehilangan air dan tanggapan terhadap mikroorganisme perusak. Kondisi lingkungan penyimpanan yang diinginkan dapat diperoleh dengan cara pengendalian suhu, kelembaban, sirkulasi udara atau komposisi atmosfirnya.

Pengontrolan suhu untuk mengendalikan laju respirasi produk hasil pertanian sangat penting artinya dalam usaha memperpanjang umur simpan produk tersebut. Metode yang umum digunakan adalah penyimpanan dengan pendinginan karena sederhana dan efektif. Selama penyimpanan dengan pendinginan diperlukan suhu yang tepat karena adanya kemungkinan komoditi mengalami kerusakan akibat suhu rendah

(chilling injury). Buah-buahan tropika umumnya sensitif terhadap suhu dingin (Kays,

1991). Chilling injury adalah kerusakan karena penyimpanan di bawah suhu optimum yang dicirikan oleh bintik-bintik hitam atau coklat pada kulit buah, pembentukan warna kulit yang tidak sempurna dan pematangan yang tidak normal.

Pemeraman buah pepaya mempunyai arti penting sebagai suatu usaha mengatur proses pematangannya (mempercepat atau memperlambat) pepaya agar diperoleh buah pepaya dengan tingkat kematangan yang seragam. Secara komersial, pemeraman dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar terhadap buah yang masak optimum. Untuk mempercepat proses pemeraman dapat dilakukan dengan cara memberikan bahan kimia tertentu yang berefek fisiologis terhadap buah-buahan. Gas etilen (C2H4) merupakan salah

satu jenis bahan kimia yang banyak digunakan sebagai pemicu proses pemeraman.

Respirasi erat kaitannya dengan suhu penyimpanan serta responsip terhadap pemberian hormon pematangan yaitu etilen. Jika dapat diketahui hubungan proses fisiologis buah pepaya dan perubahan mutunya, maka akan memegang peran penting dalam sistem penyimpanan dan pemeraman buah pepaya. Dengan demikian produsen buah pepaya dapat memperkirakan batas tolerasi penyimpanan, dan waktu pemberian etilen yang tepat agar buah menjadi matang seragam dan masih berada dalam karakteristik mutu yang baik saat sampai di tempat pemasaran atau negara tujuan. Pengontrolan pematangan dalam pemeraman relatif mudah dilakukan, terutama untuk buah-buahan klimakterik, yakni dengan jalan mengatur waktu terjadinya puncak klimakterik. Secara


(24)

4 teoritik, pengontrolan pematangan dilakukan dengan perlakuan suhu ruang penyimpanan pada suatu tingkat tertentu tanpa menimbulkan kerusakan buah-buahan tersebut dan pemberian etilen yang berefek fisiologis terhadap buah-buahan.

Buah pepaya yang dipanen harus memiliki keseragaman produk yang dicirikan dengan tingkat ketuaan. Selama ini petani dan pedagang pengumpul buah pepaya mengidentifikasi tingkat ketuaan menggunakan prosedur analisis warna kulit secara visual mata manusia dengan segala keterbatasannya. Menurut Pantastico (1989) batas antara stadium kematangan buah sukar ditentukan dengan mata telanjang, sehingga seringkali penentuan ketuaan bersifat subjektif.

Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan suatu metode yang dapat menjamin tingkat ketuaan buah pepaya. Metode non konvensional yaitu menggunakan pengolahan citra digital dan data yang dihasilkan akan diproses secara pembelajaran dengan jaringan syaraf tiruan (JST) yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat ketuaan buah pepaya. Secara umum penilaian kualitas internal buah pepaya dilakukan dengan mencicipi rasa atau dengan tes laboratorium secara destruktif. Penilaian dengan cara visual sulit mengetahui kualitas internal buah sedangkan penilaian dengan mencicipi buah atau secara test laboratorium akan merusak buah.

Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk menentukan faktor mutu produk pertanian adalah Near Infrared (NIR). Teknologi ini dapat digunakan untuk mengukur kualitas internal maupun eksternal seperti kadar air, kekerasan, kadar gula, kememaran dan komposisi kimia dari produk pertanian. NIR merupakan salah satu metode pengukuran non destruktif yang dapat menganalisa dengan kecepatan tinggi, tidak menimbulkan polusi, penggunaan preparat contoh yang sederhana dan tidak menggunakan bahan kimia.

Untuk memenuhi kebutuhan pasar modern dewasa ini diperlukan keadaan yang optimum pada penyimpanan buah pepaya sebelum pemeraman. Mutu buah yang diinginkan setelah penyimpanan dan pemeraman dapat diduga dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan (JST) dan optimasi keadaan penyimpanan sebelum pemeraman dapat dilakukan menggunakan algoritma genetika (AG).


(25)

JST dan AG merupakan metode yang tepat untuk memecahkan permasalahan dimana hubungan antara masukan dan keluaran tidak diketahui dengan jelas. Kemampuan JST dalam mempelajari hubungan input dan output yang sangat kompleks sangat cocok diterapkan untuk mengidentifikasi hubungan antara suhu penyimpanan, lama penyimpanan dan tingkat tua buah pepaya dengan kekerasan, total padatan terlarut (TPT), warna dan susut bobot buah. Sedangkan AG memiliki kemampuan untuk mengotimisasi dengan cara mencari nilai optimum dari sekumpulan solusi secara paralel (Goldberg, 1989).

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan optimasi keadaan penyimpanan buah pepaya sebelum pemeraman dengan algoritma genetika. Tujuan yang lebih spesifik adalah 1) mendapatkan metode penentuan tingkat ketuaan buah pepaya IPB 1 secara non konvensional dengan pengolahan citra digital dan jaringan syaraf tiruan. 2) mendapatkan model hubungan antara lama penyimpanan dan suhu penyimpanan terhadap perubahan mutu pepaya IPB 1. 3) mendapatkan konsentrasi etilen dan suhu pemeraman untuk mutu pepaya IPB 1. 4) menduga parameter mutu buah pepaya IPB 1 dengan metode

near infrared. 5) mendapatkan keadaan penyimpanan optimum buah pepaya IPB 1

sebelum pemeraman dengan algoritma genetika.

1.3. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan dukungan teknologi pascapanen pada suatu kegiatan agroindustri yang bergerak dalam produk segar buah pepaya IPB 1, baik untuk kepentingan pasokan pasar dalam negeri maupun ekspor.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pepaya

Pepaya (Carica papaya L.) termasuk kelas Dicotyledoneae, Ordo Caricales, Famili Caricaceae dan Genus Carica. Pepaya merupakan tanaman herba dengan daun yang terletak pada ujung tanaman (roset). Semua bagian tanaman mengandung getah, daunnya tersusun secara spiral melingkari batang, lembaran daun bercelah-celah menjari. Batangnya tidak bercabang, bulat silindris dengan diameter sekitar 10 cm sampai dengan 30 cm dan dapat mencapai ketinggian antara 2 m sampai dengan 10 m (Villegas, 1997). Berdasarkan bunganya tanaman pepaya dapat digolongkan atas tiga tipe utama yaitu tanaman yang berbunga jantan, betina dan bunga hermaprodit (sempurna).

Buah pepaya mempunyai sifat yang sangat khas yaitu merupakan buah buni, kulit luar tipis, daging buah tebal dengan rongga besar ditengah berasal dari bakal buah yang menumpang serta biji yang menempel pada daging buah (Pantastico, 1989). Buah mempunyai bentuk dan ukuran yang bervariasi. Buah yang dihasilkan dari bunga betina berbentuk bulat, licin dan bertangkai pendek. Buah dari bunga hermaprodit berbentuk agak lonjong, berdaging tebal, berbiji banyak. Saat masak kulit buah berwarna kekuningan atau jingga (Villegas, 1997). Bobot buah bervariasi antara 350-500 g tergantung pada lokasi tumbuhnya. Bobot buah pepaya dari bunga hermaprodit sekitar 350 g sedangkan dari bunga betina dapat mencapai bobot 500 g, sedangkan di Indonesia rata-rata untuk bobot buah pepaya solo sekitar 300 g (Yon, 1994).

Pepaya termasuk jenis tanaman tropis basah dan memerlukan cahaya penuh. Buah pepaya yang mendapat cahaya penuh atau diproduksi pada musim kemarau akan memiliki penampilan yang lebih menarik, yaitu warna kulitnya kuning cerah dan penampilannya mulus. Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman pepaya adalah 22o-26oC, suhu minimal 15oC dan suhu maksimal 43oC dengan curah hujan 1500-2000 mm/tahun.


(27)

Dalam menentukan standar mutu buah pepaya digunakan Standar Nasional Indonesia SNI 01–4230–1996. Pepaya malang segar digolongkan dalam 4 ukuran yaitu kelas A, B, C dan D berdasarkan berat tiap buah.

Kelas A : Berat per buah 2.5 kg – 3.0 kg Kelas B : Berat per buah 1.8 kg – 2.4 kg Kelas C : Berat per buah 1.5 kg – 1.7 kg Kelas D : Berat per buah < 1.5 kg atau > 3 kg

Pada Tabel 1 di bawah ini dapat dilihat kriteria mutu buah pepaya malang segar berdasarkan SNI 01-4230-1996.

Tabel 1. Kriteria mutu buah pepaya malang segar (SNI 01–4230–1996)

No Kriteria mutu Mutu I Mutu II Mutu III

1 Tingkat ketuaan warna kulit (jumlah strip warna jingga)

13 strip 2-3 strip 1 strip

2 Kebenaran kultivar 97% 95% 90%

3 Keseragaman ukuran berat 97% 95% 90%

4 Keseragaman ukuran bentuk 97% 95% 90%

5 Buah cacat dan busuk 0% 0% 0%

6 Kadar kotoran 0% 0% 0%

7 Serangga hidup/mati 0% 0% 0%

8 Tingkat kesegaran segar100% segar<25% segar>25%

Salah satu jenis pepaya yang dikembangkan saat ini adalah pepaya IPB 1. Pepaya IPB 1 (Gambar 1) yang lebih dikenal dengan nama Arum memiliki kulit buah yang berwarna hijau muda, berubah menjadi kuning pada bagian ujungnya ketika mulai matang. Daging buah matang berwarna kuning sampai jingga kemerahan serta memiliki aroma yang khas.


(28)

8 Bentuk buah lonjong, ukuran buah kecil, panjang buah ± 14 cm, diameter buah

±10 cm, dan bobot per buah ±500 g (Dirjen Hortikultura, 2005). Pepaya IPB 1 berasal dari indukan pepaya eksotika yang diperoleh dari rangkaian penelitian pemuliaan tanaman yang dilakukan oleh Pusat Kajian Buahan Tropis (PKBT) IPB (Pusat Kajian Buah-Buahan Tropis 2004).

Lembaga Pemasaran Pertanian Persekutuan Malaysia (2004) mengeluarkan standar pengkelasan ukuran untuk pepaya eksotika MS 1145.

Kelas XL (lebih besar) berat per buah >850 g Kelas L (besar) berat per buah 651-850 g Kelas M (sedang) berat per buah 451-650 g Kelas S (kecil) berat per buah 250-450 g.

Kader (1992b) menyatakan buah dan sayuran yang telah dipanen akan tetap hidup karena masih meneruskan reaksi-reaksi metabolisme dan masih mempertahankan sistem fisiologis sebagaimana saat masih melekat pada pohon induknya. Ryall dan Pentzer (1982) menyatakan bahwa selama proses pematangan, buah mengalami perubahan yang jelas yaitu kenaikan kadar gula, penurunan zat pati pada buah apel, pear, dan pisang, kenaikan kadar minyak/lemak pada buah alpukat, perubahan tekstur, penurunan kadar tanin dan rasa sepat, perubahan warna pada kulit dan daging buah, turunnya rasa asam diikuti perubahan karoten. Juga terjadi perubahan laju produksi CO2 dan produksi etilen,

pelunakan kulit daging buah, penurunan bobot, serta penurunan kadar air (Dominguez dan Vendrell, 1993; Moya-Leon dan Jhon, 1994).

Buah yang matang mengalami banyak perubahan fisik dan kimia setelah dipanen, hal ini dapat mempengaruhi kualitas buah untuk dikonsumsi. Pada buah-buahan klimakterik, selama proses pematangan akan terjadi peningkatan respirasi dan produksi etilen sebelum mencapai penuaan. Proses respirasi dan transpirasi berpengaruh terhadap susut bobot buah. Selain dapat mengurangi bobot buah, kandungan air dari jaringan buah dapat mengakibatkan perubahan penampakan buah. Selain transpirasi, hidrolisis pati juga dapat menurunkan kandungan air buah. Buah yang banyak kehilangan


(29)

air menjadi tidak menarik, teksturnya jelek dan mutu atau kandungan gizinya menurun (Kader, 1992a).

Perubahan warna kulit buah merupakan salah satu parameter dalam menentukan tingkat kematangan buah pepaya. Wills et al., (1989) menyatakan bahwa selama penyimpanan buah pepaya mengalami perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi kuning atau jingga. Hal ini disebabkan oleh penurunan klorofil dan terbentuknya karotenoid dalam jaringan buah. Karotenoid yang terdapat dalam buah atau sayuran terdiri atas karoten, xantofil, dan likopen.

Karbohidrat utama yang terdapat pada buah pepaya adalah gula. Jenis gula yang dominan adalah sukrosa (48.3%), glukosa (29.8), dan fruktosa (21.9%) (Villegas, 1997). Pada saat buah pepaya masak, kadar gula dalam buah meningkat, hal ini disebabkan terjadinya hidrolisis polisakarida menjadi gula (Kader, 1992a). Selama pematangan kandungan total padatan terlarut (TPT) cenderung meningkat karena adanya metabolisme polisakarida dalam dinding sel. Arriola (1980) melaporkan bahwa pada buah pepaya matang terjadi peningkatan baik kandungan asam maupun TPT, namun kandungan gula jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan asam organiknya sehingga rasa manis lebih dominan.

Perubahan lain yang terjadi selama proses pematangan adalah perubahan tekstur buah. Pantastico (1989) menyatakan bahwa selama penyimpanan buah akan mengalami pembongkaran protopektin tidak larut menjadi asam pektat dan pektin yang mudah larut, sehingga ketegaran dinding sel menurun dan buah menjadi lunak atau masak. Arriola (1980) menyatakan bahwa buah pepaya pada saat mentah memiliki tekstur buah yang keras tetapi setelah matang buah menjadi lunak karena protopektin dalam buah terhidrolisis menjadi pektin. Pepaya mengalami kenaikan kandungan total pektin selama pematangan dan mencapai maksimum 2 hari sebelum buah matang. Almora et al., (2003) menyatakan bahwa kekerasan pepaya menurun selama proses pematangan, enzim hydrolitik aktif sejalan dengan kerusakan dinding sel dan penurunan tingkat kekerasan.


(30)

10

2.2. Penyimpanan

Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan penanganan pascapanen yang selalu terkait dengan faktor waktu, tujuan menjaga dan mempertahankan nilai komditas yang disimpan. Peranan penyimpaann antara lain dalam hal penyelamatan dan pengamanan hasil panen, juga memperpanjang waktu simpan, terutama untuk komoditas hortikultura. Selain itu penyimpanan juga dapat menghindarkan banjirnya produk ke pasar, memberi kesempatan yang luas untuk memilih buah-buahan dan sayur-sayuran sepanjang tahun.

Penyimpanan adalah suatu cara menempatkan suatu komoditi di dalam ruangan pada suhu dan kelembaban optimal untuk menunggu proses selanjutnya. Jangka waktu penyimpanan juga tergantung dengan aktivitas respirasi, ketahanan terhadap kehilangan air dan tanggapan terhadap mikroorganisme perusak. Kondisi lingkungan penyimpanan yang diinginkan dapat diperoleh dengan cara pengendalian suhu, sirkulasi udara, kelembaban dan komposisi atmosfir. Tujuan utama penyimpanan buah segar adalah pengendalian laju transpirasi dan respirasi (Pantastico, 1989). Penyimpanan selain dilakukan pada suhu ruang bisa juga dilakukan di dalam lemari pendingin.

Penyimpanan dingin adalah penyimpanan di bawah 15oC dan di atas titik beku. Pendinginan akan mengurangi kelayuan karena kehilangan air, penurunan laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang disimpan (Watkins, 1971). Apabila buah-buahan didinginkan, maka proses respirasi yang menyebabkan kehilangan CO2

dapat dikurangi, tetapi peroses penguapan air justru dapat menajdi cepat terutama bila kelembaban relatif udara di bawah keadaan optimal (85-90%). Proses pendinginan yang kurang tepat akan menyebabkan buah-buahan mengalami kerusakan dingin yang disebut

chilling injury” (Winarno, 2002).

Chilling injury adalah kerusakan karena penyimpanan suhu rendah yaitu di bawah

suhu optimal yang dicirikan oleh bintik-bintik hitam atau coklat pada kulit buah. Chilling

injury terjadi karena adanya kerusakan mitokondria sehingga produksi adenosin tri

posphat (ATP) menurun, terakumulasinya senyawa etilen yang akan merangsang sintesa lignin (penyebab mengerasnya jaringan daging buah), timbulnya rasa pahit akibat terakumulasinya senyawa penol, meningkatnya asam organik chlorogenat dan


(31)

menurunnya vitamin C (Potter, 1978). Tiap-tiap jenis buah-buahan mempunyai batas ketahanan tertentu pada suhu dingin. Buah-buahan tropik umumnya sensitif terhadap suhu dingin (Kays, 1991).

Pepaya merupakan buah yang relatif lebih mudah rusak dibandingkan dengan buah-buahan lainnya karena mempunyai kulit yang tipis (Broto et al., 1994). Jagtiani et al., (1998) menyatakan buah pepaya sensitif terhadap suhu rendah, dan chilling injury

terjadi pada suhu dibawah 7oC. Gejala chilling injury pada buah pepaya terjadi setelah 14 hari penyimpanan pada suhu 5oC untuk buah hijau dan 21 hari untuk 60% buah menguning (Seymour et al., 1993). Pada buah pepaya ciri-ciri chilling injury adalah buah menjadi kehilangan flavour (rasa dan aroma) dan tampak keriput (Desroiser, 1988).

Model Matematika Laju Perubahan Mutu

Selama penyimpanan, mutu produk akan berubah karena adanya pengaruh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban dan tekanan udara. Melalui model matematika, pengamat dapat mengandaikan dan menduga laju perubahan mutu yang akan terjadi pada kondisi tertentu. Untuk menyusun model perubahan mutu diperlukan beberapa pengamatan parameter yang dapat diukur secara kuantitatif dan mencerminkan keadaan mutu produk yang diperiksa, misalnya hasil uji kimiawi, uji fisik, uji organoleptik dan uji mikrobiologis (Syarief dan Halid, 1991).

Suhu merupakan faktor eksternal terpenting untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan suatu produk hasil pertanian (Tijsjenks et al., 2001). Semakin tinggi suhu penyimpanan maka semakin cepat laju reaksi berbagai senyawaan kimia, sehingga dalam membuat model pendugaan laju perubahan mutu selama penyimpanan, selalu memperhitungkan faktor suhu. Kondisi suhu ruangan penyimpanan, selayaknya dalam keadaan tetap dari waktu ke waktu (Syarief dan Halid, 1991). Jika diasumsikan faktor waktu adalah tetap, maka untuk menduga konstanta laju perubahan mutu dapat menggunakan persamaan Arrhenius yaitu :

RT E

e k


(32)

12 dimana : k adalah konstanta penurunan mutu, k0 adalah konstanta (tidak tergantung pada

suhu), E adalah energi aktivasi, T adalah suhu mutlak (oC+273) dan R adalah konstanta gas (8.314 joule/mol.K).

Besarnya nilai pendugaan perubahan mutu dapat dihitung dengan persamaan :

y = yawal – kt (2)

dimana : y adalah mutu hasil pendugaan, yawal adalah mutu pengamatan awal, k adalah

konstanta laju perubahan mutu dan t adalah lama penyimpanan (hari).

2.3. Pemeraman

Pemeraman diartikan sebagai suatu usaha mengatur proses pematangan sehingga tidak hanya mengandalkan proses pematangan alami semata. Pemeraman dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar akan suatu buah yang matang optimum pada suatu periode yang terjadwal, dalam artian mempercepat atau memperlambat proses pematangan tersebut.

Pengontrolan pematangan relatif mudah dilakukan, terutama untuk buah-buahan klimakterik, yakni dengan jalan mengatur waktu terjadinya puncak klimakterik. Secara teoritik, pengontrolan pematangan dilakukan dengan perlakuan suhu ruang penyimpanan pada suatu tingkat tertentu tanpa menimbulkan kerusakan buah-buahan tersebut. Suhu ruangan pematangan yang tinggi dapat mengakibatkan kelainan fisiologis pada buah. Buah yang diperam pada suhu tinggi akan berwarna kusam dan daging buah rusak, sedangkan pada suhu rendah, pematangan akan berlangsung lama.

Metode lain untuk mempercepat pematangan adalah dengan memberikan etilen yang berefek fisiologis terhadap buah-buahan. Etilen (C2H4) merupakan gas hasil

metabolisme aktif yang dikeluarkan oleh buah yang matang dan berfungsi sebagai pemicu

(trigger) pematangan (Seymour et al., 1993). Pemberian etilen berpengaruh nyata

terhadap waktu yang diperlukan untuk mencapai puncak klimakterik. Kader (1989) menerangkan bahwa baik kelompok buah klimakterik maupun non klimakterik, akan memberikan respon terhadap pemberian etilen, walau efeknya berbeda. Pada buah-buahan klimakterik, konsentrasi etilen pada tingkat kritis buah tersebut akan mempercepat tercapainya puncak klimakterik, tanpa berpengaruh terhadap tingginya puncak klimakterik


(33)

yang ditandai dengan meningkatnya penyerapan O2. Pada buah non klimakterik, efek

pemberian etilen adalah menaikkan laju respirasi yang mengakibatkan naiknya laju pematangan buah tersebut. Efek ini sangat erat kaitannya dengan konsentrasi etilen yang diberikan tetapi tidak berpengaruh terhadap waktu terjadinya puncak klimakterik tersebut.

Pantastico (1989) menyatakan bahwa pada buah-buahan klimakterik, etilen hanya menggeser sumbu waktu, tidak merubah bentuk kurva respirasi, dan tidak menimbulkan perubahan pada zat utama yang terkandung. Semakin besar konsentrasi etilen yang diberikan sampai pada suatu tingkat kritis, semakin cepat pemacuan respirasi. Pembentukan etilen terjadi pada saat praklimakterik dan meningkat konsentrasinya pada saat puncak klimakterik, seperti dinyatakan pada Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Waktu pencapaian klimakterik dengan produksi etilen selama penyimpanan (Winarno, 2002)

Mekanisme pengaruh etilen terhadap laju respirasi, diterangkan oleh Haard dan Salunkhe (1975), dimana etilen menginduksi perubahan dalam permeabilitas membran mitokondria yang menyebabkan pergerakan adenosine triphosphate (ATP) meningkat sehingga akan mempercepat beberapa reaksi yang meningkatkan laju respirasi.

Secara umum kondisi optimum pemeraman buah-buahan adalah suhu ruang pemeraman berkisar antara 18-25oC dengan kelembaban relatif 90-95% dan konsentrasi penggunaan etilen sebesar 10–100 ppm dengan lama perlakuan 24-72 jam tergantung pada jenis dan tingkat kematangan buah. Konsentrasi gas CO2 harus kurang dari 4%

yang ditentukan dengan mengatur pembukaan ventilasi pada selang waktu 12 jam (Reid, 1992). Perubahan konsentrasi CO2 dalam ruangan yang lebih tinggi daripada keadaan

Puncak klimakterik Produk

CO2

Produk etilen

Etilen CO2


(34)

14 normal dapat menghambat proses pematangan buah. Jika jumlah CO2 lebih banyak,

kelebihannya akan mensubstitusi etilen sehingga pematangan menjadi terhambat. Buah yang dapat diperam ialah golongan buah klimakterik yaitu buah dengan pola respirasi yang diawali peningkatan secara lambat, kemudian meningkat dan menurun lagi setelah mencapai puncak (Gambar 3). Kematangan optimum buah, dimana buah memiliki kualitas rasa (eating quality) paling maksimal terjadi di sekitar puncak klimakterik (Sutrisno, 1994). Menurut Haard dan Salunkhe (1975), pemeraman (ripening) buah merupakan perlakuan terhadap buah dengan tujuan untuk mempercepat proses dan menyeragamkan kematangan buah. Selama proses pematangan, warna, rasa, tekstur dan aroma buah mengalami perubahan.

Gambar 3. Fase dari periode klimakterik (Watada et al., 1984, diacu dalam Sutrisno, 1994)

Linskens dan Jackson (1995) menyebutkan bahwa selama pematangan buah, terjadi banyak perubahan yang sebagian besar merupakan penurunan seperti pecahnya klorofil, hidrolisis pati dan meluruhnya dinding sel, dan beberapa komponen seperti susunan karotenoid dan antosianin, sintesis aroma dan susunan etilen.

Puncak klimakterik

Pasca klimakterik Peningkatan klimakterik

Pra-klimakterik

Pra-klimakterik minimum

Tingkat produksi CO2 atau

C2H4


(35)

2.4. Respirasi

Respirasi adalah proses metabolisme dengan menggunakan O2 dalam pembakaran

senyawa makromolekul seperti karbohidrat, protein yang menghasilkan CO2, air dan energi. Laju respirasi buah merupakan petunjuk aktivitas metabolisme jaringan dan berguna sebagai petunjuk daya simpan buah dan sayuran. Pada buah klimakterik laju respirasi meningkat selama pematangan dan mencapai maksimum pada akhir tahap proses pematangan (Kays, 1991).

Respirasi merupakan suatu proses pembongkaran bahan organik yang tersimpan (karbohidrat, protein dan lemak) menjadi bahan sederhana dan produk akhirnya berupa CO2, H2O dan energi. Kehilangan cadangan makanan selama respirasi berarti kehilangan

nilai gizi makanan (nilai energi) untuk konsumen, berkurangnya kualitas rasa, khususnya rasa manis dan kehilangan berat kering ekonomis (khususnya bagi komoditas yang akan didehidrasi). Secara sederhana proses respirasi dapat digambarkan dengan persamaan reaksi kimia berikut :

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + 674 kal energi

Dari persamaan di atas, dapat diketahui bahwa glukosa diperlukan untuk proses respirasi. Glukosa diperoleh dari cadangan makanan yang disimpan dalam bentuk buah, umbi dan lain sebagainya. Menurut Ryall dan Pentzer (1982), respirasi dapat dijelaskan dengan persamaan sederhana, dimana setiap respirasi 180 gr glukosa mengkonsumsi 192 gr O2 dan menghasilkan 264 gr CO2, 108 gr air dan 673 kalori energi. Besar kecilnya

respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, O2 yang diserap,

CO2 yang dihasilkan, panas yang dihasilkan, dan energi yang timbul.

Dengan memodifikasi model respirasi pada Kays (1991), maka model respirasi pada sistem penyimpanan dingin dan pemeraman dalam ruangan tertutup dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 4. Pada sistem tersebut diatas, buah akan tetap melakukan proses metabolisme termasuk respirasi selama penyimpanan dan pematangan. Proses respirasi akan mengoksidasi substrat untuk menghasilkan energi, air metabolik, dan karbondioksida. Hal tersebut akan mengakibatkan pengurangan substrat buah, pertambahan kalor/panas dan perubahan komposisi gas dalam ruang pematangan yang tertutup, yaitu penurunan konsentrasi O2 dan penambahan konsentrasi CO2.


(36)

16 Menurut Kays (1991) suhu menimbulkan efek yang menentukan dalam laju metabolisme produk pasca panen, nilai Q10 respirasi berkisar antara 2.0-2.5 saat suhu

5°C hingga 25°C. Dengan kata lain, setiap peningkatan suhu 10°C, maka laju respirasi dapat meningkat 2.0-2.5 kali lipat. Namun pada skala suhu 30°C-35°C, nilai Q10 dapat

menurun dan laju reaksi cenderung terhambat dikarenakan denaturasi enzim. Sedangkan suhu buah umumnya sedikit lebih tinggi dari suhu ruang penyimpanan akibat panas respirasi, dimana perbedaan suhu tersebut cukup kritis dalam penentuan laju metabolisme produk. Di lain pihak, penyimpanan pada suhu rendah dapat menekan terjadinya respirasi dan transpirasi sehingga proses pematangan berjalan lambat dan susut berat menjadi minimal.

Gambar 4. Model fisik proses respirasi sistem pemeraman pada ruang pemeraman tertutup (Kays, 1991)

Komposisi gas yang utama dalam mempengaruhi respirasi, diantaranya adalah oksigen, karbondioksida, dan etilen (Kays, 1991). Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa komposisi O2 rendah dan CO2 tinggi akan menghambat laju respirasi, seperti 3%

aCxHy0z + bO2 ---Æ cCO2 + dH2O + energi

- Substrat + Energi kimia

+ CO2 + Metabolic water

+ CO2 + Panas

- O2

C2H4 Ruang

pemeraman tertutup

Volume bebas ruangan

Buah


(37)

O2 dan 5% CO2 (McGlasson, 1972). Sedangkan, menurut Salunkhe et al., (1991), etilen

menginduksi perubahan dalam permeabilitas membran mitokondria sehingga pergerakan ATP meningkat dan laju respirasi pun meningkat. Etilen dapat mempercepat proses respirasi dan pembentukannya sekaligus didorong laju respirasi.

2.5. Hubungan Etilen dengan Pematangan Buah

Menurut Abeles (1973) etilen adalah suatu gas hidrokarbon dengan ikatan rangkap dan memiliki berat molekul 28.05, merupakan suatu gas tidak berwarna dengan bau manis seperti eter. Disamping itu etilen mudah terbakar dengan batas ambang antara 2.75-28.60% di udara dan dapat larut dalam air sekitar lima kali daripada di udara. Dalam fase gas pada konsentrasi 1 ppm dan temperatur 0oC, kemolaran etilen dalam air adalah 10.1x10-9 dan 4.43x10-9 pada temperatur 25oC.

Etilen adalah suatu gas yang digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam proses pematangan karena dapat memenuhi syarat yakni dihasilkan oleh tumbuhan, bersifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Etilen tidak hanya berperan dalam proses pematangan tetapi juga proses pertumbuhan, seperti pada sistem pembungaan, akan dapat mempercepat proses pemekaran kuncup. Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu ruang berbentuk gas dihasilkan oleh buah dan sayuran selama proses pematangan dan bisa mempercepat proses pematangan. Etilen adalah suatu gas yang dalam kehidupan tanaman dapat digolongkan sebagai hormon aktif dalam proses pematangan. Pembentukan etilen terjadi pada saat praklimakterik dan meningkat konsentrasinya pada saat puncak klimakterik (Winarno, 2002).

Etilen disintesa di dalam mitokondria, yaitu pada saat warna buah berubah dari hijau menjadi kuning, hal ini dibuktikan karena pada mitokondria yang diambil dari buah yang masih hijau tidak menghasilkan etilen, sedang pada mitokondria dari buah yang telah kuning terdapat etilen. Keadaan tersebut diperkuat dengan diketahuinya adanya zat penghambat pembentukan etilen di dalam buah tomat, yaitu “orthodihydric phenole” (phenolic), dimana jumlahnya menurun selama proses pematangan buah (Winarno, 2002).

Produksi etilen erat hubungannya dengan aktivitas respirasi, yaitu banyaknya penggunaan oksigen pada prosesnya, karena itu apabila produksi etilen banyak maka


(38)

18 biasanya aktivitas respirasi itu meningkat dengan ditandai oleh meningkatnya penyerapan oksigen. Dengan adanya etilen, proses respirasi akan berlangsung segera dan ikut dalam proses reaksi pematangan. Perbandingan respirasi dengan produksi etilen tidak tetap, dimana semakin matang buah, produksi etilen semakin menurun.

Menurut Burg (2004) jumlah CO2 yang tinggi merupakan penghambat kerja etilen

sebab gas ini menunda kematangan buah dengan menggantikan etilen dari tempat reseptornya. Oksigen justru dibutuhkan untuk mengaktifkan kerja etilen sehingga jika konsentrasi O2 diturunkan menjadi 2-5% maka produksi etilen dapat berkurang menjadi

setengahnya. Usaha mengurangi konsentrasi etilen akan mengakibatkan tertundanya kematangan dan mempertahankan kesegaran serta memperpanjang umur simpan. Pada buah klimakterik respon etilen hanya berpengaruh pada saat fase pre-klimakterik, sedangkan pada buah non klimakterik aktivitas respirasi dan pematangan dapat dipercepat pada semua fase tahap pematangan.

2.6. Teknologi Near Infrared (NIR)

Dasar teori spektroskopi adalah interaksi energi radiasi dan materi. Bila senyawa organik menyerap radiasi maka elektron akan tereksitasi dari keadaan dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Berbagai teknik spektroskopi banyak digunakan dalam analisis biologis, antara lain spektroskopi UV-VIS, asorpsi atom, infra merah, fluorensi, dan massa (Winarno et al., 1973). Spektroskopi NIR merupakan salah satu teknik spektroskopi yang menggunakan wilayah panjang gelombang infra merah pada spektrum elektromagnetik (sekitar 780 sampai 2500 nm). Hal yang utama dari kisaran NIR ini adalah dapat digunakan untuk analisis komponen dan mendeteksi kualitas (Mohsenin, 1984). Setelah dipancarkan maka radiasi ini akan diserap oleh semua bahan organik dan informasi utama yang dapat diekstrak adalah stretching dan bending ikatan kimia CH, OH, dan NH yang merupakan ikatan dasar dari semua ikatan kimia bahan organik.

Komposisi jaringan tanaman atau hewan sangat ditentukan oleh jenis-jenis ikatan antara atom-atom atau sekelompok atom yang membangun jaringan tersebut. Informasi mengenai sekelompok atom tersebut dapat dilihat melalui bentuk bentuk spektra yang berbeda, dimana bila sampel materi organik diradiasi, ikatan secara kontinu bervibrasi


(39)

yang menyebabkan peregangan dan pembelokan. Hal ini selanjutnya menimbulkan semacam gelombang pada ikatan tersebut pada suatu frekuensi tertentu yang merupakan karakteristik dari kelompok fungsional tersebut. Frekuensi cahaya yang dipancarkan bila sesuai dengan gelombang vibrasi dari ikatan kimia, maka frekuensi tersebut akan diabsorbsi. Sebaliknya bila tidak sesuai, frekuensi tersebut akan direfleksikan (dipantulkan) atau ditransmisikan (diteruskan). Proses tersebut sama dengan yang terjadi ketika suatu objek yang berwarna yang disinari dengan cahaya putih (Foley et al., 1998). Radiasi NIR (750-2500 nm) diabsorbsi terutama oleh ikatan C-H, N-H dan O-H yang merupakan komponen utama di dalam senyawa organik jaringan tanaman dan hewan. Komponen kimia tersebut menentukan jumlah ikatan-ikatan yang ada dan selanjutnya menentukan panjang gelombang dan jumlah cahaya yang diabsorbsi (Osborne et al., 1993; Folley et al., 1998). Dalam prakteknya sulit mengukur jumlah cahaya yang diabsorbsi, namun dapat ditentukan secara tidak langsung dengan mengukur reflektannya. Hubungan antara absorbansi (A) dengan reflektan (R) menurut Williams dan Norris (1990) dinyatakan dengan rumus A = log (1/R).

Menurut Osborne et al., (1993), keunggulan dari gelombang NIR dalam analisis khususnya bahan makanan yaitu gabungan antara kecepatan, tingkat ketepatan dan kemudahan dari percobaan yang dilakukan. Menurut Mohsenin (1984) metode NIR dapat mengukur besarnya parameter optik (reflektan, trasmitan atau absorban) akibat interaksi antara panjang gelombang cahaya (photon) dengan molekul dan materi. Pada saat radiasi NIR mengenai bahan organik, sekitar 4% akan dipantulkan kembali oleh permukaan luar

(regular refraction) dan proporsi radiasi lainnya sekitar 96% masuk kedalam produk yang

selanjutnya mengalami penyerapan (absorption), pemantulan (reflection), penyebaran

(scattering) dan penerusan (transmitten).

Penyerapan panjang gelombang tertentu oleh kandungan kimia tertentu ditunjukkan oleh terjadinya puncak-puncak gelombang pada kurva absorpsi NIR, semakin besar kandungan kimia suatu bahan pertanian maka penyerapan akan semakin besar, atau puncak gelombangnya semakin tinggi.

Penelitian aplikasi teknologi near infrared dalam pertanian telah banyak dilakukan. Chang et al., (1998) menerapkan teknologi NIR untuk menduga total padatan


(40)

20 terlarut sari buah jeruk, apel, pear, pepaya dan pisang. Dari berbagai sari buah tersebut dikembangkan algoritma umum untuk menentukan total padatan terlarut sari buah. Penerapan pantulan NIR telah digunakan untuk mengukur kekerasan biji gandum (Delwiche 1993), mengevaluasi rasa beras (Kawamura et al., 1997). Budiastra et al., (1995) mengklasifikasikan mangga kedalam tiga jenis rasa manis, manis asam dan asam yang diukur dengan teknologi NIR pada 200 contoh mangga dengan kisaran panjang gelombang 1400 nm–1975 nm. Metode stepwise dari regresi berganda digunakan untuk memilih panjang gelombang optimal untuk menduga kosentrasi sukrosa dan asam malat.

Susanto et al., (2000) melakukan kalibrasi pantulan infra merah dekat dengan jaringan syaraf tiruan untuk menduga kosentrasi sukrosa dan asam malat pada buah mangga gedong. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa sistem jaringan syaraf tiruan (JST) dapat digunakan pada tahap kalibrasi pantulan dari NIR. Metode yang digunakan untuk kalibrasi dengan JST tersebut adalah metode backpropagation. Pendugaan kualitas buah tomat secara non destructive menggunakan VIS/NIR spectroscopy dilakukan oleh

He et al., 2005. Cayuela (2008) menduga total padatan terlarut jeruk (Citrus sinensis L.)

cv. Valencia menggunakan VIS/NIR.

2.7. Jaringan Syaraf Tiruan (JST)

Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) sudah lama berkembang dimulai oleh Rosenblatt pada tahun 1957, yaitu pengenalan hurup cetak namun mempunyai kelemahan tidak dapat mengenali karakter kompleks, peka terhadap perbedaan skala pergeseran, dan distorsi. Namun penerapan di bidang pertanian baru dimulai sekitar tahun 1980-an yakni pada penelitian Gordon et al., (1998) yang mendeteksi adanya jamur pada jagung, serta menggabungkannya dengan photo infrared spectroscopy untuk mendiagnosa infeksi pada biji jagung secara otomatis. Diterapkan juga dalam simulasi sistem drainase (Yang et al., 1998), penyakit kacang-kacangan (Batchelor et al., 1997), konsentrasi pestisida dalam tanah (Yang et al., 1997), perpindahan panas (Sablani et al., 1995), klasifikasi warna kernel gandum (Wang et al., 1999), dan pakan ternak (Suroso et al., 1999). Penelitian aplikasi JST pada pasca panen hasil pertanian telah dilakukan oleh Kondo (1995) yang menggunakan JST untuk mengevaluasi kandungan gula buah jeruk


(41)

dengan koefisien determinasi 0.872. Huang et al., (1998) menggunakan JST untuk memprediksi proses pengeringan makanan kecil secara kontinuous. JST menghasilkan akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan PLS pada klasifikasi kerusakan biji kacang kedelai menggunakan spektra NIR. Rata-rata klasifikasi yang benar 94.0 % pada saat kalibrasi dan 89.8 % saat validasi, sedangkan dengan PLS rata-rata klasifikasi yang benar hanya 70.33 % pada saat kalibrasi, dan 71 % saat validasi (Wang et al., 2002). Jensen et al. (1997) mengklasifikasi varietas tomat secara otomatis dengan menggunakan metoda klasifikasi statistik multivarian dan dikombinasikan dengan model jaringan syaraf tiruan yang terdiri dari 2 lapisan.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Susanto et al., (2000) yang menerapkan JST untuk sortasi mangga gedong berdasarkan konsentrasi sukrosa dan asam malat buah yang diukur dengan NIR. Penerapan JST dengan input komponen utama memprediksi asam malat dengan root mean square error predicting (RMSEP) adalah 0.1170 sampai 0.2034 % sedangkan RMSEP untuk penentuan sukrosa antara 0.1556 dan 0.1773 %. Purwanto (2000) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi respon kumulatif buah tomat selama penyimpanan dengan metode neural network. Berbagai temperatur sebagai input dan kehilangan air, warna sebagai output didapatkan estimasi error adalah 0.0033 dan 0.1066. Respon buah tomat selama penyimpanan mempunyai hubungan linier dengan kehilangan air dan mempunyai hubungan secara nonlinier dengan perubahan warna. Hendri et al. (2001) mengaplikasikan neural network untuk mengevaluasi secara nondestruktif biji buah duku dengan menggunakan sinar tampak, pelatihan dengan simpul 3, 4, 5, 6 dan iterasi 2000, 4000, 6000 dan 8000 menghasilkan RMSE yang terendah pada iterasi 4000, simpul 4 dan koefisien determinasi 0.86.

Menurut Rejo et al., (2001) bahwa model JST dapat digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat ketuaan dan kematangan buah durian.Tingkat validasi model JST untuk klasifikasi tingkat ketuaan dan kematangan pada iterasi 1000 dan 5000 dengan simpul 10, 8, 6, dan 4 menghasilkan akurasi sebesar 87.5 sampai 100%. Suyantohadi et al., (2001) melakukan identifikasi tingkat ketuaan mangga arumanis dengan menggunakan JST. Model JST menggunakan 4 lapisan yaitu lapisan input terdiri dari 4 simpul, lapisan tersembunyi 1 dan 2 terdapat 50 dan 40 simpul, sedangkan lapisan output terdiri dari 5


(42)

22 simpul. Hasil penelitian didapatkan bahwa model JST sudah dapat mengidentifikasi buah mangga yang mentah, matang dan lewat matang. Suroso dan Maulani (2003) melakukan evaluasi mutu ketimun jepang berdasarkan bentuk dengan model JST perceptron yang mempunyai 84 unit masukan hasil pengolahan citra berupa bilangan biner dan bipolar dan 3 unit keluaran bipolar. Nilai pembobot didapatkan dengan nilai pembatas = 0.4, laju training = 0.5 dan dilakukan sampai iterasi ke-10 dengan tingkat keberhasilan 86,67% data masukan biner yang lebih besar dari data masukan bipolar 53.3%. Damiri et al., (2004) menentukan tingkat ketuaan dan kematangan jeruk lemon menggunakan pengolahan citra dan JST dengan tingkat keakuratan model 100% dengan jumlah data masukan masing-masing 4, 5, 7, 9 buah parameter mutu hasil pengolahan citra pada berbagai jumlah lapisan tersembunyi.

2.8. Pengolahan Citra (Image Processing)

Teknik pengolahan citra menurut Jain et al., (1995) adalah suatu teknologi yang dikembangkan untuk mendapatkan informasi dari cittra digital dengan cara memodifikasi bagian dari citra digital yang diperlukan sehingga menghasilkan citra digital yang lain yang lebih informatif. Teknologi Pengolahan citra telah berkembang selama dua dekade terakhir. Pengolahan citra tidak diragukan lagi merupakan metode baru yang menjanjikan karena teknologi ini tidak hanya menjadikan otomatisnya proses penilaian atribut mutu pangan yang peting tetapi juga meningkatkan objektivitas dan konsistensi hasil pengukuran (Gao dan Tan, 1996).

Pegolahan citra didasarkan pada spektrum cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia dimana menurut Mohsenin (1984) persepsi visual mata manusia terhadap warna tidak menggunakan sensor untuk tiap panjang gelombang, tetapi hanya ada tiga pusat stimulus yaitu biru, hijau dan merah. Pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis yang banyak melibatkan persepsi visual dimana menurut Stephens (2000) citra dapat diperoleh secara otomatik dari sistem penangkap citra membentuk suatu matriks yang elemen-elemennya menyatakan nilai intensitas cahaya atau tingkat keabuan setiap piksel. Citra masukan diperoleh dari kamera yang telah dilengkapi dengan alat digitasi yang mengubah citra masukan berbentuk analog menjadi citra digital (Yang, 1992).


(43)

Aplikasi penggunaan teknik pengolahan citra dibidang pertanian antara lain menentukan laju perkembangan memar pada buah salak yang disimpan pada suhu 10oC mencapai 10% sesudah 108 jam, 12.5% pada 180 jam dan 25% pada 192 jam (Ahmad et al., 2001), mengukur dan analisa warna permukaan bahan pangan (Yam dan Papadakis, 2004) dan pemeriksaan irisan keju dengan citra digital mempunyai akurasi 95% (Ni dan Guansekaran, 2003).

2.9. Algoritma Genetika (AG)

Algoritma genetika (AG) adalah suatu teknik pencarian dan optimasi stokastik yang cara kerjanya meniru proses evolusi dan perubahan genetik pada struktur kromosom mahluk hidup (Goldberg, 1989). Algoritma genetika menggunakan analog fenomena natural, yaitu adaptasi evolusi biologis dimana individu-individu terbaik dalam suatu populasi akan mengalami persilangan-persilangan dan mutasi-mutasi dimana yang lebih baik dapat bertahan, sedangkan yang lemah akan punah.

Salah satu kelebihan algoritma genetika adalah relatif sederhana karena kemampuannya untuk belajar dan beradaptasi, yaitu hanya memerlukan informasi tentang struktur kromosom (individu) dan bentuk fungsi fitness dari permasalahan yang dihadapi kemudian akan mencari sendiri solusi terbaik untuk permasalahan yang dihadapi (Yandra dan Hermawan, 2000). Salah satu penerapan AG yaitu digunakan dalam pemecahan masalah penjadwalan flowshop yang memerlukan solusi optimal dalam masalah-masalah yang kompleks (Iyer dan Saxena, 2004). (Castiglione et al., 2007) melakukan optimasi penjadwalan terapi simulasi model sistem kekebalan tubuh pasien HIV menggunakan AG dengan maksimasi pengembalian kekebalan tubuh, minimasi jumlah virus melalui pengobatan yang tepat dan minimasi obat yang diberikan kepada pasien. Dalam bidang pertanian AG diterapkan dalam optimasi lingkungan penyimpanan buah (Morimoto dan Hashimoto, 1998). Thamrin (2005) melakukan penelitian dalam aplikasi penentuan acuan optimal lingkungan untuk pertumbuhan tanaman ketimun mini selama vase vegetatif, penentuan lingkungan optimal dengan AG untuk sistem kontrol adaptif lingkungan biologis dalam rumah tanaman selama fase vegetatif (15 hari) adalah 45-1026 ml larutan nutrisi yang diberikan, 24-31oC suhu, 82-83% kelembaban relatif, 231-234 W/m2 radiasi.


(44)

24

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat, Bahan dan Alat Penelitian

Penelitian dilakukan di Lab. Teknologi Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Fateta, IPB Bogor. Bahan yang digunakan adalah pepaya arum bogor (IPB 1), etilen dan thiabendazol. Buah Pepaya dipetik pada pagi hari dari kebun percobaan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) di Tajur Bogor, segera setelah dibersihkan dari getah dan kotoran dibungkus kertas koran dan dimasukkan dalam kardus selanjutnya diangkut ke laboratorium. Buah pepaya dicuci dengan air mengalir, direndam dalam larutan thiabendazol (1g/5 liter) selama 1 menit untuk mencegah kerusakan akibat serangan mikroorganisme. Peralatan yang digunakan yaitu cold storage, chamber,

continous gas analyzer untuk mengukur konsentrasi gas CO2 dan gas O2, termometer,

hygrometer, chromameter, refraktometer, rheometer, aerator dan timbangan digital. Peralatan yang digunakan untuk pengolahan citra adalah kamera digital Pentax Optio A10, penyangga kamera, 4 buah lampu neon (100 W/220 V/ 50 Hz), luxmeter, seperangkat komputer, perangkat lunak dalam bahasa Delphi under Windows XP. Peralatan yang digunakan untuk pengukuran TPT dan kekerasan dengan NIR adalah sebuah sistem near infrared (NIR) dan seperangkat komputer.

Sistem NIR yang digunakan adalah hasil rancangan Budiastra et al., (1995) modifikasi dari rancangan Ikeda et al., (1992). Sistem ini terdiri dari unit optik dan unit elektronik. Unit optik terdiri dari lampu halogen 150 watt (AT-100HG), pemutus cahaya

(chopper, AT-100CH), monochromator (SPG-100IR), dan integrating sphere (ISR-260),

yang terdiri dari sensor dan lensa optik serta sensor PbS. Unit elektronik terdiri dari penguat (Lock in Amplifier, AT-100AM), interface (PCL 812PG), rangkaian keluaran digital dan komputer.


(45)

Diagram Alir Penelitian

Pepaya IPB 1

Identifikasi Tingkat Ketuaan dengan

Pengolahan Citra dan JST Tingkat tua

Perlakuan Suhu Lama penyimpanan

Suhu Penyimpanan

Pengolahan Citra Warna kulit pepaya IPB 1

Pengukuran TPT dan kekerasan dengan NIR

Kekerasan buah pepaya

TPT buah pepaya

Pengembangan Model Jaringan Syaraf Tiruan (JST)

JST : Input (Tingkat Tua, Lama

Penyimpanan dan Suhu Penyimpanan ); Output (Kekerasan, TPT, Warna dan Susut Bobot)

JST Untuk Pendugaan Mutu Buah Pepaya Hasil Penyimpanan

Pengembangan Algoritma Genetika (AG) AG : Input (Warna, Kekerasan , TPT, Susut Bobot) ;

Output (Tingkat tua, Lama penyimpanan, Suhu Penyimpanan)

AG Untuk Optimasi Keadaan Penyimpanan

Penyimpanan dingin dan pemeraman


(1)

Lampiran 9. Analisis sidik ragam organoleptik skor keseluruhan penerimaan buah

pepaya IPB 1 setelah pemeraman

One-way ANOVA: Keseluruhan penerimaan versus perlakuan

Source DF SS MS F P perlakuan 8 27,80 3,47 2,76 0,006 Error 261 328,87 1,26

Total 269 356,67

S = 1,123 R-Sq = 7,79% R-Sq(adj) = 4,97%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev ---+---+---+---+- A1B1 30 5,367 1,098 (---*---) A1B2 30 5,233 1,006 (---*---) A1B3 30 4,833 1,315 (---*---)

A2B1 30 5,033 0,928 (---*---) A2B2 30 5,133 1,613 (---*---) A2B3 30 4,500 1,106 (---*---)

A3B1 30 5,533 1,279 (---*---) A3B2 30 5,500 0,682 (---*---) A3B3 30 4,867 0,776 (---*---)

---+---+---+---+- 4,50 5,00 5,50 6,00

Pooled StDev = 1,123

Uji lanjut DUNCAN

Means with the same letter are not significantly different.

Dunc an Gr oupi ng Mean N per l ak uan A 5. 5333 30 A3B1 A

B A 5. 5000 30 A3B2 B A

B A C 5. 3667 30 A1B1 B A C

B A C 5. 2333 30 A1B2 B A C

B D A C 5. 1333 30 A2B2 B D A C

B D A C 5. 0333 30 A2B1 B D C

B D C 4. 8667 30 A3B3 D C

D C 4. 8333 30 A1B3 D

D 4. 5000 30 A2B3

Ket er angan:

A1B1 = k ons ent r as i et i l en 100 ppm, s uhu per am 200C A1B2 = k ons ent r as i et i l en 100 ppm, s uhu per am 250C A1B3 = k ons ent r as i et i l en 100 ppm, s uhu r uang A2B1 = k ons ent r as i et i l en 200 ppm, s uhu per am 200C A2B2 = k ons ent r as i et i l en 200 ppm, s uhu per am 250C A2B3 = k ons ent r as i et i l en 200 ppm, s uhu r uang A3B1 = k ons ent r as i et i l en 0 ppm, s uhu per am 200C A3B2 = k ons ent r as i et i l en 0 ppm, s uhu per am 250C


(2)

Lampiran 10. Data mutu fisik buah papaya IPB 1 sebagai data

training

No Kekerasan TPT Warna

Susut

Bobot Suhu Lama Penyimpanan

Tingkat Ketuaan

1 2.25 9.3 0.468 0.034 10 240 0

2 1.84 9.9 0.474 0.080 10 240 10

3 2.06 9.4 0.455 0.045 10 288 0

4 1.65 11.8 0.509 0.056 10 288 10

5 2.04 9.7 0.494 0.059 10 336 0

6 1.56 12.6 0.520 0.066 10 336 10

7 1.62 10.0 0.496 0.067 10 384 0

8 1.37 12.7 0.523 0.087 10 384 10

9 1.61 11.2 0.500 0.078 10 432 0

10 1.26 12.8 0.525 0.119 10 432 10

11 1.01 11.3 0.501 0.113 10 480 0

12 0.92 12.9 0.529 0.101 10 480 10

13 1.91 9.4 0.449 0.045 15 240 0

14 1.62 10.0 0.455 0.078 15 240 10

15 1.45 9.5 0.480 0.072 15 288 0

16 1.13 10.2 0.509 0.132 15 288 10

17 1.27 9.8 0.480 0.089 15 336 0

18 1.30 11.3 0.509 0.154 15 336 10

19 1.22 10.3 0.481 0.102 15 384 0

20 0.81 11.6 0.510 0.159 15 384 10

21 1.11 10.8 0.481 0.114 15 432 0

22 0.60 12.1 0.511 0.197 15 432 10

23 1.01 10.8 0.493 0.164 15 480 0


(3)

Lampiran 11. Hasil

training

model pendugaan mutu fisik buah pepaya IPB 1

Kekerasan TPT Warna Susut bobot

No. JST aktual JST aktual JST aktual JST aktual

1 2.24 2.25 9.0 9.3 0.457 0.468 0.024 0.034

2 2.01 1.84 10.4 9.9 0.485 0.474 0.048 0.08

3 2.04 2.06 9.5 9.4 0.47 0.455 0.036 0.045

4 1.74 1.65 11.4 11.8 0.504 0.509 0.066 0.056

5 1.82 2.04 10.1 9.7 0.483 0.494 0.05 0.059

6 1.49 1.56 12.2 12.6 0.518 0.52 0.083 0.066

7 1.60 1.62 10.6 10.0 0.492 0.496 0.068 0.067

8 1.30 1.37 12.7 12.7 0.525 0.523 0.095 0.087

9 1.40 1.61 10.9 11.2 0.498 0.5 0.086 0.078

10 1.17 1.27 12.9 12.8 0.528 0.525 0.104 0.119

11 1.23 1.01 11.2 11.3 0.502 0.501 0.104 0.113

12 1.09 0.92 12.9 12.9 0.529 0.529 0.11 0.101

13 1.84 1.91 9.0 9.4 0.459 0.449 0.056 0.045

14 1.53 1.62 9.8 10.0 0.473 0.455 0.088 0.078

15 1.62 1.45 9.4 9.5 0.469 0.48 0.075 0.072

16 1.23 1.13 10.6 10.2 0.488 0.509 0.119 0.132

17 1.42 1.27 9.9 9.8 0.478 0.48 0.096 0.089

18 0.98 1.30 11.3 11.3 0.501 0.509 0.15 0.154

19 1.25 1.22 10.2 10.3 0.485 0.481 0.114 0.102

20 0.79 0.81 11.8 11.6 0.51 0.51 0.174 0.159

21 1.11 1.11 10.5 10.8 0.49 0.481 0.129 0.114

22 0.68 0.60 12.1 12.1 0.515 0.511 0.189 0.197

23 1.00 1.01 10.8 10.8 0.494 0.493 0.141 0.164


(4)

Lampiran 12. Populasi awal proses optimasi

No_

individu

Kromosom 1

Kromosom 2

Kromosom 3

nilai_ Aktual1

nilai_ Aktual2

nilai_ Aktual3

nilai_ fitness 1 11010010 101101 1110011 14.11765 282.3529 4.5098 99.01 2 10010100 11001000 101111 12.90196 428.2353 1.84314 96.154 3 10000111 101100 110101 12.64706 281.4118 2.07843 95.964 4 10001011 1010000 1001000 12.72549 315.2941 2.82353 95.911 5 1000111 10101011 1000010 11.39216 400.9412 2.58824 95.201 6 1001100 11011000 1010 11.4902 443.2941 0.39216 94.973 7 10110 11110001 1000011 10.43137 466.8235 2.62745 94.917 8 10001100 1110000 10101 12.7451 345.4118 0.82353 94.513 9 101101 11010001 1010 10.88235 436.7059 0.39216 94.393 10 1101011 11110 10 12.09804 268.2353 0.07843 94.088 11 11001000 100001 11 13.92157 271.0588 0.11765 93.93

12 110 10001000 1000 10.11765 368 0.31373 93.327

13 11111111 101110 11110100 15 283.2941 9.56863 84.656 14 11000 10100011 11100110 10.47059 393.4118 9.01961 82.073 15 11010 10010111 11100010 10.5098 382.1177 8.86275 81.792 16 1000011 10101 11001001 11.31373 259.7647 7.88235 79.241 17 100100 100100 11100010 10.70588 273.8824 8.86275 79.054 18 110001 1001000 10010101 10.96078 307.7647 5.84314 78.827 19 101000 1110 10110001 10.78431 253.1765 6.94118 77.967 20 1011 1001 10000000 10.21569 248.4706 5.01961 76.288


(5)

Lampiran 13. Perubahan nilai

fitness

selama proses optimasi

Gene rasi_ Ke kromoso m1 kromos om2 kromoso m3 nilai_Aktu al1 nilai_Akt ual2 nilai_Akt ual3 fitness_te rbaik fitness_r ata2 fitness_ter jelek

1 11010010 101101 1110011 14.11765 282.3529 4.5098 99.01 95.612 94.088

2 11010010 101101 1110011 14.11765 282.3529 4.5098 99.01 96.591 94.98

3 11000000 101100 1101101 13.76471 281.4118 4.27451 100.612 97.384 95.964

4 11001110 110000 1111101 14.03922 285.1765 4.90196 102.983 98.688 96.745

5 11001110 110000 1111101 14.03922 285.1765 4.90196 102.983 99.963 98.154

6 11010010 101101 1111111 14.11765 282.3529 4.98039 103.799 101.054 99.01

7 11010010 101101 1111111 14.11765 282.3529 4.98039 103.799 102.394 100.612 8 11000111 100100 1110101 13.90196 273.8824 4.58824 105.848 103.092 102.284 9 11000111 100100 1110101 13.90196 273.8824 4.58824 105.848 103.418 102.635 10 11000111 100100 1110101 13.90196 273.8824 4.58824 105.848 103.698 102.983

11 11010010 100101 1111111 14.11765 274.8235 4.98039 108.45 104.441 102.983

12 11010010 100101 1111111 14.11765 274.8235 4.98039 108.45 104.954 103.799

13 11010010 100101 1111111 14.11765 274.8235 4.98039 108.45 105.801 103.799

14 11010010 100101 1111111 14.11765 274.8235 4.98039 108.45 106.402 105.848

15 11010010 100101 1111111 14.11765 274.8235 4.98039 108.45 106.565 105.848

16 11010010 100001 1111111 14.11765 271.0588 4.98039 112.517 107.419 105.848 17 11010010 100001 1111111 14.11765 271.0588 4.98039 112.517 108.394 106.149

18 11001010 100101 1111111 13.96078 274.8235 4.98039 120.115 109.644 108.45

19 11001010 100101 1111111 13.96078 274.8235 4.98039 120.115 110.837 108.45

20 11001010 100101 1111111 13.96078 274.8235 4.98039 120.115 113.02 108.45

21 11001010 100101 1111111 13.96078 274.8235 4.98039 120.115 114.797 112.517 22 11001010 100101 1111111 13.96078 274.8235 4.98039 120.115 116.316 112.517 23 11001000 100101 1111111 13.92157 274.8235 4.98039 125.994 120.323 112.517 24 11000010 100101 1111111 13.80392 274.8235 4.98039 177.732 124.172 120.115 25 11000010 100101 1111111 13.80392 274.8235 4.98039 177.732 124.76 120.115 26 11000010 100101 1111111 13.80392 274.8235 4.98039 177.732 131.109 120.115 27 11000010 100101 1111111 13.80392 274.8235 4.98039 177.732 142.578 125.994 28 11000010 100100 1111111 13.80392 273.8824 4.98039 203.204 157.85 125.994 29 11000010 100100 1111111 13.80392 273.8824 4.98039 203.204 177.482 147.252 30 11000010 100100 1111111 13.80392 273.8824 4.98039 203.204 180.28 177.732 31 11000000 100101 1111111 13.76471 274.8235 4.98039 257.521 186.816 177.732 32 11000000 100101 1111111 13.76471 274.8235 4.98039 257.521 193.353 177.732 33 11000000 100101 1111111 13.76471 274.8235 4.98039 257.521 203.879 177.732 34 11000000 100101 1111111 13.76471 274.8235 4.98039 257.521 222.215 203.204 35 11000000 100101 1111111 13.76471 274.8235 4.98039 257.521 230.363 203.204 36 11000000 100101 1111111 13.76471 274.8235 4.98039 257.521 244.955 203.204 41 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 263.729 257.521 42 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 269.937 257.521 43 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 282.353 257.521 44 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 307.185 257.521 45 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 344.433 257.521 46 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 381.681 381.681


(6)

Lampiran 14. Populasi akhir proses optimasi

No

individu

kromosom 1

kromosom 2

kromosom 3

nilai aktual 1

nilai actual 2

nilai

actual 3 Fitness 1 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 2 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 3 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 4 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 5 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 6 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 7 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 8 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 9 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 10 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 11 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 12 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 13 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 14 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 15 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 16 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 17 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 18 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 19 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681 20 11000000 100100 1111111 13.76471 273.8824 4.98039 381.681