52
0.3 0.35
0.4 0.45
0.5 0.55
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Waktu hari Indeks warna merah
10oC, 0 10oC, 10
15oC, 0 15oC, 10
suhu ruang, 0 suhu ruang, 10
Gambar 13. Grafik perubahan indeks warna merah pepaya IPB 1 selama penyimpanan
b. Derajat Warna Kuning b
Hasil nilai pengamatan derajat warna kuning pepaya pada penyimpanan setiap perlakuan suhu disajikan pada Tabel 11. Pada tabel 11 memperlihatkan bahwa
jika masa penyimpanan pepaya semakin diperpanjang menyebabkan nilai derajat warna kuning mengalami peningkatan pada setiap semburat dan perlakuan suhu.
Kecenderungan tersebut terjadi diduga karena selama penyimpanan degradasi klorofil dan sintesis karotenoid di dalam buah pepaya masih berlangsung.
Warna kuning dan merah pada bahan hasil pertanian disebabkan oleh adanya pigmen karotenoid. Sintesa senyawa karotenoid ini kemungkinan mempunyai
kesamaan seperti pada pembentukan karoten maupun fitol, dimana senyawa- senyawa yang dilepaskan pada proses degradasi klorofil akan digunakan untuk
sintesa karotenoid. Pada umumnya jumlah karotenoid yang terbentuk pada proses degradasi klorofil lebih besar dibandingkan dengan jumlah klorofil yang dibongkar
Pantastico, 1989. Degradasi klorofil menyebabkan pigmen karotenoid yang sebelumnya sudah ada dalam jaringan mendominasi pembentukan warna baru yaitu
kuning. Kandungan karotenoid, graniol bebas dan asam mevalonat bebas yang merupakan precursor terbentuknya karoten, makin lama makin meningkat selama
pematangan.
53 Derajat warna kuning buah pepaya IPB tingkat tua 0 lebih rendah dari
pepaya tingkat tua 10 Tabel 11, tingkat ketuaan berpengaruh terhadap derajat warna kuning buah pepaya. Buah pepaya tingkat tua 0 pada penyimpanan suhu
10
o
C mengalami perubahan derajat warna kuning dari 42.03 menjadi 44.38, buah pepaya tingkat tua 10 mengalami perubahan derajat warna kuning dari 46.57
menjadi 49.12 pada akhir penyimpanan. Tabel 11. Perubahan derajat warna kuning b pepaya selama penyimpanan
Waktu Penyimpanan Suhu Simpan Tingkat tua 0 4 8 12
16 20
42.03 42.34 43.66 44.02 44.18 44.38 10
o
C 10
46.57 47.33 47.53 48.56 48.77 49.12 43.54 44.89 46.36 48.87 48.97 50.14
15
o
C 10
45.25 46.55 48.48 49.94 51.88 53.05 44.55 56.58 67.62
Ruang 10 46.99 59.62 68.67
Perubahan derajat warna kuning buah pepaya yang disimpan pada suhu 10
o
C lebih rendah dari buah pepaya yang disimpan pada suhu 15
o
C. Secara umum perubahan derajat warna kuning pada perlakuan penyimpanan pada suhu ruang lebih
tinggi dari penyimpanan pada suhu dingin yaitu dari nilai awal 44.55 berubah menjadi 67.62 pada akhir penyimpanan untuk tingkat tua 0 dan dari nilai awal
46.99 menjadi 68.67 untuk tingkat tua 10 pada akhir penyimpanan.
4.2.5. Susut Bobot
Perlakuan suhu penyimpanan menyebabkan susut bobot semakin meningkat dengan peningkatan yang lebih cepat pada suhu tinggi Gambar 15. Kader 1989
menjelaskan bahwa terjadinya susut bobot disebabkan hilanya air dalam buah dan oleh respirasi yang mengubah gula menjadi CO
2
dan H
2
O.
54
1 2
3 4
5 6
7
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12 13
14 15
16 17
18 19 20
21 22
Waktu hari
Susut Bobot
10oC, 0 10oC, 10
15oC, 0 15oC, 10
ruang, 0 ruang, 10
Gambar 14. Grafik susut bobot pepaya IPB 1 selama penyimpanan Hal ini juga dijelaskan oleh Winarno 2002 bahwa kehilangan bobot pada
buah dan sayuran selama penyimpanan disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat proses penguapan dan kehilangan karbon selama respirasi sehingga
menimbulkan kerusakan dan menurunkan mutu produk tersebut.
4.2.6. Penyusunan Model Kekerasan, TPT dan Warna
Penyimpanan pada suhu dingin dapat meningkatkan mutu buah pepaya yang dapat ditunjukkan dari visualisasi kesegaran buah. Penggunaan suhu
rendah sampai batas tertentu selama penyimpanan dapat memperpanjang fase praklimakterik sehingga umur simpan buah menjadi lebih lama. Parameter yang
menunjukkan peningkatan mutu ini dapat dilihat dari nilai kekerasan, total padatan terlarut dan warna buah pepaya IPB 1 selama penyimpanan dingin. Ketiga parameter
ini dapat menunjukkan penurunan laju pematangan dan pencegahan kerusakan fisik pada buah pepaya. Dengan menggunakan regresi sederhana, diperoleh persamaan
regresi perubahan kekerasan, total padatan terlarut dan warna selama penyimpanan pepaya IPB 1 Tabel 12.
55 Tabel 12. Persamaan regresi perubahan kekerasan, total padatan terlarut pepaya IPB 1
selama penyimpanan Parameter
mutu Tingkat
tua Suhu
penyimpanan
o
C Persamaan regresi
r
2
k ln k
10 C
y = 5.03 – 0.0902x 0.90
0.0902 -2.4046 15
C y = 4.63 – 0.2199x
0.96 0.2199 -1.5146
10 C
y = 4.22 – 0.08x 0.96
0.08 -2.5257
Kekerasan 10
15 C
y = 4.22 – 0.2016x 0.93
0.2016 -1.5146 10
C y = 8.58 – 0.1661x
0.89 0.1661 -1.7952
15 C
y = 9.17 – 0.2039x 0.91
0.2039 -1.5901 10
C y = 10.26 – 0.0932x
0.99 0.0932 -2.3730
Total Padatan
Terlarut 10
15 C
y = 10.49 – 0.1804x 0.94
0.1804 -1.7126 10
C y =42.18–0.1259x 0.89
0.1259 -2.0722
15 C y
=43.72–0.3411x 0.95 0.3411
-1.0755 10
C y =46.98–0.1293x 0.96
0.1293 -2.0456
Warna b 10
15 C y
=45.16–0.4032x 0.99 0.4032
-0.9083 Dengan menggunakan persamaan 5, maka diperoleh nilai -ER dan k
pada parameter kekerasan buah, TPT dan warna b buah pepaya IPB 1 pada beberapa tingkat
tua yang dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini. Tabel 13. Nilai –ER, dan k
untuk kekerasan dan total padatan terlarut papaya IPB 1 selama penyimpanan
Parameter mutu Tingkat tua
-ER k
-8579.2 1.53 x 10
-12
Kekerasan 10
-8479.2 9.73 x 10
-11
-4142.2 3.69 x 10
-5
TPT 10
-4074.2 3.38 x 10
-4
-14435 1.87 x 10
-21
Warna b 10
-14531 2.85 x 10
-21
56 Dengan demikian, konstanta laju perubahan mutu untuk kekerasan, TPT dan
nilai derajat kuning b pepaya IPB 1 selama penyimpanan adalah sebagai berikut :
k = 1.53 x 10
-12
e
-8579.21T
………………………..….13 • Kekerasan
10 k = 9.73 x 10
-11
e
-8479.21T
………………………..….14 k = 3.69 x 10
-5
. e
4142.21T
…….…………….…..……15 • TPT
10 k = 3.38 x 10
-4
e
4074.21T
………….………….…..….16 k = 1.87 x 10
-21
e
144351T
…….….……………..……17 • Warna b
10 k = 2.85 x 10
-21
e
145311T
………….……………..….18
Validasi Model
Untuk mengetahui ketelitian model yang telah dibuat, maka dilakukan validasi model dengan cara menghitung besarnya tingkat kesalahan dari model yang
dibangun yaitu dengan menghitung nilai RMSE dan koefisien korelasi r. Nilai RMSE dan r perubahan mutu selama penyimpanan disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 menunjukkan bahwa data hasil pendugaan terhadap perubahan kekerasan masih berada dalam selang pengamatan berdasarkan waktu penyimpanan
sehingga ketelitian model dapat diterima. Nilai r berkisar antara 0.90 – 0.96, sedangkan RMSE berkisar antara 0.14 – 0.78. Data hasil pendugaan terhadap TPT
masih berada dalam selang pengamatan berdasarkan waktu penyimpanan dengan nilai r untuk perubahan TPT selama penyimpanan yaitu 0,88 – 0.99 dan RMSE
sebesar 0.16 – 0.35. Hal ini berarti ketelitian model dapat diterima. Untuk data hasil pendugaan terhadap perubahan warna b juga masih berada dalam selang
pengamatan berdasarkan waktu penyimpanan dengan nilai r sebesar 0.89 – 0.99 dan RMSE sebesar 0.18 – 0.59. Artinya, hubungan linier kedua peubah cukup erat dan
model dapat menggambarkan hubungan peubah x yang merupakan data pengamatan dengan y yang merupakan data hasil pendugaan.
57 Tabel 14. Nilai r dan RMSE model perubahan mutu selama penyimpanan
Parameter mutu Tingkat tua Suhu penyimpanan C
r Stdev RMSE
10 0.90 0.167
0.24 15 0.96
0.301 0.78
10 0.96 0.128
0.14 Kekerasan
10 15 0.93
0.431 0.78
10 0.88 0.162
0.39 15 0.91
0.407 0.61
10 0.99 0.120
0.16 TPT
10 15 0.94
0.399 0.65
10 0.89 0.201
0.29 15 0.95
0.579 0.59
10 0.96 0.366
0.18 Warna b
10 15 0.99
0.417 0.56
4.3. Perlakuan Konsentrasi Etilen dan Suhu Pemeraman 4.3.1. Pengaruh Konsentrasi Etilen Terhadap Laju Respirasi Setelah
Pemeraman
Produksi etilen erat hubungannya dengan aktifitas respirasi, yaitu banyaknya penggunaan oksigen pada prosesnya. Oleh karena itu apabila produksi etilen banyak
maka respirasi meningkat dengan ditandai meningkatnya penyerapan oksigen. Dengan adanya etilen, proses respirasi berlangsung segera dan ikut dalam proses
reaksi pematangan. Hal ini disebabkan etilen bersifat autokatalitik, yang mempercepat proses respirasi dan sekaligus pembentukan etilen. Namun
perbandingan respirasi dengan produksi etilen tidak tetap, dimana semakin matang buah, produksi etilen semakin menurun Pantastico, 1986.
Winarno 2002 menyatakan bahwa peningkatan laju respirasi dan produksi etilen pada masa klimakterik menunjukkan permulaan pematangan. Selama proses
respirasi terjadi beberapa perubahan fisik, kimia, dan biologi misalnya: proses pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan, berkurangnya keasaman,
melunaknya buah akibat degradasi pektin pada kulit buah, serta berkurangnya bobot
58 karena kehilangan air. Bila proses respirasi terus berlanjut, buah akan mengalami
pelayuan dan akhirnya terjadi pembusukan yang ditandai oleh hilangnya nilai gizi dan parameter mutu buah tersebut.
Pada Gambar 16 dan 17 ditunjukkan bahwa puncak klimakterik pada perlakuan konsentrasi etilen 100 ppm dan suhu pemeraman 25
C lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini disebabkan karena suhu tinggi akan
mempercepat laju respirasi sehingga buah cepat mengalami pemasakan, sedangkan perbedaan jumlah konsentrasi etilen pada masing-masing perlakuan tidak
mencerminkan puncak respirasi yang lebih tinggi. Pemberian etilen pada buah- buahan klimakterik akan menggeser atau memepercepat terjadinya puncak
klimakterik, namun tidak mempengaruhi tingginya laju respirasi Reid 1992.
10 20
30 40
50 60
70
9 10
11 12
13
Waktu hari L
a ju
R e
sp ir
a s
i m
lkg j
am
100ppm,20oC 100ppm,25oC
100ppm,suhu ruang 10
20 30
40 50
60 70
9 10
11 12
13
Waktu hari L
a ju
R e
s p
ir asi
m lkg
jam
200ppm,20oC 200ppm,25oC
200ppm,suhu ruang
a. 100 ppm b. 200 ppm
10 20
30 40
50 60
70
9 10
11 12
13
Waktu hari L
a ju
R e
s p
ir a
s i
m l
kg ja
m
0ppm,20oC 0ppm,25oC
0ppm,suhu ruang
c. 0 ppm Gambar 15. Laju respirasi CO
2
pepaya IPB1 selama pemeraman dengan konsentrasi etilen a. 100 ppm, b. 200 ppm, c. 0 ppm pada suhu 20
C, 25
o
C dan suhu ruang
59 Puncak respirasi tidak dicapai pada waktu yang sama untuk semua
perlakuan. Perbedaan waktu untuk mencapai puncak klimakterik pada tiap perlakuan dipengaruhi oleh produksi CO
2
buah pepaya selama penyimpanan. Pada perlakuan konsentrasi etilen 100 dan 0 ppm pada suhu peram 20
o
C mencapai puncak klimakterik saat menjelang hari ke-11 sedangkan untuk perlakuan yang lain
mencapai puncak klimakterik saat menjelang hari ke-12.
4.3.2. Pengaruh Suhu Peram Terhadap Laju Respirasi Setelah Pemeraman
Proses kimiawi dan biologi dari buah selama pemeraman dipengaruhi oleh suhu yang berdampak terhadap keseimbangan antara zat pati dan gula, dimana
kandungan gula yang lebih banyak mengakibatkan pelepasan CO
2
yang lebih cepat. Laju respirasi pada tiap perlakuan suhu pemeraman dan adanya etilen menunjukkan
pola yang sama, yaitu terjadinya peningkatan laju respirasi yang berfluktuatif, dimana kematangan penuh tercapai setelah puncak respirasi. Pola ini merupakan
pola respirasi buah golongan klimakterik.
Laju respirasi buah pepaya IPB 1 dengan perlakuan suhu pemeraman memiliki pola laju respirasi yang tidak jauh berbeda. Penambahan konsentrasi etilen
100 dan 200 ppm pada suhu peram 25 C dan pada suhu ruang tidak memberikan
perbedaan yang besar untuk mempercepat terjadinya puncak klimakterik. Laju respirasi pada suhu ruang selama pemeraman tidak jauh berbeda untuk perlakuan
yang diberi etilen 100, 200, dan 0 ppm. Perbedaan laju respirasi yang paling terlihat pada buah pepaya setelah
pemeraman terjadi pada perlakuan yang diperam pada suhu 20 C. Perlakuan
konsentrasi etilen 100 ppm dan suhu peram 20 C memiliki puncak klimakterik yang
paling rendah yaitu sebesar 39.57 ml CO
2
kg jam dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan suhu yang lebih rendah dapat memperlambat fase
puncak klimakterik. Sedangkan nilai tertinggi dicapai pada perlakuan konsentrasi etilen 100 ppm dan suhu peram 25
C yaitu sebesar 55.55 ml CO
2
kg jam, hal ini disebabkan karena suhu tinggi akan mempercepat laju respirasi sehingga buah cepat
mengalami pematangan.
60
4.3.3. Pengaruh Konsentrasi Etilen dan Suhu Peram Terhadap laju Respirasi Pepaya IPB 1 Setelah Pemeraman
Hasil pengamatan suhu penyimpanan dingin terhadap mutu buah pepaya dapat meningkatkan mutu buah pepaya selama pematangan dengan menggunakan
konsentrasi etilen sebagai bahan pemicu pematangan sehingga dapat menghasilkan mutu dan warna yang seragam. Peningkatan mutu ini dapat ditunjukkan dari
beberapa parameter, diantaranya: laju respirasi, kekerasan, total padatan terlarut, susut bobot, warna, dan uji organoleptik. Selama proses respirasi, CO
2
dalam ruang pemeraman akan semakin meningkat dan O
2
akan semakin berkurang. Setelah tercapai pematangan penuh puncak respirasi maka laju respirasi akan cenderung
menurun. Pola respirasi seperti ini terjadi pada buah-buahan klimakterik. Pemberian etilen pada buah-buahan klimakterik akan menggeser atau mempercepat terjadinya
puncak klimakterik, namun tidak mempengaruhi tingginya laju respirasi, sedangkan suhu tinggi akan mempercepat laju respirasi sehingga buah cepat mengalami
pemasakan. Selama pemeraman adanya interaksi perlakuan konsentrasi etilen dan suhu peram berpengaruh nyata terhadap laju respirasi.
10 20
30 40
50 60
70
9 10
11 12
13
Waktu hari L
a ju
R e
s p
ir a
s i
m lk
g ja
m
100ppm,20oC 200ppm,20oC
0ppm,20oC 10
20 30
40 50
60 70
9 10
11 12
13
Waktu hari L
a ju
R e
s p
ir a
s i
m lk
g ja
m
100ppm,25oC 200ppm,25oC
0ppm,25oC
a. 20 C
b. 25 C
61
10 20
30 40
50 60
70
9 10
11 12
13
Waktu hari L
aj u
R esp
ir asi
m l
kg j
am
100ppm,suhu ruang 200ppm,suhu ruang
0ppm,suhu ruang
c. Suhu ruang Gambar 16. Laju respirasi CO
2
pepaya IPB 1 selama pemeraman pada suhu a. 20 C, b.
25 C, dan c. suhu ruang dengan konsentrasi etilen 100, 200, dan 0 ppm.
4.3.4. Pengaruh Konsentrasi Etilen dan Suhu Peram terhadap Mutu Pepaya IPB 1 Setelah Pemeraman
Hasil pengamatan dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dengan perlakuan penambahan etilen dan suhu peram selama proses
pematangan buatan dapat meningkatkan mutu buah pepaya IPB 1. Parameter mutu yang diukur diantaranya adalah laju respirasi, kekerasan, TPT, susut bobot, warna,
dan organoleptik.
1. Kekerasan
Penurunan nilai kekerasan dikarenakan terjadinya hidrolisis propektin dan pektin. Kondisi ini menunjukkan kerja enzim pektinesterase yang mengubah
propektin menjadi pektin yang larut dalam air ataupun enzim α-amilase dan β-
amilase bekerja lebih giat pada suhu tinggi. Winarno 2002 menambahkan bahwa kekerasan akan menurun selama penyimpanan, dimana perubahan kandungan
selulosa tidak begitu besar, sedangkan kandungan hemiselulosa dan propektin mengalami perubahan yang besar, sehingga terjadi penurunan kekerasan buah
pepaya yang disebabkan karena hemiselulosa dan propektin terdegradasi. Perubahan struktural dengan kisaran yang luas terjadi pada pematangan buah. Perubahan dalam
tebal dinding sel dan banyaknya ruang antar sel menyebabkan lunaknya jaringan, hal
62 ini dianggap sebagai petunjuk utama terjadinya pematangan. Melunaknya buah
disebabkan oleh perombakan protopektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut atau hidrolisis zat pati dan lemak.
Perubahan kekerasan ditunjukkan pada Gambar 18. Pada hari ke-1 setelah pemeraman, nilai kekerasan tertinggi terjadi pada pepaya yang diberi perlakuan
konsentrasi etilen 0 ppm dan suhu peram 20 C, sedangkan nilai kekerasan terendah
pada perlakuan konsentrasi etilen 200 ppm pada suhu ruang. Pengukuran pada hari ke-2 nilai kekerasan tertinggi pada perlakuan konsentrasi etilen 200 ppm pada suhu
peram 20 C, sedangkan nilai kekerasan terendah pada perlakuan konsentrasi etilen
200 ppm pada suhu ruang. Pengukuran pada hari ke-3 nilai kekerasan tertinggi pada perlakuan konsentrasi etilen 0 ppm pada suhu peram 20
C, sedangkan nilai kekerasan terendah pada perlakuan konsentrasi etilen 100 ppm pada suhu 20
C.
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 4
4.5 5
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13 14 15
Waktu hari K
e ker
asan k
g f
100ppm,20C 100ppm,25C
100ppm,suhu ruang 0.5
1 1.5
2 2.5
3 3.5
4 4.5
5
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15
Waktu hari K
e ker
as an
k g
f
200ppm,20C 200ppm,25C
200ppm,suhu ruang
a. 100 ppm b. 200 ppm
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 4
4.5 5
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15
Waktu hari K
e ke
ra sa
n k
g f
0ppm,20C 0ppm,25C
0ppm,suhu ruang 0.5
1 1.5
2 2.5
3 3.5
4 4.5
5
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15
Waktu hari K
eker asan
kg f
100ppm,20C 200ppm,20C
0ppm,20C
c. 0 ppm d. 20
C
63
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 4
4.5 5
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15
Waktu hari K
ek e
ras an
kg f
100ppm,25C 200ppm,25C
0ppm,25C 0.5
1 1.5
2 2.5
3 3.5
4 4.5
5
2 4
6 8
10 12
14 16
Waktu hari K
ek er
a san
kg f
100ppm,suhu ruang 200ppm,suhu ruang
0ppm,suhu ruang
e. 25
C f.
suhu ruang
Gambar 17. Perubahan kekerasan pepaya IPB 1 selama penyimpanan dilanjutkan dengan pemeraman
Dijelaskan oleh Pantastico 1989 bahwa pada suhu tinggi terjadi perubahan kekerasan yang lebih cepat dibandingkan dengan suhu rendah. Selama proses
pematangan, daging buah dan kulit menjadi lunak karena terjadinya perubahan komposisi dinding sel, dimana dinding sel menipis, ruang antar sel membesar.
2. Total Padatan Terlarut TPT
Menurut Winarno 2002, bila pati terhidrolisis maka akan terbentuk glukosa sehingga kadar gula dalam buah akan meningkat. Keadaan ini menunjukkan
bahwa aktifitas enzim yang mengubah pati, hemiselulosa, dan propektin yang terdapat pada buah pepaya dipengaruhi oleh konsentrasi etilen dan suhu selama
pemeraman. Kenaikan TPT terjadi karena karbohidrat terhidrolisis menjadi senyawa glukosa dan fruktosa, sedangkan penurunan TPT terjadi karena kadar gula sederhana
yang mengalami perubahan menjadi alkohol, aldehid, dan asam. Proses hidrolisis pati menjadi gula dan air selama respirasi buah
dipengaruhi oleh rangsangan gas etilen yang diberikan serta suhu selama pemeraman. Menurut Pantastico 1989, besarnya laju perombakan pati menjadi
gula dipengaruhi oleh suhu dan enzim. Proses pematangan buah biasanya meningkatkan jumlah gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-
asam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang mengurangi rasa sepet dan masam, dan kenaikan zat-zat atsiri yang memberi aroma khas pada buah.
64 TPT akan meningkat dengan cepat ketika buah mengalami pematangan dan
akan terus menurun seiring lamanya penyimpanan. Hal ini disebabkan terjadinya hidrolisa pati yang tidak larut dalam air menjadi gula yang larut dalam air.
Selanjutnya dalam proses penuaan semakin berlanjut penurunan TPT, hal ini diduga karena hidrolisa pati sudah sedikit sekali sedangkan respirasi meningkat dan sintesa
asam yang mendegradasi gula tetap berlangsung. Hasil pengukuran TPT buah pepaya IPB 1 setelah pemeraman dengan
adanya perlakuan penambahan etilen 100, 200, dan 0 ppm pada suhu peram 20 C,
25 C dan pada suhu ruang menunjukkan pola yang berbeda-beda, ada yang
mengalami penurunan dari hari ke-1 sampai hari ke-2 kemudian mengalami peningkatan pada hari ke-3 perlakuan dengan pemberian 0 ppm etilen pada suhu
peram 25 C dan pemberian etilen sebanyak 100 ppm pada suhu ruang, ada yang
mengalami peningkatan dari hari ke-1 menuju hari ke-2 dan mengalami penurunan pada hari ke-3 seperti pada perlakuan pemberian etilen sebanyak 200 ppm pada suhu
peram 25 C dan pada suhu ruang, dan ada yang dari hari ke-1 sampai hari ke-3
setelah pematangan TPT mengalami peningkatan perlakuan dengan pemberian etilen 100 ppm pada suhu 25
C dan 0 ppm pada suhu ruang, dapat dilihat pada Gambar 19.
8 9
10 11
12 13
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13
Waktu hari TP
T o
B rix
100ppm,20C 100ppm,25C
100ppm,suhu ruang 8
9 10
11 12
13
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13
Waktu hari TP
T o
B rix
200ppm,20C 200ppm,25C
200ppm,suhu ruang
a. 100 ppm b. 200 ppm
65
8 9
10 11
12 13
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13
Waktu hari TP
T oB
ri x
0ppm,20C 0ppm,25C
0ppm,suhu ruang 8
9 10
11 12
13
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13
Waktu hari TP
T oB
ri x
100ppm,20C 200ppm,20C
0ppm,20C
c. 0 ppm d. 20
C
8 9
10 11
12 13
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13
Waktu hari TP
T oB
ri x
100ppm,25C 200ppm,25C
0ppm,25C 8
9 10
11 12
13
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13
Waktu hari TP
T oB
ri x
100ppm,suhu ruang 200ppm,suhu ruang
A3B3 0ppm,suhu ruang
e. 25 C
f. Suhu ruang Gambar 18. Perubahan TPT pepaya IPB 1 setelah penyimpanan dilanjutkan dengan
pemeraman
3. Susut Bobot
Susut bobot terjadi karena selama proses penyimpanan menuju pematangan terjadi perubahan fisikokimia berupa penyerapan dan pelepasan air dari dan ke
lingkungan. Menurut Kader 1992a kehilangan air ini tidak saja berpengaruh langsung terhadap kehilangan kuantitatif, tetapi juga menyebabkan kerusakan
tekstur kelunakan, kerusakan kandungan gizi dan kerusakan lain kelayuan, pengerutan.
Susut bobot buah pepaya IPB 1 mengalami peningkatan baik pada penyimpanan dingin maupun setelah pemeraman Gambar 20. Hal ini dikarenakan
terjadinya transpirasi dan respirasi dimana glukosa terdegradasi menjadi CO
2
dan H
2
O. Proses transpirasi dan respirasi berlangsung terus menerus sehingga semakin lama maka susut bobot pada buah akan semakin meningkat. RH ruang pendingan
selama penyimpanan dingin dan dan pemeraman sebesar 90-98. Susut bobot
66 selama penyimpanan baik pada saat penyimpanan dingin maupun setelah
pemeraman dapat menurunkan mutu, diantaranya dapat menimbulkan kerusakan seperti kulit menjadi keriput sehingga mengurangi kesegaran buah. Susut bobot
dapat ditekan dengan beberapa cara, diantaranya dengan menaikkan RH, menurunkan suhu, mengurangi gerakan udara, dan penggunaan kemasan yang sesuai
dengan produk.
1 2
3 4
5 6
7
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12 13 14
15
Waktu hari S
u s
u t Bobot
1 100ppm,20C 2 100ppm,25C 3 100ppm,suhu ruang 1
2 3
4 5
6 7
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15
Waktu hari S
u s
ut B
obot
1 200ppm,20C 2 200ppm,25C
3 200ppm,suhu ruang
a. 100 ppm b. 200 ppm
1 2
3 4
5 6
7
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15
Waktu hari S
u s
u t B
o b
o t
1 0ppm,20C 2 0ppm,25C
3 0ppm,suhu ruang
c. 0 ppm Gambar 19. Perubahan susut bobot pepaya IPB 1 yang disimpan pada suhu 20
C selama 10 hari dan diperam dengan konsentrasi etilen 0 ppm, pada
suhu 20 C, 25
C dan pada suhu ruang Menurut Wills et al., 1989 pada proses respirasi buah senyawa-senyawa
kompleks yang biasa terdapat dalam sel seperti karbohidrat akan dipecah menjadi molekul-molekul yang sederhana seperti karbohidrat dan air yang mudah menguap,
sehingga buah akan kehilangan bobotnya.
67
4. Warna
Perubahan warna terjadi sejak buah pepaya IPB 1 disimpan pada penyimpanan 10
C sampai pada penyimpanan setelah pemeraman yang ditandai dengan hilangnya warna hijau menjadi kuning.
Hasil nilai RGB yang dihasilkan dari kamera digital dikonversikan dalam nilai b kemudian dibandingkan dengan hasil nilai b pada chromameter Minolta
CR-310. Pada Gambar 21 memperlihatkan persamaan nilai b derajat warna kuning sebagai perbandingan.
Persamaan untuk nilai b adalah y = 0.9541x-36547 19,
y = 0.9541x - 3.6547 R
2
= 0.9614
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
0.00 20.00
40.00 60.00
80.00 Nilai b pada image
N ila
i b pad
a c h
ro m
a mate
r
Gambar 20. Nilai perbandingan derajat warna kuning pada image dengan chromameter.
Buah pepaya setelah diperam semakin berkurang warna hijau pada kulit buahnya. Setelah pemeraman, warna kulit buah pepaya berubah dari hijau ke
kuning. Sebagian besar buah-buahan pada saat buah mulai matang, maka warna hijau pada buah akan semakin berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Adanya
warna kulit pada buah disebabkan oleh pigmen yang terkandung di dalam buah, begitu halnya dengan pepaya. Klorofil pada pepaya akan terdegradasi setelah buah
dipanen, sehingga mengakibatkan warna buah menjadi kuning pada saat matang. Menurut Pantastico 1986, proses biokimia dalam penguraian klorofil belum
dapat dipastikan secara jelas namun kemungkinan penyebab utama penguraian
68 klorofil adalah enzim klorofilase. Buah-buahan yang berwarna hijau banyak
mengandung klorofil karena kandungan klorofil jumlahnya relatif lebih banyak dibandingkan dengan karotenoid atau pigmen-pigmen yang lainnya. Ditambahkan
Winarno 2002, selama proses pematangan buah akan terjadi degradasi klorofil menjadi rendah dan muncul warna dari pigmen-pigmen lainnya, hal ini
menyebabkan buah berubah warnanya menjadi kuning, jingga, atau merah. Perubahan warna dari hijau ke kuning pada buah-buahan disebabkan akibat
degradasi klorofil dan pembentukan pigmen karotenoid. Pigmen karotenoid utama yang terdapat dalam tanaman adalah beta karoten. Warna kuning dan merah pada
bahan hasil pertanian disebabkan oleh adanya pigmen karotenoid. Pembentukan senyawa karotenoid disebabkan oleh senyawa-senyawa yang dilepaskan pada proses
degradasi klorofil. Derajat warna kuning pada buah pepaya IPB 1 yang diberi perlakuan etilen
dan suhu peram semuanya membentuk pola yang sama yaitu cenderung menurun pada akhir penyimpanan dingin dan selanjutnya meningkat sampai akhir setelah
pematangan Gambar 22. Derajat warna kuning tertinggi dicapai oleh buah pepaya yang diberi perlakuan 0 ppm diperam pada suhu 25
C yaitu sebesar 49.45 pada hari
ke-3 setelah pematangan
.
10 20
30 40
50
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13 14
Waktu hari
D er
aj at
w ar
na k uni
ng b
100 ppm, 20 C 100 ppm, 25 C 100 ppm, suhu ruang
10 20
30 40
50 60
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13 14
Waktu hari
D e
ra jat
w ar
na k
u ni
ng b
200 ppm, 20 C 200 ppm, 25 C 200 ppm, suhu ruang
a. 100 ppm b. 200 ppm
69
10 20
30 40
50 60
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13 14
Waktu hari
D er
aj at
w ar
na k un
ing b
0 ppm, 20 C 0 ppm, 25 C 0 ppm, suhu ruang 10
20 30
40 50
60
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13 14
Waktu hari
D e
ra jat
w ar
na k
u ni
ng b
100 ppm, 20 C 200 ppm, 20 C 0 ppm, 20 C
c. 0 ppm d. 20
C
10 20
30 40
50 60
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13 14
Waktu hari
De ra
ja t
wa rn
a k
u n
in g
b
100 ppm, 25 C 200 ppm, 25 C 0 ppm, 25 C 10
20 30
40 50
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13 14
Waktu hari
D er
aj at
w ar
na k uni
ng b
100 ppm, suhu ruang 200 ppm, suhu ruang
0 ppm, suhu ruang
e. 25 C
f. suhu ruang Gambar 21. Perubahan derajat warna kuning selama penyimpanan sampai
pemeraman
5. Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui batas penerimaan konsumen tehadap perkembangan mutu buah pepaya setelah pematangan. Uji organoleptik
dilakukan dengan uji hedonik yang meliputi warna kulit, warna daging buah, aroma, rasa, tekstur, dan uji mutu secara umum dari hari ke-1 hingga hari ke-3 setelah
pemeraman oleh 10 orang panelis. Batas minimum penerimaan konsumen terhadap mutu buah pepaya adalah pada skor 4 netral.
a. Warna kulit buah