Permasalahan Dalam Pelaksanaan Kewenangan Pemerintah Kota Surakarta Terkait Penyelenggaraan Perpajakan Perparkiran dan Solusinya

2. Permasalahan Dalam Pelaksanaan Kewenangan Pemerintah Kota Surakarta Terkait Penyelenggaraan Perpajakan Perparkiran dan Solusinya

Kewenangan pemerintah kota Surakarta terkait pengelolaan pajak parkir seperti yang telah dijelaskan dalam rumusan masalah pertama antara lain kewenangan melakukan pemungutan pajak parkir; kewenangan menetapkan besaran tarif pajak parkir; kewenangan mengeluarkan surat-surat terkait dengan pemungutan pajak parkir; kewenangan melakukan pemeriksaan; penyelidikan, dan penyidikan terhadap dugaan pelanggaran pajak parkir; kewenangan menetapkan sanksi adminstratif; kewenangan menjatuhkan sanksi pidana. Permasalahan dalam pelaksanaan kewenangan pemerintah kota surakarta terkait penyelenggaraan perpajakan perparkiran ditemui dalam kewenangan melakukan pemungutan pajak parkir.

Kendala-kendala yang muncul dalam pelaksanaan kewenangan pemerintah kota Surakarta dalam pemungutan pajak parkir antara lain sebagai berikut:

commit to user

pembukuan Kewajiban wajib pajak untuk menyelenggarakan pembukuan disebutkan dalam Pasal 71 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Wajib pajak yang berkewajiban menyelenggarakan pembukuan adalah wajib pajak yang melakukan usaha dengan omzet paling sedikit Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).

Kelalaian pembukuan yang dimaksud bukan hanya berarti wajib pajak tidak melakukan pembukuan sama sekali, namun termasuk juga pembukuan yang tidak lengkap serta pembukuan fiktif yang tidak sesuai pada kondisi sebenarnya. Wajib pajak juga berkewajiban melaporkan pembukuan secara berkala kepada walikota melalui DPPKA sesuai dengan Pasal 72 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Kelalaian pembukuan ini dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara jumlah pembayaran pajak dan jumlah yang seharusnya dibayar oleh penyelenggara tempat parkir sebagai wajib pajak parkir karena pembukuan dapat dijadikan dasar untuk menghitung besarnya pajak terutang.

Peningkatan pengawasan oleh pemerintah kota Surakarta mutlak perlu ditingkatkan untuk menekan munculnya permasalahan kelalaian penyelenggaraan pembukuan oleh wajib pajak. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat pelaksanaan Pasal 73 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yaitu kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dan pengujian terhadap kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah. Kewenangan ini dilakukan dengan langsung terjun ke lapangan melihat kondisi objek pajak parkir dan memeriksa pembukuan parkir. Upaya ini dinilai efektif karena pemerintah kota Surakarta diberikan kewenangan oleh peraturan daerah untuk memeriksa secara langsung objek pajak parkir sampai memeriksa pembukuan dan ruangan-ruangan yang dianggap perlu untuk dilakukan

commit to user

Daerah. Tim ini memiliki tugas melakukan pemeriksaan dan penyelidikan kondisi subjek pajak daerah. Tim yang berada di bawah koordinasi DPPKA ini bersifat permanen dan memiliki masa kerja 1 (satu) tahun dan akan dibentuk kembali pada tahun berikutnya. Dasar hukum Tim Optimalisasi Pajak Daerah adalah Surat Keputusan (SK) kepala dinas.

b. Kesalahan penyelenggara tempat parkir sebagai wajib pajak dalam melakukan pengisian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) untuk penyetoran pajak parkir terutang ke DPPKA

Berdasarkan Pasal 55 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah disebutkan bahwa pengisian SPTPD dilakukan dengan jelas, benar, lengkap, dan ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya beserta dilengkapi dengan lampiran yang diperlukan. Pada pelaksanaannya masih terdapat kesalahan pengisian SPTPD oleh wajib pajak. Kesalahan ini dapat berupa kecurangan/ ketidakjujuran wajib pajak dalam melakukan pengisian SPTPD yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan. Hal ini sangat mungkin terjadi karena pajak parkir merupakan salah satu jenis pajak daerah dengan sistem menghitung sendiri (self assessment system) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan pajak dengan sistem Menghitung Pajak Sendiri (MPS). Sistem MPS ini sesuai dengan Pasal 56 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Ketentuan ini memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan SPTPD.

Pengisian SPTPD dengan tidak benar atau tidak lengkap baik dilakukan secara sengaja ataupun karena kealpaan diancam dengan ketentuan pidana sesuai Pasal 78 ayat (1) dan Pasal 78 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Ancaman pidana untuk pengisian SPTPD dengan tidak benar atau tidak

commit to user

maksimal 1 (satu) tahun atau pidana denda maksimal sebesar 2 (dua) kali lipat dari jumlah pajak terutang, sedangkan untuk pengisian SPTPD dengan tidak benar atau tidak lengkap yang dilakukan secara sengaja berupa pidana penjara maksimal 1 (satu) tahun atau pidana denda maksimal sebesar 4 (empat) kali lipat dari jumlah pajak terutang. Ancaman ini belum dilakukan oleh DPPKA, karena DPPKA lebih mengutamakan pendekatan personal kepada wajib pajak sebelum melakukan tindakan tegas.

Tindakan pendekatan personal kepada wajib pajak yang dilakukan oleh DPPKA berupa kegiatan terjun langsung ke lapangan untuk melihat objek pajak parkir sehingga dapat ditaksir pendapatan dan pemasukan masing-masing objek parkir secara lebih akurat, sehingga data hasil penelitian langsung di lapangan ini dapat disinkronisasi dengan data yang disampaikan oleh wajib pajak dalam SPTPD. Kewenangan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 73 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yaitu kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dan pengujian terhadap kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah. Tindakan ini dilaksanakan oleh Tim Optimalisasai Pajak Daerah.

c. Kurangnya kepatuhan penyelenggara tempat parkir sebagai wajib pajak parkir dengan tidak melakukan penyetoran pajak parkir secara rutin setiap bulan kepada pemerintah kota Surakarta

Penyetoran pajak parkir yang dilakukan setiap bulan kepada pemerintah kota Surakarta masih terdapat wajib pajak yang tidak melukan penyetoran secara rutin sesuai dengan ketentuan. Hal ini terjadi karena tidak adanya sanksi yang tegas dari pemerintah kota Surakarta terhadap para wajib pajak yang menunggak pajak. Tindakan ini melanggar ketentuan Pasal 60 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang menyebutkan bahwa walikota menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran

commit to user

terutangnya pajak. Penyetoran pajak parkir setiap bulan merupakan penyetoran untuk bulan sebelumnya misalnya penyetoran pada bulan april merupakan penyetoran pajak untuk bulan maret. Pasal 1 angka 27 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah menyebutkan bahwa masa pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Walikota paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang. Ketentuan ini semakin mempertegas bahwa penyetoran pajak parkir wajib disetorkan kepada pemerintah kota Surakarta setiap bulan, selain itu karena Peraturan Walikota yang mengatur mengenai jangka waktu lain belum disahkan.

DPPKA melakukan upaya persuasif dengan menghubungi wajib pajak dan memberikan teguran. Namun, upaya ini masih belum berhasil secara maksimal karena upaya yang dilakukan DPPKA tidak dibarengi dengan pemberian sanksi yang tegas, sehingga tidak menimbulkan rasa takut wajib pajak untuk melakukan penyetoran pajak parkir secara tepat waktu.

Upaya menekan penuggakan penyetoran pajak parkir kepada pemerintah kota Surakarta perlu ditingkatkan dengan memperketat persyaratan untuk mendapatkan keringanan untuk mengangsur atau menunda penyetoran pajak parkir, selain itu juga dilakukan dengan menaikkan bunga terhadap penyetoran yang tidak tepat waktu. Upaya lain yang perlu dilakukan adalah dengan memperkuat pelaksanaan ketentuan Pasal 61 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang menyebutkan pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak tepat pada waktunya dapat ditagih dengan surat paksa. Surat paksa dapat dilayangkan setelah jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang, sebelum wajib

commit to user

keringanan untuk mengangsur atau menunda penyetoran pajak parkir.

d. Penyelenggaraan acara insidental yang mengakibatkan pengadaan tempat parkir insidental tidak dilaporkan kepada DPPKA Kegiatan yang bersifat hiburan dan menarik banyak pengunjung dan mengharuskan penyelenggaraan tempat parkir yang bersifat insidental banyak terjadi di kota Surakarta. Hasil dari pendapatan parkir pada tempat parkir insidental termasuk tempat parkir kena pajak parkir. Besaran pajak parkir insidental yang harus disetorkan kepada DPPKA sama dengan tempat parkir biasa yaitu sebesar 25% dari dasar pengenaan pajak parkir. Namun, yang membedakan dengan parkir biasa adalah cara penyetoran pajak parkir. Pada penyelenggaraan tempat parkir yang bersifat insidental terdapat tim dari UPTD wilayah yang langsung melakukan pengecekan dan penagihan/ eksekusi ke lapangan, proses pembayarannya juga menggunakan SPTPD untuk melaporkan omzet dan penyetoran pajak parkir dilakukan seketika itu juga tanpa menunggu sampai bulan berikutnya. Pelaksanaan kewenangan ini minim kendala karena tim UPTD langsung melakukan pengecekan dan eksekusi. Namun, masalah yang muncul dalam pelaksanaan tempat parkir insidental ini adalah tidak adanya pemberitahuan mengenai adanya kegiatan/ acara tertentu yang mengharuskan diadakannya parkir insidental, sehingga pemerintah daerah yang diwakili tim UPTD wilayah tidak mengetahui adanya pelaksanaan parkir insidental. Kendala lain adalah pengelolaan parkir yang diserahkan kepada warga masyarakat ataupun remaja/ karang taruna setempat, sehingga penyelenggara kegiatan merasa tidak perlu melakukan pelaporan parkir insidental kepada pemerintah kota Surakarta.

Semua pelanggaran pajak parkir akan dilakukan upaya-upaya persuasif terlebih dahulu oleh DPPKA. Upaya persuasif ini dapat berbentuk klarifikasi oleh wajib pajak baik dengan telefon atau panggilan melalui surat kepada wajib pajak. Dalam hal wajib pajak tetap tidak memberikan respon

commit to user

pajak dan atas dilayangkannya surat ini wajib pajak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Kepala DPPKA maks 14 hari setelah Surat Tagihan Pajak Daerah dilayangkan. Apabila wajib pajak tidak mengajukan keberatan dan tidak memberikan respon maka DPPKA akan melakukan panggilan maksimal 3 (tiga) kali dan apabila wajib pajak tetap tidak memberikan respon maka DPPKA akan melakukan tindakan tegas yustisi (penegakan peraturan daerah) yaitu penutupan objek pajak parkir dengan mendatangi langsung objek pajak. Tindakan tegas berupa penutupan objek pajak parkir ini dilakukan oleh Tim Penegakan Peraturan Daerah yang didampingi Satpol PP.

Wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan permohonan atau keberatan kepada walikota untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, hal ini diatur dalam Pasal 60 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Keringanan untuk membayar pajak secara mengangsur atau menunda pembayaran ini dibarengi dengan pengenaan denda sebesar 2% (dua persen) sebulan. Pengajuan permohonan harus diajukan secara tertulis kepada walikota.

Kewenangan pemerintah kota Surakarta dalam pengelolaan pajak parkir yang dilaksanakan oleh DPPKA tidak semata-mata hanya melakukan penagihan pajak daerah khususnya pajak parkir, namun juga melakukan fungsi sosialisasi kepada masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat tidak buta terhadap pajak daerah khususnya pajak parkir. Tujuan jangka panjang sosialisasi tersebut adalah agar masyarakat menjadi paham dan mengerti substansi dari pajak daerah, sehingga kesadaran masyarakat untuk membayar pajak akan tinggi.

commit to user