Tinjauan tentang Pajak

2. Tinjauan tentang Pajak

a. Pajak

1) Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang paling besar karena di dalam pungutannya melibatkan seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Dalam buku karangan Bohari, berapa ahli pajak memberikan definisi tentang pajak diantaranya Prof. Dr. PJA Adriani, Prof. Dr. MJH. Smeeths, Prof. Dr. Rachmat Soemitro, dan Dr.Soeparman Soemahamidjaya (Bohari, 2008: 23-25).

a) Prof. Dr. PJA Adriani mendefinisikan pajak sebagai iuran pada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintah.

b) Prof. Dr. MJH. Smeeths memberikan definisi pajak sebagai prestasi pemerintah yang terutang melalui norma-norma hukum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual, maksudnya adalah membiayai pengeluaran pemerintah.

c) Prof. Dr. Rachmat Soemitro mengartikan pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang-Undang (dapat dipaksakan), yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pembangunan.

d) Dr.Soeparman Soemahamidjaya mengartikan pajak sebagai iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi

commit to user

kesejahteraan umum.

Pencantuman istilah iuran wajib dimaksudkan agar menghilangkan istilah paksaan, karena pada prinsipnya kewajiban pembayaran pajak didasarkan pada kesadaran wajib pajak atau masyarakat. Fungsi Undang-Undang sebagai landasan pelaksanaan agar pelaksanaan pungutan pajak memiliki dasar yang kuat serta teratur mengenai teknis dan ketentuan jumlah pajaknya.

2) Unsur-unsur Definisi Pajak Unsur-unsur yang terdapat dalam definisi pajak adalah (Bohari, 2008: 25) :

a) bahwa pajak itu adalah suatu iuran, atau kewajiban menyerahkan sebagian kekayaan, pendapatan kepada negara. Dapat dikatakan bahwa pemerintah menarik sebagian daya beli rakyat untuk negara;

b) bahwa perpindahan atau penyerahan iuran itu adalah bersifat wajib, dalam arti bahwa bila kewajiban itu tidak dilaksanakan maka dengan sendirinya dapat dipaksakan. Artinya hutang itu dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan seperti surat paksa dan sita;

c) perpindahan ini adalah berdasarkan Undang-Undang atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah yang berlaku umum. Sekiranya pemungutan pajak tidak berdasarkan Undang-Undang atau peraturanm maka ini tidak sah dan dianggap sebagai perampasan hak;

d) tidak ada jasa timbal (tegen prestasi) yang dapat ditunjuk, artinya bahwa antara pembayaran pajak dengan prestasi dari negara tidak ada hubungan langsung. Prestasi tersebut tidak ditunjukkan secara langsung kepada individu dan pembayar pajak, tetapi ditunjukkan secara kolektif atau kepada anggota masyarakat secara keseluruhan;

commit to user

membayai pengeluaran umum yang berguna untuk rakyat, seperti pembuatan jalan, jembatan, gedung, gaji untuk pegawai negeri termasuk ABRI, dan sebagainya.

3) Ciri-ciri Pajak Ciri-ciri pajak yang tersimpul dalam berbagai definisi adalah (Erly Suandy, 2002: 11) :

a) pajak peralihan kekayaan dari orang/ badan ke pemerintah;

b) pajak dipungut berdasarkan/ dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksananya, sehingga dapat dipaksakan;

c) dalam pembayarannya pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah;

d) pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah;

e) pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment;

f) pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan

tertentu dari pemerintah;

g) pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.

4) Fungsi Pajak Pungutan pajak memiliki 2 (dua) fungi umum, yaitu fungi budgatair/ financial dan fungsi regulerend/ fungsi mengatur (Erly Suandy, 2002: 13-14). (1) Fungi budgatair/ financial

Fungsi budgatair atau financial yaitu memasukkan yang sebanyak-banyaknya ke kas negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.

commit to user

Fungsi regulerend atau fungsi mengatur yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik di bidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan tujuan tertetu.

b. Pajak Daerah

1) Pengertian Pajak Daerah Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa pengertian pajak daerah, yaitu:

Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pibadi atau badan hukum tanpa imbalan langsung yang seimbang. Pajak daerah ini dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dimana pajak daerah ini digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daeran dan pembangunan daerah. Dengan demikian, pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan Peraturan Daerah, yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Karena pemerintah daerah di Indonesia terbagi menjadi 2 (dua), yaitu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota, yang diberi kewenangan untuk melaksanakan otonomi daerah, pajak daerah di Indonesia dewasa ini juga dibagi menjadi 2 (dua), yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/ kota (Marihot P Siahaan, 2010: 9-10).

commit to user

setelah mendapatkan persetujuan DPRD dan tidak boleh bertentangan dengan pajak pemerintah pusat serta tidak boleh bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat. Dengan demikian, sebelum diundangkan Peraturan Daerah tentang pajak daerah, pemerintah daerah harus memberitahukan kepada pemerintah pusat untuk mendapatkan persetujuan. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya pemungutan pajak ganda pada objek pajak yang sama. Oleh karena itu penetapan pajak pemerintah pusat maupun pajak daerah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Dari definisi dan penjelasan tentang pajak Daerah sebagaimana tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak daerah adalah

(Satria, http://id.shvoong.com/business-management/ accounting/2187729-pengertian-pajak-daerah/# ixzz1fJCngrqE) :

a) pajak daerah adalah pajak yang diserahkan pengelolaannya oleh

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah;

b) penyerahan pajak daerah berdasarkan kepada Undang-Undang;

c) pajak daerah tidak boleh bertentangan dengan pajak pemerintah

pusat;

d) pajak daerah harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah

berdasarkan peraturan.

2) Kriteria Pajak Daerah Kriteria pajak daerah yang ditetapkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bagi kabupaten/ kota adalah (Ahmad Yani, 2009: 53):

a) bersifat pajak dan bukan retribusi;

b) objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/ kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah kabupaten/ kota yang bersangkutan;

commit to user

kepentingan umum;

d) objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan/ atau

objek pajak pusat;

e) potensinya memadai;

f) tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif;

g) memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat;

dan

h) menjaga kelestarian lingkungan.

3) Jenis Pajak Daerah Jenis pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor

28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdiri atas pajak provinsi dan pajak kabupaten/ kota (Marihot P Siahaan, 2010: 64-65).

a) Jenis Pajak Provinsi, yang terdiri atas: (1) Pajak Kendaraan Bermotor; (2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; (3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; (4) Pajak Air Pemukaan; dan (5) Pajak Rokok.

b) Jenis Pajak Kabupaten/ Kota, yang terdiri atas: (1) Pajak Hotel; (2) Pajak Restoran; (3) Pajak Hiburan; (4) Pajak Reklame; (5) Pajak Penerangan Jalan; (6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; (7) Pajak Parkir; (8) Pajak Air Tanah; (9) Pajak Sarang Burung Walet; (10) Pajak Bumi dan Bangumam Perdesaan dan Perkotaan; dan

commit to user

Daerah dilarang melakukan pemungutan pajak selain jenis pajak di atas. Jenis pajak provinsi, kabupaten, dan kota di atas dapat tidak dipungut apabila potensinya kurang memadai dan atau disesuaikan dengan kebijakan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/ kota otonom, jenis pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk daerah provinsi dan pajak untuk daerah kabupaten/ kota.

4) Prinsip Pajak Daerah Prinsip-prinsip umum sistem perpajakan yang dianut oleh banyak negara di dunia pada umunya tetap sama, yaitu harus memenuhi kriteria umum tentang perpajakan dearah seperti berikut ini (Adrian Sutedi, 2008: 48):

a) prinsip memberikan pendapatan yang cukup dan elastis, artinya dapat mudah naik/ turunnya tingkat pendapatan masyarakat;

b) adil dan merata secara vertikal, artinya sesuai dengan tingkatan kelompok masyarakat. Juga adil secara horizontal, artinya berlaku sama bagi setiap anggota masyarakat sehingga tidak ada yang kebal pajak;

c) administrasi yang fleksibel, artinya sederhana, mudah dihitung,

dan pelayanan memuaskan bagi si wajib pajak;

d) secara politis dapat diterima masyarakat sehingga timbul motivasi dan kesadaran pribadi untuk membayar pajak;

e) nondistorsi terhadap perekonomian, yaitu implikasi pajak atau pungutan yang hanya menimbulkan pengaruh minimal terhadap perekonomian. Pada dasarnya, setiap pajak atau pungutan akan menimbulkan suatu beban, baik bagi konsumen maupun produsen. Diharapkan suatu pajak tidak menimbulkan beban tambahan (extra burden) yang berlebihan sehingga akan merugikan masyarakat secara menyeluruh (dead-weight loss).

commit to user

c. Pajak Parkir

1) Pengertian Pajak Parkir Dalam Pasal 1 angka 31 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan mengenai pengertian pajak parkir.

Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

Sedangkan pengertian parkir dalam Pasal 1 angka 32 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diartikan sebagai keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Pengenaan pajak parkir tidak mutlak ada pada seluruh kabupaten/ kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/ kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/ kota. Karena itu untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/ kota maka pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan Peraturan Daerah tentang pajak parkir yang akan menjadi landasan hukum operasional dan teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak parkir di daerah kabupaten/ kota yang bersangkutan.

Pajak Parkir merupakan pajak yang diperuntukkan daerah Kabupaten/ Kota yang bersangkutan. Pajak ini dapat dilakukan earmark khusus untuk meningkatkan kualitas pelayanan secara bertahap dan terus menerus dan sekaligus menciptakan good governance dan clean government, penerimaan beberapa jenis pajak daerah wajib dialokasikan (earmarking) untuk mendanai pembangunan sarana dan prasarana yang secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak dan seluruh masyarakat (Wikipedia, http://id.wikipedia.org/ wiki/Pajak_parkir).

commit to user

Dalam pemungutan pajak parkir terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut dapat dilihat sebagai berikut (Marihot P Siahaan, 2010: 470-471):

a) tempat parkir adalah tempat parkir di luar badan jalan yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran;

b) pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang dan atau jasa pembayaran kepada penyelenggara tempat parkir;

c) pengusaha parkir adalah orang pribadi atau badan hukum yang menyelenggarakan usaha pakir atau jenis lainnya pada gedung, pelataran milik pemerintah/ swasta orang probadi atau badan yang dijadikan tempat parkir untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya;

d) gedung parkir adalah tempat parkir kendaraan, tempat menyimpan kendaraan dan atau tempat memamerkan kendaraan yang berupa gedung milik pemerintah/ swasta, orang pribadi, atau badan yang dikelola sebagai tempat parkir kendaraan;

e) pelataran parkir adalah pelataran milik pemerintah/ swasta, orang pribadi, atau badan di luar badan jalan atau yang di kelola sebagai tempat parkir secara terbuka;

f) garasi adalah bangunan atau ruang rumah yang dipakai untuk menyimpan kendaraan bermotor yang dipungut bayaran;

g) tempat penitipan kendaraan adalah suatu ruang, bidang yang dipakai untuk menyimpan, menaruh, mengumpulkan,

commit to user

tertentu, dan atau untuk diperjualbelikan;

h) kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan yang ada pada kendaraan itu dan dipergunakan untuk pengangkutan orang dan atau barang di jalan.

3) Dasar Hukum Pemungutan Pajak Parkir Pemungutan pajak parkir di Indonesia dilaksanakan dengan dasar yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan pajak parkir di suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana di bawah ini (Marihot P Siahaan, 2010: 471) :

a) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah;

b) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;

c) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak

Daerah;

d) Peraturan Daerah kabupaten/ kota yang mengatur tentang Pajak

Parkir;

e) Keputusan Bupati/ Walikota yang mengatur tentang Pajak Parkir sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang Pajak Parkir pada kabupaten/ kota yang dimaksud.

4) Objek Pajak Parkir Dalam Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan mengenai pengertian objek parkir.

Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat Parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

commit to user

pajak parkir adalah (Marihot P Siahaan, 2010: 472):

a) gedung parkir;

b) pelataran parkir;

c) garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran, dan;

d) tempat penitipan kendaraan bermotor.

Pada pajak parkir tidak semua penyelenggaraan parkir dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak parkir. Pengecualian tersebut antara lain sebagai berikut (Marihot P Siahaan, 2010: 472-473):

a) penyelenggaraan tempat parkir oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan tempat parkir oleh BUMN dan BUMD tidak dikecualikan sebagai objek pajak parkir;

b) penyelenggaraan tempat parkir oleh perkantoran yang hanya

digunakan untuk karyawannya sendiri;

c) penyelenggaraan parkir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing, dan perwakilan lembaga-lembaga internsional dengan asas timbal balik. Ketentuan tentang pengecualian pengenaan pajak parkir bagi perwakilan lembaga-lembaga internasional berpedoman kepada keputusan Menteri Keuangan;

d) penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah antara lain penyelenggaraan tempat parkir di tempat peribadatan dan sekolah serta tempat-tempat lainnya yang diatur lebih lanjut oleh bupati/ walikota.

5) Subjek Pajak dan Wajib Pajak Parkir Pada pajak parkir, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor. Sedangkan yang menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir. Pajak parkir dibayar oleh pengusaha yang menyediakan tempat parkir dengan dipungut bayaran. Pengusaha tersebut secara otomatis ditetapkan sebagai

commit to user

Dengan demikian, pada pajak parkir subjek pajak dan wajib pajak tidak sama. Konsumen yang melakukan parkir merupakan subjek pajak yang membayar pajak sementara pengusaha yang menyediakan tempat parkir dengan dipungut bayaran bertindak sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen (subjek parkir).

Wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakanya dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh Undang- Undang dan Peraturan Daerah tentang pajak parkir. Wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara tanggung renteng atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya. Ketentuan tentang wakil wajib pajak dan kuasa wajib pajak dapat dilihat pada Bab 2 Ketentuan Umum Pajak Daerah (Marihot P Siahaan, 2010: 473).

Dalam praktek pemungutan pajak parkir ditemukan beberapa hal yang pelaksanaannya menyalahi Peraturan Daerah. Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Titi Putri Wulandari mengenai sistem pemungutan pajak parkir, menjelaskan pelaksanaan sistem pemungutan pajak parkir yang dilakukan oleh UPTD Perparkiran tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pajak Parkir yaitu pelaksanaan sistem pemungutan pajak parkir yang masih mengacu pada pelaksanaan sistem pemungutan retribusi tempat khusus parkir. Penelitian tersebut juga menemukan beberapa kelemahan yaitu dokumen yang digunakan dalam pemungutan pajak parkir masih sama dengan dokumen retribusi tempat khusus parkir, Wajib Pajak Parkir kurang aktif dalam kegiatan pemungutan pajak, Wajib Pajak memungut parkir yang melebihi tarif yang berlaku dan tidak menggunakan karcis

commit to user

mn=detail&d_id=255).