Kewenangan Pemerintah Kota Surakarta Terkait Penyelenggaraan

1. Kewenangan Pemerintah Kota Surakarta Terkait Penyelenggaraan

Perpajakan Perparkiran Dalam Rangka Desentralisasi Fiskal

Pembagian kewenangan merupakan kewenangan pemerintah pusat. Pembagian ini meliputi pembagian urusan-urusan pemerintahan dan keuangan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, baik daerah provinsi maupun daerah kabupaten/ kota. Pembagian ini sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan.

Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan mengenai urusan wajib yang menjadi

commit to user

provinsi yang meliputi:

a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

d. penyediaan sarana dan prasarana umum;

e. penanganan bidang kesehatan;

f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;

g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;

h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;

i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas

kabupaten/kota; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-

undangan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/ kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/ kota diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. kewenangan yang dimaksud meliputi antara lain sebagai berikut:

a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

d. penyediaan sarana dan prasarana umum;

commit to user

f. penyelenggaraan pendidikan;

g. penanggulangan masalah sosial;

h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;

i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-

undangan. Merujuk pada ketentuan Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah disebutkan diatas terlihat bahwa telah terdapat pembagian kewenangan dan urusan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/ kota. Pembagian kewenangan dan urusan ini dimaksudkan agar tidak terjadi sentralisasi atau pemusatan pemerintahan pada pemerintah pusat. Kewenangan-kewenangan yang telah disebutkan dalam Undang-Undang baik kewenangan pemerintah maupun kewenangan pemerintah daerah dilaksanakan secara sinergis, saling bekerja sama sebagai satu kesatuan sistem pemerintahan yang utuh. Pembagian kewenangan ini mendorong pemerintah daerah untuk semakin mandiri dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan mengelola potensi-potensi yang ada di daerah masing-masing. Salah satu bentuk kemandirian pemerintah terdapat dalam kewenangan pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah. Dalam Pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan mengenai sumber pendapatan daerah yang terdiri atas:

commit to user

1) hasil pajak daerah;

2) hasil retribusi daerah;

3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan;

4) lain-lain PAD yang sah;

b. dana perimbangan;

c. lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pajak daerah yang sebagai bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu bentuk penyerahan kewenangan oleh pemerintah kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumber-sumber pajak daerah yang potensial secara mandiri sebagai bentuk desentralisasi fiskal. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan fiskal adalah segala urusan perpajakan dalam ruang lingkup penerimaan keuangan negara. Sehingga desentralisasi fiskal dapat diartikan sebagai kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengelola sumber-sumber pendapatan daerah secara mandiri.

Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk memungut dan mengelola sumber pemasukan keuangan daerah berupa pajak daerah. Tidak semua pajak dapat dipungut dan dikelola oleh pemerintah daerah karena pajak-pajak yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Daerah hanya memungut pajak selain pajak yang telah ditentukan Undang-Undang sebagai pajak dipungut oleh pemerintah pusat.

Pasal 2 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan bahwa jenis pajak yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah adalah sebagai berikut:

a. Jenis pajak provinsi terdiri atas:

1) Pajak Kendaraan Bermotor;

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

commit to user

4) Pajak Air Permukaan;

5) Pajak Rokok.

b. Jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas:

1) Pajak Hotel;

2) Pajak Restoran;

3) Pajak Hiburan;

4) Pajak Reklame;

5) Pajak Penerangan Jalan;

6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

7) Pajak Parkir;

8) Pajak Air Tanah;

9) Pajak Sarang Burung Walet;

10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;

11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Pemerintah daerah dilarang memungut pajak selain jenis pajak sebagaimana telah disebutkan diatas. Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, jenis pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk daerah provinsi dan pajak untuk daerah kabupaten/ kota. Tidak semua jenis pajak daerah yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatas harus dipungut oleh pemerintah daerah. Jenis pajak daerah tersebut bersifat pilihan, jenis pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah ditentukan sendiri disesuaikan dengan potensi pajak yang bersangkutan.

Pemerintah daerah yang melakukan pungutan terhadap jenis-jenis pajak sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah harus menyusun Peraturan Daerah tentang pajak daerah maupun retribusi daerah untuk dijadikan sebagai dasar hukum pengelolaan pajak daerah.

commit to user

tentang pajak daerah yang diwujudkan dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Peraturan daerah ini yang menjadi dasar pengelolaan perpajakan di kota Surakarta. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah mengatur semua jenis pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah kota Surakarta. Jenis-jenis pajak daerah yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah terdiri atas:

a. Pajak Hotel;

b. Pajak Restoran;

c. Pajak Hiburan;

d. Pajak Reklame;

e. Pajak Penerangan Jalan;

f. Pajak Parkir;

g. Pajak Air Tanah; dan

h. Pajak Sarang Burung Walet. Kewenangan pemerintah kota Surakarta dalam melakukan pengelolaan perpajakan daerah dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) kota Surakarta. DPPKA merupakan salah satu dinas daerah yang berada di bawah sekretariat daerah. Dinas ini dipimpin oleh kepala dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada walikota melalui sekretaris daerah. DPPKA mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah. DPPKA kota Surakarta dibentuk berdasarkan pada Pasal 35 Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta.

DPPKA sebagai dinas resmi yang berwenang mengelola keuangan daerah salah satunya mengelola sumber pendapatan daerah dari sektor pajak daerah. Dengan kata lain, kewenangan pengelolaan perpajakan pemerintah kota Surakarta dilaksanakan oleh DPPKA. Pemerintah kota Surakarta melalui

commit to user

peneguran, dan penindakan atas pelanggaran perpajakan oleh wajib pajak. Salah satu jenis sektor pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah kota Surakarta adalah sektor perpajakan perparkiran. Pengaturan mengenai pajak parkir ini terdapat dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Sesuai dengan Pasal 1 angka 19 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, yang dimaksud dengan Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Kewenangan pengelolaan pajak daerah berupa pajak parkir merupakan salah satu bentuk pelaksanaan desentralisasi fiskal sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengelolaan pajak parkir oleh Pemerintah Kota Surakarta merupakan kewenangan pemerintah pusat yang diberikan kepada Kota Surakarta sebagai daerah otonom untuk mengelola sumber pendapatan keuangan daerah berupa pajak parkir secara mandiri.

Kewenangan pemerintah kota Surakarta dalam penyelenggaraan dan pengelolaan perpajakan perparkiran diatur dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Identifikasi kewenangan pemerintah kota Surakarta terkait pengelolaan pajak parkir tersebut dapat diketahui dari penjabaran sebagai berikut.

a. Kewenangan melakukan pemungutan pajak parkir Ketentuan dalam Pasal 1 angka 30 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah menyebutkan bahwa Pemungutan pajak adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya. Ketentuan dalam pasal ini memberikan

commit to user

untuk mengatur pemungutan pajak daerah khusunya pajak parkir. Kewenangan pemungutan pajak parkir pemerintah kota Surakarta dimulai dengan kewenangan untuk melakukan pengumpulan data penyelenggaraan tempat parkir yang dapat dikategorikan sebagai objek dan subjek pajak parkir yang tersebar di seluruh wilayan kota Surakarta. Kewenangan penghimpunan data objek dan subjek pajak dilaksanakan oleh DPPKA. Kewenangan ini melibatkan UPTD parkir wilayah yang bertugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/ atau kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa daerah kota. Kegiatan teknis operasional yang dilaksanakan UPTD merupakan tugas untuk melaksanakan kegiatan teknis yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat sedangkan teknis penunjang adalah untuk melaksanakan kegiatan untuk mendukung pelaksanaan tugas dari DPPKA.

Kewenangan selanjutnya adalah kewenangan penentuan besarnya pajak yang terutang. Kewenangan ini dituangkan dalam ketentuan pasal Pasal 37 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang menyebutkan bahwa Tarif Pajak Parkir ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen). Besar pajak yang terutang merupakan hasil perhitungan dari tarif pajak parkir dikalikan dengan dasar pengenaan pajak parkir.

Kewenangan lain dalam rangka pemungutan pajak parkir adalah kegiatan penagihan pajak parkir. Kewenangan ini dilaksanakan oleh Bidang Penagihan DPPKA. Ketentuan dalam Pasal 56 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah menyebutkan pajak parkir sebagai salah satu pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak. Merujuk pada ketentuan ini, maka DPPKA memfasilitasi wajib pajak parkir untuk melakukan penyetoran pajak kepada pemerintah kota Surakarta. DPPKA juga menentukan prosedur penyetoran pajak parkir yang harus dilaksanakan oleh wajib pajak.

commit to user

pajak parkir adalah kewenangan melakukan pengawasan penyetoran pajak parkir. Dalam kewenangan ini dilaksanakan oleh DPPKA dengan memberikan peringatan kepada wajib pajak yang terlambat atau bahkan tidak memenuhi kewajibannya untuk melakukan penyetoran pajak. Peringatan ini dapat berupa teguran langsung maupun teguran secara tertulis dengan Surat Peringatan (SP). Ketika wajib pajak tidak mengindahkan peringatan yang diberikan oleh DPPKA, maka DPPKA akan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) dimana didalamya terdapat jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. Saksi yustisi atau penegakan peraturan daerah berupa pencabutan izin pengelolaan parkir dapat diterapkan apabila wajib pajak tetap tidak mengindahkan peringatan yang dikeluarkan oleh DPPKA.

b. Kewenangan menetapkan besaran tarif pajak parkir Kewenangan penetapan besaran tarif diberikan oleh Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah kepada Pemerintah Daerah. Kewenangan yang diperoleh dari undang-undang tersebut dituangkan oleh pemerintah kota Surakarta dalam peraturan daerah tentang pajak daerah sebagai dasar pengaturan penetapan besaran tarif pajak parkir. Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah kepada Pemerintah Daerah menetapkan batas maksimal tarif pajak parkir yaitu sebesar 30% (tiga puluh persen).

Besaran tarif pajak parkir kota Surakarta diatur dalam Pasal 37 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang menyebutkan bahwa tarif pajak parkir ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen). Besaran pokok Pajak Parkir yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.

commit to user

dibayar kepada penyelenggara tempat parkir. Dasar pertimbangan pemerintah kota Surakarta menetapkan tarif pajak parkir sebesar 25% adalah hasil evaluasi pendapatan pajak parkir dari tahun-tahun sebelumnya. Evaluasi ini dilakukan dengan membandingkan antara target pencapaian dan realisasi lapangan setiap tahun. Selisih kenaikan antara target pencapaian dengan realisasi lapangan yang kecil menimbulkan kesulitan bagi pemerintah kota Surakarta untuk menetapkan tarif pajak parkir yang lebih besar. Penaikan jumlah besaran tarif pajak parkir akan berpengaruh pada turunnya selisih antara target pencapaian dengan hasil realisasi.

Pertimbangan lain penetapan besaraan tarif pajak parkir sebesar 25% adalah pertimbangan kemampuan bayar wajib pajak parkir. Dengan menetapkan tarif pajak parkir kecil dari batas maksimal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diharapkan masyarakat wajib pajak parkir di kota Surakarta tidak terlalu terbebani untuk membayar pajak. Beban pajak parkir yang tidak terlalu tinggi diharapkan mampu meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya. Dari pertimbangan tersebut maka pemerintah kota Surakarta menetapkan besarat tarif pajak parkir sebesar 25%. Tarif pajak parkir sebesar 25% yang ditetapkan oleh pemerintah kota Surakarta sudah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah karena tidak melebihi batas maksimal yang ditetapkan yaitu sebesar 30%.

c. Kewenangan mengeluarkan surat-surat terkait dengan pemungutan pajak parkir Pemerintah kota Surakarta memiliki kewenangan untuk mengeluarkan surat-surat terkait dengan pemungutan pajak parkir. Surat- surat tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 31, Pasal 1 angka 33 sampai dengan Pasal 1 angka 38, dan Pasal 61 Peraturan Daerah Kota

commit to user

tersebut adalah sebagai berikut:

1) Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

2) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

3) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

4) Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

5) Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

6) Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.

7) Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang- undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat

commit to user

Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan.

8) Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut dengan SSPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran pajak daerah. Surat ini tidak disebutkan secara langsung di dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, tetapi pada prakteknya surat ini terdapat dalam prosedur pembayaran pajak parkir untuk mempermudah proses administrasi.

9) Surat Paksa surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak yang mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan. Kewenangan pemerintah kota Surakarta juga mencakup kewenangan untuk melakukan perubahan kesalahan pada ketetapan dalam surat-surat yang telah dikeluarkan berupa pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administratif. Kesalahan tersebut berupa kesalahan yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 67 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.

Walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan perubahan sebagai berikut:

1) mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;

commit to user

SKPDN atau SKPDLB yang tidak benar;

3) membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan;

4) mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu objek pajak.

d. Kewenangan melakukan pemeriksaan, penyelidikan, dan penyidikan terhadap dugaan pelanggaran pajak parkir Pemerintah kota Surakarta memiliki kewenangan untuk melakukan rangkaian proses penyidikan yang dimulai dari proses pemeriksaan, penyelidikan, dan penyidikan apabila ditemukan dugaan pelanggaran pajak parkir yang dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Kewenangan ini diatur dalam ketentuan Pasal 73 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengelola data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban pajak daerah dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pajak daerah. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti yang dengan barang bukti itu membuat terang pelanggaran yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

commit to user

Kewenangan melakukan penyidikan dilakukan oleh PPNS tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus melakukan penyidikan tindak pidana pelanggaran terhadap Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 77 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Kewenangan PPNS tersebut adalah sebagai berikut:

1) menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya dugaan tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah;

2) melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan di tempat kejadian;

3) menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri

tersangka;

4) melakukan penyitaan benda atau surat;

5) mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

6) memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau

tersangka;

7) mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara;

8) mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan hal tersebut pada penuntut umum, tersangka atau keluarganya.

e. Kewenangan menetapkan sanksi adminstratif Penetapan sanksi administratif terhadap pelanggaran-pelanggaran tertentu juga menjadi kewenangan pemerintah kota Surakarta. Ketentuan mengenai sanksi administratif adalah sebagai berikut:

commit to user

keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar atau jika SPTPD tidak disampaikan kepada Walikota dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran, maka dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak, ketentuan ini sesuai dengan Pasal 57 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;

2) SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, maka dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut, ketentuan ini tidak dikenakan jika Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan, ketentuan ini sesuai dengan Pasal 57 ayat (3) dan Pasal 57 ayat (4) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;

3) SKPDKB dalam hal jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan, maka dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak, ketentuan ini sesuai dengan Pasal 57 ayat (5) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;

4) jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD dalam hal pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar dan dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat

commit to user

dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak, ketentuan ini sesuai dengan Pasal 59 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;

5) SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih melalui STPD, ketentuan ini sesuai dengan Pasal 59 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;

6) dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan, ketentuan ini sesuai dengan Pasal 66 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;

7) dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan, ketentuan ini sesuai dengan Pasal 66 ayat (5) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 37 Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda. Penetapan sanksi administratif berupa denda oleh pemerintah kota Surakarta belum dilaksanakan secara maksimal, hal ini disebabkan karena pemerintah kota Surakarta lebih mengutamakan penyelesaian

commit to user

Pelanggar pajak parkir diperingatkan secara personal untuk memenuhi kewajibannya, sehingga tidak sampai terjadi penetapan sanksi administratif berupa denda kepada wajib pajak.

f. Kewenangan menjatuhkan sanksi pidana Pemerintah kota Surakarta berwenang menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelanggaran-pelanggaran tertentu yang diatur dalam peraturan daerah sebagai perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana. Ketentuan mengenai ketentuan adalah sebagai berikut:

1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, ketentuan ini sesuai dengan Pasal 78 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;

2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, ketentuan ini sesuai dengan Pasal 78 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;

3) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Walikota yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah diancam pidana dengan pidana kurungan paling lama 1

commit to user

(empat juta rupiah), ketentuan ini sesuai dengan Pasal 80 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;

4) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Walikota yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah diancam pidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), ketentuan ini sesuai dengan Pasal 80 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.