HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Responden dan Karakteristik Industri

1. Identitas Responden

Identitas responden merupakan keadaan yang menggambarkan kondisi umum dari produsen rumah tangga keripik tempe di Kabupaten Wonogiri yang masih aktif berproduksi pada saat dilakukannya penelitian. Identitas responden yang dikaji dalam penelitian ini meliputi : umur, lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang aktif dalam produksi, jumlah tenaga kerja luar keluarga dan lama mengusahakan. Identitas responden pada industri rumah tangga keripik tempe di Kabupaten Wonogiri dapat dilihat pada Tabel 18 berikut ini:

Tabel 18. Identitas Responden Industri Rumah Tangga Keripik Tempe di Kabupaten Wonogiri

No. Keterangan Rata-rata per Responden

1 Umur responden (thn)

2 Lama pendidikan (thn)

3 Jumlah anggota keluarga (orang)

4 Jumlah anggota keluarga yang aktif dalam produksi (orang)

5 Jumlah tenaga kerja luar keluarga (orang)

11 Sumber : Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 1

6 Lama mengusahakan (thn)

Tabel 18 menunjukkan bahwa umur rata-rata produsen keripik tempe adalah 41 tahun yang masih termasuk dalam kategori umur produktif. Pada Tabel 18 menunjukkan bahwa umur rata-rata produsen keripik tempe adalah 41 tahun yang masih termasuk dalam kategori umur produktif. Pada

Tingkat pendidikan rata-rata produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri adalah 7 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa hampir sebagian besar produsen sudah menduduki pendidikan tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama), sehingga dapat dikatakan wawasan ataupun pengetahuan yang dimiliki oleh para produsen keripik tempe sudah cukup memadai. Pendidikan formal tidak menjadi syarat yang diperlukan dalam proses produksi usaha keripik tempe, akan tetapi hal tersebut akan berpengaruh terhadap pola pikir produsen keripik tempe dalam mengambil keputusan dan cara kerja mereka dalam mengelola usaha keripik tempe. Produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri mendapatkan pengetahuan tentang cara mengusahakan keripik tempe secara turun temurun atau melihat secara langsung dari produsen yang sudah terlebih dahulu mengusahakan. Semakin tinggi pendidikan para produsen maka mereka lebih bisa berpikir secara rasional dalam menetapkan strategi usaha yang harus diambil, dan pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat keuntungan yang akan diperoleh.

Jumlah rata – rata anggota keluarga yang dimiliki oleh produsen adalah sebanyak 4 orang. Hal ini akan berpengaruh pada ketersediaan tenaga kerja, terutama tenaga kerja yang berasal dari keluarga yang ikut dalam proses produksi keripik tempe. Jumlah rata–rata anggota keluarga yang aktif dalam usaha ini hanya 2 orang. Sebagian besar anggota keluarga yang aktif dalam industri keripik tempe adalah suami dan istri. Sedangkan anggota keluarga yang lain bekerja pada sektor lain, berada di luar kota atau termasuk usia non produktif (anak-anak dan lanjut usia). Rata-rata tenaga kerja luar adalah 1 orang, sehingga jumlah tenaga kerja Jumlah rata – rata anggota keluarga yang dimiliki oleh produsen adalah sebanyak 4 orang. Hal ini akan berpengaruh pada ketersediaan tenaga kerja, terutama tenaga kerja yang berasal dari keluarga yang ikut dalam proses produksi keripik tempe. Jumlah rata–rata anggota keluarga yang aktif dalam usaha ini hanya 2 orang. Sebagian besar anggota keluarga yang aktif dalam industri keripik tempe adalah suami dan istri. Sedangkan anggota keluarga yang lain bekerja pada sektor lain, berada di luar kota atau termasuk usia non produktif (anak-anak dan lanjut usia). Rata-rata tenaga kerja luar adalah 1 orang, sehingga jumlah tenaga kerja

Industri rumah tangga keripik tempe di Kabupaten Wonogiri telah berlangsung selama 11 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa produsen telah cukup lama dalam menjalankan usahanya, sehingga mereka memiliki cukup pengalaman dalam memproduksi keripik tempe. Semakin lama waktu mengusahakan, maka semakin banyak pengalaman dalam menghadapi kendala terkait dengan proses produksi, pemasaran, kelangkaan bahan penolong, dan naiknya harga bahan baku serta bahan penolong.

Alasan produsen keripik tempe dalam menjalankan usahanya dapat dilihat pada Tabel 19 berikut ini:

Tabel 19. Alasan Mengusahakan Industri Rumah Tangga Keripik Tempe di Kabupaten Wonogiri

No. Keterangan Jumlah Persentase (%)

(Responden)

1. Usaha warisan

10 33

2. Pengalaman sebagai buruh

9 30

3. Tidak mempunyai pekerjaan lain

Sumber: Diolah dan Diadopsi dari Lampiran 1 Tabel 19 menunjukkan industri rumah tangga keripik tempe di

Kabupaten Wonogiri diusahakan karena beberapa alasan. Alasan yang paling besar yaitu sebesar 37% atau sebanyak 11 responden mengusahakan

industri keripik tempe dengan alasan tidak mempunyai pekerjaan lain. Hal ini terkait dengan mata pencaharian di daerah penelitian yang jumlahnya terbatas yaitu sebagai petani, sehingga responden mencoba mengusahakan industri keripik tempe didukung dengan ketrampilan yang dimilikinya seta kepemilikan modal. Usaha keripik tempe di Kabupaten Wonogiri sudah berlangsung selama 11 tahun yang salah satunya merupakan alasan usaha warisan secara turun temurun yang sudah ada sejak dahulu dan diturunkan kepada anak-anaknya yaitu sebesar 33% atau 10 responden. Sebelum mengusahakan keripik tempe sebesar 30% atau 9 responden mengusahakan karena pengalaman sebagai buruh dari tetangga yang terlebih dahulu mengusahakan keripik tempe. Setelah responden sudah cukup memiliki pengalaman, mereka mendirikan usaha sendiri. Hal ini juga didukung dengan kepemilikan modal juga menjadi pertimbangan dalam mengusahakan keripik tempe. Setiap usaha yang dilakukan dapat merupakan usaha utama ataupun usaha sampingan. Status industri rumah tangga keripik tempe di Kabupaten Wonogiri dapat dilihat pada Tabel 20:

Tabel 20. Status Industri Rumah Tangga Keripik Tempe di Kabupaten Wonogiri

No. Keterangan

Jumlah (Responden)

Sumber : Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 1 Tabel 20 menunjukkan bahwa 19 responden (63%) menjadikan industri keripik tempe sebagai usaha utama. Industri keripik tempe di Kabupaten Wonogiri ini berproduksi setiap hari. Kriteria produsen menjadikan usaha keripik tempe sebagai usaha utama adalah dilihat dari curahan waktu kerja. Selain itu, penghasilan yang diterima oleh produsen dari usaha keripik tempe menjadi sumber utama penghasilan untuk Sumber : Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 1 Tabel 20 menunjukkan bahwa 19 responden (63%) menjadikan industri keripik tempe sebagai usaha utama. Industri keripik tempe di Kabupaten Wonogiri ini berproduksi setiap hari. Kriteria produsen menjadikan usaha keripik tempe sebagai usaha utama adalah dilihat dari curahan waktu kerja. Selain itu, penghasilan yang diterima oleh produsen dari usaha keripik tempe menjadi sumber utama penghasilan untuk

2. Modal Industri Rumah Tangga Keripik Tempe

Produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri dalam menjalankan usahanya memerlukan modal, baik untuk membeli peralatan dan bahan baku serta bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi. Modal yang digunakan dapat berupa modal sendiri maupun modal pinjaman yang berasal dari luar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 21 berikut ini.

Tabel 21. Sumber Modal Industri Rumah Tangga Keripik Tempe di Kabupaten Wonogiri

No. Keterangan

Jumlah (Responden)

Persentase (%)

1. Modal sendiri

Sumber : Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 1 Tabel 21 menunjukkan bahwa semua responden (100%)

menggunakan modal sendiri. Alasan mereka tidak menggunakan modal pinjaman yang berasal dari bank maupun lembaga perkreditan lainnya

karena memiliki bunga berkisar antara 2 - 2,5% tiap bulannya dari uang pokoknya. Industri keripik tempe di Kabupaten Wonogiri tergolong industri rumah tangga yang sebagian besar hanya menggunakan tenaga kerja keluarga dan mereka memproduksi dengan jumlah bahan baku kira- kira 2 - 15 kg setiap satu kali produksi. Hal ini yang menjadi alasan produsen menggunakan modalnya sendiri, sehingga tidak mempunyai tanggungan untuk membayar cicilan setiap bulannya. Produsen ada yang menggunakan pinjaman dari bank atau lembaga perkreditan bukan untuk karena memiliki bunga berkisar antara 2 - 2,5% tiap bulannya dari uang pokoknya. Industri keripik tempe di Kabupaten Wonogiri tergolong industri rumah tangga yang sebagian besar hanya menggunakan tenaga kerja keluarga dan mereka memproduksi dengan jumlah bahan baku kira- kira 2 - 15 kg setiap satu kali produksi. Hal ini yang menjadi alasan produsen menggunakan modalnya sendiri, sehingga tidak mempunyai tanggungan untuk membayar cicilan setiap bulannya. Produsen ada yang menggunakan pinjaman dari bank atau lembaga perkreditan bukan untuk

3. Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri Rumah Tangga Keripik Tempe

Bahan baku yang digunakan pada industri rumah tangga keripik tempe di Kabupaten Wonogiri adalah kedelai. Produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri ada yang sekaligus juga membudidayakan kedelai sehingga bahan baku untuk pembuatan keripik tempe didapat dari hasil panennya sendiri. Akan tetapi ada produsen yang sama sekali tidak membudidayakan kedelai. Kedelai lokal merupakan kedelai yang berasal dari dalam negeri misalkan berasal dari Kabupaten Wonogiri dan Ponorogo, sedangkan kedelai impor berasal dari kedelai yang di impor dari Amerika Serikat dan Argentina. Kedelai impor tersebut terlebih dahulu disimpan di gudang importir kemudian dijual kepada pedagang-pedagang pengumpul di masing-masing wilayah. Jenis kedelai yang digunakan adalah kedelai impor dan kedelai lokal dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Jenis Kedelai Industri Rumah Tangga Keripik Tempe di Kabupaten Wonogiri

No. Keterangan

Jumlah (Responden)

Sumber : Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 2

Tabel 22 menunjukkan bahwa sebesar 87% (26 responden) menggunakan kedelai impor. Mutu kedelai impor dengan kedelai lokal varietas Anjasmoro, Burangrang, Bromo, dan Argomulyo yang dikeluarkan oleh Badan Litbang Pertanian sama bagusnya. Sifat biji dari keempat varietas tersebut yaitu warna biji kuning, bentuk bulat agak gepeng dan kulit polong masak cokelat kehitaman. Akan tetapi pasokan kedelai lokal tersebut di pasaran tidak kontinue karena produksi kedelai lokal belum bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri. Alasan produsen menggunakan kedelai impor selain kontinuitas terjamin juga karena ukuran kedelai impor lebih besar dibandingkan kedelai lokal sehingga tempe yang dihasilkan akan lebih mengembang atau babar, kedelai lokal lebih ringkes atau padat. Produsen yang menggunakan kedelai lokal sebesar 13% (4 responden) dikarenakan mereka memanfaatkan hasil panennya, daripada hasil panennya dijual lebih baik digunakan sendiri. Pada musim tidak panen atau hasil panennya sudah habis, maka produsen beralih ke kedelai impor.

Standar biji kedelai yang digunakan untuk tempe sebaiknya dipilih biji kedelai yang bermutu baik yaitu kedelai dengan bentuk bulat utuh serta biji tidak keriput ataupun krepek, terhindar dari kotoran berupa kulit buah, batang, kerikil maupun biji lainnya dan kedelainya kering. Hal ini dapat berpengaruh pada proses fermentasi dan kualitas tempe yang dihasilkan. Apabila kedelai yang digunakan kurang baik maka tempe akan berwarna hitam pada bagian pinggir-pinggirnya dan berpengaruh pada rasa asam (kecut).

Tempat pembelian bahan baku dan bahan penolong yang digunakan pada produksi keripik tempe adalah di pasar. Produsen lebih memilih membeli di pasar dengan alasan harganya lebih murah bila di banding dengan warung di dekat rumah. Ragi digunakan untuk bahan penolong membuat tempe tipis, sedangkan untuk membuat adonan diperlukan tepung beras, tepung tapioka, serta bumbu yang terdiri dari bawang putih, Tempat pembelian bahan baku dan bahan penolong yang digunakan pada produksi keripik tempe adalah di pasar. Produsen lebih memilih membeli di pasar dengan alasan harganya lebih murah bila di banding dengan warung di dekat rumah. Ragi digunakan untuk bahan penolong membuat tempe tipis, sedangkan untuk membuat adonan diperlukan tepung beras, tepung tapioka, serta bumbu yang terdiri dari bawang putih,

Tabel 23. Asal Responden dan Tempat Pembelian Bahan Baku dan Bahan Penolong pada Industri Rumah Tangga Keripik Tempe di Kabupaten Wonogiri

No. Asal Responden Tempat Pembelian

1. Kecamatan Wonogiri Pasar Wonogiri dan Pasar Wuryantoro

2. Kecamatan Pracimantoro Pasar Giritontro dan Pasar Pracimantoro

3. Kecamatan Baturetno Pasar Baturetno dan Pasar Giriwoyo

Sumber: Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 3 Tabel 23 menunjukkan bahwa responden yang berasal dari

Kecamatan Wonogiri membeli bahan-bahan di Pasar Wonogiri dan Pasar Wuryantoro, sedangkan untuk responden yang berasal dari Kecamatan Pracimantoro membeli di Pasar Giritontro dan Pasar Pracimantoro. Responden yang berasal dari Kecamatan Baturetno membeli di Pasar Baturetno dan Pasar Giriwoyo. Alasan produsen membeli bahan baku dan bahan penolong dipasar karena mereka beranggapan bahwa harga dipasar lebih murah dan lebih lengkap. Sistem pembayarannya dilakukan secara langsung atau kontan. Hal ini untuk menghindari adanya hutang kepada pedagang di pasar. Frekuensi pembelian bahan baku tergantung modal yang di miliki oleh produsen. Biasanya produsen membeli kedelai, tepung beras, tepung tapioka, minyak goreng, dan bumbu-bumbu dalam jumlah Kecamatan Wonogiri membeli bahan-bahan di Pasar Wonogiri dan Pasar Wuryantoro, sedangkan untuk responden yang berasal dari Kecamatan Pracimantoro membeli di Pasar Giritontro dan Pasar Pracimantoro. Responden yang berasal dari Kecamatan Baturetno membeli di Pasar Baturetno dan Pasar Giriwoyo. Alasan produsen membeli bahan baku dan bahan penolong dipasar karena mereka beranggapan bahwa harga dipasar lebih murah dan lebih lengkap. Sistem pembayarannya dilakukan secara langsung atau kontan. Hal ini untuk menghindari adanya hutang kepada pedagang di pasar. Frekuensi pembelian bahan baku tergantung modal yang di miliki oleh produsen. Biasanya produsen membeli kedelai, tepung beras, tepung tapioka, minyak goreng, dan bumbu-bumbu dalam jumlah

4. Peralatan Industri Rumah Tangga Keripik Tempe

Peralatan yang digunakan dalam memproduksi keripik tempe merupakan alat–alat dapur yang masih sederhana. Peralatan yang digunakan tersebut adalah milik para produsen keripik tempe sendiri, sehingga para produsen keripik tempe tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menyewa peralatan. Peralatan yang digunakan dalam proses produksi keripik tempe meliputi:

a. Cetakan Alat ini berguna untuk cetakan membuat tempe. Agar dihasilkan tempe dengan ukuran yang sama. Cetakan ini terbuat dari bambu kecil yang berbentuk persegi dengan ukuran kira-kira 8 x 7 cm.

b. Ember Besar Alat ini berfungsi sebagai tempat untuk menampung air, mencuci kedelai dan perendaman kedelai sebelum dan sesudah direbus. Ember besar digunakan untuk merendam kedelai dalam jumlah yang banyak, yaitu lebih dari 10 kg.

c. Ember Kecil Alat ini berfungsi untuk mencampur adonan dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk bahan menggoreng keripik tempe. Selain itu, ember kecil berguna untuk perendaman tepung tapioka, agar warna air rendaman pada tepung tapioka yang mulanya kekuningan dapat berubah menjadi putih bening.

d. Kreneng Alat ini terbuat dari bambu yang dianyam kasar dan berfungsi sebagai tempat penggilesan kedelai setelah direbus. Alat ini juga digunakan untuk meniriskan kedelai dan melimbang atau membuang kulit kedelai.

e. Panci alumunium Alat ini berfungsi sebagai tempat merebus kedelai dan berkapasitas sesuai kebutuhan. Selain sebagai tempat perebusan, panci ini dapat dipakai sebagai tempat perendaman kedelai.

f. Dandang Alat ini berfungsi untuk mengukus kedelai setelah proses penggilesan. Ada produsen keripik tempe yang lebih memilih untuk mengukus kedelainya, tetapi ada juga yang memilih direbus kembali dengan menggunakan panci.

g. Lumpang Alat ini berfungsi sebagai tempat menumbuk atau menghaluskan bumbu-bumbu, yang terdiri dari bawang putih, ketumbar, kemiri, kencur, daun jeruk, garam dan penyedap rasa (micin). Lumpang terbuat dari batu hitam yang berbentuk lengkukan.

h. Alu Alat ini berfungsi sebagai alat penumbuk atau penghalus bumbu- bumbu, terbuat dari kayu dengan panjang ± 80 cm dengan ujungnya yang tumpul.

i. Tungku Alat ini berfungsi sebagai tempat perapian yang digunakan untuk merebus kedelai dan menggoreng tempe tipis yang sudah dicampur dengan adonan sampai menjadi keripik tempe yang kering. Alat ini i. Tungku Alat ini berfungsi sebagai tempat perapian yang digunakan untuk merebus kedelai dan menggoreng tempe tipis yang sudah dicampur dengan adonan sampai menjadi keripik tempe yang kering. Alat ini

3 lubang, dua lubang berada di atas dan satu lubang di bawah.

j. Tampah Alat ini berfungsi untuk mendinginkan atau mengangin-anginkan kedelai yang sudah ditiriskan dan digunakan juga untuk mencampur kedelai dengan ragi. Tampah terbuat dari bambu yang dianyam halus (rapat) membentuk lingkaran.

k. Entong Alat ini berfungsi untuk mengaduk kedelai saat di angin-anginkan dan mengaduk campuran kedelai dengan ragi.

l. Wajan Penggorengan Alat ini berfungsi untuk menggoreng tempe tipis yang sudah dicampur dengan adonan dan bumbu-bumbu sampai teksturnya kering dan keras. Wajan penggorengan terbuat dari alumunium atau besi, berbentuk setengah lingkaran dengan dua pegangan di kedua pinggirnya.

m. Serok Alat ini berfungsi untuk mengangkat keripik tempe yang sudah matang pada saat penggorengan.

n. Susuk Alat ini berfungsi untuk mengaduk keripik tempe saat digoreng.

o. Staples Alat ini digunakan pada saat pengemasan keripik tempe.

p. Tenggok Alat ini berguna untuk meniriskan minyak goreng dari keripik tempe setelah digoreng dan digunakan juga untuk membawa keripik tempe p. Tenggok Alat ini berguna untuk meniriskan minyak goreng dari keripik tempe setelah digoreng dan digunakan juga untuk membawa keripik tempe

q. Tas Keranjang Alat ini digunakan untuk membawa keripik tempe yang sudah dikemas dan siap dijual kepada pembeli.

5. Proses Produksi Pembuatan Keripik Tempe

Proses produksi pembutan keripik tempe di awali dengan pembuatan tempe tipis terlebih dahulu. Proses pembuatan tempe tipis dimulai dengan pembersihan kedelai dari kotoran atau campuran kerikil maupun biji lainnya, kemudian dicuci dengan air yang bersih. Kualitas air mempengaruhi kualitas tempe, penggunaan air yang tidak bersih mempengaruhi bentuk tempe menjadi kehitam-hitaman pada bagian pinggirnya dan rasa tempe menjadi kecut. Tujuan pencucian untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada kedelai seperti kulit buahnya. Kedelai yang sudah bersih kemudian direbus sampai setengah matang agar tidak terlalu lunak. Proses perebusan ini berlangsung kira-kira 30 menit untuk 4-5 kg kedelai dalam satu wadah (panci atau dandang). Kedelai setelah direbus kemudian direndam air bersih selama 24 jam. Air yang digunakan untuk merendam harus diganti 2 kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Tujuan proses perendaman agar kedelai menyerap air dan membesar atau mekar. Perendaman dapat dilakukan dalam ember besar atau panci tergantung jumlah kedelai.

Kedelai setelah direndam kemudian ditiriskan pada kreneng selama selama kira-kira 10-15 menit. Proses selanjutnya adalah melakukan penggilesan. Teknologi yang digunakan oleh produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri masih sederhana yaitu kedelai ditaruh dalam kreneng, kemudian digiles dengan tenaga manusia sampai biji terpecah

dan terpisah dari kulitnya. Proses penggilesan membutuhkan waktu 15 -

20 menit untuk 3 - 4 kg kedelai dalam satu wadah (kreneng). Kedelai 20 menit untuk 3 - 4 kg kedelai dalam satu wadah (kreneng). Kedelai

Kedelai kemudian ditiriskan, selanjutnya direbus atau dikukus lagi sampai matang kira-kira 1 jam. Selain direbus atau dikukus, dapat juga kedelai tersebut disiram dengan air mendidih. Setelah matang, kedelai kemudian ditiriskan pada kreneng selama kira-kira 10 - 15 menit. Perebusan kedua ini harus dilakukan sampai kedelai benar-benar masak, sehingga kedelai akan lebih steril dan agar tidak cepat membusuk pada waktu dilakukan proses fermentasi. Kedelai yang sudah ditiriskan dipindahkan ke dalam tampah untuk didinginkan dan diangin-anginkan. Setelah kedelai sudah dingin kedelai dicampur dengan ragi dan tepung tapioka. Pemberian ragi dan tepung tapioka ini setiap produsen berbeda- beda sesuai dengan kebutuhan, yaitu 1 kg kedelai membutuhkan kira-kira

1 sendok makan ragi dan 1 sendok makan tepung tapioka. Proses peragian ini dilakukan dengan cara ragi tempe ditabur-taburkan sedikit demi sedikit di atas kedelai sambil diaduk-aduk dengan tangan atau entong agar ragi tercampur secara merata dengan kedelai. Tujuan pemberian tepung tapioka pada proses peragian agar kedelai tidak lengket dan mempermudah saat pelepasan tempe. Merk ragi yang digunakan oleh produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri adalah RAPRIMA dengan harga sekitar Rp 7.000,00 per bungkus (500 gram).

Proses peragian selesai, kemudian kedelai dibungkus. Pembungkusan kedelai yang dilakukan oleh produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri menggunakan daun pisang yang di potong-potong berbentuk persegi dengan ukuran tergantung keinginan produsen, tetapi ada juga Proses peragian selesai, kemudian kedelai dibungkus. Pembungkusan kedelai yang dilakukan oleh produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri menggunakan daun pisang yang di potong-potong berbentuk persegi dengan ukuran tergantung keinginan produsen, tetapi ada juga

Setelah kedelai diratakan menjadi lapisan tipis yang merata, diatasnya diberi lagi daun kecil sebagai penutup sekaligus sebagai tempat untuk bahan tempe lapisan kedua. Setelah diratakan, diatas bahan tempe itu ditutup lagi dengan daun pisang. Pekerjaan ini itu dilakukan berulang- ulang sampai terbentuk sekitar 8-10 lapisan. Setelah lapisan terakhir ditutup dengan daun pisang, kemudian lapisan pembungkus luar yang berupa kertas dilipat untuk membungkus seluruh lapisan kedelai sampai rapat dan diikat dengan tali agar tidak terlepas.

Setelah proses pembungkusan selesai, bungkusan yang telah diikat diatur berjajar rapat dan tidak perlu dimasukkan dalam suatu tempat. Bungkusan-bungkusan tersebut diletakkan dilantai dan ditutup dengan kain tebal sebagai penghangat agar fermentasi dan pertumbuhan kapang berlangsung cepat. Proses fermentasi tersebut berjalan kurang lebih selama dua hari satu malam atau 36 jam. Apabila tempe sudah jadi, bungkusan tidak boleh dibuka dahulu sebelum tempe siap untuk digoreng. Hal ini dimaksudkan agar warna keripik tempe tidak kehitam-hitaman.

Bumbu-bumbu dipersiapkan terlebih dahulu sebelum menggoreng. Bumbu-bumbu tersebut terdiri dari bawang putih, ketumbar, kemiri, kencur, daun jeruk. Garam dan penyedap rasa. Penggunaan kencur dan kemiri bukan merupakan bumbu pokok, hanya sebagai pelengkap saja dan tergantung pada selera konsumen. Tepung adonan terdiri dari 2/3 tepung beras dan 1/3 tepung tapioka, tetapi ada produsen keripik tempe yang menggunakan tepung tapioka lebih banyak dari tepung beras. Tepung tapioka yang digunakan untuk adonan harus direndam terlebih dahulu kira- kira selama 24 jam. Hal ini bertujuan agar keripik tempe tidak berwarna hitam dan mudah tengik. Air rendaman pertama tepung tapioka berwarna kuning, dalam keadaan mengendap kemudian air di limbang dan di gantikan dengan air yang baru serta diaduk-aduk, begitu terus sampai air rendaman berwarna putih bening barulah tepung tapioka dapat dicampur dengan tepung beras. Campuran tepung tersebut di taruh dalam ember kecil dan bumbu-bumbu yang sudah dihaluskan dimasukkan kedalam campuran tepung lalu ditambahakan air dan diaduk sampai terbentuk adonan yang tidak terlalu kental.

Api yang digunakan untuk menggoreng harus stabil. Minyak dalam wajan penggorengan ditunggu sampai panas. Bungkusan tempe dibuka. Satu per satu dan dimasukkan kedalam adonan bumbu. Setelah tempe tercampur rata dengan adonan, tempe segera digoreng. Tempe digoreng sampai setengah kering kira-kira selama 3 menit. Keripik tempe setengah kering tersebut ditiriskan dari tetesan minyak, selanjutnya digoreng kembali sampai tampak kering kira-kira selama 4 menit. Keripik tempe yang sudah kering diangkat kemudian ditiriskan dari minyaknya.

Keripik tempe dibiarkan beberapa saat agar minyak tiris dan tempenya kering. Setelah itu keripik tempe dimasukkan ke dalam wadah atau tenggok yang bersih dan kering. Produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri menjual dengan tiga kemasan yang berbeda. Kemasan isi 5 buah dijual dengan harga Rp 1.000,00, kemasan isi 8 buah dijual dengan harga

Rp 2.000,00 dan kemasan isi 10 buah dijual dengan harga Rp 2.500,00. Keripik tempe diletakkan dengan posisi berdiri atau miring agar tidak mudah pecah. Keripik tempe yang sudah dikemas kemudian diberi label dan dirapatkan dengan staples. Keripik tempe bisa tahan sampai kurang lebih 2 minggu tergantung cara penyimpanan dan proses saat produksinya.

Tahapan proses produksi pembuatan keripik tempe di Kabupaten Wonogiri adalah sebagai berikut.

Kedelai dibersihkan Perebusan (½ matang)

Perendaman (± 24 jam atau 1 malam)

Pemecahan atau Penggilesan

Pencucian dan pembuangan kulitnya (dilimbang)

Penirisan

Perebusan atau Pengukusan

Pendinginan atau pengangin-anginan

Pencampuran ragi dan tepung tapioka

Pembungkusan

Fermentasi ditunggu 2hari 1malam

Tempe tipis

Tempe tipis dimasukkan dalam adonan

Penggorengan I

Penggorengan II

Keripik Tempe

Penirisan dan penyortiran

Pengemasan

Gambar 3. Proses Produksi Pembuatan Keripik Tempe di Kabupaten Wonogiri

6. Pemasaran

Keripik tempe yang diproduksi di Kabupaten Wonogiri lebih banyak dipasarkan didalam kota yaitu Kabupaten Wonogiri, namun ada juga yang dipasarkan diluar kota yaitu daerah Sukoharjo, Solo dan Sragen. Daerah pemasaran didalam kota meliputi Pasar Wonogiri, Pasar Wuryantoro,

Pasar Eromoko, Pasar Manyaran, Pasar Karangtengah, Pasar Pracimantoro, Pasar Giritontro, Pasar Giribelah, Pasar Giriwoyo, Pasar Baturetno, Pasar Tirtomoyo, Pasar Batuwarno, rumah makan di sekitar daerah Sendang, dan warung. Jalur pemasaran pada industri rumah tangga keripik tempe di Kabupaten Wonogiri dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Jalur pemasaran pada industri rumah tangga keripik tempe di KabupatenWonogiri

No Keterangan

Jumlah (Responden)

Persentase (%)

1. Dipasarkan sendiri

2. Melalui pedagang

Sumber : Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 3 Tabel 24 menunjukkan bahwa seluruh responden memasarkan

keripik tempe yang dihasilkan melalui pedagang perantara. Para produsen keripik tempe datang kepasar dengan cara mengantarkan atau menyetorkan langsung kepada para pembelinya yang umumnya merupakan para pedagang. Umumnya mereka sudah mempunyai langganan tetap sendiri-sendiri, sehingga pemasarannya mudah dan produk bisa terjual seluruhnya. Selain itu produsen keripik tempe dapat menghemat waktu karena produknya lebih cepat terjual bila dibandingkan dengan memasarkannya sendiri. Pengiriman keripik tempe kepada pedagang perantara dengan menggunakan alat transportasi angkutan umum, sehingga akan berpengaruh pada biaya transportasi. Semakin jauh letak pedagang perantara maka semakin banyak biaya yang di keluarkan untuk biaya transportasi.

Pemasaran keripik tempe dilakukan setiap hari dan produksinya juga dilakukan setiap hari, karena produsen memiliki daerah pemasaran lebih dari satu tempat dan untuk satu daerah pemasaran produsen sudah Pemasaran keripik tempe dilakukan setiap hari dan produksinya juga dilakukan setiap hari, karena produsen memiliki daerah pemasaran lebih dari satu tempat dan untuk satu daerah pemasaran produsen sudah

B. Analisis Industri Rumah Tangga Keripik Tempe

1. Biaya Industri Rumah Tangga Keripik Tempe

Biaya dalam penelitian ini adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk proses pembuatan keripik tempe di Kabupaten Wonogiri, baik berupa biaya yang benar-benar dikeluarkan atau tidak benar-benar dikeluarkan. Seluruh biaya yang dikeluarkan tersebut dibagi kedalam dua bagian, yaitu biaya tetap dan biaya variabel.

a. Biaya tetap Biaya tetap merupakan biaya keseluruhan dari proses membuat tempe sampai menjadi keripik tempe yang sudah di kemas dan dipasarkan yang digunakan dalam industri rumah tangga keripik tempe yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Biaya tetap dalam industri rumah tangga keripik tempe di Kabupaten Wonogiri meliputi biaya penyusutan peralatan dan biaya bunga modal investasi. Rata-rata biaya tetap pada industri rumah tangga keripik tempe di Kabupaten Wonogiri dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25. Rata-rata Biaya Tetap Industri Rumah Tangga Keripik Tempe di Kabupaten Wonogiri

Persentase No.

Jumlah

Keterangan

(Rp/bulan)

1. Penyusutan Peralatan

2. Bunga Modal Investasi

Sumber : Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 11 Tabel 25 menunjukkan bahwa rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan

produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri selama satu bulan yaitu Rp 27.700,00. Sumber biaya tetap terbesar yang dikeluarkan oleh produsen keripik tempe berasal dari biaya penyusutan peralatan yaitu sebesar Rp 26.000,00 atau 93% dari jumlah total biaya tetap seluruhnya. Produsen menggunakan peralatan dalam pelaksanaan proses produksi keripik tempe. Peralatan yang digunakan masih sederhana dan memiliki umur ekonomis yang cukup panjang antara 1 sampai 10 tahun. Masih sederhananya peralatan yang digunakan tersebut dapat memperkecil biaya penyusutan peralatan. Peralatan ini biasanya dibeli pada awal mereka mulai menjalankan industri keripik tempe sehingga biaya penyusutan peralatannya juga kecil. Peralatan tersebut meliputi tungku, panci alumunium, dandang, wajan penggorengan, ember besar, lumpang, alu, entong, tampah, cetakan, staples, tenggok dan tas keranjang. Ada beberapa alat yang memiliki umur ekonomis yang pendek dan harus segera diganti yaitu kreneng, erok-erok, susuk dan ember kecil. Biaya bunga modal investasi yang digunakan oleh produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri adalah sebesar Rp 1.700,00 atau 7% dari jumlah total biaya tetap seluruhnya.

b. Biaya Variabel Biaya variabel merupakan biaya secara keseluruhan dari proses membuat tempe sampai menjadi keripik tempe yang sudah di kemas dan dipasarkan yang dikeluarkan oleh produsen keripik tempe untuk proses produksi yang besarnya berubah-ubah (tidak tetap) secara proporsional terhadap kuantitas produk yang dihasilkan. Biaya variabel pada industri keripik tempe meliputi biaya bahan baku (kedelai), biaya bahan penolong (ragi, tepung tapioka, tepung beras, bawang putih, b. Biaya Variabel Biaya variabel merupakan biaya secara keseluruhan dari proses membuat tempe sampai menjadi keripik tempe yang sudah di kemas dan dipasarkan yang dikeluarkan oleh produsen keripik tempe untuk proses produksi yang besarnya berubah-ubah (tidak tetap) secara proporsional terhadap kuantitas produk yang dihasilkan. Biaya variabel pada industri keripik tempe meliputi biaya bahan baku (kedelai), biaya bahan penolong (ragi, tepung tapioka, tepung beras, bawang putih,

Tabel 26. Rata-rata Biaya Variabel Industri Rumah Tangga Keripik Tempe di Kabupaten Wonogiri

Jumlah Persentase No.

Keterangan (Rp/bulan)

(%)

16

1. Bahan Baku 825.800,00

51

2. Bahan Penolong 2.635.800,00

3. Bahan Bakar 256.200,00

6. Tenaga Kerja 698.700,00

Jumlah 5.137.200,00 100

Sumber : Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 12 Tabel 26 menunjukkan bahwa rata-rata biaya variabel yang

dikeluarkan oleh produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri selama satu bulan adalah sebesar Rp 5.137.200,00. Biaya variabel terbesar dari industri keripik tempe adalah biaya bahan penolong sebesar Rp 2.635.800,00. Bahan penolong adalah bahan yang digunakan sebagai tambahan atau pelengkap dalam proses produksi untuk menghasilkan output. Bahan penolong yang dimaksud adalah ragi, tepung tapioka, tepung beras, bawang putih, minyak goreng, ketumbar, kemiri, kencur, daun jeruk, garam dan peyedap rasa (micin).

Biaya bahan penolong terbesar adalah minyak goreng. Minyak goreng digunakan untuk menggoreng tempe tipis yang sudah dicampur dengan adonan sampai tempe menjadi kering. Penggunaan minyak goreng rata-rata per bulannya 166 kg atau sebesar Rp 1.460.000,00. Minyak goreng yang digunakan oleh produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri ada dua jenis, yaitu minyak goreng kemasan isi ulang pabrik (sania) dan minyak goreng sawit (curah). Kelebihan dari minyak goreng kemasan isi ulang pabrik adalah hasil gorengan lebih tahan lama (tidak mudah tengik) dan minyak tidak mudah berwarna hitam, sedangkan kekurangan dari minyak ini adalah harganya lebih mahal dibanding minyak goreng sawit, yaitu antara harga Rp 9.500,00-9.600,00 per kg dan harga minyak goreng sawit antara Rp 8.500-8.900,00 per kg. Akan tetapi produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri lebih banyak yang menggunakan minyak goreng sawit dikarenakan harganya lebih murah. Biaya bahan penolong paling kecil adalah garam sebesar Rp 13.600,00 per bulannya.

Biaya bahan baku menempati urutan kedua. Rata-rata biaya untuk bahan baku yang dikeluarkan produsen keripik tempe selama satu bulan sebesar Rp 825.800,00 atau 16%. Jenis kedelai yang digunakan oleh sebagian besar produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri adalah jenis kedelai impor. Rata rata penggunaan bahan baku selama satu bulan sebanyak 136 kg dengan harga rata-rata Rp 6.000,00 per kg. Masing-masing produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri membeli kedelai dengan jumlah yang berbeda-beda. Hal ini terkait dengan modal yang dimiliki oleh produsen keripik tempe. Selain ketersediaan modal, produsen juga harus mempertimbangkan keadaan pasar terkait dengan permintaan keripik tempe. Akan tetapi produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri cenderung memproduksi dengan jumlah stabil.

Biaya variabel terbesar ketiga adalah biaya tenaga kerja, yaitu rata-rata dalam satu bulan sebesar Rp 698.700,00 atau 14% dari jumlah total biaya variabel. Upah tenaga kerja bervariasi tergantung pada tahapan pekerjaan yang dilakukan. Rata-rata upah yang diterima oleh tenaga kerja pada industri keripik tempe di Kabupaten Wonogiri dapat dilihat pada Tabel 27 berikut ini:

Tabel 27. Rata-rata Upah Tenaga Kerja pada Industri Keripik Tempe di Kabupaten Wonogiri

Upah/Orang/Jam No.

1. Pemecahan kedelai

2.000 Sumber : Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 10 Tabel 27 menunjukkan bahwa upah tenaga kerja industri keripik

4. Pemasaran

tempe berkisar antara Rp 1.000,00 - Rp 2.500,00 per orang per jamnya. Tenaga kerja penggorengan dan pemasaran dilakukan oleh tenaga kerja perempuan dan menerima upah Rp 2.500,00, sedangkan tenaga kerja untuk pemecahan manual dikerjakan oleh tenaga kerja laki-laki dan menerima upah antara Rp 2.000,00. Pengemasan dapat dikerjakan oleh tenaga kerja laki-laki Rp 1.000,00 dan perempuan dengan upah Rp 1.500,00. Tenaga kerja industri keripik tempe di Kabupaten Wonogiri sebagian besar berasal dari tenaga kerja keluarga.

Biaya pengemasan pada industri keripik tempe adalah mulai dari pengemasan tempe sampai pengemasan keripik tempe. Rata-rata biaya pengemasan untuk satu bulan produksi adalah sebesar Rp 558.700,00 Biaya pengemasan pada industri keripik tempe adalah mulai dari pengemasan tempe sampai pengemasan keripik tempe. Rata-rata biaya pengemasan untuk satu bulan produksi adalah sebesar Rp 558.700,00

Biaya bahan bakar yang dikeluarkan oleh produsen keripik tempe selama satu bulan rata-rata sebesar Rp 256.200,00 atau 5%. Bahan bakar yang digunakan adalah kayu bakar dan serbuk gergaji. Penggunaan serbuk gergaji untuk lebih menghemat kayu yang digunakan selain itu panas dari serbuk gergaji lebih tahan lama. Pada proses produksinya menggunakan tungku yang terbuat dari susunan batu bata dengan ditambah semen, pasir dan bahan bangunan lainnya, sehingga bahan bakar utamanya adalah kayu bakar. Kebutuhan bahan bakar tergantung dari jumlah kedelai yang direbus dan tempe yang digoreng. Penggunaan jenis bahan bakar akan menentukan kualitas keripik tempe yang dihasilkan. Perebusan kedelai dan penggorengan tempe menjadi keripik tempe memerlukan kayu bakar yang nyala apinya panas, stabil dan tidak mengeluarkan asap. Para produsen keripik tempe biasanya menggunakan kayu lamtoro, kayu mahoni atau kayu turi. Kayu itu berasal dari tetangga dan dari sisa bahan dipabrik furniture. Harga satu ikat kayu bakar kering berkisar antara Rp

4.500,00-Rp 5.000,00. Serbuk gergaji dijual dengan harga Rp

3.000,00 per karungnya, tetapi tidak semua produsen menggunakan serbuk gergaji.

Biaya transportasi yang dikeluarkan oleh produsen keripik tempe selama satu bulan rata-rata sebesar Rp 162.000,00 atau 3%. Biaya transportasi menempati urutan terkecil dari seluruh biaya variabel yang dikeluarkan oleh produsen keripik tempe. Pemasaran keripik tempe dilakukan melalui pedagang perantara yang berada pada masing- masing kecamatan. Besar kecilnya biaya transportasi dipengaruhi oleh jarak daerah pemasaran. Semakin jauh jarak daerah pemasaran, semakin besar biaya yang dikeluarkan. Pemasaran dilakukan setiap hari karena produsen memproduksi keripik tempe setiap hari.

c. Biaya Total Biaya total adalah hasil dari penjumlahan seluruh biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan selama proses produksi mulai dari pembuatan tempe sampai menjadi keripik tempe yang sudah dikemas dan dipasarkan. Besarnya rata-rata biaya total untuk produksi industri rumah tangga keripik tempe di Kabupaten Wonogiri selama satu bulan dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28. Rata-rata Biaya Total Industri Rumah Tangga Keripik Tempe di Kabupaten Wonogiri

No. Keterangan Jumlah (Rp/bulan) Persentase (%)

1. Biaya Tetap

2. Biaya Variabel

Sumber : Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 13

Tabel 28 menunjukkan bahwa rata-rata biaya total yang dikeluarkan oleh produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri selama satu bulan adalah sebesar Rp 5.164.900,00. Biaya terbesar yang dikeluarkan oleh produsen keripik tempe adalah biaya variabel sebesar Rp 5.137.200,00 atau 99%. Hal ini disebabkan biaya variabel menyesuaikan dengan produksi keripik tempe dan tingginya harga dari bahan-bahan seperti bahan baku, bahan penolong, pengemasan, tenaga kerja dan bahan bakar. Rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan sebesar Rp 27.700,00 atau 1%.

2. Penerimaan, Keuntungan, Profitabilitas dan Efisiensi Industri Rumah Tangga Keripik Tempe

Penerimaan, keuntungan, profitabilitas dan efisiensi industri rumah tangga keripik tempe dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29. Rata-rata Penerimaan, Keuntungan, Profitabilitas dan Efisiensi Industri Rumah Tangga Keripik Tempe di Kabupaten Wonogiri

Harga

Jumlah

No. Keterangan per Biji Jumlah (Rp)

(Biji) (Rp)

1. Keripik tempe utuh

4. Biaya Total 5.164.900,00

Sumber : Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 14, 15 dan 16

Penerimaan merupakan perkalian antara total produk yang terjual dengan harga per biji produk yang dinyatakan dalam satuan rupiah. Pada penelitian ini, untuk mempermudah menghitung penerimaan produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri menggunakan satuan biji. Penerimaan industri rumah tangga keripik tempe di Kabupaten Wonogiri. Tabel 29 menunjukkan bahwa rata-rata produksi keripik tempe selama satu bulan yaitu sebanyak 25.737 biji dengan rata-rata harga Rp 220,00 per bijinya. Besarnya rata-rata penerimaan dari industri keripik tempe yang diperoleh selama satu bulan adalah Rp 5.807.300,00. Penerimaan lain berasal dari remukan yaitu karena produsen pada saat proses produksi mengalami kerusakan. Remukan juga dapat berasal dari rontokkan pada saat keripik tempe ditiriskan sebelum pengemasan.

Produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri menjual dalam bentuk tiga kemasan yaitu kemasan isi 5 biji dijual dengan harga Rp 1.000,00 per bungkus, kemasan isi 8 biji dijual dengan harga Rp 2.000,00 per bungkus dan kemasan isi 10 biji dijual dengan harga Rp 2.500,00 per bungkus. Adanya perbedaan kemasan tersebut menyesuaikan dengan permintaan konsumen pada masing-masing daerah produksi.

Penerimaan yang diterima oleh produsen juga dipengaruhi oleh cara penjualan dan pemasaran yang bagus. Produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri memasarkan produknya melalui pedagang perantara, yang berarti produsen sudah mempunyai langganan pedagang pengumpul dipasar serta pemasaran sudah sampai ke luar kota maka akan semakin banyak keripik tempe yang terjual dan kemungkinan keripik tempe yang tidak laku terjual sangat sedikit sehingga penerimaan meningkat.

Keuntungan yang diperoleh dari industri rumah tangga keripik tempe merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya total. Tabel 29 menunjukkan bahwa penerimaan rata-rata produsen keripik tempe di

Kabupaten Wonogiri dalam satu bulan adalah Rp 5.807.300,00 dengan total biaya rata-rata yang dikeluarkan sebesar Rp 5.164.900,00 sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh selama satu bulan untuk tiap-tiap produsen adalah Rp 642.400,00. Perbedaan keuntungan yang diperoleh masing-masing produsen dipengaruhi oleh besarnya penerimaan total dan besarnya biaya total yang dikeluarkan.

Profitabilitas merupakan hasil bagi antara keuntungan usaha dengan biaya total yang dinyatakan dalam persen maka dapat diketahui tingkat keuntungan dari industri keripik tempe. Profitabilitas pada industri keripik tempe selama satu bulan adalah 12,44%. Hal ini berarti industri rumah tangga keripik tempe di Kabupaten Wonogiri menguntungkan dan layak untuk dijalankan karena memiliki nilai profitabilitas lebih dari satu. Setiap modal sebesar Rp 100,00 yang diinvestasikan akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 12,44. Misal, awalnya produsen keripik tempe mengeluarkan modal sebesar Rp 100.000,00 maka produsen akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 12.440,00.

Efisiensi usaha merupakan perbandingan antara total penerimaan rata-rata yang diterima oleh produsen keripik tempe dengan rata-rata biaya total yang dikeluarkan. Nilai efisiensi pada industri rumah tangga keripik tempe adalah 1,12. Hal ini berarti bahwa industri rumah tangga keripik tempe di Kabupaten Wonogiri yang dijalankan efisien, ditunjukkan dengan nilai R/C rasio lebih dari satu. Nilai efisiensi usaha 1,12 berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan oleh produsen akan didapatkan penerimaan 1,12 kali biaya yang telah dikeluarkan tersebut.

Efisiensi merupakan upaya yang dilakukan oleh produsen untuk meminimumkan biaya produksi supaya penerimaan yang diperoleh produsen lebih tinggi. Salah satu upaya yang dilakukan oleh produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri untuk meminimumkan biaya Efisiensi merupakan upaya yang dilakukan oleh produsen untuk meminimumkan biaya produksi supaya penerimaan yang diperoleh produsen lebih tinggi. Salah satu upaya yang dilakukan oleh produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri untuk meminimumkan biaya

3. Risiko Industri Rumah Tangga Keripik Tempe

Risiko industri rumah tangga keripik tempe di Kabupaten Wonogiri merupakan kemungkinan merugi yang dihadapi dalam industri rumah tangga keripik tempe yang dapat diperhitungkan terlebih dahulu. Hubungan antara risiko dan keuntungan dapat diukur dengan koefisien variasi (CV) dan batas bawah keuntungan (L). Koefisien variasi merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung dengan jumlah keuntungan yang akan diperoleh sebagai hasil dan sejumlah modal yang ditanamkan dalam proses produksi. Semakin besar nilai koefisien variasi menunjukkan bahwa risiko yang harus ditanggung semakin besar dibanding dengan keuntungannya. Sedangkan batas bawah keutungan (L) menunjukkan nilai nominal keuntungan terendah yang mungkin diterima oleh produsen (Hernanto, 1993). Besarnya risiko usaha dan batas bawah keuntungan dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30. Risiko Usaha dan Batas Bawah Keuntungan Industri Rumah Tangga Keripik Tempe di Kabupaten Wonogiri

No Keterangan Jumlah

1 Keuntungan (Rp) 642.400,00

2 Simpangan Baku (Rp) 780.500,00

3 Koefisien Variasi 1,21

4 Batas Bawah Keuntungan (Rp) -918.600,00 Sumber Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 16

Tabel 30 menunjukkan bahwa keuntungan rata-rata yang diterima oleh produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri selama satu bulan adalah Rp 642.400,00. Hasil dari perhitungan keuntungan tersebut, maka dapat diketahui besarnya simpangan baku sebesar Rp 780.500,00 dengan Tabel 30 menunjukkan bahwa keuntungan rata-rata yang diterima oleh produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri selama satu bulan adalah Rp 642.400,00. Hasil dari perhitungan keuntungan tersebut, maka dapat diketahui besarnya simpangan baku sebesar Rp 780.500,00 dengan

Berdasarkan nilai koefisien variasi dan nilai batas bawah keuntungan dapat dilihat bahwa nilai CV (koefisien variasi) > 0,5 dan L (batas bawah keuntungan) bernilai negatif (< 0). Hal ini menunjukkan bahwa industri keripik tempe memiliki risiko yang tinggi. Batas bawah keuntungan sebesar minus Rp 918.600,00. Angka ini menunjukkan bahwa produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri harus berani menanggung kerugian sebesar Rp 918.600,00. Kerugian yang ditanggung oleh produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri dapat dikurangi dengan cara menekan biaya yang dikeluarkan oleh produsen agar keuntungan yang diterima lebih besar. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara produsen memanfaatkan kayu di pekarangan rumah untuk dijadikan kayu bakar sehingga biaya untuk pembelian kayu bakar dapat berkurang. Selain itu pekarangan rumah juga bisa ditanami buah pisang agar daunnya dapat digunakan untuk pembungkusan tempe tipis, sehingga biaya pengemasan berkurang. Terkait dengan peralatan berupa mesin pemecah kedelai, produsen keripik tempe hendaknya membuat mesin pemecah kedelai manual menyerupai mesin yang menggunakan tenaga listrik. Hal ini dapat berpengaruh terhadap jumlah bahan baku yang lebih banyak sehingga keuntungannya juga akan meningkat.

Besarnya risiko yang harus ditanggung oleh produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri tersebut dikarenakan adanya berbagai risiko yang ada, yaitu:

a. Risiko Harga Risiko harga yang dihadapi oleh produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri terkait dengan harga bahan baku dan bahan penolong. Harga bahan baku kedelai yang fluktuatif dan cenderung meningkat. Kenaikan kedelai berkisar antara Rp 100,00 - Rp 200,00 a. Risiko Harga Risiko harga yang dihadapi oleh produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri terkait dengan harga bahan baku dan bahan penolong. Harga bahan baku kedelai yang fluktuatif dan cenderung meningkat. Kenaikan kedelai berkisar antara Rp 100,00 - Rp 200,00

Harga pembungkus untuk tempe tipis berupa daun pisang juga mengalami fluktuasi tergantung dengan persediaan yang ada dipasar. Pada musim penghujan harga daun pisang lebih murah dikarenakan persediaan dipasar lebih banyak bila dibandingkan pada musim kemarau. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2010 dimana sedang terjadi musim penghujan.

b. Risiko Produksi Risiko usaha yang harus ditanggung oleh produsen keripik tempe paling tinggi yaitu pada proses produksi. Pada musim penghujan proses fermentasi atau peragian berlangsung lebih lambat. Untuk mengatasinya, produsen melakukan penambahan sedikit ragi pada saat proses peragian. Sebaliknya pada musim kemarau proses fermentasi akan berlangsung lebih cepat karena suhu terlalu panas maka akan menyebabkan tempe cepat busuk. Hal tersebut dapat diatasi dengan menaruh tempe pada lantai tanpa ditutup dengan kain tebal.

Pada saat proses peragian juga mengalami risiko. Apabila sampai salah perlakuannya, dapat mengakibatkan kapang tidak tumbuh. Misalkan saat proses peragian terkena percikan minyak, bau sabun yang membekas ditangan atau garam maka secara keseluruhan tempe akan rusak. Produsen mengantisipasinya dengan selalu menjaga kebersihan selama proses peragian dan peralatan yang digunakan harus bersih.

Tempe yang digunakan untuk pembuatan keripik tempe adalah tempe tipis, sehingga dalam proses pelepasannya memerlukan ketelitian dan kesabaran, karena tempenya yang tipis sehingga mudah rusak (tidak utuh atau pecah). Hal ini dapat berpengaruh pada produksi keripik tempe dan keuntungan yang diterima akan menurun. Penyimpanan keripik tempe sebelum dikemas harus ditempatkan pada wadah kering agar tetap keras. Keripik tempe saat dikemas diletakkan dengan posisi berdiri atau miring agar tidak mudah pecah.

C. Kendala Industri Rumah Tangga Keripik Tempe

Industri rumah tangga keripik tempe di Kabupaten Wonogiri menghadapi kendala-kendala dalam usahanya. Setiap usaha memang tidak selalu berjalan mulus, karena pasti ada kendala-kendala yang dihadapi. Kendala yang di hadapi oleh produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri antara lain kendala modal, peralatan dan kurangnya kesadaran produsen untuk bekerjasama. Kendala utama pada industri keripik tempe adalah modal usaha. Produsen hanya menggunakan modal milik sendiri, padahal biaya yang dikeluarkan cukup besar. Bagi produsen yang hanya mengandalkan usaha ini, akan merasa kesulitan untuk mengembangkan usahanya karena keuntungan yang diperolehnya digunakan juga untuk kebutuhan rumah tangga. Fasilitas perkreditan yang ada di Kabupaten Wonogiri berupa koperasi, bank swasta maupun daerah serta lembaga perkreditan lainnya. Akan tetapi produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri tidak menggunakan modal pinjaman yang berasal dari bank maupun lembaga perkreditan lainnya karena memiliki bunga yang berkisar antara 2 - 2,5% tiap bulannya dari uang pokoknya dan persyaratannya cukup rumit misalkan harus menggunakan jaminan surat tanah.

Kendala peralatan yang dihadapi yaitu tidak adanya mesin pemecah kedelai, sehingga produsen masih menggunakan tenaga untuk menggiles atau menginjak-injak kedelai sampai lepas dari kulit arinya. Produsen yang memproduksi dengan bahan baku kedelai sampai 15 kg akan membutuhkan Kendala peralatan yang dihadapi yaitu tidak adanya mesin pemecah kedelai, sehingga produsen masih menggunakan tenaga untuk menggiles atau menginjak-injak kedelai sampai lepas dari kulit arinya. Produsen yang memproduksi dengan bahan baku kedelai sampai 15 kg akan membutuhkan

Disamping hal-hal tersebut masih ada kendala lain yang berkaitan dengan usaha keripik tempe yaitu diantara produsen keripik tempe di masing- masing daerah belum ada kesadaran untuk bekerjasama guna mengembangkan secara bersama-sama usaha ini. Kebanyakan mereka masih melakukan usaha secara sendiri-sendiri, bahkan sulit untuk mewujudkan kekompakan mereka dengan dibuktikan tidak terdapatnya suatu koperasi atau perkumpulan yang hanya beranggotakan para produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri.

D. Solusi Pemecahan Masalah

Kendala-kendala yang dihadapi bisa menghambat kelancaran proses produksi dan menyebabkan para produsen keripik tempe harus mengupayakan suatu solusi pemecahan masalah yang dihadapinya. Kendala yang berhubungan dengan modal dapat diatasi dengan menggunakan modal yang dimilikinya sebaik dan seefisien mungkin yaitu dengan pembeliannya dalam jumlah yang banyak misalkan untuk pembelian minyak goreng sebanyak satu jerigen atau 10 kg dan tepung beras sebanyak satu kardus atau 10 kg, sehingga mendapatkan harga yang lebih murah.

Kendala peralatan dapat diatasi dengan membuat pemecah kedelai yang terbuat dari papan berbentuk balok dan di putar menggunakan pedal sepeda bekas. Akan tetapi alat ini belum sepenuhnya digunakan dan hanya satu produsen yang menggunakan alat ini, karena hasil kedelai yang digiling masih banyak yang belum pecah dan perlu menggiles ulang.

Industri rumah tangga keripik tempe ini perlu mempunyai suatu tempat atau wadah yang merupakan kumpulan dari para produsen keripik tempe di masing-masing daerah di Kabupaten Wonogiri. Koperasi RT (Rukun Tetangga) “Mandiri” dan Koperasi Wanita “Suka Maju” yang terdapat dalam Industri rumah tangga keripik tempe ini perlu mempunyai suatu tempat atau wadah yang merupakan kumpulan dari para produsen keripik tempe di masing-masing daerah di Kabupaten Wonogiri. Koperasi RT (Rukun Tetangga) “Mandiri” dan Koperasi Wanita “Suka Maju” yang terdapat dalam

E. Peran Pemerintah

Pemerintah memiliki peran terhadap kemajuan industri rumah tangga keripik tempe di Kabupaten Wonogiri. Pada tahun 2005 lalu, pemerintah Kabupaten Wonogiri melalui Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Wonogiri memberikan bantuan peralatan berupa mesin pemecah kedelai, akan tetapi pemberian mesin pemecah kedelai tidak merata. Mesin tersebut saat ini sudah tidak bisa digunakan lagi, sehingga produsen keripik tempe yang dahulunya menggunakan mesin pemecah sekarang kembali seperti semula dengan menggunakan tenaga manual (digiles).

Pemerintah Kabupaten Wonogiri pada tahun 2008 lalu melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM Mandiri Pedesaan) memberikan bantuan modal kepada masing-masing produsen keripik tempe sebesar Rp 150.000,00 - Rp 200.000,00 yang diserahkan kepada koperasi (koperasi yang beranggotakan seluruh warga didaerah tersebut bukan koperasi yang hanya beranggotakan produsen keripik tempe) untuk masing-masing daerah. Pemberian bantuan modal tersebut diharapkan Pemerintah Kabupaten Wonogiri pada tahun 2008 lalu melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM Mandiri Pedesaan) memberikan bantuan modal kepada masing-masing produsen keripik tempe sebesar Rp 150.000,00 - Rp 200.000,00 yang diserahkan kepada koperasi (koperasi yang beranggotakan seluruh warga didaerah tersebut bukan koperasi yang hanya beranggotakan produsen keripik tempe) untuk masing-masing daerah. Pemberian bantuan modal tersebut diharapkan

F. Prospek Industri Rumah Tangga Keripik Tempe di Kabupaten Wonogiri

Industri pembuatan produk keripik tempe dianggap sebagai usaha yang cukup potensial untuk dikembangkan lebih lanjut, mengingat usaha ini mudah untuk dijalankan dan tidak membutuhkan ketrampilan. Keunggulan keripik tempe yang diproduksi di Kabupaten Wonogiri adalah tidak menggunakan bahan pengawet dan tempe yang digunakan yakni berupa tempe tipis yang dibuat khusus untuk keripik tempe tanpa melalui proses pengirisan terlebih dahulu, sehingga keripik tempe yang dihasilkan akan memiliki cita rasa yang khas. Harga keripik tempe juga relatif murah berkisar antara Rp 1.000,00 sampai Rp 2.500,00 yang dapat dinikmati oleh semua kalangan. Kelemahan dari industri keripik tempe di Kabupaten Wonogiri masih menggunakan teknologi yang sederhana, sehingga akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berproduksi.

Bentuk keripik tempe yang diproduksi di Kabupaten Wonogiri relatif sama yaitu berbentuk persegi dan persegi panjang dengan ukuran kira-kira panjangnya 7-9 cm dan lebarnya 6-8 cm dengan tebal 1-1,5 mm, rasanya renyah, gurih dan enak. Industri rumah tangga keripik tempe mudah ditemui di setiap wilayah atau daerah kabupaten salah satunya di Kabupaten Wonogiri. Keripik tempe digemari oleh banyak konsumen. Banyaknya pesanan yang berdatangan sehingga meningkatkan nilai penjualan keripik tempe seiring dengan pertumbuhan penduduk dan berkembangnya sektor industri dan pariwisata khususnya di Kabupaten Wonogiri. Menghadapi peluang pasar keripik tempe yang makin baik dan meluas maka harus didukung dengan sistem pemasaran yang baik, agar produk keripik tempe dapat lebih dikenal oleh masyarakat umum. Hal ini terbukti bahwa keripik Bentuk keripik tempe yang diproduksi di Kabupaten Wonogiri relatif sama yaitu berbentuk persegi dan persegi panjang dengan ukuran kira-kira panjangnya 7-9 cm dan lebarnya 6-8 cm dengan tebal 1-1,5 mm, rasanya renyah, gurih dan enak. Industri rumah tangga keripik tempe mudah ditemui di setiap wilayah atau daerah kabupaten salah satunya di Kabupaten Wonogiri. Keripik tempe digemari oleh banyak konsumen. Banyaknya pesanan yang berdatangan sehingga meningkatkan nilai penjualan keripik tempe seiring dengan pertumbuhan penduduk dan berkembangnya sektor industri dan pariwisata khususnya di Kabupaten Wonogiri. Menghadapi peluang pasar keripik tempe yang makin baik dan meluas maka harus didukung dengan sistem pemasaran yang baik, agar produk keripik tempe dapat lebih dikenal oleh masyarakat umum. Hal ini terbukti bahwa keripik

Persaingan antar produsen keripik tempe di Kabupaten Wonogiri dalam memperoleh pelanggan membuat produsen perlu untuk mengeluarkan strategi khusus mengenai produknya dari segi rasa. Penerimaan produsen akan bertambah apabila produsen kreatif dalam menciptakan inovasi-inovasi tersebut. Keripik tempe yang diproduksi di Kabupaten Wonogiri rasanya gurih, apabila produsen mampu memperbanyak inovasi terkait dengan rasa maka akan menjadi peluang bagi produsen untuk mengembangkan usahanya sehingga akan menarik minat konsumen untuk mencoba variasi rasa selain rasa gurih misalkan pedas. Inovasi-inovasi produk tersebut akan tercapai apabila didukung oleh peran pemerintah dalam memberikan bantuan permodalan karena dengan inovasi tersebut akan membutuhkan tambahan biaya. Dengan demikian, diharapkan keripik tempe dapat menjadi produk unggulan di Kabupaten Wonogiri.