Pembahasan ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

juga dapat dilihat bahwa perilaku dating violence pada remaja yang pernah mengalami child abuse yang tidak pernah mengkonsumsi alkohol yang termasuk dalam kategorisasi rendah sebanyak 7 orang, kategorisasi sedang sebanyak 3 orang, dan kategorisasi tinggi sebanyak 1 orang. Perilaku dating violence pada remaja yang pernah mengalami child abuse yang sesekali mengkonsumsi alkohol yang termasuk dalam kategorisasi rendah sebanyak 3 orang, kategorisasi sedang sebanyak 4 orang, dan kategorisasi tinggi sebanyak 2 orang. Untuk perilaku dating violence pada remaja yang pernah mengalami child abuse yang sering mengkonsumsi alkohol yang termasuk dalam kategorisasi rendah sebanyak 3 orang, kategorisasi sedang sebanyak 2 orang, dan kategorisasi tinggi sebanyak 5 orang.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil utama yang diperoleh dari hasil penelitian ini bahwa gambaran perilaku dating violence pada remaja yang pernah mengalami child abuse secara umum tergolong rendah sebanyak 13 orang 43,33, sedangkan yang tergolong sedang sebanyak 10 orang 33,33 dan yang tergolong tinggi sebanyak 23,33. Menurut O’Keeefe 1998 bahwa pengalaman child abusemaltreatment mungkin berpengaruh terhadap remaja termasuk dating violence. Pengalaman kekerasan fisik atau perlakuan disiplin yang kasar dimasa kanak-kanak akan meningkatkan resiko perilaku agresif dikemudian hari. Menurut Wolfe 1998 bahwa remaja yang mengalami kekerasan sebelum berusia 12 tahun secara signifikan mengalami konflik verbal dan fisik dengan pasangannya dibandingkan dengan remaja yang tidak mengalami kekerasan. Pengalaman mereka terhadap kekerasan dalam keluarga meningkatkan keterlibatan mereka dalam kekerasan dalam hubungan pacaran danatau mencontoh bagaimana berinteraksi dengan pacar menggunakan kekerasan Carlson, 1987; Foshee et al., 1999; Gwartney-Gibbs, Stockard, Bohmer, 1987; O’Keefe, Brockopp, Chew, 1986; Simons, Lin, Gordon, 1998; Smith Williams, 1992. Hal ini sesuai dengan teori social learning yang menyatakan bahwa kekerasan akan menghasilkan kekerasan. Gelles dan Straus memberikan fakta bahwa orangtua yang berperilaku agresif akan mendorong anaknya berperilaku agresif cf. Gelles Straus, 1988; Straus, Gelles, Steinmetz, 1980. Intergeneration hypothesis menjelaskan bahwa anak-anak mungkin menjadi kasar pada masa dewasanya karena mereka mengalami kekerasan pada masa kanak- kanaknya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa perilaku dating violence pada remaja yang pernah mengalami child abuse mayoritas berada pada ketegori rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Malik dan O’keefe 1997 yang menyatakan bahwa h ubungan antara pengalaman child abuse dan dating violence tampak kurang jelas dengan penelitian yang mengindikasikan bahwa pernah dipukul oleh orangtua berhubungan dengan penggunaan kekerasan dikemudian hari dalam dating violence. Selain itu penelitian lainnya menunjukkan tidak adanya hubungan antara child abuse dengan dating violence. O’Keefe 1998 menemukan fakta bahwa remaja yang mengalami kekerasan dalam keluarga meningkatkan keterlibatan dalam dating violence sebagai korban atau pelaku, akan tetapi tidak semua dari remaja melakukan kekerasan terhadap pasangannya. Kekerasan orangtua-anak telah menunjukkan suatu prediktor dari penggunaan kekerasan terhadap perempuan tetapi tidak pada laki-laki Tontodonato Crew, 1992. Masten Sesma 1999 berpendapat bahwa seorang anak dipengaruhi secara berbeda tergantung pada jumlah, tipe, dan level dari faktor protektif dan risiko yang hadir dalam lingkungan anak. Usia dan jenis kelamin anak, frekuensi dan beratmya kekerasan yang terjadi berpengaruh terhadap dampak yang dirasakan pada seorang anak Edleson, 2004. Faktor yang mungkin mengurangi dampaknya adalah kemampuan anak untuk mengatasi kejadian penuh tekanan stressful. Tidak semua anak-anak yang pernah mengalami penganiayaan akan menunjukkan masalah perilaku dan emosional Giardino Harris, 2006. Rossman dan Rosenberg 1992 menemukan bahwa anak-anak yang yakin bahwa mereka mampu untuk menenangkan diri mereka selama konflik dilaporkan bahwa memiliki sedikit masalah. Resiliensi berhubungan dengan kehadiran dari protektif faktor yang mengurangi perkembangan konsekuensi negatif pada anak Heller, Larrieu, D’Imperio, dan Borris, 1993. Beberapa faktor protektif yaitu, 1 karakteristik personal, diantaranya yaitu rasa optimisme, self-esteem yang tinggi, inteligensi yang tinggi, 2 karakteristik lingkungan, seperti dukungan sosial Goodman, 2003. Jika dilihat berdasarkan bentuk-bentuk perilaku dating violence itu sendiri, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa bentuk perilaku dating violence yaitu kekerasan fisik dan emosional mayoritas berada pada kategori sedang. Sedangkan bentuk perilaku dating violence yaitu kekerasan verbal dan seksual mayoritas berada pada kategori rendah. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Munoz-Rivas, Grana, O`Leary, Gonzalez 2007, yaitu lebih dari 90 remaja melakukan kekerasan verbal dan emosional sedangkan kekerasan fisik dan seksual menempati urutan ke-2 dan ke-3. Lebih lanjut, penjelasan mengenai mengapa lebih banyak yang menjadi pelaku kekerasan verbal dan emosional adalah karena kekerasan verbal dan emosional tidak meninggalkan luka fisik, sehingga tidak dapat dikenali oleh pihak diluar hubungan mereka Brewer dalam Denmasagoenk, 2007. 1. Dating violence ditinjau berdasarkan usia Bila ditinjau dari segi usia, diperoleh hasil bahwa mean skor perilaku dating violence tertinggi ditemukan pada remaja yang berusia 21 tahun. Brown dalam Leaver, 2007 berpendapat bahwa pada masa remaja perilaku dating violence dilakukan sebagai usaha untuk menegosiasiakan identitas agar diterima oleh teman sebaya, jadi ketika terdapat kekerasan dalam hubungan tersebut maka hal itu semata- mata dilakukan agar mendapatkan pengakuan dan penerimaan dari teman sebaya. Selain itu dikarenakan juga remaja kurang dalam hal kepercayaan dalam hubungan dibandingkan dengan usia yang lebih tua, hal inilah yang menyebabkan kekerasan terjadi dalam hubungan tersebut Windle Murg, 2009. 2. Dating violence ditinjau berdasarkan jenis kelamin Bila ditinjau dari segi jenis kelamin, diperoleh hasil bahwa mean skor perilaku dating violence pada remaja laki-laki sama dengan mean skor perilaku dating violence pada remaja perempuan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Departments of Justice DOJ and Health and Human Services HHS bahwa remaja laki-laki dan perempuan memiliki frekuensi yang sama dalam melakukan kekerasan dalam hubungan romantis. Remaja perempuan melaporkan bahwa melakukan kekerasan sebagai strategi self-defense sedangkan remaja laki-laki melakukan kekerasan untuk memperoleh kontrol dari pasangannya. 3. Dating violence ditinjau berdasarkan tingkat pendidikan Bila ditinjau dari segi tingkat pendidikan, diperoleh hasil bahwa mean skor perilaku dating violence tertinggi ditemukan pada remaja dengan tingkat pendidikan SMP. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat O`Keeffe, Brockopp Chew 2001 bahwa siswa sekolah menengah pertama dan sekolah menengah akhir kurang bisa meminimalkan dan menolak terjadinya interaksi yang melibatkan kekerasan dalam hubungan mereka. 4. Dating violence ditinjau berdasarkan lama berpacaran Bila ditinjau dari segi lama berpacaran, diperoleh hasil bahwa mean skor perilaku dating violence tertinggi ditemukan pada remaja dengan lama berpacaran kurang dari 6 bulan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Callahan bahwa lebih dari 35 kekerasan terjadi dalam hubungan yang singkat kurang dari 6 bulan. Selain itu survey yang dilakukan terhadap remaja menunjukkan bahwa mereka memiliki pengalaman beberapa bentuk kekerasan fisik dalam hubungan pacaran sejak awal hubungan. Penelitian lain juga menemukan bahwa lebih dari tiga perempat remaja memiliki pengalaman kekerasan psikologis sejak periode enam bulan hubungan berpacaran. 5. Dating violence ditinjau berdasarkan frekuensi berpacaran Bila ditinjau dari segi frekuensi berpacaran, diperoleh hasil bahwa mean skor perilaku dating violence tertinggi ditemukan dengan frekuensi berpacaran sebanyak tiga kali. Menurut pendapat para ahli bahwa kekerasan dalam hubungan romantis pada remaja dikarenakan kurangnya pengalaman remaja dalam menegosiasi hubungan romantis atau pacaran. Kurangnya pengalaman dalam berkomunikasi dan berhubungan dengan pasangan bisa mengarahkan kepada penggunaan strategi coping yang buruk, termasuk agresi secara verbal dan fisik. 6. Dating violence ditinjau berdasarkan penggunaan alkohol Bila ditinjau dari segi penggunaan alkohol, diperoleh hasil bahwa mean skor perilaku dating violence tertinggi ditemukan pada remaja dengan frekuensi penggunaan alkohol sesekali. Hal ini dikarenakan penggunaan alkohol memainkan peranan penting dalam terjadinya dating violence. Alkohol sendiri menurut Black dkk dalam World Report on Violence and Health, 2002 dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan individu dalam menginterpretasikan sesuatu, sehingga kerap melakukan kekerasan. Hal ini juga ditunjukkan pada penelitian ini bahwa 95,83 dari pengguna alkohol menjadi pelaku kekerasan seksual dan 79,17 dari pengguna alkohol melakukan kekerasan secara fisik.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran-saran sehubungan dengan hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian pertama akan diuraikan kesimpulan dari penelitian ini yang kemudian akan dilanjutkan dengan mengemukakan saran-saran praktis dan metodologis yang diharapkan dapat berguna bagi penelitian yang akan datang yang berhubungan dengan penelitian ini.

A. Kesimpulan

Berikut ini peneliti akan memaparkan kesimpulan yang diperoleh berdasarkan pengolahan dan analisa data. 1. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh gambaran bahwa remaja yang pernah mengalami child abuse menunjukkan perilaku dating violence yang tergolong dalam kategori rendah sebanyak 13 orang 43,33, kategori sedang sebanyak 10 orang 33,33 dan kategori tinggi sebanyak 7 orang 23,33. 2. Berdasarkan bentuk-bentuk perilaku dating violence maka dapat disimpulkan bahwa pada bentuk kekerasan fisik, remaja yang memiliki perilaku dating violence kategori rendah adalah sebanyak 14 orang 46,67, kategori sedang sebanyak 14 orang 46,67, dan kategori tinggi sebanyak 2 orang 6,67. Pada bentuk